Kontak (Buddhisme)

Dalam Buddhisme, kontak indra (Pali: phassa; Sanskerta: स्पर्श, sparśa), juga dikenal sebagai kesan indra, didefinisikan sebagai pertemuan tiga faktor: organ indra, objek indra, dan kesadaran indra (viññāṇa).[1][2] Misalnya, salah satu kontak (phassa) dikatakan terjadi pada pertemuan organ mata, objek visual, dan kesadaran indra visual. Phassa diidentifikasi dalam ajaran Buddha sebagai:

  12 Nidāna:  
Ketidaktahuan
Formasi
Kesadaran
Batin-&-Jasmani
Enam Indra
Kontak
Perasaan
Nafsu
Kemelekatan
Kemenjadian
Kelahiran
Tua & Mati



Penjelasan

sunting

Theravāda

sunting

Kitab Aṭṭhasālinī (Expositor, Bagian IV, Bab I, 108) menyatakan:

Kontak berarti "menyentuh". Ia mempunyai sentuhan sebagai karakteristik/ciri utamanya, benturan sebagai fungsinya, “berkumpul/bersatunya” (dari landasan fisik, objek, dan kesadaran) sebagai manifestasinya, dan objek yang telah memasuki jangkauan perhatian sebagai penyebab terdekatnya.[3]

Nina van Gorkom menjelaskan:

Phassa terwujud melalui bertemunya atau persetujuan, yaitu melalui bertemunya tiga faktor: landasan fisik (vatthu), objek, dan kesadaran.
Ketika ada aktivitas 'melihat', maka ada pertemuan antara mata (landasan-indra mata), objek yang terlihat, dan kesadaran-mata; melalui pertemuan ini, phassa, yang dalam hal ini adalah kontak-mata, termanifestasikan.[4]

Nina van Gorkom juga menjelaskan:

Phassa berbeda dari apa yang kita maksud dalam bahasa konvensional dengan kontak fisik atau sentuhan fisik. Ketika kita menggunakan kata kontak dalam bahasa konvensional, kita mungkin mengartikannya sebagai tekanan dari sesuatu yang eksternal pada salah satu indra, misalnya tekanan kekerasan (hardness) pada indra tubuh. Kita mungkin menggunakan kata-kata seperti sentuhan atau tekanan untuk menggambarkan phassa, tetapi kita tidak boleh lupa bahwa phassa adalah nāma (batiniah), suatu cetasika yang muncul bersama dengan citta dan membantu citta sehingga ia dapat mengalami objek yang menampilkan dirinya melalui pintu gerbang indrawi yang tepat. Bila kekerasan menghadirkan dirinya melalui indra tubuh, maka terjadilah phassa, kontak, yang timbul bersama dengan citta yang mengalami kekerasan tersebut. Phassa bukan sekadar benturan keras dengan indra tubuh, ia bukanlah sentuhan dalam arti fisik. Benturan adalah fungsi dari phassa dalam artian bahwa ia membantu citta sehingga dapat mengenali objek.[5]

Mahāyāna

sunting

Kitab Abhidharma-samuccaya menyatakan:

Apa itu sparsha (kontak)? Itulah determinasi, suatu transformasi dalam kekuatan pengendalian, yang sesuai dengan ketiga faktor yang bersatu. Fungsinya adalah untuk menyediakan landasan bagi perasaan.[6]

Herbert Guenther menjelaskan:

Adalah kesadaran yang meliputi perasaan senang [atau tidak senang atau netral] yang dirasakan ketika objek, kapasitas sensori, dan proses kognitif telah bersatu dan terbatas pada objek yang sesuai. Transformasi dalam daya pengendalian berarti bahwa ketika indra penglihatan bertemu dengan suatu objek yang menyenangkan [misalnya] dan perasaan menjadi penyebab untuk melekat pada kesenangan tersebut, kontak [sparsha] membatasi bentuk-warna yang menyenangkan dan perasaan menjadi penyebab kesenangan.[7]

Enam jenis

sunting

Aliran Theravāda dan Mahāyāna mengidentifikasi enam jenis kontak:[8][9]

  • kontak-mata
  • kontak-telinga
  • kontak-hidung
  • kontak-lidah
  • kontak-tubuh
  • kontak-batin

Misalnya, ketika landasan indra telinga dan objek suara hadir, maka muncullah kesadaran-telinga (Pali: sota-viññāṇa). Timbulnya ketiga unsur (dhātu) ini–landasan indra telinga, suara, dan kesadaran-telinga–mengarah pada “kontak” (phassa).[10]

Delapan belas unsur (aṭṭhārasa dhātuyo) dari landasan indra internal-eksternal
No. Unsur indra
(indriya-dhātu)
No. Unsur objek
(ārammaṇa-dhātu)
No. Unsur kesadaran
(viññāṇa-dhātu)
1. unsur mata
(cakkhudhātu)
7. rupa [visual]
(rūpadhātu)
13. kesadaran mata
(cakkhuviññāṇadhātu)
2. unsur telinga
(sotadhātu)
8. suara
(saddadhātu)
14. kesadaran telinga
(sotaviññāṇadhātu)
3. unsur hidung
(ghānadhātu)
9 ganda/bau
(gandhadhātu)
15. kesadaran hidung
(ghānaviññāṇadhātu)
4. unsur lidah
(jivhādhātu)
10. rasa
(rasadhātu)
16. kesadaran lidah
(jivhāviññāṇadhātu)
5. unsur tubuh
(kāyadhātu)
11. sentuhan
(phoṭṭhabbadhātu)
17. kesadaran tubuh
(kāyaviññāṇadhātu)
6. unsur batin
(manodhātu)
12. objek batiniah
(dhammadhātu)
18. kesadaran batin
(manoviññāṇadhātu)

Dalam dua belas nidāna

sunting

Phassa adalah yang keenam dari dua belas nidāna dalam Kemunculan Bersebab. Phassa dikondisikan oleh kehadiran enam landasan-indra (ṣaḍāyatana), dan pada gilirannya merupakan kondisi bagi munculnya 'sensasi' atau 'perasaan' (vedanā) yang menyenangkan, tidak menyenangkan, atau netral (bukan-menyenangkan-dan-bukan-tidak-menyenangkan).

Dan Lusthaus menjelaskan:

phassa (S. sparśa) - Secara harfiah 'sentuhan' atau 'kontak sensoris'. Istilah ini kemudian digunakan secara beragam dalam berbagai sistem pemikiran India, tetapi di sini artinya hanyalah bahwa organ indra 'berhubungan dengan' objek sensoris. Sirkuit berkehendak, atau meminjam istilah Merleau-Ponty, busur kehendak (intentional arc), bersifat operasional. Istilah ini dapat diterjemahkan sebagai 'sensasi' (bedakan dari vedanā) selama ini dikualifikasikan sebagai proses konstitusional dan aktif yang selalu dikontekstualisasikan dalam dimensi psiko-kognitifnya. Bagi umat Buddha, kontak tidak bisa pasif atau semata-mata merupakan masalah fisik atau neurologis. Ketika kondisi sensoris yang tepat berkumpul, yaitu bersentuhan satu sama lain, kontak pun terjadi. Kondisi-kondisi yang tepat ini mencakup sebuah organ indra yang berfungsi dengan baik dan sebuah objek kognitif-sensoris, yang sudah mengandaikan sebuah tubuh sadar yang kompleks secara linguistik (nāma-rūpa). [11]

Jeffrey Hopkins menjelaskan:

Secara kasar, [phassa mengacu pada] pertemuan antara sebuah objek, sebuah organ indra, dan sebuah momen kesadaran. Maka kontak, dalam dua belas mata rantai (nidāna), mengacu pada kontak dengan objek indra dan pembedaan selanjutnya terhadap objek tersebut sebagai menarik, tidak menarik, atau netral. Objek-objek indra selalu hadir, dan ketika organ indra—materi halus yang memungkinkan seseorang melihat, mendengar, dan sebagainya—berkembang,[note 1] kesadaran mata, kesadaran telinga, kesadaran hidung, kesadaran lidah, atau kesadaran tubuh akan muncul.[12]

Alexander Berzin memberikan penjelasan tentang hubungan keenam dalam konteks perkembangan janin; ia menyatakan:

Yang keenam dari dua belas mata rantai (nidāna) dalam Kemunculan Bersebab. Faktor-faktor mental (cetasika) dari kontak (phassa) selama kurun waktu dalam perkembangan janin ketika kelompok pembeda dan variabel-variabel afek lainnya seperti aktivitas berkontak berfungsi, namun kelompok perasaan belum berfungsi. Selama periode ini, seseorang mengalami kontak terhadap objek-objek sebagai menyenangkan, tidak menyenangkan, atau netral, tetapi tidak merasa senang, tidak bahagia, atau netral dalam menanggapi hal ini.[13]

Dalam lima gugusan

sunting

Dalam konteks lima gugusan, phassa merupakan dasar implisit yang dengannya bentukan materi/rupa (rūpa) dan kesadaran (viññāṇa) mengarah pada faktor-mental perasaan (vedanā), persepsi (saññā) dan formasi (saṅkhāra).

 Lima Gugusan (pañcakkhandha)
sesuai dengan Tripitaka Pali.
 
 
rupa (rūpa)
  4 unsur
(mahābhūta)
   
   
   
      
 kontak 
(phassa)


    
 
kesadaran
(viññāṇa)

 
 
 
 
 



 
 
 
  faktor mental (cetasika)  
 
perasaan
(vedanā)

 
 
 
persepsi
(saññā)

 
 
 
formasi
(saṅkhāra)

 
 
 
 
 Sumber: MN 109 (Thanissaro, 2001)  |  


Terjemahan alternatif

sunting
  • Contact (Erik Pema Kusang, Jeffrey Hopkins, Nina van Gorkom)
  • Contacting awareness (Alexander Berzin)
  • Rapport (Herbert Guenther)
  • Sensation (Dan Lusthaus)
  • Sense impression
  • Touch (Jeffrey Hopkins)
  • Touching (Jeffrey Hopkins)

Lihat juga

sunting

Catatan

sunting
  1. ^ Organ indra berkembang pada mata rantai kelima dari dua belas nidāna.

Referensi

sunting
  1. ^ Guenther (1975), Kindle Locations 401-405.
  2. ^ Kunsang (2004), hlm. 23.
  3. ^ Gorkom (2010), Definition of Contact
  4. ^ Gorkom (2010), Definition of Contact
  5. ^ Gorkom (2010), Definition of Contact
  6. ^ Guenther (1975), Kindle Locations 401-405.
  7. ^ Guenther (1975), Kindle Locations 401-405.
  8. ^ Guenther (1975), Kindle Locations 401-405.
  9. ^ "Paticca-samuppada-vibhanga Sutta: Analysis of Dependent Co-arising". Access to Insight. 
  10. ^ "Chachakka Sutta: The Six Sextets". Access to Insight. 
  11. ^ Lusthaus, Dan (4 Februari 2014). Buddhist Phenomenology: A Philosophical Investigation of Yogacara Buddhism and the Ch'eng Wei-shih Lun. Routledge. ISBN 9781317973423 – via Google Books. 
  12. ^ Dalai Lama (1992), hlm. 18 (dari Introduction by Jeffrey Hopkins)
  13. ^ Definitions of Sparsha (Tibetan: reg-pa), Alexander Berzin

Daftar pustaka

sunting
  • Bhikkhu Bodhi (2003), A Comprehensive Manual of Abhidhamma, Pariyatti Publishing
  • Dalai Lama (1992). The Meaning of Life, translated and edited by Jeffrey Hopkins, Boston: Wisdom.
  • Dan Lusthaus, Buddhist Phenomenology
  • Guenther, Herbert V. & Leslie S. Kawamura (1975), Mind in Buddhist Psychology: A Translation of Ye-shes rgyal-mtshan's "The Necklace of Clear Understanding" Dharma Publishing. Kindle Edition.
  • Kunsang, Erik Pema (penerjemah) (2004). Gateway to Knowledge, Vol. 1. North Atlantic Books.
  • Nina van Gorkom (2010), Cetasikas, Zolag

Pranala luar

sunting