Ikuanisme
Ikuanisme (Hanzi: 一貫道; Pinyin: Yīguàndào), I Kuan Tao, juga dikenal sebagai Aliran Buddha Maitreya di Indonesia, adalah agama keselamatan Tiongkok yang muncul pada akhir abad ke-19, di Shandong, dan menjadi kelompok keagamaan keselamatan terbesar di Tiongkok pada tahun 1930-an sampai 1940an.[1] "I Kuan" berarti persatuan atau kesatuan, sementara "Tao" berarti jalan, kebenaran, atau juga Ketuhanan.
Penggolongan | Agama keselamatan Tiongkok |
---|---|
Pendiri | Wang Jueyi |
Didirikan | akhir abad ke-19 Shandong |
Nama lain | Zhenli Tiandao (眞理天道), Tiandao (天道) |
Bagian dari seri tentang |
Kepercayaan tradisional Tionghoa 华人民间信仰 |
---|
Bagian dari seri tentang |
Buddhisme |
---|
Menurut Sebastien Billioud, Ikuanisme dapat dilihat sebagai versi terbaru dari tradisi Tridharma (sinkretisme Konfusianisme, Taoisme, dan Buddhisme). Pada kasus Ikuanisme, ajaran agama Kristen dan Islam juga diadopsi menjadi satu kesatuan dari lima ajaran.[2] Seiring perkembangannya, terbentuk aliran Ikuanisme baru seperti Mi Le Da Dao (彌勒大道) yang sepenuhnya memisahkan diri karena perbedaan pendapat doktrinal.[3]
Di Indonesia, meskipun timbul beberapa kontroversi dari berbagai aliran arus utama Buddhisme,[4][5][6][7] Ikuanisme secara resmi diakui oleh Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) dan dikenal sebagai Aliran Buddha Maitreya dengan "Jalan Ketuhanan" di bawah naungan Majelis Agama Buddha I Kuan Tao Indonesia.[8] Sementara itu, Mi Le Da Dao juga diakui di bawah naungan Majelis Pandita Buddha Maitreya Indonesia.[9] Ikuanisme di Indonesia berasal dari Taiwan sekitar tahun 1950-an. Akan tetapi, di Taiwan, Ikuanisme berdiri sendiri sebagai sebuah agama resmi yang diakui pemerintah dan terpisah dari agama Buddha.
Sejarah
suntingSebelum abad 19
suntingKelompok-kelompok agama rakyat dan agama keselamatan sangat populer di zaman dinasti Ming (1368-1644), dan Luo Qing / Luo Menghong (羅清 /羅夢鴻) yang menulis Wubu Liuce / "Five Books in Six Volumes" (五部六冊) di tahun 1509 adalah salah satu tokoh yang menonjol di kala itu.[10] Di kalangan I Kuan Tao, Luo Qing ini dikenal sebagai patriark ke-8.[a][11] Kalangan I Kuan Tao meyakini Luo Qing mendapatkan Firman Tuhan dari Maha Guru ke 7 dan menjadi penerus silsilah Maha Guru selanjutnya. Para pengikut Luo Qing mendirikan kelompok yang kemudian dikenal dengan nama Luoisme (罗教) / Jalan Luo (罗道).
Di tahun ke-6 pemerintahan kaisar Jiaqing, Luoisme yang telah tersebar di banyak daerah memiliki dua cabang utama: Wuweiisme (无为教) dan sekte Kendaraan Besar / Mahayana (东大乘教Dacheng jiao).[12] Dachengjiao dipimpin oleh anak perempuan dari Luoqing, Luo Foguang (罗佛广) dan cucu menantunya Wang Sen (王森) dan kelompok ini dibagi menjadi dua grup, grup timur dan grup barat. Kelompok bagian timur menyebarkan ajaran dan para perintis mendirikan kelompoknya masing-masing menjadi 3 kelompok besar, yaitu sekte Longhua (龍華教), sekte Bendera Emas (金幢教) dan sekte Teratai Hijau (青蓮教). Ketiga ajaran ini dinamakan Zhaijiao (齋教 Sekte Vegetarian) yang belakangan dikenal dengan Laoguan Zhaijiao (老官斋教).[13] Pada masa pemerintahan kaisar Yongzheng di Dinasti Qing, sekte Teratai hijau atau juga dikenal dengan nama Xiantiandao (先天道) dipimpin oleh Huang Dehui (黃德輝, di kalangan Tao dikenal sebagai patriark ke-9).[14] Sekte ini menyatukan tiga agama dengan mempraktikkan tata krama Konfusianisme, praktik-praktik Taoisme, dan sila-sila Buddhisme. Dinamakan Teratai Hijau untuk bersaing dengan sekte Teratai Putih yang populer saat itu.[15] Sekte ini sangat populer di Sichuan, Yunnan-Guizhou dan Hubei, dan melancarkan banyak pemberontakan demi menggulingkan dinasti Qing dan mengembalikan dinasti Ming, tapi berhasil ditekan oleh pemerintahan Dinasti Qing.[16] Pada tahun 1790, sebagai pemimpin kelompok, He Liaoku (何了苦, di I Kuan Tao dikenal sebagai Maha Guru ke-11), dikirim ke Longli, Guizhou menjadi tentara sebagai hukuman dari pemerintah, sehingga sekte Teratai Hijau menyebar ke Guizhou. Murid He Liao Ku, yaitu Yuan Zhiqian (袁志謙, di kalangan Tao dikenal sebagai patriark ke-12) menyebarkan ajaran dari Guizhou ke Yunnan, Sichuan, dan Hubei, dan berkembang pesat.[17] Pada tahun 1827-1828, di bawah penindasan pemerintah, sekte Teratai Hijau terpecah, dan para pemimpin bersembunyi, menyebar menjadi banyak kelompok kecil.[14] Pada tahun 1843, sekte Teratai Hijau kemudian bersatu dengan partai dan kelompok bersenjata untuk melawan para perwira dan tentara, dan menjadi kelompok agama rahasia, menyebabkan banyak kerusuhan.[14][18] Pada tahun 1845, sekte Teratai Hijau melancarkan pemberontakan di Wuchang tapi gagal.[19] Pada akhir Dinasti Qing dan awal Republik Tiongkok, para pelopor pengembangan Xiantiandao mendirikan kelompok sendiri dan melahirkan beberapa kelompok, salah satunya adalah yang dipimpin oleh Yao Hetian (姚鶴天, di kalangan Tao dikenal sebagai patriark ke-14).[16]
Abad 19 sampai Era Revolusi Tiongkok
suntingXiantian Dao terus ditekan pemerintah di awal abad 19 tapi berhasil bertahan. Para penganut Xiantiandao melihat diri mereka sendiri sebagai pelaksana dari misi Ibu Suci dengan melintasi orang-orang dan membimbing mereka di jalan pembinaan yang pada akhirnya akan membawa mereka kembali ke Surga. Salah satu cabang Xiantian Dao yang dipimpin oleh Wang Jueyi (王覺一) mulai berjalan sendiri dan memisahkan diri dari Xiantian Dao. Di kalangan I Kuan Tao, Wang Jue Yi dikenal sebagai maha guru ke-15. Di tahun 1877, berdasarkan titah Ibu Suci menunjuk Wang Jue Yi sebagai maha guru ke-15.[20] Dan kelompok cabang yang dia pimpin selanjutnya dinamakan Mohou Yizhujiao / Sekte Penyelamatan Paling Akhir (末后一着教).[10] Maha Guru Wang mengubah teologis, ritual dan juga menghapus syarat "bervegetarian" dan "menjalankan pantangan" untuk para pengikutnya, sehingga membuat kelompoknya berkembang cepat saat itu. Di tahun 1883, Moho Yizhujiao merencanakan pemberontakan yang akan dilaksanakan pada tanggal 8 bulan 3 secara serentak di beberapa kota.[21] Rencana tersebut ketahuan oleh pemerintahan Qing dan langsung menangkap para pemimpin kelompok ini sekaligus menekannya. Maha Guru Wang kabur ke Hankou kemudian ke Sichuan dan hidup bersembunyi sampai meninggal.[22][23] Moho Yizhujiao di bawah kepemimpinan Wang Jue Yi secara signifikan banyak menggunakan ajaran Konfusius sebagai dasar ajarannya. Para praktisi harus mengikuti kitab suci Daxue (大學), sementara praktik Taoisme seperti pertapaan dan pengobatan dihapuskan. Dari patriark ke-15, silsilah Tao berlanjut ke Liu Huapu / Liu Qingxu (劉化普 / 劉清虛) sebagai patriark ke-16.[24] Di tahun 1886, maha guru ke 16 menggunakan kata-kata Konfusius yang berkata bahwa 吴道一以贯之 "jalan yang saya ikuti adalah jalan yang menyatukan semua" yang selanjutnya menamakan kalangan Tao dengan nama I Kuan Tao (一貫道).[24][25]
Di tahun 1905, atas petunjuk dari Lao Mu melalui Tulisan Roh, Lu Zhongyi mengambil alih kepemimpinan dari Liu dan menjadi patriark ke-17.[26][27] Kalangan I Kuan Tao meyakini Lu Zhongyi sebagai maha guru pertama di era Pancaran Putih, era terakhir dari Tiga Pancaran, dan merupakan reinkarnasi dari Buddha Maitreya.
Kepemimpinan Zhang Tianran pada tahun 1930-an
suntingI Kuan Tao mulai berkembang pesat saat sesepuh ke-18 Zhang Tianran (張天然) memegang kepemimpinan. Sesepuh Zhang masuk ke dalam I Kuan Tao sejak tahun 1915.[28] Patriark ke-17 Lu Zhongyi melihat talenta sesepuh Zhang dan menyuruhnya untuk bergabung dengannya di Jining. Dan setelah meninggalnya maha guru ke-17 di tahun 1925, sesepuh Zhang diangkat menjadi patriark ke-18 di tahun 1930. Sesepuh Zhang dikatakan sebagai inkarnasi Buddha Ji Gong (濟公) , atau disebut Buddha Hidup Ji Gong (濟公活佛). Sesepuh Zhang Tian Ran disebut sebagai Shi Zun 師尊 (Bapak Guru Agung). Sesepuh Zhang dan sesepuh Sun Suzhen (孫素真) berdasarkan atas mandat Lao Mu, dinyatakan bersama menjadi suami-istri dan menjabat sebagai maha guru ke-18 I Kuan Tao.[b][29][30] Sesepuh Sun disebut sebagai inkarnasi Bodhisatwa Yue Huei 月慧菩薩. Sesepuh Sun dihormati sebagai Shi Mu 師母 (Ibu Guru Suci).
I Kuan Tao menyebar pesat dari tahun 1930 sampai 1936. Dari tahun 1937-1947 selama kekuasaan Jepang, I Kuan Tao juga berhasil menarik penganut dari utara, tengah sampai selatan Tiongkok. Melalui aktivitas misionaris, dalam kekacauan politik dan sosial yang disebabkan oleh invasi Jepang ke Tiongkok pada tahun 1940-an, yang membuat kepercayaan Milenarianisme I Kuan Tao menjadi meyakinkan buat masyarakat saat itu, agama ini berkembang dengan sangat cepat, hingga mencapai lebih dari 10 juta orang pengikut. Sesepuh Zhang Tianran meninggal tahun 1947 saat komunis mulai berkuasa di Tiongkok.
Penindasan di Tiongkok setelah tahun 1949
suntingSetelah meninggalnya Sesepuh Zhang, dan bangkitnya Partai Komunis Tiongkok pada tahun 1949, I Kuan Tao mengalami tekanan dari pemerintah Tiongkok waktu itu.[31] I Kuan Tao ditindas, karena dianggap sebagai kelompok reaksioner terbesar (反動會道門). Pada bulan Desember 1950, The People's Daily (人民日报) menerbitkan editorial “Melarang Keras I Kuan Tao” (堅決取締一貫道), yang menyatakan bahwa gerakan ini telah digunakan sebagai alat kontrarevolusi oleh kaum imperialis dan Kuomintang.[32] Editorial tersebut menandai dimulainya kampanye nasional pemberantasan I Kuan Tao di China. Target utama dari kampanye ini adalah untuk menghancurkan organisasi dan kepemimpinan gerakan tersebut sampai ke akarnya. Para pemimpin tertinggi dieksekusi atau dikirim ke penjara, para anggota dipaksa untuk menjalani pendidikan ulang politik dan mereka diawasi dengan ketat.[33]
Sebuah pameran yang mengecam I Kuan Tao diadakan di Beijing pada bulan Januari 1951. Pada tahun 1952, pemerintah merilis “The Way of Persistently Harming People” (一贯害人道 Yiguan Hairen Dao), sebuah film yang menentang I Kuan Tao.[34] Sejumlah penganut I Kuan Tao, termasuk Sun Suzhen, melarikan diri ke Hong Kong dan kemudian ke Taiwan, di mana agama tersebut saat ini berkembang pesat.[34] Sementara itu, para murid Sesepuh Zhang secara individual juga menyebarkan ajaran I Kuan Tao di Taiwan, sehingga muncul kelompok-kelompok I Kuan Tao dengan sesepuh atau pemimpin yang berbeda-beda.[35]
Penyebaran Ajaran di Taiwan
suntingDi Taiwan, I Kuan Tao juga dilarang sejak tahun 1952. Tapi kelompok-kelompok I Kuan Tao tetap bergerak secara sembunyi-sembunyi dan menyebarkan ajaran. Selama tiga dekade, I Kuan Tao terus mendapatkan kritik dari agama Buddha ortodoks dan mendapatkan stigma yang kurang baik dari masyarakat. Saat itu, banyak yang menyebut kalangan I Kuan Tao dengan sebutan 鴨蛋教 Agama Telur Bebek.[36] Pertumbuhan ekonomi yang pesat di Taiwan pada tahun 1960 membawa banyak perubahan pada I Kuan Tao. Beberapa pemimpin I Kuan Tao bisnisnya sukses dan menjadi konglomerat yang memiliki perusahaan raksasa. Mereka mengkombinasikan usaha bisnis mereka dengan kegiatan misionaris.[37] Perusahaan-perusahaan mereka merekrut karyawan yang kemudian menjadi pengikut kalangan Tao. Seringkali, mereka menambahkan beberapa aktivitas keagamaan ke dalam kursus pelatihan perusahaan, mempromosikan I Kuan Tao pada para pekerja, dan kemudian mendorong para pekerja untuk dilintasi. I Kuan Tao juga banyak masuk ke dalam universitas-universitas, dengan membentuk adanya kelompok makan (伙食團). Di awal tahun 1980an, I Kuan Tao telah membentuk ratusan kelompok makan di berbagai universitas di Taiwan.[38] Walaupun saat itu pemerintah masih berusaha menekan dan menghalangi segala kegiatan I Kuan Tao, dengan masuk ke dalam lingkungan perusahaan-perusahaan dan universitas-universitas, I Kuan Tao telah menemukan cara yang efektif untuk menarik umat dalam skala besar. Pada tanggal 13 Januari 1987, pemerintah Kuomintang di Taiwan pada akhirnya secara resmi melegalkan I Kuan Tao. I Kuan Tao menjadi agama pertama yang bertransformasi dari kelompok yang ditindas menjadi kelompok agama yang sah di kalangan masyarakat Tiongkok modern.[39]
Doktrin dan Ajaran
suntingLao Mu
suntingPemujaan tertinggi kalangan I Kuan Tao tertuju pada Ibu Suci Tanpa Batas / Ibu Tua Tanpa Batas / Ibu Mulia Tanpa Batas (舞極母 Wujimu), disebut juga Ming Ming Shangdi (明明上帝), yang juga dikenal sebagai Ibu Suci Abadi (無生老母 Wusheng Laomu) atau disingkat Lao Mu, sosok yang menjadi ciri khas dari agama-agama rakyat Tiongkok lainnya. Lao Mu di sini dianggap sebagai sumber dari segala sesuatu, bukan laki-laki maupun perempuan, meskipun disebut “Ibu” atau “Ibu Surgawi”.[40]
Pada abad ke-16, sebuah mitologi seputar Ibu Suci mulai terbentuk, diintegrasikan kepercayaan tentang Maitreya, yang telah tersebar luas sejak dinasti Yuan. Kepercayaan Maitreya bersifat milenarian, yang menyatakan bahwa dunia akan segera berakhir dan Maitreya akan menjelma di alam fisik untuk menyelamatkan umat manusia. Dalam keyakinan terhadap Ibu Suci, Maitreya adalah salah satu dari tiga makhluk yang tercerahkan yang dikirim oleh Ibu Suci untuk membawa misi penyelamatan.[40]
Sosok Ibu Abadi berasal dari sosok Xiwangmu, “Ibu Ratu dari Barat”, dewi ibu kuno Tiongkok, yang terkait dengan mitos Kunlun, poros dunia, dan dengan demikian juga dengan Hundun.[41] Ibu Suci Tanpa Batas dianggap sebagai mahakuasa, dan dianggap oleh pengikut I Kuan Tao sebagai sosok yang penuh welas asih, yang mengkhawatirkan putra-putrinya yang sudah kehilangan sifat aslinya, dan karena itu berusaha membawa mereka kembali ke surga yang merupakan kampung halaman mereka.[42]
Eskatologi
suntingIkuanisme meyakini bahwa pencipta alam semesta, bumi, dan seluruh mahluk hidup adalah Lao Mu. Satu lingkaran (元) siklus dunia terbentuk sampai musnah kembali adalah selama 129.600 tahun.[43] Satu lingkaran tersebut dibagi 12 fase (會) yang tiap fasenya adalah selama 10.800 tahun, dan I Kuan Tao meyakini bahwa kita kini berada dalam zaman terakhir dimana manusia telah hidup 60.000 tahun.[44] Manusia sebagai anak-anak dari Tuhan (Lao Mu) karena telah terlalu lama di bumi, tersesat dalam hidup duniawi, terjerumus dalam dosa menyebabkan mereka hidup dalam roda reinkarnasi dan tidak bisa kembali ke Surga. Lao Mu sangat merindukan anak-anaknya di bumi ini, dan mengutus 10 Buddha untuk menyelamatkan anak-anaknya di bumi. 7 Buddha pertama telah datang saat bermulanya kebudayaan manusia, dan 3 Buddha terakhir mengemban tugas penyelamatan. Sehingga dibagi 3 Masa Pancaran (三陽): Masa Pancaran Hijau, Pancaran Merah, dan Pancaran Putih. Buddha Dipankara diutus saat Masa Pancaran Hijau (sekitar 3000 SM) sampai lahirnya Siddharta Buddha. Masa Pancaran Merah bermula dengan diutusnya Siddharta Gautama. Zaman Pancaran Putih atau zaman terakhir bermula saat Buddha Maitreya diutus. Seperti sering diutarakan oleh para sesepuh I Kuan Tao bahwa Buddha Maitreya telah datang ke dunia sebagai Guru ke-17 Lu Zhongyi.[45]
Sejarah resmi I Kuan Tao membagi perkembangan Tao dalam 3 periode silsilah Tao. Periode pertama disebut sebagai 18 Sesepuh dari Timur Awal, yang bermula dari awal adanya manusia. Sesepuh pertama adalah Fu Xi, tokoh dari Tiongkok, pencipta Pa Kua (8 triagram). Kemudian berlanjut ke Shen Nong (penemu pertanian), Huang Di (Kaisar Kuning), diteruskan ke raja-raja Tiongkok, sampai Kong Hu Cu, dan terakhir Lao Zi (Penulis Tao Te Ching). Dikatakan bahwa karena perang saudara di daratan Tiongkok, menyebabkan Lao Zi membawa Tao ke India dan meneruskan ke Siddharta Gautama. Di sini bermula periode ke-2 yang disebut 28 Sesepuh dari Barat, bermula dari Siddharta Gautama, diteruskan ke Mahakassapa, dan menurut aliran Zen sampai terakhir Bodhidharma. Bodhidharma dikatakan membawa Tao kembali ke Tiongkok, dan bermulalah periode ke-3: 18 Sesepuh dari Timur Akhir. Bermula dari Bodhidharma sampai sesepuh ke-6 Hui Neng (sama seperti aliran Zen). Dari sesepuh ke-7 sampai ke-18 dimulainya periode rumah api di mana Tao diturunkan secara rahasia dan berakhir di sesepuh ke-18 yaitu Zhang Tianran dan Sun Huiming.[45]
Tao sebagai Jalan Keselamatan untuk terlepas dari Tumimbal Lahir
suntingI Kuan Tao meyakini bahwa di dunia ini ada yang dinamakan Tao. Tao adalah Kebenaran Mutlak. Tao sudah ada sebelum Langit dan Bumi diciptakan. Tao bakal tetap ada setelah hancurnya langit dan bumi. Tao adalah sumber dari segalanya. Tao ada di manapun. Tao adalah inti dari segalanya. Dengan berkembangnya zaman, moralitas telah menurun dan hati manusia tidak lagi murni. Bencana turun di mana-mana. Untuk menyelamatkan manusia dari bencana akhir zaman, Lao Mu menurunkan guru-guru penerang yang memiliki Firman Tuhan (天命) turun ke dunia untuk menurunkan Tao ini kepada umat manusia. Setelah orang mendapatkan Tao, maka roh sejati-nya akan terselamatkan dari bencana akhir.[45]
Sejak zaman dahulu, Tao jarang sekali ditunjukkan kepada manusia. Oleh karena itu melampaui siklus kelahiran dan kematian sangat sulit dicapai. Pada masa itu, seseorang harus melatih diri selama banyak kehidupan dan melakukan perjalanan jauh untuk mencari Guru Penerang untuk menerima Tao. Saat ini, umat manusia mendekati Masa Penghakiman Terakhir. Untuk menyelamatkan yang baik, Tuhan membuat Tao bisa didapatkan oleh semua orang.[45] Di masa pancaran terakhir ini, keselamatan dapat dicapai dengan cara mendapatkan Tao yang dalam bentuk "tiga mustika" pada saat upacara memohon Tao (求道 qiudao), yaitu "pintu suci" (玄關), "ucapan suci" (口诀), "pertanda suci" (合同). Ketiga mustika ini memungkinkan para pengikut I Kuan Tao untuk melampaui lingkaran kelahiran dan kematian dan langsung naik ke Dunia Surga yang Kekal (理天) setelah mereka meninggal.[46]
Buddha Maitreya
suntingSetelah Lao Mu, pemujaan tertinggi kedua para pengikut Ikuanisme ditujukan kepada Buddha Maitreya. I Kuan Tao meyakini bahwa Maitreya sudah turun ke dunia beberapa kali dan telah mencapai Kebuddhaan dan yang terakhir adalah saat bereinkarnasi menjadi Lu Zhongyi sebagai patriark yang ke-17. Dimulai sejak masa itulah, masa pancaran merah telah berakhir dan dimulainya masa pancaran putih, yang juga berarti bahwa masa Buddha Sakyamuni sudah berakhir dan dimulainya masa Buddha Maitreya. Buddha Maitreya diyakini menjadi pemimpin kuasa alam, sedangkan Buddha Jigong menjadi pemimpin kuasa Tao. Ini sesuai dengan eskatologi tiga masa pancaran Ikuanisme di mana sekarang manusia ini sudah memasuki masa akhir dari dunia ini. Di masa pancaran terakhir, Tao yang agung yang sebelumnya merupakan rahasia langit diturunkan secara global kepada masyarakat biasa.[45] Sutra Buddha Maitreya Menyelamatkan dari Penderitaan (彌勒救苦真經 mile jiuku zhenjing) yang dihasilkan pada 3 Maret 1926, di Shandong menjadi dasar dari keyakinan ini.[47]
Hukum Karma dan Amal Jasa
suntingIkuanisme meyakini adanya hukum sebab-akibat (Karma). Segala tindakan dan sebab akan menghasilkan akibat. Amal Jasa Pahala (功德) diyakini sebagai sesuatu yang sangat mempengaruhi hukum karma. Karma buruk biasanya akan mendatangkan penyakit dan penderitaan. Dengan melakukan banyak amal jasa pahala maka diyakini itu dapat meringankan penderitaan dan penyakit. I Kuan Tao juga meyakini bahwa dengan Amal Jasa Pahala yang cukup maka seseorang dapat terbebas dari lingkaran kelahiran dan kematian serta mendapatkan kedudukan tinggi di Surga. Selain itu jasa pahala juga dapat ditransmisikan kepada leluhur.[48]
I Kuan Tao juga meyakini bahwa setelah memohon Tao, untuk dapat mencapai kesempurnaan seseorang harus melunasi hutang karma yang telah tertumpuk selama 60.000 tahun, sehingga dalam kehidupan ini harus berusaha untuk melunasinya dengan melakukan banyak amal jasa serta mengikis karma pada saat mengalami penderitaan.[45] Ada 3 jenis amal jasa yang bisa dilakukan yaitu Amal Materi, Amal Dharma dan Amal Tenaga. Beberapa Amal Pahala dianggap sangat besar kebajikannya seperti melintasi umat manusia untuk mendapatkan Tao, mengorbankan diri untuk kalangan Tao dan mendirikan vihara pribadi, sehingga mendorong banyak umat I Kuan Tao untuk melakukan tugas misionaris, dengan anggapan bahwa semakin banyak orang yang mereka lintasi maka semakin besar amal pahala yang terkumpul.[49]
Enam Jalur Reinkarnasi
suntingIkuanisme meyakini adanya roh yang kekal dalam diri manusia dan setelah meninggal roh tersebut akan memasuki tubuh baru di 6 jalur reinkarnasi (roh keluar dari 6 pintu samping, yaitu lewat mata, telinga, mulut, hidung, pusar dan ubun-ubun). Enam jalur reinkarnasi diyakini merupakan jalur yang akan dilalui oleh orang-orang yang belum memohon Tao (qiu dao), sedangkan yang sudah memohon Tao, rohnya akan masuk ke alam surga yang lebih tinggi yaitu Alam Surga Abadi (理天 Li Tian) dan terbebas dari enam jalur reinkarnasi.[45]
Ujian Pembinaan
suntingIkuanisme meyakini adanya “ujian” atau "cobaan" (考 kao). Dari sudut pandang mereka, seseorang harus mengalami berbagai macam cobaan dalam proses pembinaan : jika tidak ada ujian, maka tidak ada peningkatan. I Kuan Tao mengidentifikasi beberapa jenis ujian, seperti ujian dari dalam (內考 neikao - penderitaan seperti penyakit, rasa sakit, kebakaran, banjir, dan perampokan), ujian dari luar (外考 waikao - cemoohan dari kerabat, teman, dan tetangga, penindasan dan kekerasan dari pejabat pemerintah), ujian kemarahan (氣考 qikao), ujian yang tidak biasa (奇考 qikao), ujian lancar (順考 shunkao), ujian kesulitan (逆考 nikao), ujian kebingungan (顚倒考 diandao kao), dan ujian dari kalangan Tao (道考 daokao).[50][51]
Teori ini adalah teori yang mereka yakini untuk mengatasi penderitaan selama masa penindasan (ditekan pemerintah). Salah satu ujiannya adalah “ujian dari negara” (管考 guankao), yang mengacu pada “penindasan dan kekerasan dari pejabat pemerintah.”[52] Menurut teori I Kuan Tao, penindasan dapat menguntungkan para pengikutnya setidaknya dari aspek-aspek berikut. Pertama, karena penindasan adalah ujian yang diatur oleh Lao Mu untuk memilih orang-orang yang benar-benar beriman, mereka yang lulus ujian akan diberi imbalan setelah mereka memasuki Surga. Secara khusus, status surgawi mereka (果位) didasarkan pada penderitaan yang mereka alami selama penindasan. Semakin mereka menderita, semakin tinggi status surgawi yang akan mereka peroleh setelah kematian. Kedua, penindasan membantu “menghilangkan kebiasaan buruk dan memperbaiki sifat buruk” (去毛病 改脾氣).[53] I Kuan Tao ini berpandangan bahwa roh-roh asal yang dikirim oleh Lao Mu adalah suci, tetapi mereka berangsur-angsur kehilangan sifat aslinya dan menjadi kejam dan licik.
Penindasan dapat membuat orang merefleksikan diri mereka sendiri dan membuang kebiasaan dan temperamen yang buruk, seperti ketidaksabaran dan kesombongan. Akhirnya, menanggung penganiayaan adalah cara untuk mengurangi karma (業障), yang terakumulasi karena tindakan salah seseorang selama fase-fase kehidupan orang tersebut. Dengan menghadapi dan bertahan dalam penindasan, orang yang percaya dapat memperoleh jasa pahala, yang dapat membantu mereka melenyapkan lingkaran kelahiran, kematian, dan kelahiran kembali. Singkatnya, semakin banyak umat sekte menderita, semakin banyak karma yang akan mereka kurangi; semakin banyak pahala yang mereka kumpulkan dengan menanggung penderitaan, semakin tinggi status surgawi yang akan mereka capai.[52]
Vegetarisme
suntingVegetarisme adalah salah satu ajaran inti dari I Kuan Tao.[54] Vegetarisme atau Vegetarianisme diajarkan dari berbagai sudut pandang termasuk kesehatan, ekologi, kelestarian alam, mengurangi penderitaan hewan, dan pengembangan spiritual.[55] Pengikut I Kuan Tao disebut-sebut mengoperasikan 90% restoran vegetarian di Taiwan.[56]
Struktur organisasi
suntingOrganisasi dalam I Kuan Tao didefinisikan dengan jelas, dan jajaran para misionaris dan umat dapat dibagi ke dalam urutan berikut:[57][58]
- Maha Guru / Patriark (祖師 zhushi): Secara khusus mengacu pada Zhang Tianran dan Sun Huiming dan semua patriark yang ada dalam silsilah I Kuan Tao
- Pemimpin Kelompok (道長 daozhang): Tokoh senior yang menjadi pemimpin kelompok yang tugasnya diberikan langsung oleh Maha Guru. Kelompok-kelompok I Kuan Tao biasanya dibedakan berdasarkan tokoh daozhang yang memimpin ini.
- Sesepuh Tua (老前人 lao qianren): Tokoh senior dalam kalangan I Kuan Tao yang sekaligus daozhang ataupun sesepuh yang bertugas di bawah kepemimpinan daozhang.
- Sesepuh (前人 qianren): Pandita yang menjadi perwakilan senior dan biasanya memimpin kelompok-kelompok yang lebih kecil di bawah sesepuh tua atau daozhang. Seorang sesepuh mendapat firman Tuhan dari Maha Guru sesuai kuota yang disetujui.
- Pandita (點傳師 dian chuanshi): Pandita yang memiliki firman Tuhan yang bisa mengadakan ritual upacara qiudao. Para pandita biasanya berada di bawah kepemimpinan qianren. Sebutan lain untuk seorang dian chuanshi adalah jingli (經理) yang berarti manager.
- Pemilik vihara (壇主 tanzhu): Umat yang biasanya membuka vihara pribadi di rumahnya disebut dengan tanzhu.
- Penceramah (講師 jiangshi): Para pengajar yang biasanya bertugas untuk memberikan kotbah atau ceramah di vihara.
- Tiga Medium (三才 sancai): Tiga gadis yang menjadi medium pada saat ada fuji / peminjaman roh. Terdiri dari 天才 Tiancai, 人才 Rencai, dan地才Dicai.
- Umat (道親 daoqin): Mereka yang telah memohon Tao (qiudao), disebut dengan "daoqin", yang artinya adalah kerabat Tao. Ini merupakan istilah untuk menunjukkan rasa kasih sayang di antara penganutnya. Para umat pria disebut dengan sebutan "qian dao" (乾道), sedangkan yang wanita disebut "kun dao" (坤道).
Kelompok dan lahirnya Ikuanisme baru
suntingGrup I Kuan Tao
suntingI Kuan Tao adalah kumpulan dari setidaknya sembilan belas kelompok / grup / divisi (組) yang dibagi berdasarkan kepemimpinan daozhang (pemimpin kelompok).[59] Umumnya setiap kelompok memiliki peraturan yang sama untuk tidak saling merebut umat atau masuk cabang lain yang di luar “benang emas” (金線) kelompok mereka masing-masing.[60] Mayoritas grup berafiliasi dengan Asosiasi I-Kuan Tao Republik Tiongkok (中華民國一貫道總會) pada saat dibentuk tahun 1988.[61] Markas Besar I-Kuan Tao Dunia, yang mencakup federasi-federasi di seluruh dunia, didirikan di Alhambra, California pada tahun 1996.[61] Daftar kelompok I Kuan Tao yang terdaftar secara resmi adalah sebagai berikut:[62]
- Grup Jichu (基礎組)
- Grup Wenhua (文化組)
- Grup Fasheng (法聖組)
- Grup Qianyi (乾一組)
- Grup Tianxiang (天祥組)
- Grup Jinguang (金光組)
- Grup Tianzhen (天真組)
- Grup Huiguang (慧光組)
- Grup Haoran (浩然組)
- Grup Zhongyong (中庸組)
- Grup Andong (安東組)
- Grup Baoguang (寶光組)
- Grup Mingguang (明光組)
- Grup Puguang (浦光組)
- Grup Changzhou (常州組)
- Grup Fayi (發一組)
- Grup Chande (闡德組)
- Grup Xingyi (興毅組)
Perpecahan
suntingSetelah meninggalnya Zhang Tianran pada tahun 1947, kalangan I Kuan Tao terpecah menjadi dua. Mayoritas kelompok yang mengikuti Sun Suzhen disebut Shimu Pai (師母派), sementara kelompok minoritas yang mengikuti istri tua Zhang, Liu Shuaizhen (劉率貞) disebut Shixiong Pai (師兄派).[63] Kelompok yang kedua ini sekarang dikenal sebagai Tiandao (天道) disebut juga sebagai grup Zhengyi (正義組) atau Zhengyi Fudao Weiyuanhui (正義輔導委員會) di bawah naungan Asosiasi Tiandao Republik Tiongkok (中華民國天道總會).
Setelah meninggalnya Shun Suzhen pada 4 April 1975, kalangan I Kuan Tao kembali terpecah setelah Wang Hao-te (王好德) yang merupakan senior yang mendampingi Shun Suzhen di masa akhir hidupnya mengklaim bahwa dirinya lah yang memegang Firman Tuhan selanjutnya dan menjadi penerus Benang Emas yang sejati. Hanya melalui dia, Kuasa Firman Tuhan dapat diberikan. Semua sesepuh tua para pemimpin kelompok I Kuan Tao yang lain tidak bisa menerima penunjukkan tersebut sehingga Wang Hao-te pada akhirnya mendirikan kelompok sendiri melepaskan diri dari I Kuan Tao yang kemudian dikenal dengan nama Miledadao (彌勒大道) atau Maitreya Great Tao.[3]
Selain Miledadao yang didirikan oleh Wang Hao-te, ada sejumlah divisi yang tidak lagi dianggap sebagai bagian dari Yiguandao; beberapa di antaranya adalah: Haizidao (孩子道) yang didirikan oleh Lin Jixiong (林吉雄) pada tahun 1984, Gereja Suci Tiongkok (中华圣教) yang didirikan oleh Ma Yongchang (马永昌) pada tahun 1980, Guanyindao (觀音大道) yang didirikan oleh Chen Huoguo (陳火國) pada tahun 1984, Yuande Shentan (元的神壇) yang didirikan oleh Wu Ruiyuan (吳瑞元), dan Jiulian Shengdao (九莲圣道) yang didirikan oleh Lin Zhenhe (林镇和) pada tahun 1992.[64]
Sejarah Ikuanisme di Indonesia
suntingAwal Penyebaran Ajaran
suntingSetelah I Kuan Tao mulai masuk ke Taiwan pada tahun 1950an, ada kelompok I Kuan Tao yang mulai menyebarkan ajaran ke luar negeri. Saat itu kelompok I Kuan Tao yang paling awal masuk ke Indonesia adalah Baoguang Jiande (寶光建德), yang saat itu diprakarsai oleh Chen Boling (陳伯齡). Pada tahun 1949 setelah diangkat menjadi pandita (dianchuanshi) di Taiwan, Chen Boling yang belakangan dikenal dengan Maitreyawira datang ke Malang, Indonesia untuk menyebarkan ajaran.[65] Dia diutus oleh sesepuh Lǚ Shugen (呂樹根) yang merupakan pemimpin dari kelompok Baoguang Jiande dalam rangka misi kaihuang (開荒 membuka ladang baru / membuka kalangan Tao di tempat baru) di Indonesia.[3] Dia mendirikan Vihara (佛堂 fotang) Maitreya pertama di Malang bernama Qiaoguang Tang (僑光堂) pada tahun 1950.[65][3] Vihara ini adalah vihara pertama yang berdiri di luar China dan Taiwan. Di bawah pimpinan Chen, ajaran I Kuan Tao disebarkan ke Surabaya, Jakarta, Medan, Bagansiapiapi, Pontianak, dan banyak daerah lainnya, sampai mencakup hampir ke seluruh wilayah Indonesia. Dalam waktu kurang dari tiga puluh tahun, lebih dari dua ratus vihara umum dan vihara keluarga telah didirikan di Indonesia.[66]
Aliran Buddha Maitreya di Indonesia
suntingDalam perkembangannya, Chen Boling mengubah kotbah-kotbahnya menjadi sangat terlokalisasi serta mengijinkan para umat-umatnya untuk menerjemahkan istilah-istilah bahasa Mandarin menjadi bahasa Indonesia. Pada saat masuk ke dalam Orde Baru, di mana terjadi surpresi terhadap kebudayaan Tionghua, semua vihara yang di bawah kepemimpinan Chen Boling menyesuaikan diri dengan mengubah hampir semua istilah-istilah bahasa mandarin di dalam vihara menjadi bahasa Indonesia.[67] Di masa Orde Baru ini, kelompok-kelompok Yiguandao yang lain di Taiwan tidak berani menyebarkan ajaran di Indonesia karena adanya kebijakan anti-Tionghua yang dijalankan Orde Baru.[68] Sementara itu, kalangan Tao yang berada di bawah kepemimpinan Chen Boling ini terus berkembang menjadi salah satu aliran dari agama Buddha di Indonesia. Kalangan Tao yang dipimpin Chen Boling juga mulai mengadopsi istilah-istilah bahasa Indonesia dari bahasa Sanskerta serta mengubah semua liturgi dan upacara keagamaan ke dalam Bahasa Indonesia.[68] Vihara-vihara pun tercantum kalimat "Tuhan Maha Esa", dan mulai mengikuti perayaan agama Buddha seperti Waisak, Kathina, dan menggantungkan gambar Buddha Siddharta.
Setelah meninggalnya Shi Mu di tahun 1975, Wang Hao-te di Taiwan mengklaim bahwa dirinya merupakan penerus Firman Tuhan yang diangkat oleh Shi Mu.[67] Kelompok yang berada di bawah kepemimpinan Chen Boling di Indonesia memutuskan untuk bergabung dengan Wang Hao-te yang kemudian mendirikan Miledadao.[67][3] Karena di Indonesia sebagian besar kalangan I Kuan Tao saat itu di bawah naungan Chen Boling, maka secara otomatis vihara-vihara di Indonesia saat itu mayoritas berubah menjadi Miledadao. Dengan kata lain, sejak itu bisa dibilang para umat yang ada di Indonesia sudah tidak lagi dianggap sebagai bagian dari kalangan I Kuan Tao.
Masuknya Kelompok-Kelompok I Kuan Tao lain ke Indonesia
suntingDi sisi lain, setelah sempat vakum akibat kebijakan Anti Tionghua sejak zaman Orde Baru, pada tahun 1990an, kelompok-kelompok I Kuan Tao di Taiwan mulai secara aktif menyebarkan ajaran ke Indonesia. Banyak divisi I Kuan Tao yang mengirimkan misionaris ke Indonesia antara lain adalah kelompok Baoguang (寶光), Fayi (發一), Jichu (基礎), Tianxiang (天祥), Haoran (浩然), Andong (安東), Changzhou (常州) dan Xingyi (興毅).[62][69]
Karena masih masa Orde Baru, berbagai kelompok I Kuan Tao yang datang ke Indonesia saat itu masih harus menyebarkan ajaran secara sembunyi-sembunyi, diakibatkan karena buku-buku dan barang-barang yang dibawa semuanya masih berbahasa Mandarin.[70] Vihara yang digunakan rata-rata saat itu adalah rumah biasa sehingga sama sekali tidak terlihat seperti vihara bila dilihat dari luar. Setelah beberapa tahun, I Kuan Tao mulai berkembang di beberapa kota di Indonesia.
Pada tahun 2001, presiden Abdurrahman Wahid, secara bertahap mencabut larangan penggunaan bahasa Mandarin di depan umum, serta mendorong penggunaan bahasa Mandarin oleh masyarakat umum, sehingga memberikan kesempatan besar bagi budaya dan agama Tionghoa untuk berkembang. Dampak dari pencabutan larangan ini, membuat mulai banyak vihara-vihara I Kuan Tao berukuran besar yang didirikan di beberapa kota di Indonesia.[71]
Legalitas Ikuanisme di Indonesia
suntingKarena pemerintah Indonesia hanya mengakui 6 agama resmi, baik I Kuan Tao dan Miledadao pada akhirnya muncul sebagai salah satu aliran dari Agama Buddha untuk bisa beroperasi secara legal di Indonesia. I Kuan Tao dan Miledadao didaftarkan sebagai agama yang berbeda di Kementerian Agama Indonesia. Miledadao mendaftarkan diri ke Kementerian Agama pada tahun 2000 dan membentuk Majelis Pandita Buddha Maitreya Indonesia (MAPANBUMI) yang bernaung di bawah Walubi.
Sedangkan I Kuan Tao mendaftarkan diri dengan nama Majelis I-Kuan Dao Indonesia di Kementerian pada tahun 2005.[72] Saat itu, I Kuan Tao hanya mendapatkan ijin dari pemerintah daerah, tapi tidak dari pemerintah pusat.[72] Menurut Kementerian, nama I-Kuan Tao itu harus diubah agar bisa disetujui. Pada bulan November 2014, I Kuan Tao menjadi agama yang legal di bawah naungan Majelis Agama Buddha I-Kuan Dao Indonesia.[8][73] Dengan ini, baik Miledadao dan I Kuan Tao secara resmi terdaftar di Kementerian Agama dan Perwakilan Umat Buddha Indonesia, Kementerian Agama dan Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi).[72]
Catatan
sunting- ^ Grup Fayi I Kuan Tao menyangkal bahwa patriark ke-8 adalah Luo Weiqun karena teks 道脈傳承錄 hanya menyebutkan marga. Mereka meyakini patriark ke-8 adalah seseorang bermarga Luo 羅 lain yang hidup di Dinasti Tang. Sementara grup I Kuan Tao lain tetap beranggapan bahwa patriark ke-8 adalah Luo Weiqun.
- ^ Dalam Yiguandao Zhang (一貫道藏, 林榮澤) dan teks-teks Yiguandao lainnya, tertulis bahwa Zhang dan Sun “ditetapkan sebagai pasangan suami-istri, meskipun pada kenyataannya mereka bukanlah pasangan” (有夫婦之名, 無夫婦之實). Para penganut Yiguandao umumnya menyakini bahwa pernikahan tersebut hanyalah simbolis.
Referensi
sunting- ^ Kiely 2015, hlm. 702-703.
- ^ Billioud 2020, hlm. 3.
- ^ a b c d e 楊, 雁智. "印尼「天命道統真傳」推廣教育報導" (PDF). 一貫道崇德學院. Diakses tanggal 2024-11-21.
- ^ Shi Wen Du. BAGAIMANA SAYA MELEPASKAN DIRI DARI YI KUAN TAO (PDF). Diterjemahkan oleh Wijaya, Tjahyono.
- ^ "Sejarah Ikuantao". Vihara Buddha Sasana.
- ^ 杨, 秀华. "从一贯道走出来的心路历程". 三摩地.
- ^ "Buddhist Cults". Buddhism Australia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-12-02.
- ^ a b RI, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha-Kementerian Agama. "20 Tahun Majelis I Kuan Tao, Caliadi Ajak Bersinergi Program dan Layanan | Ditjen Bimas Buddha Kemenag RI". Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha - Kementerian Agama RI. Diakses tanggal 2024-05-22.
- ^ "Sejarah Pendirian | Maha Vihara Maitreya". Diakses tanggal 2024-05-22.
- ^ a b Lu 2008, hlm. 3.
- ^ "推廣教育_專題報導" (PDF). 發一崇德.
- ^ Ma 2011, hlm. 172.
- ^ Ma 2011, hlm. 174.
- ^ a b c 賀市子, 志 (2011). "先天道嶺南道脈的思想和實踐:以廣東清遠飛霞洞為例". 國家圖書館. 民俗曲藝. 173: 23–58. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-10-06.
- ^ 《中國善書研究》. 南京: 江蘇人民出版社. 2010. ISBN 7214063190.
- ^ a b Palmer, David (2011). "Redemptive Societies in Cultural and Historical Context". Journal of Chinese Theatre, Ritual and Folklore / Minsu Quyi. 173.
- ^ 子安, 遊; 丁明, 危 (2011). "先天道的尊孔崇道". 國家圖書館. 民俗曲藝. 173: 59–99. Diarsipkan dari versi asli tanggal 20201203.
- ^ Ma 2011, hlm. 173.
- ^ T. Rowe, William (2008). Hankow: Commerce and Society in a Chinese City, 1796-1889. Redwood: Stanford University Press. ISBN 9787300090719.
- ^ "一貫道歷代祖師". 天惠網站. Diakses tanggal 2024-11-14.
- ^ Ma 2011, hlm. 298-299.
- ^ "Impact of the State on the Evolution of a Sect" (PDF). Baylor University. 2006. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2024-10-31. Diakses tanggal 2024-10-31.
- ^ Ma 2011, hlm. 299.
- ^ a b Jordan 1985, hlm. 215.
- ^ Lu 2008, hlm. 4.
- ^ "The Late 17th Patriarch - Lu Zhong-yi". Tienshin Temple (Chong Hua Tong Moral Association).
- ^ "一貫薪傳發一年鑑 1849 ~ 1949". 一貫道崇德學院.
- ^ Billioud 2020, hlm. 94.
- ^ Ownby, David; Goossaert, Vincent; Billioud, Sebastian; Zhe, Ji (2016). Making Saints in Modern China. Oxford University Press. ISBN 0190494565.
- ^ Lu 2008, hlm. 31.
- ^ Irons, Edward A. (2018). "The List: The Evolution of China's List of Illegal and Evil Cults" (PDF). The Journal of CESNUR. 2 (1): 33–57. doi:10.26338/tjoc.2018.2.1.3.
- ^ Lu 2008, hlm. 39.
- ^ Lu 2008, hlm. 40-41.
- ^ a b Lu 2008, hlm. 41.
- ^ Lu 2008, hlm. 55.
- ^ Lu 2008, hlm. 50.
- ^ Lu 2008, hlm. 59.
- ^ Lu 2008, hlm. 60.
- ^ Lu 2008, hlm. 64.
- ^ a b Lu 2008, hlm. 23.
- ^ Lu 2008, hlm. 24.
- ^ Lu 2008, hlm. 25.
- ^ Billioud 2020, hlm. 11.
- ^ Jordan 1985, hlm. 261.
- ^ a b c d e f g 济, 南屏道 (1988). 性理題釋 Explanations of the Answers to the Truth. Hongkong: Jiu-hua Central Altar of the I-Kuan.
- ^ Lu 2008, hlm. 27-28.
- ^ "The Scripture of Deliverance of Maitreya Buddha". Tienshin Temple. Diakses tanggal 2024-11-17.
- ^ Lu 2008, hlm. 36.
- ^ Lu 2008, hlm. 83-86.
- ^ Lu 2008, hlm. 78.
- ^ Jordan 1985, hlm. 256-257.
- ^ a b 無妄, 郭 (1985). 一貫道大綱. 發行人郭正忠.
- ^ Lu 2008, hlm. 53.
- ^ Billioud, Sébastien; Thoraval, Joel (2015). The Sage and the People: The Confucian Revival in China. Oxford University Press. ISBN 978-0190258146.
- ^ Billioud 2020, hlm. 263.
- ^ Davison, Gary Marvin (1998). Culture and Customs of Taiwan. Greenwood Press. ISBN 978-0313302985.
- ^ Lu 2008, hlm. 32.
- ^ "道親". 內政部全國宗教資訊網. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-05-16. Diakses tanggal 2024-10-31.
- ^ Lu 2008, hlm. 5.
- ^ Lu 2008, hlm. 121.
- ^ a b "一貫道現況發展". 白陽聖廟. Diakses tanggal 2024-11-21.
- ^ a b "一貫道各組線簡介". 白陽聖廟. Diakses tanggal 2024-11-21.
- ^ Lu 2008, hlm. 38-39.
- ^ Lu 2008, hlm. 101.
- ^ a b Billioud 2022, hlm. 223.
- ^ Billioud 2022, hlm. 224.
- ^ a b c Billioud 2022, hlm. 226.
- ^ a b Billioud 2022, hlm. 225.
- ^ Billioud 2022, hlm. 220.
- ^ Billioud 2022, hlm. 229.
- ^ Billioud 2022, hlm. 232.
- ^ a b c Billioud 2022, hlm. 233.
- ^ "Munas Majelis Agama Buddha I Kuan Tao Indonesia". Ditjen Bimas Buddha Kementerian Agama RI. Diakses tanggal 2022-11-21.
Lihat pula
suntingDaftar pustaka
sunting- Iem Brown, 1990, 'Agama Buddha Maitreya: A Modern Buddhist Sect in Indonesia.' di Contributions to Southeast Asian Etnography 9:113-124.
- Lu, Yunfeng (2008), The Transformation of Yiguan Dao in Taiwan Adapting to a Changing Religious Economy, Lexington Books, ISBN 9780739117194
- Ma, Xisha; Huiying Meng (2011), Popular Religion and Shamanism, Brill, ISBN 978-9004174559
- Billioud, Sébastien, 百可思, 沈曄瀅, 林克宜, 林育生, 柯若樸, 楊弘任, 鍾雲鶯 (2022), 從臺灣到世界:二十一世紀一貫道的全球化, 政大出版社, ISBN 6269567017
- Billioud, Sébastien (2020), Reclaiming the Wilderness: Contemporary Dynamics of the Yiguandao, Oxford University Press, ISBN 0197529135
- Jordan, David; Daniel Overmyer (1985), The Flying Phoenix: Aspects of Chinese Sectarianism in Taiwan, Princeton University Press, ISBN 069107304X
- Kiely, Jan, Vincent Goossaert, John Lagerwey (2015), Modern Chinese Religion II: 1850 - 2015, Brill, ISBN 9789004304642
- DuBois, Thomas David (2005), The Sacred Village: Social Change and Religious LIfe in Rural North China, University of Hawaii Press, ISBN 0824828372
Pranala luar
sunting- (Inggris) World Yiguandao Headquarters Diarsipkan 2005-11-08 di Wayback Machine.
- Walubi dan wacana Buddha Maitreya Diarsipkan 2005-12-16 di Wayback Machine.
- Maha Tao Maitreya Indonesia Diarsipkan 2005-10-23 di Wayback Machine.
- Keluarga Vegetarian Maitreya Indonesia Diarsipkan 2006-05-01 di Wayback Machine.
- Majalah Maitreya Indonesia Diarsipkan 2005-12-18 di Wayback Machine.