Gereja Katolik Roma

denominasi Kristen
(Dialihkan dari Gereja katolik roma)

Gereja Katolik[note 1] merupakan Gereja Kristen terbesar di dunia, dengan jumlah umat terbaptis sedunia mencapai 1,4 miliar jiwa pada tahun 2023.[12] Sebagai lembaga internasional tertua dan terbesar di dunia hingga saat ini,[13] Gereja Katolik telah memainkan peranan penting dalam sejarah dan perkembangan peradaban Dunia Barat.[14] Gereja ini sejatinya merupakan suatu persekutuan penuh yang terdiri dari 24 gereja partikular sui iuris, yaitu Gereja Latin dan 23 Gereja Katolik Timur,[15] dan tersusun atas lebih dari 5.200 keuskupan atau yurisdiksi gerejawi berjenis lainnya yang tersebar di seluruh dunia per tahun 2023.[16] Paus, yang adalah Uskup Roma, merupakan pemimpin Gereja Katolik sekaligus kepala Dewan Uskup yang menjadi pemegang kekuasaan tertinggi Gereja universal,[17] yang pada saat ini dijabat oleh Paus Fransiskus. Yurisdiksi Keuskupan Roma, yang juga disebut Takhta Suci, merupakan pusat otoritas pemerintahan Gereja. Sementara itu, suatu badan administratif Takhta Suci bentukan Paus, yang disebut Kuria Roma,[18][19][20] berkantor pusat di Vatikan, yakni suatu negara kota teokrasi yang terukurung di dalam Kota Roma, dengan Sri Paus sebagai kepala negaranya.[21] Umat beriman Katolik sendiri terdiri atas kaum awam yang tidak ditahbiskan, dan juga hierarki yang berisikan golongan klerus (rohaniwan), yakni uskup, imam, dan diakon.[22]

Gereja Katolik
Ecclesia Catholica
Basilika Mayor Santo Petrus
Basilika Santo Petrus, bangunan gereja Katolik terbesar di dunia
PenggolonganKatolik
Kitab suciKitab Suci (Alkitab)
TeologiTeologi Katolik
Bentuk
pemerintahan
Episkopal[1]
Badan
pemerintahan
Takhta Suci dan Kuria Roma
PausFransiskus
Gereja partikular
sui iuris
Gereja Latin dan 23 Gereja Katolik Timur
Keuskupan
Paroki221.700
WilayahSeluruh dunia
BahasaLatin Gerejawi dan bahasa-bahasa asli setempat
LiturgiBarat dan Timur
Kantor pusatVatikan
PendiriYesus, menurut Tradisi Suci
DidirikanAbad ke-1 M
Yudea, Kekaisaran Romawi[2][3]
Umat1,4 miliar (2023)[2][3]
Klerus
Rumah sakit5.500[4]
Sekolah dasar95.200[5]
Sekolah menengah43.800
Situs web resmiwww.vatican.va

Ajaran inti dari keyakinan Katolik adalah rumusan-rumusan dalam Syahadat Nikea-Konstantinopel, atau dalam Syahadat Para Rasul sebagai bentuk singkatnya, yaitu Allah Tritunggal, Gereja dan para kudus, pengampunan dosa, serta kebangkitan dan hidup kekal.[23] Gereja Katolik mengajarkan bahwa Gereja yang satu, kudus, katolik, dan apostolik ini didirikan oleh Yesus Kristus sendiri melalui Amanat Agung,[24][25][26][27][note 2] bahwa para uskup merupakan penerus dari para rasul bentukan Kristus, dan bahwa Paus merupakan penerus dari Simon Petrus yang diberi keutamaan untuk menjadi "dasar Kristus mendirikan Gereja-Nya".[30][31] Gereja menyatakan bahwa Gereja Katolik menjalankan praktik iman Kristen yang asli yang diajarkan sendiri oleh para rasul dan memelihara keyakinan tersebut secara turun-temurun tanpa kemungkinan sesat (infalibilitas) melalui Kitab Suci dan Tradisi Suci, yang ditafsirkan secara autentik melalui pihak Magisterium Gereja.[32][33] Gereja mempraktikkan ketujuh sakramen, dengan Ekaristi sebagai sakramen terutama yang selalu dirayakan secara liturgis dalam Misa (atau Liturgi Suci dalam beberapa gereja partikular),[34] Gereja mengajarkan bahwa melalui konsekrasi oleh imam atau uskup dalam Ekaristi, kurban hosti dan anggur berubah secara transubstansial menjadi sungguh-sungguh Tubuh dan Darah Kristus.[35] Dengan tetap berakar pada iman akan Kristus dan sekaligus menjelaskan tentang iman akan Kristus,[36] Gereja memberi penghormatan khusus kepada Maria dalam dogma dan devosi Katolik sebagai Perawan Abadi, Bunda Allah, dan Ratu Surga.[37] Gereja juga memberi perhatian khusus akan keberagaman ritus, liturgi, dan peribadatan dalam Gereja, seperti Ritus Romawi dan ritus-ritus Latin lainnya, dan juga ritus-ritus liturgi dalam Gereja-Gereja Katolik Timur, serta berbagai lembaga Katolik, seperti ordo-ordo mendikan, tarekat-tarekat tertutup, dan ordo-ordo ketiga (sekuler).[38][39]

Gereja membentuk doktrin-doktrinnya melalui berbagai konsili dan sinode, mencontoh Konsili Yerusalem yang diadakan oleh para rasul,[40] serta mengukuhkan dan mengundangkan doktrin-doktrin tersebut dengan kuasa Sri Paus.[41] Gereja Katolik percaya bahwa Roh Kudus akan menuntun Gereja agar terhindar dari kesesatan (infalibilitas) ketika merumuskan doktrin-doktrinnya.[42][43][44] Penjabaran mengenai ajaran iman dan moral Katolik dapat ditemukan dalam Katekismus Gereja Katolik (KGK),[45] sedangkan kodifikasi hukum kanonik Katolik dapat ditemukan dalam Kitab Hukum Kanonik 1983 (KHK) atau Kitab Hukum Kanonik Gereja Timur.

Gereja juga mengeluarkan berbagai ajaran sosial Gereja Katolik yang menekankan bantuan dan dukungan secara sukarela bagi orang-orang yang sakit, miskin, dan menderita melalui karya belas kasih jasmaniah dan rohaniah.[46][47] Sebagai karya nyata, Gereja juga menjalankan berbagai program kemanusiaan, lembaga sosial, badan amal, dan lembaga kemanusaan yang tersebar di seluruh dunia, serta mendirikan dan mengelola hampir jutaan fasilitas umum di seluruh dunia, termasuk di antaranya adalah gedung sekolah, universitas, rumah sakit, panti asuhan, dan panti wreda di seluruh dunia,[48] sehingga menjadikan Gereja Katolik sebagai penyedia layanan pendidikan dan kemanusiaan terbesar di dunia.[49]

Sepanjang sejarah, Gereja Katolik berpengaruh besar dan memilik peranan sangat penting dalam peradaban Dunia Barat, terutama dalam bidang filsafat, budaya, seni, musik, dan ilmu pengetahuan, sekurang-kurangnya sejak abad ke-4.[50] Pada awalnya, Gereja berada dalam suatu persekutuan utuh, hingga terjadinya skisma (perpecahan) gereja yang utamanya akibat perbedaan teologi dan doktrin. Akibat perbedaan dalam teologi Kristologi, Gereja terpisah dengan Gereja Asiria setelah Konsili Efesus pada tahun 431 M dan dengan Gereja-Gereja Ortodoks Oriental setelah Konsili Kalsedon pada tahun 451.[51][52] Lalu karena perbedaan pendapat mengenai otoritas Paus, Gereja terpisah dengan Gereja Ortodoks Timur dalam peristiwa Skisma Akbar pada tahun 1054.[53] Akhirnya sewaktu terjadinya peristiwa Reformasi pada abad ke-16, gereja-gereja dan persekutuan-persekutuan Protestan memisahkan diri dari Gereja Katolik.[54]

Gereja senantiasa menempatkan diri sebagai penerus takhta Petrus dan berada dalam satu-satunya "Gereja Kristus" yang satu,[55] sementara perpecahan dalam tubuh "Gereja yang satu", yang terkadang akibat kesalahan kedua belah pihak, adalah bagian dari dosa manusia,[56] tetapi orang-orang lahir dan dibesarkan dalam persekutuan yang telah terpisah tersebut tidak dapat dipersalahkan dan dianggap berdosa.[57] Gereja memandang bahwa gereja-gereja dan persekutuan-persekutuan gerejawi yang terpisah dari Gereja Katolik, sepanjang umatnya "beriman akan Kristus dan dibaptis secara sah dan baik", tetap pantas menyandang nama "Kristen" dan masih berada dalam suatu persekutuan dengan Gereja Katolik, walaupun tidak secara sempurna.[58][59][60] Gereja ini pun mengakui bahwa Roh Kudus dapat menggunakan persekutuan-persekutuan gerejawi tersebut sebagai sarana demi keselamatan, dengan premis bahwa "kekuatan Roh Kudus berasal dari kepenuhan rahmat dan kebenaran, yang Kristus percayakan kepada Gereja Katolik" dan hal tersebut "mendorong ke arah kesatuan Katolik".[61][62] Dengan kepercayaan pada karya Roh Kudus, Gereja mengupayakan kesatuan antar segenap umat Kristiani melalui gerakan yang disebut oikumenisme.[62]

Perkembangan dunia yang semakin modern dan sekuler, beberapa ajaran iman dan moral Katolik mendapat kritik dan bahkan pertentangan dari beberapa pihak, khususnya para penganut liberalisme dan egalitarianisme. Beberapa ajaran seksualitas tertentu, seperti penolakan kontrasepsi buatan, homoseksualitas, masturbasi, dan hubungan seks pranikah, penolakan terhadap perceraian, penolakan terhadap eutanasia dan aborsi, ketiadaan tahbisan bagi perempuan, serta langkah penanganan Gereja atas kasus pelecehan seksual oleh rohaniwan sangat umumnya menimbulkan perdebatan, bahkan di antara sesama umat Katolik.[63]

Istilah Katolik

sunting

Istilah "Katolik" diserap dari bahasa Belanda, yaitu kata Katholiek, yang berasal dari kata Catholicus dalam bahasa Latin, yang berakar dari kata dalam bahasa Yunani Kuno, yaitu κᾰθολῐκός (katholikós), yang berarti "menyeluruh", "umum", atau "universal".[64] Istilah ini pertama kali digunakan untuk menggambarkan Gereja ini setidaknya pada awal abad ke-2 M.[65][66] Penggunaan frasa "gereja katolik" (bahasa Yunani: καθολικὴ ἐκκλησία, translit. he katholike ekklesia) pertama kali tertuang dalam sebuah surat yang dituliskan oleh Santo Ignatius dari Antiokhia pada tahun 110 M kepada jemaat di Smirna.

Di mana pun uskup muncul maka di sanalah umat berkumpul, sama seperti di mana Yesus Kristus muncul maka di sanalah Gereja Katolik berada.

Dalam salah satu Katēchēseis (Κατηχήσεις) yang dikemukakan oleh Santo Sirilus dari Yerusalem, nama "Gereja Katolik" digunakan untuk membedakannya dengan kelompok-kelompok lain yang juga menyebut identitas mereka sebagai "gereja".[67][68] Gagasan istilah "katolik" juga ditekankan lebih lanjut dalam Maklumat Tesalonika, yang juga diberi judul de fide Catolica ("dari iman Katolik"), yang dikeluarkan oleh Kaisar Theodosius I pada tahun 380 ketika ia menetapkan Kekristenan Nikea aliran "ortodoksi katolik" dari Gereja Raya sebagai Gereja negara Kekaisaran Romawi.[69] Beberapa Bapa Gereja seperti Santo Hieronimus dan Santo Agustinus dari Hippo juga menggunakan istilah katolik untuk membedakan antara Gereja yang mempraktikkan iman yang sejati dengan kelompok-kelompok lain yang dianggap bidah.[70][71] Pada surat yang berjudul Menghadapi Surat Manichaeus yang Disebut Fundamental, Santo Agustinus mengemukakan perihal tersebut.[72]

Dan demikan pula akhirnya nama Katolik, yang bukannya tanpa alasan digunakan oleh sejumlah besar bidah, tetap dipertahankan oleh Gereja, sehingga walaupun semua penganut bidah ingin dikenal sebagai "Katolik", ketika seorang asing bertanya di mana umat Gereja Katolik berkumpul, tidak ada satu pun penganut bidah yang berani menunjuk kapel atau rumah ibadatnya sendiri.

Setelah Skisma Akbar tahun 1054, Gereja Timur (khususnya Gereja Ortodoks Timur) menggunakan nama "Ortodoks" sebagai identitas khas gereja tersebut, meskipun masih tetap menggunakan nama lengkap Gereja Katolik Ortodoks.[73] Sementara itu, Gereja Barat yang berada dalam kesatuan dengan Takhta Suci lebih menggunakan nama "Katolik" sebagai identitas Gereja.[74] Istilah "Gereja Katolik" semakin ditekankan setelah terjadinya peristiwa Reformasi, yang membuat kelompok-kelompok yang disebut "Protestan" memisahkan diri dari persekutuan dengan Paus.[75]

Ragam nama

sunting

Saat ini, nama "Gereja Katolik" telah digunakan secara resmi oleh Takhta Suci dalam berbagai dokumen resmi Gereja.[76][77][78] Nama ini bahkan menjadi judul dari suatu buku pedoman yang menjelaskan secara ringkas dan jelas seluruh doktrin iman dan moral yang diajarkan oleh Gereja, yaitu Katekismus Gereja Katolik (1990).[79] Nama Gereja Katolik juga disebutkan dalam Kitab Hukum Kanonik (1983) serta dalam dokumen-dokumen yang dikeluarkan pada Konsili Trento (1545–1563),[80] Konsili Vatikan I (1869–1870),[81] dan Konsili Vatikan II (1962–1965).[82][83][84] Di dalam pembicaraan internal, Gereja Katolik sering disingkat sebagai "Gereja" ketika Gereja yang dimaksud telah jelas.[85]

Sepanjang sejarah, Gereja Katolik juga dipanggil dengan banyak nama lain. Gereja partikular yang menggunakan ritus Latin, dan terkadang Gereja Katolik secara keseluruhan, sering disebut sebagai "Gereja Latin" atau "Gereja Barat".[86] Sementara itu, istilah "Gereja Roma", "Gereja Romawi", atau "Gereja Romawi Suci" umumnya merujuk pada Keuskupan Roma,[87][88] meskipun istilah tersebut juga terkadang merujuk pada Gereja Katolik keseluruhan dalam dialog-dialog oikumenis antargereja.[89][90]

Istilah "Gereja Katolik Roma" atau "Katolik Roma" sendiri dipopulerkan dalam gereja-gereja berbahasa Inggris, terutama oleh penganut Gereja Inggris pada abad ke-17,[91] meskipun istilah tersebut hampir tidak digunakan dalam dokumen resmi Gereja Katolik dan hanya digunakan dalam kapasitas yang sangat terbatas pada dokumen oikumenis atau dokumen perbandingan dengan gereja lain, baik merujuk pada Gereja Katolik keseluruhan maupun pada Gereja Latin,[92][93] atau digunakan sebagai istilah liturgi untuk merujuk pada Ritus Romawi.[94] Lagi pula, nama "Gereja Katolik Roma" tidak disukai oleh beberapa kelompok di dalam Gereja yang menganggap bahwa label tersebut hanya membuat Gereja tampak seperti salah satu dari beberapa "gereja katolik".[95]

Keyakinan

sunting
 
Nama Allah di atas citra Kristus yang tersalib dikelilingi bala malaikat, bagian dari latar altar dalam sebuah gedung Gereja Katolik.

Gereja Katolik meyakini bahwa hanya ada satu Allah saja, yang hadir dalam tiga pribadi: Allah Bapa; Yesus Sang Putera; dan Roh Kudus. Keyakinan-keyakinannya terangkum dalam Kredo Nicea[96] dan dirinci dalam Katekismus Gereja Katolik.[97][98] Kredo Nicea juga merupakan pusat pernyataan keyakinan dari denominasi-denominasi Kristen lainnya.[99] Pertama-tama adalah umat Kristen Ortodoks Timur, yang keyakinan-keyakinannya mirip dengan keyakinan-keyakinan umat Katolik, perbedaan utamanya terletak dalam hal infalibilitas kepausan, klausa filioque, dan Maria dikandung tanpa noda.[100][101] Berbagai denominasi Protestan bervariasi dalam keyakinan-keyakinannya, namun pada umumnya mereka berbeda dari umat Katolik dalam hal Sri Paus, Tradisi Gereja, Ekaristi, penghormatan orang-orang kudus, serta dalam isu-isu yang berkaitan dengan anugerah, perbuatan baik, dan keselamatan.[102]

Konsili Yerusalem, yang diselenggarakan oleh para Rasul sekitar tahun 50 untuk memperjelas ajaran-ajaran Gereja, menjadi tolok ukur bagi konsili-konsili Gereja selanjutnya yang diselenggarakan oleh para pimpinan Gereja sepanjang sejarah.[40] Konsili terakhir dalam Gereja ini adalah Konsili Vatikan kedua, yang berakhir pada 1965.[103]

Otoritas pengajaran, tujuh sakramen

sunting

Berdasarkan janji Yesus di dalam Injil, Gereja Katolik percaya bahwa ia dibimbing secara berkesinambungan oleh Roh Kudus, dan oleh sebab itu terhindar dari kemungkinan kekeliruan doktrin.[18][104] Gereja Katolik mengajarkan bahwa Roh Kudus menyingkapkan kebenaran Allah melalui Kitab Suci, Tradisi Suci, dan Magisterium.[105] Kitab Suci, atau Alkitab Katolik, terdiri atas kitab-kitab yang sama dengan yang terdapat dalam Perjanjian Lama versi Yunani—disebut pula Septuaginta[106]—beserta ke-27 tulisan Perjanjian Baru yang terdapat dalam Codex Vaticanus dan terdaftar dalam Surat Hari Raya yang ke-39 yang ditulis Athanasius.[107] Seluruh kitab tersebut merupakan ke-73 Kitab Suci Katolik, berbeda dengan banyak gereja Protestan yang menggunakan 66 kitab saja.[106] Kitab-kitab dan tulisan-tulisan yang dianggap kanonik oleh Gereja Katolik tetapi tidak dianggap kanonik oleh beberapa kelompok lainnya disebut juga kitab-kitab Deuterokanonika. Tradisi Suci terdiri atas ajaran-ajaran yang menurut keyakinan Gereja telah diwarisi dari zaman para Rasul.[104] Kitab Suci beserta Tradisi Suci bersama-sama disebut "deposit iman" (Bahasa Latin: depositum fidei). Deposit iman ini nantinya ditafsirkan oleh Magisterium (dari kata magister dalam bahasa Latin yang artinya "guru"), otoritas pengajaran Gereja Katolik, yang—melalui suksesi apostolik—dilaksanakan oleh Sri Paus dan uskup-uskup yang berada dalam kesatuan dengan Sri Paus.[108]

Menurut Konsili Trente, Yesus melembagakan tujuh sakramen dan mempercayakannya kepada Gereja.[109] Ketujuh sakramen tersebut adalah Pembaptisan, Krisma, Ekaristi, Rekonsiliasi (Sakramen Pengakuan Dosa), Minyak Suci (atau sakramen "Pengurapan Orang Sakit"), Imamat, dan Pernikahan. Sakramen-sakramen adalah ritual-ritual kasatmata yang penting artinya, dan yang oleh umat Katolik dipandang sebagai tanda-tanda kehadiran Allah serta saluran-saluran yang efektif dari anugerah Allah kepada orang-orang yang menerima sakramen-sakramen tersebut dengan disposisi yang sesuai (ex opere operato).[110][111]

Hakikat Allah

sunting

Katolisisme itu monoteistik: percaya bahwa Allah itu esa, abadi, maha kuasa (Omnipoten), maha tahu (Omniscien), maha baik (Omnibenevolen), dan ada di mana-mana (Omnipresen). Allah eksis secara berbeda dan mendahului ciptaan-Nya (yakni, segala sesuatu yang bukan Allah, dan yang eksistensinya bergantung pada Allah) dan meskipun demikian tetap hadir secara intim dalam ciptaan-Nya. Dalam Konsili Vatikan Pertama Gereja Katolik mengajarkan bahwa, meskipun dengan akal budi alami manusiawi, Allah dapat dikenal dalam karya-Nya sebagai asal mula dan akhir segala ciptaan,[112] Allah telah memilih untuk mewahyukan diri-Nya sendiri dan kehendak-Nya secara supernatural dalam cara-cara yang tertera dalam Surat kepada umat Ibrani 1:1-2.

Katolisisme itu juga Trinitarian: percaya bahwa, meskipun Allah itu esa dalam hakikat, esensi, dan keberadaan, Allah yang esa ini eksis dalam tiga pribadi illahi, yang masing-masing identik dengan satu esensi, yang perbedaannya cuma dalam hubungan mereka satu sama lain: hubungan Bapa terhadap Putera, hubungan Putera terhadap Bapa, dan hubungan keduanya dengan Roh Kudus, menjadikan Allah yang esa sebagai Trinitas.

Umat Katolik dibaptis dalam nama (bentuk tunggal) Bapa dan Putera dan Roh Kudus — bukan tiga Allah, melainkan satu Allah yang menetap dalam tiga Pribadi. Sekalipun satu esensi keillahianNya, Bapa, Putera, dan Roh Kudus itu berbeda, bukan sekadar tiga "topeng" atau manifestasi dari satu Pribadi. Iman Gereja dan tiap individu Kristiani didasarkan atas hubungan dengan ketiga Pribadi dari satu Allah tersebut.

Gereja Katolik percaya bahwa Allah mewahyukan diri-Nya sendiri kepada umat manusia sebagai Bapa bagi Putera tunggal-Nya, yang berada dalam persekutuan abadi dengan Sang Bapa (Matius 11:27).

Umat Katolik percaya bahwa Allah Putera, Sang Logos Illahi, Pribadi Allah yang kedua, berinkarnasi sebagai Yesus Kristus, seorang manusia, lahir dari Perawan Maria. Dia tetap sungguh-sungguh illahi dan pada saat yang sama sungguh-sungguh manusia. Dalam perkataan dan cara hidupnya, dia mengajar semua orang bagaimana untuk hidup, dan mewahyukan Allah sebagai Kasih, pemberi anugerah atau rahmat secara cuma-cuma.

Sesudah penyaliban dan kebangkitan Yesus, para pengikutnya, terutama kedua belas rasul, semakin ekstensif menyebarkan imannya dengan semangat yang menurut mereka berasal dari Roh Kudus, Pribadi Allah yang ketiga, yang diutus ke atas mereka oleh Yesus.

Dosa asal

sunting

Dalam keyakinan Katolik, manusia mula-mula diciptakan untuk hidup dalam persatuan dengan Allah. Karena ketidaktaatan manusia pertama, hubungan itu putus dan dosa serta maut datang ke dunia.[113] Kejatuhan tersebut menjadikan manusia berada dalam suatu status yang disebut dosa asal, yakni, keterpisahan dari status aslinya yang intim dengan Allah yang membawa maut melalui gagasan bahwa tiap jiwa manusia itu abadi. Namun ketika Yesus datang ke dunia, menjadi Allah sekaligus manusia, Dia mampu melalui pengorbananNya untuk mendamaikan umat manusia dengan Allah. Dengan bersatu dalam Kristus, melalui Gereja, umat manusia sekali lagi mampu untuk menjalin keintiman dengan Allah tetapi juga menawarkan suatu karunia yang lebih menakjubkan lagi: partisipasi dalam Hidup Ilahi di Bumi, yang kelak mencapai kepenuhannya di surga dalam visiun beatifis (beatific vision) —yaitu bertatapan muka langsung dengan Allah (1 Korintus 13:12, 1 Yohanes 3:2). Sakramen Pembaptisan adalah satu-satunya sarana untuk memperoleh pengampunan atas dosa asal.

Gereja

sunting
 
Alkitab Gutenberg cetakan 1455. Menjelang akhir era 1400-an, orang-orang Katolik seperti Johann Gutenberg mengoperasikan 250 usaha percetakan di seluruh Eropa.

Gereja, sebagaimana yang dikatakan oleh Kitab Suci, adalah "tubuh Kristus,"[114] dan Gereja Katolik mengajarkan bahwa Gereja merupakan satu kesatuan tubuh dari umat beriman di dalam surga dan di atas bumi. Oleh karena itu hanya ada satu Gereja yang sejati, yang tampak dan yang bersifat fisik, bukannya beberapa Gereja. Dan bagi Gereja yang satu ini, yang awalnya didirikan oleh Yesus di atas Petrus dan para rasul, Yesus memberikan suatu mandat untuk menjadi pengajar dan penjaga yang berwenang dari iman. Untuk mentransmisikan wahyu ilahiah Kristus, para rasul diberi mandat untuk "memberitakan injil," yang mereka laksanakan baik secara lisan maupun tulisan, dan yang mereka lestarikan dengan meninggalkan para uskup sebagai penerus mereka. Katekismus menyatakan bahwa "pemberitaan rasuli, yang diekspresikan secara khusus dalam kitab-kitab yang terilhami, yang dilestarikan dalam rantai suksesi yang berkesinambungan hingga akhir zaman. Transmisi hidup ini, terselenggara dalam Roh Kudus, disebut Tradisi, karena berbeda dengan Kitab Suci, meskipun terkait erat dengannya." Gereja juga merupakan sumber rahmat ilahi yang diberikan melalui sakramen-sakramen (lihat di bawah). Gereja menyatakan diri tidak dapat keliru (Infalibilitas Gereja) dalam mengajarkan iman, berdasarkan janji-janji Yesus yang alkitabiah bahwa Ia akan senantiasa menyertai Gereja-Nya, dan memeliharanya dalam kebenaran melalui Roh Kudus. Selanjutnya, Yesus menjanjikan perlindungan ilahi bagi ajaran-ajaran dan penilaian-penilaian para rasul, serta mereka yang menjadi penerus para rasul dalam jabatan mereka sebagai pengajar (yaitu para uskup). Lagi pula, Yesus menetapkan Gereja sebagai mahkamah tertinggi bagi seluruh umat beriman: "dan jika dia menolak untuk mendengarkan mereka, sampaikanlah kepada Gereja; dan jika dia menolak pula untuk mendengarkan Gereja, biarlah dia menjadi bagimu seperti seorang asing dan seorang pemungut cukai." Dalam ayat alkitab ini, tampak bahwa Gereja mendasarkan doktrin-doktrinnya pada peninggalan apostolik yang tertulis, yaitu Perjanjian Baru, dan pada tradisi lisan yang diwariskan dari para rasul bagi para penerus mereka (para uskup) melalui kesaksian Gereja yang berkesinambungan.

 
Basilika Santo Yohanes Lateran, Katedral Keuskupan Roma, yakni Katedral Sri Paus.

Bagian ke-8 dari dekret Konsili Vatikan II mengenai Gereja, Lumen Gentium menyatakan bahwa "Gereja Kristus yang tunggal yang dalam kredo diikrarkan sebagai satu, kudus, katolik dan apostolik" berada "dalam Gereja Katolik, yang dipimpin oleh penerus Petrus dan para uskup yang berada dalam persekutuan dengannya." (Istilah penerus Petrus bermakna Uskup Roma, Sri Paus).

Katekismus Gereja Katolik, 85 menyatakan bahwa interpretasi otentik dari Firman Allah dipercayakan kepda Magisterium Gereja yang hidup, yakni para uskup dalam persekutuan dengan penerus Santo Petrus. Teologi Katolik menempatkan wewenang interpretasi Kitab Suci pada tangan-tangan penilaian yang konsisten dari Gereja dari abad ke abad (hal yang senantiasa dan di mana saja diajarkan) bukannya pada penilaian pribadi perseorangan. Meskipun demikian, magisterium mendorong umat gembalaannya untuk membaca Kitab Suci.

Menurut Katekismus Gereja Katolik, "maksud utama Gereja adalah untuk menjadi sakramen persatuan batiniah antara manusia dengan Allah." Dengan demikian "struktur Gereja secara keseluruhan di diarahkan kepada kesucian anggota-anggota tubuh Kristus."

Keselamatan

sunting

Gereja Katolik mengajarkan bahwa keselamatan untuk kehidupan kekal adalah kehendak Allah bagi semua orang, dan bahwa Allah menganugerahkannya bagi para pendosa sebagai suatu anugerah yang cuma-cuma, suatu rahmat, melalui pengorbanan Kristus. "Sehubungan dengan Allah, sama sekali tidak ada hak atas kelayakan apapun di pihak manusia. Antara Allah dan kita terentang kesenjangan yang tak terkira, karena kita telah menerima segala sesuatu dari-Nya, Pencipta kita. Allahlah yang membenarkan, yakni, yang membebaskan dari dosa dengan karunia kekudusan yang cuma-cuma (rahmat pengudusan, yang disebut juga sebagai rahmat habitual atau rahmat pengilahian). Manusia dapat menerima anugerah yang dikaruniakan Allah melalui iman dalam Yesus Kristus dan melalui pembaptisan, ataupun menolaknya. Peran serta manusia diperlukan, sejalan dengan kemampuan baru untuk berpegang teguh pada kehendak ilahi yang disediakan Allah. Iman seorang Kristiani bukannya tanpa perbuatan, karena tanpa perbuatan iman itu akan mati. Dalam pengertian ini, "dengan perbuatan manusia dibenarkan, dan bukan dengan iman semata-mata,"dan kehidupan kekal adalah, pada satu saat yang sama, rahmat dan upah dianugerahkan oleh Allah atas perbuatan baik dan kelayakan. Iman, dan oleh karenanya perbuatan, merupakan hasil dari rahmat Allah - oleh karena itu, hanya karena rahmat maka orang beriman dapat dipandang "layak memperoleh" keselamatan.

 
Ilustrasi Yesus menyerahkan diri untuk disalib

Menurut Gereja Katolik, melalui rahmat-rahmat yang diperoleh Yesus bagi umat manusia dengan mengorbankan dirinya sendiri di kayu salib, keselamatan dapat diterima bahkan oleh orang-orang yang berada di luar batas-batas yang tampak dari Gereja. Umat Kristiani dan bahkan non-Kristiani, jika dalam hidupnya secara positif tanggap terhadap rahmat dan kebenaran yang disingkapkan Allah kepada mereka melalui belas kasihan Kristus, dapat diselamatkan (suatu sikap yang kerap disebut, dalam kasus umat non-Kristiani, sebagai "baptisan kerinduan"). Hal ini kadang kala mencakup pula kesadaran akan kewajiban untuk menjadi bagian dari Gereja Katolik. Dalam kasus-kasus semacam itu — menurut pandangan Gereja Katolik — barang siapa menyadari dalam hatinya bahwa Gereja Katolik didirikan oleh Allah melalui Yesus Kristus sebagai upaya yang perlu untuk keselamatannya, menolak untuk masuk atau tetap di dalamnya, tidak dapat diselamatkan (interpretasi Extra Ecclesiam nulla salus).

Hidup manusia

sunting
 
Penciptaan Adam karya Michelangelo

Gereja Katolik menegaskan kesucian seluruh hidup manusia, sejak dalam kandungan hingga kematian secara alami. Gereja Katolik percaya bahwa tiap pribadi diciptakan menurut "gambar dan rupa Allah," (Kitab Kejadian, 1:26) dan bahwa hidup manusia tidak boleh diukur berdasarkan nilai-nilai lain seperti ekonomi, kenyamanan, preferensi pribadi, atau teknik sosial. Oleh karena itu, Gereja menentang aktivitas-aktivitas yang diyakininya menghancurkan atau menistakan hidup yang diciptakan suci itu, termasuk euthanasia, eugeniks dan aborsi.

Seksualitas

sunting

Gereja Katolik mengajarkan bahwa hidup manusia dan seksualitas manusia kedua-duanya tak terpisahkan dan suci.[115] Gereja mengajarkan bahwa Manikeisme, keyakinan bahwa roh bersifat baik sedangkan tubuh bersifat jahat, adalah bidaah. Oleh karena itu, Gereja tidak mengajarkan bahwa seks itu dosa atau merusak hidup yang penuh rahmat. Karena Allah menciptakan tubuh manusia menurut gambar dan rupa-Nya sendiri, dan karena Dia melihat bahwa segala sesuatu yang telah diciptakannya itu "sungguh baik," (Kejadian 1:31) maka demikian pula tubuh manusia dan seks itu baik adanya. Dalam Katekismus diajarkan bahwa "tubuh adalah alat keselamatan."[116] Sesungguhnya, Gereja menganggap ekspresi cinta antara suami istri sebagai aktivitas manusia yang paling luhur, yang mempersatukan, suami istri dalam penyerahan-diri yang seutuhnya satu sama lain, dan membuka hubungan mereka kepada kehidupan baru. “Aktivitas seksual, yang di dalamnya suami istri secara intim dan murni saling bersatu, dan yang melaluinya hidup manusia diturunkan, adalah, sebagaimana yang dikatakan oleh Konsili terakhir, ‘mulia dan layak.’”[117] Hanya dalam hal ekspresi seksual yang terjadi di luar pernikahan sakramental, atau dalam hal fungsi prokreasi dari ekspresi seksual dalam pernikahan secara sengaja dihalang-halangi, maka Gereja Katolik mengungkapkan keprihatinan moralnya.

Asal usul dan sejarah

sunting

Gereja Katolik didirikan oleh Yesus dan Keduabelas Rasul, dilanjutkan oleh para uskup sebagai penerus para rasul umumnya, dan Sri Paus sebagai penerus Santo Petrus khususnya.[118] Istilah "Gereja Katolik" diketahui pertama kali digunakan dalam surat dari Ignatius dari Antiokhia pada tahun 107, yang menulis bahwa: "Di mana ada uskup, hendaknya umat hadir di situ, sama seperti di mana ada Yesus Kristus, Gereja Katolik hadir di situ."[119]

Selain itu, para penulis Katolik memberikan daftar sejumlah kutipan dari para Bapa Gereja terdahulu yang mendukung bahwasanya Tahta Keuskupan Roma memiliki otoritas yurisdiksional atau primasi atas gereja-gereja lain,[120] di lain pihak para penulis Ortodoks menolak klaim tersebut yang merupakan salah satu dari pokok permasalahan di balik skisma Timur-Barat, dengan secara historis memandang Sri Paus sebagai primus inter pares (yang pertama di antara yang sederajat).[121]

Di pusat doktrin-doktrin Gereja Katolik ada Suksesi Apostolik, yakni keyakinan bahwa para uskup adalah para penerus spiritual dari Keduabelas Rasul mula-mula, melalui rantai konsekrasi yang tak terputus secara historis. Perjanjian Baru berisi peringatan-peringatan terhadap ajaran-ajaran yang sekadar bertopengkan Kekristenan,[122] dan menunjukkan bahwa para pimpinan Gereja diberi kehormatan untuk memutuskan manakah yang merupakan ajaran yang benar.[123] Gereja Katolik mengajarkan bahwa Gereja Katolik adalah keberlanjutan dari orang-orang tetap setia pada kepemimpinan apostolik (rasuli) dan episkopal (Keuskupan) serta menolak ajaran-ajaran palsu.

Pra Abad-Pertengahan

sunting

Sesudah melewati suatu periode awal yang diwarnai penganiayaan secara sporadik namun intens, Kekristenan menjadi legal pada abad ke-4, ketika Kaisar Konstantinus I mengeluarkan Edicta Milano (Maklumat Milan) pada tahun 313. Konstantinus berperan penting dalam penyelenggaraan Konsili Nicea Pertama yang merupakan konsili para uskup Gereja Katolik pada tahun 325, yang ditujukan untuk melawan bidaah Arianisme dan merumuskan Kredo Nicea yang digunakan oleh Gereja Katolik, Ortodoksi Timur, dan berbagai Gereja Protestan. Pada tanggal 27 Februari 380, Kaisar Teodosius I memberlakukan sebuah hukum yang menetapkan Kekristenan Katolik sebagai agama resmi Kekaisaran Romawi dan memerintahkan untuk menyebut yang lain daripada itu sebagai bidaah.[124]

 
Halaman bergambar dari Book of Kells yang termasyhur itu, 800.

Setelah runtuhnya Kekaisaran Romawi, Gereja Katolik melewati suatu masa kegiatan dan ekspansi misi. Selama Abad Pertengahan Katolisisme menyebar di antara bangsa Jerman (pada awalnya bersaing dengan Arianisme), Viking, Polandia, Kroasia, Ceko, Slowakia, Hungaria, Lithuania, Latvia, Finlandia dan Estonia. Keberhasilan kehidupan monastik menumbuhkan berbagai pusat pembelajaran, teristimewa yang paling masyhur di Irlandia dan Gallia, serta berkontribusi bagi Abad Pencerahan Dinasti Carolingian (Carolingian Renaissance). Di kemudian hari yakni pada kurun waktu Abad Pertengahan, Sekolah-sekolah Katedral berkembang menjadi universitas-universitas (Universitas Paris, Universitas Oxford, dan Universitas Bologna), cikal bakal dari lembaga-lembaga pembelajaran Barat modern.

Skisma akbar

sunting

Dalam abad ke-11, melalui serentetan proses selama beberapa abad, Gereja mengalami skisma akbar di mana Gereja Katolik dan Gereja Ortodoks Timur terbelah akibat isu-isu administrasi, liturgi, dan doktrin, khususnya masalah klausa Filioque dan primasi jurisdiksi kepausan. Secara konvensional skisma ini berpenanggalan tahun 1054, ketika Patriark Konstantinopel dan Sri Paus mengeluarkan pernyataan saling mengucilkan. Baik Konsili Lyons II tahun 1274 maupun Konsili Basel tahun 1439 berusaha menyatukan kembali kedua Gereja, namun pihak Ortodoks menolak kedua konsili itu. Gereja Katolik dan Gereja Ortodoks Timur masih dalam keadaan skisma hingga hari ini, meskipun demikian dalam deklarasi bersama Katolik-Ortodoks tahun 1965 pernyataan pengucilan tersebut ditarik kembali baik oleh Roma maupun Konstantinopel, dan upaya-upaya mengakhiri skisma terus berlanjut. Beberapa Gereja Timur telah bersatu kembali dengan Gereja Katolik dengan menerima primasi kepausan, dan beberapa Gereja Timur lainnya mengaku tidak pernah keluar dari persekutuan dengan Sri Paus.

Perang Salib

sunting

Perang Salib adalah serangkaian perang militer sejak tahun 1092 di Tanah Suci dan tempat-tempat lain, direstui oleh kepausan, dimulai pada masa kepausan Urbanus II sebagai tanggapan terhadap permintaan bantuan dari Kaisar Byzantium melawan ekspansi Turki. Perang Salib ini serta perang-perang Salib selanjutnya akhirnya gagal meredakan agresi orang-orang Turki dan bahkan menimbulkan rasa benci antar umat Kristiani akibat penjarahan dan pendudukan kota Konstantinopel selama Perang Salib ke-4.

Inkuisisi

sunting

Sejak sekitar tahun 1184, dan berlanjut selama Reformasi Protestan, terjadi sejumlah kegiatan historis yang melibatkan Gereja Katolik, dan yang dikenal luas sebagai Inkuisisi, ditujukan untuk menyelamatkan kesatuan religius dan doktrinal dalam Kekristenan melalui pentobatan, dan kadang kala penganiayaan, orang-orang yang didakwa bidaah. Terbukti bidaah, yang dipandang sebagai pengkhianatan terhadap dunia Kristen, dapat mengakibatkan penerimaan hukuman yang berkisar dari hukuman ringan sampai hukuman mati (antara lain dibakar hidup-hidup) yang dilaksanakan oleh negara. Contoh dari langkanya pelaksanaan hukuman mati tersebut adalah, sejak tahun 1540 sampai 1700 dari semua perkara yang diajukan kepada Inkuisisi Spanyol hanya 2-3% yang berakhir dengan eksekusi mati, lebih rendah daripada peradilan sekuler manapun secara virtual pada masa itu.[125] Menurut para sejarawan, Inkuisisi Abad Pertengahan, Inkuisisi Spanyol, Inkuisisi Roma, dan Inkuisisi Portugis adalah peristiwa-peristiwa historis yang berbeda. Cakupan dari aktivitas Inkuisisi, dan khususnya angka kematian yang tepat, telah menjadi bahan propaganda di kemudian hari.

Reformasi

sunting

Keretakan kedua dalam sejarah Kekristenan terjadi saat Reformasi Protestan, yang dimulai di Jerman pada abad ke-16. Selama kurun waktu tersebut pelbagai kelompok masyarakat, sering kali dengan dukungan pemerintah lokal, menolak primasi Sri Paus, kewajiban selibat bagi para imam, serta berbagai doktrin dan praktik Katolik lainnya, sekaligus penyelewengan-penyelewengan (semisal praktik simoni/praktik pembelian jabatan gerejawi) yang umum terjadi pada masa itu. Para reformator dalam Gereja Katolik meluncurkan Kontra-Reformasi atau Reformasi Katolik, suatu periode klarifikasi doktrin, perbaikan imamat dan liturgi, dan re-evangelisasi yang dimulai dengan Konsili Trento.

Konsili Trento dan perbaikan-perbaikannya menghasilkan tema sentral untuk 300 tahun ke depan dari sejarah Katolik. Periode tersebut menitikberatkan karya katekese dan misi, bidang yang menjadi keunggulan bagi ordo Yesuit dan Fransiskan. Katolisisme menyebar ke seluruh dunia, seiring dengan kolonialisme bangsa Eropa: ke Amerika, Asia, Afrika, dan Oseania.

Zaman Modern

sunting

Gereja pada abad ke-18 dan ke-19 tidak hanya harus berhadapan dengan ajaran-ajaran Protestantisme, namun juga dengan ajaran-ajaran Pencerahan dan Modernisme mengenai hakikat pribadi manusia, negara, dan moralitas. Dengan terjadinya Revolusi Industri, dan meningkatnya keprihatinan akan kondisi-kondisi para buruh urban, Paus-Paus abad ke-19 dan ke-20 mengeluarkan ensiklik-ensiklik (teristimewa Rerum Novarum) yang memaparkan Ajaran Sosial Katolik.

Konsili Vatikan Pertama (1869–1870) menegaskan doktrin infabilitas kepausan yang diyakini umat Katolik sebagai kontinuitas dengan sejarah Supremasi Petrus dalam Gereja.

Reformasi Konsili Vatikan Kedua

sunting
 
Konsili Vatikan II

Gereja Katolik melakukan salah satu dari perubahan-perubahan paling menyeluruh dalam sejarahnya selama Konsili Vatikan II (1962-1965) dan dasawarsa sesudahnya. Gereja Katolik, lebih daripada sebelumnya, menekankan apa yang dipandangnya positif ketimbang apa yang dipandangnya negatif dalam komunitas-komunitas Kristiani lain, dalam agama-agama lain, dan dalam aspirasi-aspirasi umat manusia pada umumnya. Gereja mendorong pembaharuan yang mutakhir atas kehidupan religius. Dan Gereja memberi wewenang kepada konferensi-konferensi waligereja untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian dalam disiplin-disiplin misalnya berpantang daging pada hari Jumat.

Konsili Vatikan II (1962–1965) yang diperhimpunkan oleh Paus Yohanes XXIII, terutama sebagai suatu konsili pastoral namun otoritatif,[126] untuk membuat ajaran-ajaran historis Gereja Katolik menjadi jelas bagi dunia modern. Konsili ini mengeluarkan dokumen-dokumen mengenai sejumlah topik, termasuk hakikat Gereja, misi awam, dan kebebasan beragama. Konsili ini juga mengeluarkan pengarahan-pengarahan bagi revisi liturgi, termasuk izin bagi ritus liturgi Latin untuk menggunakan bahasa setempat di samping Bahasa Latin dalam Misa dan sakramen-sakramen lainnya.[127]

Liturgi

sunting

Gereja Katolik secara mendasar bersifat liturgis dalam peribadatannya. Liturgi berasal dari kata Yunani yang artinya "pekerjaan masyarakat." Konsili Vatikan II menyatakan "karena liturgi, yang melaluinya karya penebusan kita terselesaikan,' terutama dalam kurban ilahi Ekaristi, merupakan sarana-sarana terbaik bagi umat beriman untuk dapat mengekspresikan dalam kehidupannya, dan memanifestasikan bagi sesama, misteri Kristus dan hakikat sejati dari Gereja yang benar."[128]

Sakramen

sunting

Katekismus Gereja Katolik, 1131 Diarsipkan 2008-04-11 di Wayback Machine. mengajarkan: "Sakramen-sakramen adalah tanda-tanda yang berfaedah dari rahmat, yang dilembagakan oleh Kristus dan dipercayakan kepada Gereja, yang dengannya kehidupan ilahi disalurkan bagi kita. Ritus-ritus yang terlihat yang dengannya sakramen-sakramen dirayakan menandai dan menghadirkan rahmat-rahmat sesuai dengan tiap sakramen. Sakramen-sakramen berbuah dalam diri mereka yang menerimanya dalam keadaan yang seharusnya."

Ketujuh sakramen adalah:

  1. Pembaptisan
  2. Pengakuan dosa[129]
  3. Ekaristi
  4. Krisma
  5. Imamat
  6. Pernikahan
  7. Pengurapan orang sakit
 
Yohanes 3:5: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah."

Tujuh sakramen dalam Gereja Katolik dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu:

Sakramen pembaptisan dalam Gereja Katolik adalah dasar kehidupan umat Kristiani dan merupakan tahap inisiasi ke dalam kehidupan rohani. Sakramen ini dianggap sebagai syarat utama untuk menerima sakramen-sakramen lain dalam tradisi Katolik, seperti Ekaristi dan Penguatan. Sebagai pintu masuk ke dalam hidup rahmat, sakramen pembaptisan menjadi tanda dan sarana yang menyampaikan rahmat Allah kepada umat beriman. Melalui pembaptisan, seseorang dilahirkan kembali sebagai anak Allah, menjadi anggota penuh Gereja, serta memperoleh meterai rohani yang tidak dapat dihapuskan, yang menandai keanggotaan kekal dalam komunitas umat Kristiani.

Kehidupan devosional Gereja Katolik

sunting

Selain sakramen-sakramen, yang dilembagakan oleh Yesus, terdapat pula sarana sakramentali, yaitu tanda-tanda suci (upacara-upacara atau benda-benda) yang beroleh kuasa dari doa Gereja. Sakramentali melibatkan doa dengan tanda salib atau tanda-tanda lainnya. Contoh-contoh penting adalah pemberkatan-pemberkatan (yang di dalamnya diangkat pujian bagi Allah dan memohon karunia-karunia-Nya), konsekrasi orang-orang, dan penyucian benda-benda yang digunakan untuk menyembah Allah. Devosi-devosi populer bukan bagian dari liturgi, namun jika dinilai otentik, maka didukung oleh Gereja. Devosi-devosi mencakup penghormatan relikwi-relikwi orang-orang kudus, kunjungan-kunjungan ke tempat-tempat suci, ziarah-ziarah, perarakan-perarakan (termasuk perarakan Sakramen Maha Kudus), ibadat jalan salib, ibadat harian, Penyembahan Sakramen Maha Kudus, Pemberkatan Sakramen Maha Kudus, dan Doa Rosario.

Doa pribadi

sunting

Selain itu, banyaknya variasi dari spiritualitas Katolik memungkinkan umat Katolik untuk berdoa sendiri dengan berbagai macam cara. Bagian ke-4 dan terakhir dari Katekismus meringkas tanggapan Katolik terhadap misteri iman: "Oleh sebab itu, misteri ini, mengharuskan supaya umat beriman meyakininya, supaya mereka merayakannya, dan supaya mereka hidup darinya dalam suatu hubungan yang bersifat vital dan pribadi dengan Allah yang hidup dan sejati. Hubungan itu adalah doa."[130]

Gereja partikular dalam Gereja Katolik

sunting
 
St. Efrem dari Syria, dihormati oleh umat Maronit, yang senantiasa berada dalam persekutuan dengan Roma.

Tidak seperti "persekutuan" atau "serikat" Gereja-Gereja yang terbentuk oleh saling pengakuan antar badan-badan gerejawi yang berbeda-beda, Gereja Katolik menganggap dirinya sebagai sebuah Gereja tunggal ("satu Tubuh") yang terbentuk dari sejumlah besar Gereja-Gereja partikular, yang masing-masing merupakan perwujudan dari Gereja Katolik yang esa. Gereja universal, diyakini merupakan "suatu realita yang secara ontologis dan temporal mendahului setiap Gereja Partikular secara individu."[131]

Meskipun demikian, Gereja Katolik menekankan pentingnya Gereja-Gereja partikular di dalamnya, yang arti signifikansi teologisnya diulas dalam Konsili Vatikan Kedua. Dibedakan dua penggunaan istilah Gereja partikular.

Hubungan dengan umat Kristiani lainnya

sunting

Meskipun mengaku sebagai Gereja yang didirikan oleh Yesus, Gereja Katolik mengakui bahwa banyak unsur-unsur keselamatan dalam Injil terdapat pula di dalam Gereja-Gereja dan komunitas-komunitas gerejawi lainnya. Dokumen Konsili Vatikan II, Lumen Gentium mengajarkan bahwa "Gereja Kristus yang esa yang dalam kredo dimaklumkan sebagai "yang satu, kudus, katolik dan apostolik..." terdapat dalam (Lumen Gentium menggunakan kata Latin "Subsistit in") Gereja Katolik, yang dipimpin oleh penerus Petrus dan oleh para uskup dalam persekutuan dengan dia, meskipun banyak unsur-unsur pengudusan dan kebenaran terdapat di luar dari strukturnya yang tampak.[132] Dengan demikian, dokumen tersebut meneguhkan doktrin Extra Ecclesiam Nulla Salus[133] (tidak ada keselamatan di luar Gereja).

Sejak Konsili Vatikan II, Gereja Katolik telah menjangkau badan-badan Kristiani, mengusahakan rekonsiliasi yang semaksimal mungkin. Kesepakatan-kesepakatan penting telah dicapai mengenai Pembaptisan, Pelayanan, dan Ekaristi bersama para teolog Anglikan. Dengan badan-badan Lutheran telah dicapai kesepakatan serupa mengenai teologi pembenaran (justifikasi). Dokumen-dokumen penting ini telah makin mempererat ikatan persaudaraan dengan komunitas-komunitas gerejawi tersebut. Meskipun demikian, perkembangan-perkembangan terbaru, semisal pentahbisan wanita dan penerimaan terhadap pasangan homoseksual, menghadirkan hambatan-hambatan baru bagi rekonsiliasi dengan Gereja Lutheran, Gereja-Gereja Reformasi, dan khususnya Gereja Anglikan.

Konsekuensinya, pada beberapa tahun terakhir, Gereja katolik memusatkan upayanya pada rekonsiliasi dengan Gereja-Gereja Ortodoks Timur, yang perbedaan teologisnya dengan Gereja Katolik tidaklah sedemikian besar. Hubungan-hubungan dengan Gereja-Gereja Ortodoks Rusia mengalami keretakan pada tahun 1990-an sehubungan dengan masalah-masalah properti di negara-negara bekas Uni soviet, masalah-masalah tersebut belum terselesaikan (khususnya paroki-paroki milik Gereja Katolik-Yunani Ukraina), sekalipun hubungan-hubungan persaudaraan dengan Gereja-Gereja Timur lainnya terus mengalami kemajuan.

Struktur hirarkis Gereja Katolik

sunting

Gereja Katolik memiliki sebuah struktur hierarkis, yang artinya sebuah urutan suci (bertolak belakang dengan struktur karismatis). Sifat hierarkis ini diterapkan dalam keseluruhan Gereja Katolik, meskipun sering dikaitkan hanya dengan para pelayan Gereja yang tertahbis, yang tergabung dalam salah satu dari tiga jenjang imamat suci: episkopat (para uskup), presbiterat (para imam), atau diakonat (para diakon).

Episkopal (jabatan uskup)

sunting

Para uskup, yang memiliki kepenuhan imamat Kristiani, merupakan sebuah badan Dewan Uskup, para penerus para Rasul [134] dan merupakan "para Gembala yang ditugaskan dalam Gereja, untuk menjadi para pengajar doktrin, para imam dalam peribadatan suci dan para pengurus dalam pemerintahan."[135]

Sri Paus, para kardinal, patriark, primat, uskup agung dan metropolitan semuanya adalah uskup dan anggota dari episkopat atau kolega para uskup Gereja Katolik.

Presbiterat (jabatan presbiter/imam)

sunting
 
St. Yohanes Maria Vianney, seorang imam praja yang masyhur karena hidupnya yang suci dan pelayanannya sebagai seorang konfesor (pendengar pengakuan dosa)

Para uskup dibantu oleh para imam dan diakon. Paroki-paroki, baik yang berbasis teritorial maupun orang, dalam sebuah keuskupan biasanya dipimpin oleh seorang imam yang dikenal sebagai imam paroki atau pastor.

Para imam dapat menjalankan banyak fungsi yang tidak langsung berkaitan dengan aktivitas pastoral biasa, seperti studi, penelitian, mengajar atau pekerjaan kantor. Mereka juga dapat menjadi rektor kapelan (imam pada lembaga tertentu misalnya dalam kemiliteran atau universitas), konfesor, kepala biara, atau dekan Katedral.

Dalam peraturan Ritus Latin, hanya pria selibat yang ditahbiskan menjadi imam, sedangkan dalam peraturan Ritus Timur, pria yang sudah menikah dapat pula ditahbiskan. Di antara Gereja-Gereja partikular Ritus Timur, Gereja Katolik Ethiopia hanya menahbiskan pria yang hidup selibat, namun juga memiliki imam-imam yang telah menikah yang dulunya ditahbiskan dalan Gereja Ortodoks. Gereja-Gereja Katolik Timur lainnya, yang menahbiskan pria yang sudah menikah, di beberapa negara misalnya di Amerika Serikat, tidak memiliki imam yang menikah. Ritus Barat atau Latin kadang-kadang, namun sangat jarang, menahbiskan pria-pria yang sudah menikah, biasanya mereka adalah klerus Protestan yang beralih menjadi Katolik. Semua ritus Gereja Katolik memelihara tradisi kuno yakni tidak mengizinkan pernikahan setelah pentahbisan. Bahkan jika isteri seorang imam yang menikah meninggal dunia, maka imam tersebut tidak boleh menikah lagi.

Diakonat (jabatan diakon)

sunting

Sejak Konsili Vatikan Kedua, Gereja Latin kembali menerima pria dewasa yang beristri untuk ditahbiskan menjadi Diakon. "Para diakon ditahbiskan sebagai suatu tanda sakramental bagi Gereja dan bagi dunia milik Kristus, yang datang 'untuk melayani dan bukan untuk dilayani.' Seluruh Gereja dipanggil oleh Kristus untuk melayani, dan diakon, karena tahbisan sakramentalnya dan melalui berbagai pelayanannya, menjadi seorang pelayan dalam Gereja-pelayan. Sebagai pelayan Sabda, para diakon memberitakan Injil, berkhotbah, dan mengajar dalam nama Gereja. Sebagai pelayan Sakramen, diakon membaptis, memimpin umat beriman dalam doa, menjadi saksi pernikahan, melaksanakan ibadat kematian dan pemakaman. Sebagai pelayan amal-kasih, diakon merupakan pemimpin dalam hal mengenali kebutuhan-kebutuhan orang lain, kemudian menggunakan sumber-sumber daya Gereja untuk menutupi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Para diakon juga dibaktikan bagi penghapusan ketidakadilan dan ketidaksetaraan yang menimbulkan kebutuhan-kebutuhan tersebut."[136]

Para kandidat untuk diakonat menjalani suatu program formasi diakonal yang dirancang berdasarkan kebutuhan-kebutuhan mutakhir keuskupan mereka tetapi harus mencapai standar-standar minimum yang ditetapkan oleh konferensi waligereja di negara asal mereka. Setelah menyelesaikan program formasi mereka dan memperoleh persetujuan dari uskup setempat, para kandidat menerima sakramen imamat melalui pentahbisan. Umumnya, setelah ditahbiskan, seorang diakon ditempatkan oleh uskupnya pada sebuah paroki lokal di mana dia akan menjalankan pelayanannya dan melayani Gereja dan komunitas lokal tersebut.

Keanggotaan Gereja Katolik

sunting

Menurut Hukum Kanon, seseorang menjadi anggota Gereja Katolik dengan cara dibaptis dalam Gereja Katolik atau dengan cara diterima ke dalam Gereja Katolik (dengan membuat suatu pernyataan iman, jika yang bersangkutan telah dibaptis).[137]

Apabila atas kemauan sendiri seseorang hendak memutuskan ikatan yuridis dengan Gereja Katolik, maka disyaratkan adanya suatu tindakan formal secara tertulis di hadapan Pejabat Gereja setempat atau imam paroki dari yang bersangkutan, yang akan menilai apakah tindakan tersebut tergolong murtad, bidaah atau skisma; tanpa tindakan keluar secara resmi ini, "bidaah (baik formal maupun material), skisma dan murtad tidak dengan sendirinya merupakan suatu tindakan keluar secara resmi, jika tidak secara eksternal diwujudnyatakan dan dimanifestasikan kepada otoritas gerejawi dengan cara-cara yang disyaratkan."[138]

Mereka yang tidak melakukan tindakan ini dianggap masih terikat dengan Gereja Katolik dan "terus terikat oleh hukum-hukum gerejawi belaka." Seseorang yang keluar dari keanggotaan Gereja Katolik dapat diterima kembali di kemudian hari, setelah yang bersangkutan membuat suatu pernyataan iman.

Peranan Gereja Katolik dalam peradaban

sunting

Doktrin Gereja Dan ilmu pengetahuan

sunting

Para ahli sejarah ilmu pengetahuan, termasuk yang bukan beragama Katolik seperti J.L. Heilbron,[139] Alistair Cameron Crombie, David C Lindberg,[140] Edward Grant, Thomas Goldstein,[141] dan Ted Davis, berpendapat bahwa Gereja Katolik memiliki pengaruh positif yang penting terhadap perkembangan peradaban. Mereka yakin bahwa, bukan saja para biarawanlah yang menyelamatkan dan membudidayakan sisa-sisa dari peradaban kuno selama invasi-invasi kaum barbar, melainkan juga bahwasanya Gereja Katoliklah yang mendorong pembelajaran dan ilmu pengetahuan melalui dukungannya terhadap banyak universitas yang, di bawah kepemimpinannya, bertumbuh cepat di Eropa pada abad ke-11 dan ke-12. St. Thomas Aquinas, "teolog model" Gereja Katolik, tidak saja berpendapat bahwa akal budi itu bersesuaian dengan iman, dia bahkan mengakui bahwa akal budi dapat berkontribusi bagi pemahaman wahyu Illahi, dan dengan demikian mendorong perkembangan intelektual.[142] Para imam-ilmuwan Gereja Katolik, yang kebanyakan adalah para Yesuit, dan yang merupakan para pelopor dalam ilmu astronomi, genetika, geomagnetisme, meteorologi, seismologi, and fisika matahari, menjadi "bapak-bapak" ilmu-ilmu pengetahuan tersebut. Perlu kiranya untuk disebutkan di sini, nama-nama para rohaniwan Katolik semisal Abbas Ordo St. Agustinus Gregor Mendel (pelopor dalam studi genetika) dan pastur Belgia Georges Lemaître (orang pertama yang mengedepankan teori Big Bang).

 
Sebuah peta universitas-universitas abad pertengahan memperlihatkan universitas-universitas yang didirikan Gereja Katolik di Eropa.

Kenyataan ini merupakan suatu kebalikan dari pandangan yang dipertahankan oleh beberapa filsuf abad pencerahan, bahwa doktrin-doktrin Gereja Katolik bersifat tahayul dan menghalang-halangi kemajuan peradaban.

Salah satu contoh terkenal yang diajukan oleh para kritikus tersebut adalah Galileo Galilei, yang pada tahun 1633, dikutuk karena berpegang teguh pada ajaran jagad raya yang heliosentris (jagad raya berpusat pada matahari), teori yang pertama kali dicetuskan oleh Nicolaus Copernicus, seorang imam Katolik. Setelah bertahun-tahun diinvestigasi, berkonsultasi dengan Paus, berjanji kemudian dilanggar oleh Galileo sendiri, dan akhirnya suatu pengadilan oleh Tribunal Inkuisisi Romawi dan Universal, Galileo didapati "dituduh sebagai bidaah" - bukan bidaah, sebagaimana yang sering kali secara keliru disebut-sebut. Meskipun ilmu pengetahuan modern membuktikan bahwa dua dari empat thesis ilmiah yang dikedepankan oleh Galileo sebenarnya keliru, yakni bahwasanya Matahari adalah pusat jagad raya, dan bahwasanya Bumi mengitari Matahari dalam orbit berbentuk lingkaran sempurna, Paus Yohanes Paulus II secara terbuka mengungkapkan penyesalan atas tindakan-tindakan orang-orang Katolik yang memperlakukan Galileo dengan buruk dalam pengadilan pada tanggal 31 Oktober 1992.[143] Sebuah abstraksi dari tindakan-tindakan dalam proses pengadilan terhadap Galileo dapat dijumpai di Arsip Rahasia Vatikan (Vatican Secret Archives), yang mereproduksi sebahagian arsip tersebut dalam situs web-nya. Kardinal John Henry Newman, pada abad ke-19, berkata bahwa orang-orang yang menyerang Gereja Katolik hanya mampu menunjukkan kasus Galileo, yang bagi banyak sejarawan tidaklah membuktikan adanya oposisi Gereja terhadap ilmu pengetahuan karena justru banyak rohaniwan Katolik pada masa itu yang didorong oleh Gereja untuk meneruskan penelitian mereka.[144]

Saat ini, Gereja Katolik telah dikritik karena ajarannya bahwa penelitian sel induk embrio manusia (embryonic stem cell research) merupakan suatu bentuk dari eksperimentasi pada manusia, dan mengakibatkan pembunuhan seorang manusia, dengan alasan bahwa ajaran ini menghalangi penelitian ilmiah. Gereja Katolik sebaliknya berpendapat bahwa kemajuan dalam ilmu pengobatan dapat terjadi tanpa perlu ada penghancuran manusia (yang masih dalam tahap kehidupan embrio); misalnya, dengan menggunakan sel induk dewasa (adult stem cell) atau sel induk tali pusat (umbilical stem cell) sebagai ganti sel induk embrio.

Gereja, seni, dan karya sastra

sunting
 
Mona Lisa karya Leonardo da Vinci, yang menurut beberapa penulis, merupakan suatu ilustrasi dari suka cita Kristiani.

Beberapa ahli sejarah menilai Gereja Katolik berjasa atas kegemilangan dan keagungan seni Barat. Mereka mengacu pada perlawanan gereja terhadap ikonoklasme (suatu gerakan yang menentang penggambaran visual dari yang ilahi), kegigihan Gereja dalam membangun gedung-gedung yang mendukung peribadatan, kutipan ayat Alkitab oleh Agustinus dari Hippo - dari Kitab Kebijaksanaan 11:20 (Allah "menyuruh segala sesuatu diukur, dihitung, dan ditimbang") yang menuntun kepada konstruksi-konstruksi geometris dari arsitektur Gothik, sistem-sistem ilmiah yang koheren dari kaum Skolastik yang disebut Summa Theologiae yang memengaruhi tulisan-tulisan yang konsisten secara ilmiah dari Dante Alighieri, teologi penciptaan dan sakramental Gereja yang telah mengembangkan suatu imajinasi Katolik yang memengaruhi para penulis seperti J. R. R. Tolkien,[145] C.S. Lewis, dan William Shakespeare,[146] dan akhirnya, perlindungan yang diberikan para paus pada masa Renaissance bagi karya-karya agung para seniman Katolik seperti Michelangelo, Raphael, Bernini, Borromini, dan Leonardo da Vinci.

Gereja dan perkembangan ekonomi

sunting

Francisco de Vitoria, seorang murid dari Thomas Aquinas dan seorang pemikir Katolik yang mempelajari hal-hal seputar hak-hak asasi manusia dari rakyat pribumi jajahan, diakui Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai seorang Bapak hukum internasional, dan kini juga diakui oleh para ahli sejarah ekonomi dan demokrasi sebagai cahaya terdepan bagi demokrasi Barat dan percepatan ekonomi.[147]

Joseph Schumpeter, seorang ahli ekonomi dari abad ke-20, menunjuk pada kaum skolastik, ketika menulis bahwa, "merekalah yang paling layak lebih dari kelompok manapun juga untuk disebut sebagai ‘pendiri’ ilmu ekonomi yang ilmiah."[148] Ahli-ahli ekonomi dan sejarah lainnya, seperti Raymond de Roover, Marjorie Grice-Hutchinson, dan Alejandro Chafuen, juga telah mengeluarkan pernyataan serupa. Sejarawan Paul Legutko dari Universitas Stanford mengatakan bahwa Gereja Katolik "berada pada pusat perkembangan nilai-nilai, gagasan-gagasan, ilmu pengetahuan, hukum, dan lembaga-lembaga yang membentuk apa yang kita sebut peradaban Barat."[149]

Keadilan sosial, keperawatan, dan sistem rumah sakit

sunting
 
Ahli sejarah rumah sakit, Guenter Risse, berujar bahwa Gereja Katolik mempelopori perkembangan suatu sistem rumah sakit yang ditujukan bagi kaum tersisih.

Menurut ahli sejarah rumah sakit, Guenter Risse, Gereja Katolik telah memberi sumbangsih bagi masyarakat melalui doktrin sosialnya (ajaran sosial Gereja) yang telah menuntun para pemimpin untuk mempromosikan keadilan sosial dan dengan membentuk sistem rumah sakit di Eropa abad pertengahan, yakni suatu sistem yang berbeda dengan keramah-tamahan dari masyarakat Yunani dan kewajiban-kewajiban berasaskan keluarga dari masyarakat Romawi. Rumah-rumah sakit tersebut didirikan untuk menyediakan pelayanan bagi kelompok masyarakat tertentu yang tersisihkan akibat kemiskinan, penyakit, dan usia lanjut."[150]

James Joseph Walsh menulis tentang kontribusi Gereja Katolik bagi sistem rumah sakit, sebagai berikut:

Selama abad ke-13 sejumlah besar rumah-rumah sakit [ini] didirikan. Kota-kota Italia merupakan pemimpin-pemimpin dari gerakan itu. Milan memiliki tidak kurang dari selusin rumah sakit dan Florence sebelum akhir abad ke-14 memiliki sekitar 30 rumah sakit. Beberapa diantaranya merupakan bangunan-bangunan yang sangat indah. Di Milan sebagian dari bangunan rumah sakit umum dirancang oleh Donato Bramante dan sebagiannya lagi dirancang oleh Michelangelo. Rumah sakit kaum tak berdosa di Florence untuk menampung anak-anak terlantar merupakan sebuah permata arsitektur. Rumah sakit di Sienna, yang didirikan sebagai penghormatan kepada Santa Katarina dari Siena, sejak semula sudah tersohor. Di seluruh Eropa gerakan rumah sakit ini menyebar di mana-mana. Virchow, Pathologis besar dari Jerman, dalam sebuah artikel mengenai rumah-rumah sakit, menunjukkan bahwa tiap kota di Jerman yang berpenduduk 5000 jiwa memiliki rumah sakit. Ia menelusuri gerakan rumah sakit ini sampai kepada Paus Innosentius III, dan meskipun bukan seorang pendukung kepausan, Virchow tanpa ragu-ragu memberikan pujian tertinggi bagi Paus tersebut untuk segala sesuatu yang telah dilakukannya demi kebaikan anak-anak dan umat manusia yang menderita.[151]

Keindahan dan efisiensi rumah-rumah sakit Italia bahkan mengilhami sebagian orang yang justru mengkritik Gereja Katolik. Sejarawan Jerman Ludwig von Pastor mengutip kembali kata-kata Martin Luther yang, tatkala melakukan perjalanan ke Roma saat musim dingin tahun 1510-1511, berkesempatan mengunjungi beberapa dari rumah-rumah sakit tersebut:

Di Italia, menurutnya, rumah-rumah sakit didirikan dengan megah, dan sungguh mengagumkan bahwa rumah-rumah sakit itu diperlengkapi dengan makanan dan minuman yang sangat baik, perhatian yang saksama dan tabib-tabib yang terpelajar. Tempat-tempat tidur dan perlengkapan tempat tidurnya bersih, dan dinding-dinding ditutupi dengan lukisan-lukisan. Bilamana seorang pasien dibawa masuk, pakaian-pakaiannya dilepaskan di hadapan seorang notaris yang menginventarisirnya dengan cermat, kemudian pakaian-pakaian itu disimpan dengan aman. Sehelai smock (jubah pasien) putih dikenakan padanya dan ia dibaringkan di atas sebuah dipan yang nyaman, dialasi linen yang bersih. Ada dua orang dokter yang mendatanginya, dan para pelayan membawakannya makanan dan minuman dalam gelas-gelas yang bersih, yang memperlihatkan padanya segala perhatian yang dapat diberikan.[152]

Gereja Katolik sebagai opus proprium, sebut Benediktus XVI dalam Deus Caritas Est, telah melaksanakan selama berabad-abad sejak awal mulanya dan terus melaksanakan berbagai pelayanan kasih — antara lain, rumah-rumah-sakit, sekolah-sekolah, dan program-program pemberantasan kemiskinan.

Kritik terhadap Gereja Katolik

sunting

Skandal pelecehan seksual

sunting

Pada tahun 2002, Amerika Serikat dihebohkan oleh suatu skandal besar ketika serangkaian tuntutan, disertai bukti-bukti pendukung, ditujukan kepada para imam yang melakukan tindakan pelecehan secara seksual terhadap anak-anak sepanjang beberapa dasawarsa. Yang makin memparah keadaan adalah terungkapnya kenyataan bahwa Gereja mengetahui beberapa dari imam-imam pelaku pelecehan tersebut, dan pada mulanya memperlakukan mereka dengan cara menyangkal mengetahui kejahatan yang mereka lakukan dan memindahtugaskan mereka dari satu jemaat ke jemaat lain daripada menindaki mereka. Skandal yang menjadi penyebab pengunduran diri Kardinal Bernard Law dari Keuskupan Agung Boston itu, merupakan pukulan yang menghancurkan citra Gereja di mata publik — Dalam salah satu survey sesudah mencuatnya skandal tersebut 64% dari responden setuju bahwa kebanyakan imam Katolik "kerap melakukan pelecehan terhadap anak-anak" (data mengindikasikan bahwa hanya 1,5-1,8% imam Katolik yang benar-benar telah dituntut karena melakukan pelecehan terhadap anak-anak.[153]).

Catholic News Service melaporkan:

Sekitar 4 persen dari para imam A.S. yang bekerja sejak tahun 1950 sampai 2002 dituduh melakukan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur, menurut studi nasional komprehensif menyangkut isu tersebut.

Studi tersebut mengatakan bahwa 4.392 rohaniwan—hampir semuanya imam—dituduh melakukan pelecehan terhadap 10.667 orang. 75 persen dari insiden-insiden tersebut terjadi antara tahun 1960 dan 1984.

Menurut studi tersebut, dalam kurun waktu yang sama terdapat 109.694 imam. Menurut studi yang telah dilakukan John Jay College of Criminal Justice di New York, biaya-biaya (cost) sehubungan dengan pelecehan seksual berjumlah total $573 juta. $219 juta dari jumlah itu ditalangi oleh perusahaan-perusahaan asuransi.

Studi tersebut menyusun daftar karakteristik-karakteristik utama dari insiden-insiden pelecehan seksual yang telah dilaporkan. Termasuk di dalamnya:

-- Sebagian besar korban, yakni 81 persen, berjenis kelamin laki-laki. Korban paling lemah adalah anak-anak lelaki berusia 11 sampai 14 tahun, mewakili lebih dari 40 persen dari jumlah korban. Kenyataan ini melawan trend dalam masyarakat A.S. secara umum di mana masalah utama adalah pria dewasa mencabuli anak-anak perempuan.[154]

Kasus-kasus serupa telah muncul di negara-negara lain. Di Irlandia, sejumlah kasus pelecehan seksual yang mencuat pada anak-anak yang dilakukan oleh para imam dan biarawan Katolik, seperti yang dialami Andrew Madden, telah sangat memperlemah pengaruh Gereja pada beberapa tahun terakhir.

Sejak tahun 2001, kewenangan atas penyelesaian masalah pelecehan seksual yang dilakukan oleh klerus tidak lagi berada dalam kompetensi dari uskup setempat, akan tetapi diambil alih oleh Kongregasi Ajaran Iman di Roma, sesuai dengan isi Surat Apostolik Paus Yohanes Paulus II Sacramentorum sanctitatis tutela Diarsipkan 2010-08-13 di Wayback Machine. serta aturan-aturan pelengkapnya Diarsipkan 2010-07-26 di Wayback Machine. (kedua dokumen dalam Bahasa Latin). Di bawah Hukum Kanonik Gereja tahun 1983 klerus yang melakukan pelecehan seksual terhadap seorang anak di bawah umur dapat dikenai hukuman pencopotan status klerus ("laisisasi").[155]

Lihat pula

sunting

Catatan

sunting
  1. ^ Nama resmi yang digunakan dalam publikasi Gereja ini adalah "Gereja Katolik", seperti yang digunakan dalam dokumen-dokumen Paus modern, pada judul dari Katekismus Gereja Katolik,[6] serta pada dokumen-dokumen Konsili Vatikan II yang ditandatangani oleh Paus Paulus VI.[7][8][9] Istilah "Gereja Katolik Roma" hanya digunakan untuk membedakan Gereja ini dengan institusi-institusi di luar Gereja yang masih menyatakan identitasnya dengan nama "Katolik". Gereja sendiri hanya menggunakan istilah "Gereja Katolik Roma" pada kesempatan-kesempatan yang sangat langka, misalnya pada dokumen-dokumen yang mengangkat hubungan oikumenis dengan Gereja-Gereja lain.[10] Nama "Gereja Katolik Roma" tidak disukai oleh beberapa kelompok di dalam Gereja yang menganggap bahwa label tersebut hanya membuat Gereja tampak seperti salah satu dari beberapa "gereja katolik" .[11]
  2. ^ Meskipun tetap dengan pendirian bahwa Gereja Katolik merupakan kelanjutan dari persekutuan Kristiani yang tak terputus sejak didirikan oleh Yesus Kristus, Gereja juga mengajarkan bahwa gereja-gereja dan persekutuan-persekutuan gerejawi lain berada dalam persekutuan/kesatuan yang tidak sempurna dengan Gereja Katolik.[28][29]

Referensi

sunting
  1. ^ Marshall, Thomas William (1844). Notes of the Episcopal Polity of the Holy Catholic Church. London: Levey, Rossen and Franklin. ASIN 1163912190. 
  2. ^ a b c Stanford, Peter. "Roman Catholic Church". BBC Religions. BBC. Diakses tanggal 1 February 2017. 
  3. ^ a b Bokenkotter 2004, hlm. 18.
  4. ^ Calderisi, Robert. Earthly Mission - The Catholic Church and World Development; TJ International Ltd; 2013; p.40
  5. ^ "Laudato Si". Vermont Catholic. 8 (4, 2016–2017, Winter): 73. Diakses tanggal 19 December 2016. 
  6. ^ Libreria Editrice Vaticana (2003). "Katekismus Gereja Katolik." Diakses pada: 2009-05-01.
  7. ^ Vatikan. Dokumen-dokumen Konsili Vatikan II. Diakses pada: 2009-05-04. Perhatian: Tanda tangan Paus tampak dalam cersi Latinnya.
  8. ^ Declaration on Christian Formation, diterbitkan oleh Konferensi Waligereja Amerika Serikat, Washington DC 1965, halaman 13
  9. ^ Whitehead, Kenneth (1996). ""How Did the Catholic Church Get Her Name?" Eternal Word Television Network. Diakses pada 9 Mei 2008.
  10. ^ Contoh: 1977 Persetujuan dengan Uskup Agung Donald Coggan dari Canterbury Diarsipkan 2011-07-20 di Wayback Machine.
  11. ^ Walsh, Michael (2005). Roman Catholicism. Routledge. hal. 19. Versi online tersedia di sini
  12. ^ "Pubblicati l'Annuario Pontificio 2023 e l'Annuarium Statisticum Ecclesiae 2021". L'Osservatore Romano (dalam bahasa Italia). 3 March 2023. Diakses tanggal 3 March 2023. 
  13. ^ O'Collins, hal. v (pengantar).
  14. ^ Mark A. Noll. The New Shape of World Christianity (Downers Grove, IL: IVP Academic, 2009), 191.
  15. ^ "Eastern Catholic Churches". Catholics & Cultures (dalam bahasa Inggris). 2009-10-14. Diakses tanggal 2023-06-18. 
  16. ^ "Dioceses by Type". www.gcatholic.org. Diakses tanggal 2023-06-18. 
  17. ^ Schreck, hal. 158–159.
  18. ^ a b Paulus VI, Paus (1964). "Lumen Gentium bab 3, bagian 22". Vatikan. Diakses tanggal 9 Maret 2008. 
  19. ^ Hukum Kanon, kanon 331 dan 336
  20. ^ Teaching with Authority, oleh Richard R. Gaillardetz, hal. 57
  21. ^ katolisitas.org. "Tahta Suci, Kuria Roma dan Negara Kota Vatikan – katolisitas.org" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-06-18. 
  22. ^ katolisitas.org. "Apakah Hirarki dalam Gereja Sudah Ada Sejak Awal? – katolisitas.org" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-06-22. 
  23. ^ "Iman Katolik .....Media Informasi dan Sarana Katekese". www.imankatolik.or.id. Diakses tanggal 2023-06-20. 
  24. ^ Konsili Vatikan, Kedua (1964). "Lumen Gentium paragraf 14". Vatikan. Diakses tanggal 17 December 2008. 
  25. ^ Paragraf nomor 846 (1994). "Katekismus Gereja Katolik". Libreria Editrice Vaticana. Diakses tanggal 27 Desember 2008. 
  26. ^ "Vatican congregation reaffirms truth, oneness of Catholic Church". Catholic News Service. Diarsipkan dari versi asli tanggal 10 July 2007. Diakses tanggal 17 March 2012. 
  27. ^ Bokenkotter 2004, hlm. 7.
  28. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama note1cite1
  29. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama note1cite2
  30. ^ Matius 16:18
  31. ^ Wilken, hal. 281, kutipan: "Beberapa (Komunitas Kristiani) didirikan oleh Petrus, murid yang ditetapkan Yesus sebagai pendiri GerejaNya. ... Begitu kedudukan tersebut terlembagakan, para sejarawan meninjau kembali dan mengakui Petrus sebagai paus pertama Gereja Kristen di Roma"
  32. ^ "Katekismus Gereja Katolik #846". Iman Katolik. Diakses tanggal 2023-06-22. 
  33. ^ "Katekismus Gereja Katolik No. 890". Iman Katolik. Diakses tanggal 2023-06-20. 
  34. ^ "Katekismus Gereja Katolik No. 1322-1327". Iman Katolik. Diakses tanggal 2023-06-20. 
  35. ^ "Katekismus Gereja Katolik No. 1375". Iman Katolik. Diakses tanggal 2023-06-20. 
  36. ^ "Katekismus Gereja Katolik No. 487". Iman Katolik. Diakses tanggal 2023-06-20. 
  37. ^ "The Four Marian Dogmas". Catholic News Agency. Diakses tanggal 25 March 2017. 
  38. ^ Schreck, hal. 153.
  39. ^ "Katekismus Gereja Katolik No. 835". Iman Katolik. Diakses tanggal 2023-06-20. 
  40. ^ a b Schreck, hal. 152.
  41. ^ "Katekismus Gereja Katolik No. 341". Iman Katolik. Diakses tanggal 2023-06-20. 
  42. ^ Barry, hal. 37, hal. 43–44.
  43. ^ (Mat. 16:18–19)
  44. ^ (Yoh. 16:12–13)
  45. ^ katolisitas.org. "Apakah Katekismus Gereja Katolik? – katolisitas.org" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-06-20. 
  46. ^ katolisitas.org. "Apakah itu Ajaran Sosial Gereja? – katolisitas.org" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-06-20. 
  47. ^ Barry, hal. 50–51.
  48. ^ Barry, hal. 98–99.
  49. ^ Agnew, John (12 February 2010). "Deus Vult: The Geopolitics of Catholic Church". Geopolitics. 15 (1): 39–61. doi:10.1080/14650040903420388. ISSN 1465-0045. 
  50. ^ Orlandis, pengantar
  51. ^ katolisitas.org. "Apakah Nestorianisme dan bagaimana Bapa Gereja meluruskan ajaran sesat tersebut? – katolisitas.org" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-06-20. 
  52. ^ katolisitas.org. "Perbedaan utama gereja Orthodox dengan Gereja Katolik – katolisitas.org" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-06-20. 
  53. ^ katolisitas.org. "Apakah yang disebut Skisma Timur dan Skisma Barat? – katolisitas.org" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-06-20. 
  54. ^ Media, Kompas Cyber (2018-11-07). "Biografi Tokoh Dunia: Martin Luther, Tokoh Reformasi Protestan Halaman all". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2023-06-20. 
  55. ^ "Katekismus Gereja Katolik #870". Iman Katolik. Diakses tanggal 2023-06-23. 
  56. ^ "Katekismus Gereja Katolik #817". Iman Katolik. Diakses tanggal 2023-06-23. 
  57. ^ "Katekismus Gereja Katolik #818". Iman Katolik. Diakses tanggal 2023-06-23. 
  58. ^ "Katekismus Gereja Katolik #818". Iman Katolik. Diakses tanggal 2023-06-23. 
  59. ^ "Katekismus Gereja Katolik #838". Iman Katolik. Diakses tanggal 2023-06-23. 
  60. ^ "Katekismus Gereja Katolik #1271". Iman Katolik. Diakses tanggal 2023-06-23. 
  61. ^ "Katekismus Gereja Katolik #819". Iman Katolik. Diakses tanggal 2023-06-23. 
  62. ^ a b Kreeft, hal. 110–112.
  63. ^ Shorto, Russel (8 April 2007). "Keeping the Faith". The New York Times. Diakses tanggal 29 Maret 2008. 
  64. ^ "Concise Oxford English Dictionary" (online version). Oxford University Press. 2005. Diakses tanggal 10 April 2009. [pranala nonaktif permanen]
  65. ^ MacCulloch, Christianity, p. 127.
  66. ^ Marthaler, Berard (1993). "The Creed". Twenty-Third Publications. Diakses tanggal 9 May 2008.  hal. 303
  67. ^ Thurston, Herbert (1908). "Catholic". Dalam Knight, Kevin. The Catholic Encyclopedia. 3. New York: Robert Appleton Company. Diakses tanggal 17 August 2012. 
  68. ^ "Cyril of Jerusalem, Lecture XVIII, 26". Tertullian.org. 6 August 2004. Diakses tanggal 17 August 2012. 
  69. ^ "Edictum de fide catholica". Diarsipkan dari versi asli tanggal 8 February 2012. Diakses tanggal 9 October 2017. 
  70. ^ TeSelle, Eugene (1970). Augustine the Theologian. London. hlm. 343. ISBN 978-0-223-97728-0.  Maret 2002 edisi: ISBN 1-57910-918-7.
  71. ^ "Chapter 5.—Against the Title of the Epistle of Manichæus". Christian Classics Ethereal Library. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-07-31. Diakses tanggal 21 November 2008. 
  72. ^ "Chapter 5.—Against the Title of the Epistle of Manichæus". Christian Classics Ethereal Library. Diakses tanggal 21 November 2008. 
  73. ^ "Eastern Orthodoxy", Encyclopædia Britannica online.
  74. ^ McBrien, Richard (2008). The Church. Harper Collins. hal. xvii. Versi online tersedia di sini Diarsipkan 2009-08-27 di Wayback Machine.. Kutipan: Penggunaan adjektiva "Katolik" sebagai tambahan pada kata "Gereja" bersifat divisif hanya sesudah Skisma Timur-Barat ... dan Reformasi Protestan ... Dalam kasus pertama, pihak Barat mengklaim untuk dirinya gelar Gereja Katolik, sedangkan pihak Timur menggunakan nama Gereja Ortodoks yang Kudus. Dalam kasus kedua, pihak yang berada dalam persekutuan dengan Uskup Roma mempertahankan adjektiva "Katolik", sedangkan gereja-gereja yang memutuskan hubungan dengan Kepausan disebut Protestan.
  75. ^ McBrien, Richard (2008). The Church. Harper Collins. p. xvii. Online version available Browseinside.harpercollins.com Diarsipkan 27 August 2009 di Wayback Machine.. Quote: "[T]he use of the adjective 'Catholic' as a modifier of 'Church' became divisive only after the East–West Schism... and the Protestant Reformation. ... In the former case, the Western Church claimed for itself the title Catholic Church, while the East appropriated the name Orthodox Church. In the latter case, those in communion with the Bishop of Rome retained the adjective "Catholic", while the churches that broke with the Papacy were called Protestant."
  76. ^ The Vatican. Documents of the II Vatican Council Diarsipkan 5 June 2004 di Wayback Machine.. Retrieved 4 May 2009. Note: The pope's signature appears in the Latin version.
  77. ^ "CATHOLIC ENCYCLOPEDIA: Roman Catholic". newadvent.org. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-04-01. Diakses tanggal 2009-08-16. 
  78. ^ "Kenneth D. Whitehead". ewtn.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-07-05. Diakses tanggal 2018-07-31. 
  79. ^ Libreria Editrice Vaticana (2003). "Katekismus Gereja Katolik." Diakses pada: 2009-05-01.
  80. ^ "Trent: Complete". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-07-30. Diakses tanggal 2018-07-31. 
  81. ^ "Decrees of the First Vatican Council". 1868-06-29. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-07-30. Diakses tanggal 2018-07-31. 
  82. ^ Vatikan. Dokumen-dokumen Konsili Vatikan II. Diakses pada: 2009-05-04. Perhatian: Tanda tangan Paus tampak dalam cersi Latinnya.
  83. ^ Declaration on Christian Formation, diterbitkan oleh Konferensi Waligereja Amerika Serikat, Washington DC 1965, halaman 13
  84. ^ Whitehead, Kenneth (1996). ""How Did the Catholic Church Get Her Name?" Eternal Word Television Network. Diakses pada 9 Mei 2008.
  85. ^ Dalam Katekismus Gereja Katolik, nama "Gereja" digunakan ratusan kali, sedangkan nama "Gereja Katolik" hanya digunakan 24 kali.
  86. ^ Fortescue, Adrian (1910). "Latin Church"". Catholic Encyclopedia. no doubt, by a further extension Roman Church may be used as equivalent to Latin Church for the patriarchate 
  87. ^ Beal, John (2002). "New Commentary on the Code of Canon Law". Paulist Press. Diakses tanggal 13 May 2008.  hal. 468
  88. ^ The New Catholic Encyclopedia menyatakan: "Ada sebuah aspek yang lebih jauh mengenai istilah Katolik Roma yang perlu dipahami. Gereja Roma dapat digunakan untuk menyebut, bukan Gereja universal yang memiliki seorang primat yakni Uskup Roma, melainkan untuk menyebut Gereja lokal di Roma, yang memiliki keistimewaan karena uskupnya juga menjabat sebagai primat bagi seluruh Gereja."
  89. ^ Salvation outside Church. Boston, Massachusetts (USA): Brill; Lam. 2016-10-07. hlm. 116. ISBN 978-9004326842. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-02-15. Diakses tanggal 2021-04-18. 
  90. ^ Pacheco, John. "Ultra-Traditionalism". catholic-legate.com. The Catholic Legate. Diarsipkan dari versi asli tanggal 4 March 2016. Diakses tanggal 23 December 2016. 
  91. ^ "Roman Catholic" Diarsipkan 2019-04-01 di Wayback Machine. at Catholic Encyclopedia online.
  92. ^ Paul Turner, 2007, When other Christians become Catholic. Liturgical Press. ISBN 0-8146-6216-1, p. 141.
  93. ^ Contoh: 1977 Persetujuan dengan Uskup Agung Donald Coggan dari Canterbury Diarsipkan 2011-07-20 di Wayback Machine.
  94. ^ James White 2003, Roman Catholic Worship: Trent to Today, Liturgical Press, ISBN 0-8146-6194-7 page xv
  95. ^ Walsh, Michael (2005). Roman Catholicism. Routledge. hal. 19. Versi online tersedia di sini
  96. ^ Kreeft, hal. 17.
  97. ^ Marthaler, kata pengantar
  98. ^ Yohanes Paulus II, Paus (1997). "Laetamur Magnopere". Vatikan. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-03-02. Diakses tanggal 9 Maret 2008. 
  99. ^ Richardson, hal. 132.
  100. ^ Langan, hal. 118.
  101. ^ Parry, hal. 292.
  102. ^ Collinson, hal. 254–260.
  103. ^ Duffy, hal. 275, hal. 281.
  104. ^ a b Schreck, hal. 15–19.
  105. ^ Brodd, Jefferey (2003). World Religions. Winona, MN: Saint Mary's Press. ISBN 978-0-88489-725-5. 
  106. ^ a b Schreck, hal. 21.
  107. ^ Schreck, hal. 23.
  108. ^ Schreck, hal. 30.
  109. ^ Paragraf nnomor 1131 (1994). "Katekismus Gereja Katolik". Libreria Editrice Vaticana. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-10-14. Diakses tanggal 8 Februari 2008. 
  110. ^ Kreeft, hal. 298–299.
  111. ^ Mongoven, hal. 68.
  112. ^ Roma 1:20
  113. ^ Roma 5:12
  114. ^ Efesus 1:22-23; cf. Roma 12:4-5
  115. ^ Katekismus Gereja Katolik, 2331–2400 Diarsipkan 2008-01-01 di Wayback Machine.
  116. ^ Katekismus Gereja Katolik, 1015 Diarsipkan 2008-08-21 di Wayback Machine.
  117. ^ ""Humanae Vitae, no. 11"". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-03-03. Diakses tanggal 2007-07-21. 
  118. ^ "Catechism of the Catholic Church". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-04-29. Diakses tanggal 1 Januari 2007. 881. Tuhan hanya mengangkat Simon, yang dinamainya Petrus, "batu karang" Gereja-Nya. Ia memberikan kepadanya kunci Gereja-Nya dan menjadikannya gembala dari seluruh kawanan dombanya. 'Jabatan untuk mengikat dan melepaskan yang diberikan kepada Petrus juga diberikan kepada kumpulan para rasul yang dipersatukan dalam kepemimpinannya.' Jabatan pastoral Petrus adn para rasul lainnya ini merupakan dasar Gereja dan dilanjutkan oleh para uskup di bawah keutamaan Paus. 
  119. ^ Ignatius dari Antiokhia. "Letter to the Smyrnaeans". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-07-13. Diakses tanggal 2007-01-18.  para. 8.
  120. ^ "The Authority of the Pope: Part I". Catholic Answers. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-09-03. Diakses tanggal 2009-07-18. 
    Primacy of the Apostolic See Diarsipkan 2015-10-15 di Wayback Machine., Corunum Catholic Apologetic Web Page, diakses 30 Nov. 2006
  121. ^ Ware, Kallistos. "The Great Schism". The Orthodox Church. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-04-12. Diakses tanggal 2006-12-02. Gereja Timur mengakui Paus sebagai uskup yang pertama di dalam Gereja, tetapi menganggapnya sebagai yang pertama di antara yang sederajat. 
  122. ^ 2 Korintus 11:13-15; 2 Petrus 2:1-17; 2 Yohanes 7-11; Yudas 4-13
  123. ^ Kisah 15:1-2
  124. ^ "It is our desire that all the various nations which are subject to our clemency and moderation should continue to the profession of that religion which was delivered to the Romans by the divine Apostle Peter, as it has been preserved by faithful tradition and which is now professed by the Pontiff Damasus and by Peter, Bishop of Alexandria, a man of apostolic holiness. ... We authorize the followers of this law to assume the title Catholic Christians; but as for the others, since in our judgment they are foolish madmen, we decree that they shall be branded with the ignominious name of heretics, and shall not presume to give their conventicles the name of churches." Halsall, Paul (1997). "Theodosian Code XVI.i.2". Medieval Sourcebook: Banning of Other Religions. Fordham University. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-02-27. Diakses tanggal 2007-01-19.  Teks "diakses 19 Sept. 2006" akan diabaikan (bantuan);
  125. ^ MacCulloch, Diarmaid (2003). The Reformation: A History. Penguin Group. hlm. 412. ISBN 978-0-7139-9370-7. ; MacCulloch adds "admittedly, that might not have been much consolation to those burned at the stake."; see also Kamen, Henry (1999). The Spanish Inquisition: A Historical Revision. Yale University Press. hlm. 59-60, 189-90, 203, 301. ISBN 0-300-07880-3. 
  126. ^ "In view of the pastoral nature of the Council, it avoided any extraordinary statement of dogmas that would be endowed with the note of infallibility, but it still provided its teaching with the authority of the supreme ordinary Magisterium. This ordinary Magisterium, which is so obviously official, has to be accepted with docility, and sincerity by all the faithful, in accordance with the mind of the Council on the nature and aims of the individual documents" (Paus Paulus VI, at [1]Diarsipkan 2013-03-03 di Wayback Machine. General Audience of 12 Januari 1966
  127. ^ "The use of the Latin language, with due respect of particular law, is to be preserved in the Latin rites. But since the use of the vernacular, whether in the Mass, the administration of the sacraments, or in other parts of the liturgy, may fequently be of great advantage to the people, a wider use may be made of it, especially in ... It is for the competent territorial ecclesiastical authority ... to decide whether, and to what extent, the vernacular language is to be used" (Sacrosanctum Concilium, 36 Diarsipkan 2008-02-21 di Wayback Machine.).
  128. ^ Pope Paul VI (1963). "Sacrosanctum Concilium, 2". Vatican. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-02-21. Diakses tanggal 2006-09-15.  ; Catechism of the Catholic Church 1068-69 Diarsipkan 2007-01-13 di Wayback Machine.
  129. ^ Catechism of the Catholic Church, 1423-1424 Diarsipkan 2007-12-12 di Wayback Machine.
  130. ^ Catechism of the Catholic Church 2558 Diarsipkan 2008-06-18 di Wayback Machine.
  131. ^ Joseph Card. Ratzinger, Alberto Bovone (1992). "Surat kepada para uskup Gereja Katolik mengenai beberapa aspek dari Gereja yang difahami sebagai Komuni, 9". Vatican. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-12-15. Diakses tanggal 2006-09-15. 
  132. ^ Lumen Gentium Diarsipkan 2014-09-06 di Wayback Machine. §8
  133. ^ Lumen Gentium Diarsipkan 2014-09-06 di Wayback Machine. §26
  134. ^ "Kanon 42". Kitab Hukum Kanonik Gereja-Gereja Timur. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-07-01. Diakses tanggal 2007-04-22. 
  135. ^ "Kanon 375". 1983 Kitab Hukum Kanonik. Vatican. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-02-19. Diakses tanggal 2007-04-22. 
  136. ^ Committee on the Diaconate. "Frequently Asked Questions About Deacons". United States Conference of Catholic Bishops. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-02-24. Diakses tanggal 2007-06-02. 
  137. ^ cf. Code of Canon Law, canon 11 Diarsipkan 2010-08-13 di Wayback Machine.
  138. ^ Circular Letter 10279/2006 of 13 March 2006 from the Pontifical Council for Legislative Texts to Presidents of Episcopal Conferences (Canon Law Society of America Diarsipkan 2008-03-09 di Wayback Machine.)
  139. ^ "J.L. Heilbron". London Review of Books. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-06-08. Diakses tanggal 2006-09-15. 
  140. ^ Lindberg, David (2003). When Science and Christianity Meet. University of Chicago Press. ISBN 0-226-48214-6. 
  141. ^ Goldstein, Thomas (1995). Dawn of Modern Science: From the Ancient Greeks to the Renaissance. Da Capo Press. ISBN 0-306-80637-1. 
  142. ^ Pope John Paul II (1998). "Fides et Ratio (Faith and Reason), IV". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-07-01. Diakses tanggal 2006-09-15. 
  143. ^ Choupin, Valeur des Decisions Doctrinales du Saint Siege
  144. ^ "How the Catholic Church Built Western Civilization". Catholic Education Resource Center. 2005. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-07-12. Diakses tanggal 2007-01-13. 
  145. ^ Boffetti, Jason (2001). "Tolkien's Catholic Imagination". Crisis Magazine. Morley Publishing Group. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-08-21. Diakses tanggal 2007-01-06. 
  146. ^ Voss, Paul J. (2002). "Assurances of faith: How Catholic Was Shakespeare? How Catholic Are His Plays?". Crisis Magazine. Morley Publishing Group. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-02-22. Diakses tanggal 2007-01-06. 
  147. ^ de Torre, Fr. Joseph M. (1997). "A Philosophical and Historical Analysis of Modern Democracy, Equality, and Freedom Under the Influence of Christianity". Catholic Education Resource Center. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-04-20. Diakses tanggal 2007-01-06. 
  148. ^ Schumpeter, Joseph (1954). History of Economic Analysis. London: Allen & Unwin. 
  149. ^ "Review of How the Catholic Church Built Western Civilization by Thomas Woods, Jr". National Review Book Service. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-08-22. Diakses tanggal 2006-09-16. 
  150. ^ Risse, Guenter B (1999). Mending Bodies, Saving Souls: A History of Hospitals. Oxford University Press. hlm. 59. ISBN 0-19-505523-3. 
  151. ^ Walsh, James Joseph (1924). The world's debt to the Catholic Church. The Stratford Company. hlm. 244. 
  152. ^ von Pastor, Ludwig (1891). The History of the Popes from the Close of the Middle Ages (Volume V). B. Herder. hlm. 65. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-08-01. Diakses tanggal 2007-01-08.  cf. Luther, Martin. (1967). Luther's Works, American Edition, 55 vols. Helmut T. Lehmann, Theodore G. Tappert, editors, Concordia Publishing House and Fortress Press, Table Talk, vol. 54, p.296, No. 3930, ( recorded by Anthony Lauterbach, August 1, 1538 ). ISBN 0-8006-0354-0
  153. ^ Catholic League for Religious and Civil Rights (2004). "Sexual Abuse in Social Context: Catholic Clergy and Other Professionals". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-06-07. Diakses tanggal 2006-09-16. 
  154. ^ Bono, Agostino. "John Jay Study Reveals Extent of Abuse Problem". Catholic News Service. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-11-23. Diakses tanggal 2007-01-20. 
  155. ^ "Canon 1395". Code of Canon Law. Vatican. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-03-08. Diakses tanggal 2007-01-20. 

Daftar pustaka

sunting

Pranala luar

sunting