Bahan tambahan pangan

bahan yang ditambahkan ke dalam olahan makanan
(Dialihkan dari Zat aditif)

Aditif makanan atau bahan tambahan makanan adalah bahan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dalam jumlah kecil, dengan tujuan untuk memperbaiki penampakan, cita rasa, tekstur, dan memperpanjang daya simpan.[1] Selain itu dapat meningkatkan nilai gizi seperti protein, mineral dan vitamin.[1] Penggunaan aditif makanan telah digunakan sejak zaman dahulu.[1] Bahan aditif makanan ada dua, yaitu bahan aditif makanan alami dan buatan (sintetis).[1]

selai kacang dibuat dengan pengental

Bahan tambahan makanan adalah bahan yang bukan secara alamiah merupakan bagian dari bahan makanan, tetapi terdapat dalam bahan makanan tersebut karena perlakuan saat pengolahan, penyimpanan atau pengemasan.[1]

Agar makanan yang tersaji tersedia dalam bentuk yang lebih menarik, rasa enak, rupa dan konsistensinya baik serta awet maka sering dilakukan penambahan bahan tambahan makanan yang sering disebut zat aditif kimia.[1] Adakalanya makanan yang tersedia tidak mempunyai bentuk yang menarik meskipun kandungan gizinya tinggi.[1]

Bahan aditif makanan dapat digolongkan menjadi beberapa kelompok tertentu tergantung kegunaanya, di antaranya:

Antibuih

sunting
 
Kalsium alginat

Antibuih adalah bahan tambahan pangan untuk mencegah atau mengurangi pembentukan buih.[2] Termasuk dalam kelompok ini yang diizinkan oleh Permenkes adalah: kalsium alginat dan mono- dan digliserida asam lemak.

Antikempal

sunting
 
Asam miristat

Antikempal adalah bahan tambahan pangan yang ditambahkan ke dalam serbuk atau granul, untuk mencegah mengempalnya produk pangan, sehingga mudah dikemas, ditranspor, dan dikonsumsi.[2][3] Termasuk dalam kelompok ini yang diizinkan oleh Permenkes adalah:[4]

Antioksidan

sunting
 
Asam askorbat

Antioksidan merupakan molekul yang mampu memperlambat atau mencegah proses oksidasi molekul lain,[5] sehingga antioksidan sebagai bahan aditif makanan adalah bahan tambahan pangan untuk mencegah atau menghambat kerusakan pangan akibat oksidasi.[6] Termasuk dalam kelompok ini yang diizinkan oleh Permenkes adalah:

Bahan pengarbonasi

sunting
 
Karbon dioksida

Bahan pengarbonasi adalah bahan tambahan pangan untuk membentuk karbonasi di dalam pangan.[7] Termasuk dalam kelompok ini yang diizinkan oleh Permenkes adalah: karbon dioksida (CO).

Garam pengemulsi

sunting
 
Natrium sitrat
 
Gom arab sebagai agen pengemulsi

Garam pengemulsi adalah bahan tambahan pangan untuk mendispersikan protein dalam keju sehingga mencegah pemisahan lemak.[7] Termasuk dalam kelompok ini yang diizinkan oleh Permenkes adalah:[8]

Gas untuk kemasan

sunting

Gas untuk kemasan adalah bahan tambahan pangan berupa gas, yang dimasukkan ke dalam kemasan pangan sebelum, saat, maupun setelah kemasan diisi dengan pangan untuk mempertahankan mutu pangan dan melindungi pangan dari kerusakan.[9] Termasuk dalam kelompok ini yang diizinkan oleh Permenkes adalah: Karbon dioksida dan nitrogen.

Humektan

sunting
 
Gliserol

Humektan adalah bahan tambahan pangan untuk mempertahankan kelembaban pangan.[9] Sebuah humektan menarik dan mempertahankan kelembaban udara sekitarnya melalui penyerapan, menarik uap air ke dalam dan/atau di bawah permukaan objek.[10][11] Termasuk dalam kelompok ini yang diizinkan oleh Permenkes adalah:[9]

Pelapis

sunting
 
Lilin karnauba

Pelapis adalah bahan tambahan pangan alami maupun sintetis untuk melapisi permukaan pangan sehingga mencegah kehilangan air serta memberikan efek perlindungan dan/atau penampakan mengkilap.[9][12] Termasuk dalam kelompok ini yang diizinkan oleh Permenkes adalah:[9]

Pemanis

sunting
 
Aspartam

Pemanis adalah bahan tambahan pangan berupa pemanis alami dan pemanis buatan yang memberikan rasa manis pada produk pangan.

Pemanis alami

sunting

Pemanis alami adalah pemanis yang dapat ditemukan dalam bahan alam meskipun prosesnya secara sintetik ataupun fermentasi. Termasuk dalam kelompok ini yang diizinkan oleh Permenkes adalah:[13]

Pemanis buatan

sunting

Pemanis buatan adalah pemanis yang diproses secara kimiawi, dan senyawa tersebut tidak berada di alam.[13] Zat pemanis buatan biasanya digunakan untuk membantu mempertajam rasa.[1] Termasuk dalam kelompok ini yang diizinkan oleh Permenkes adalah:[13]

Pembawa

sunting
 
Propilen glikol

Pembawa adalah bahan tambahan pangan yang digunakan untuk memfasilitasi penanganan, aplikasi atau penggunaan bahan tambahan pangan lain atau zat gizi di dalam pangan dengan cara melarutkan, mengencerkan, mendispersikan atau memodifikasi secara fisik bahan tambahan pangan lain atau zat gizi tanpa mengubah fungsinya dan tidak mempunyai efek teknologi pada pangan. Termasuk dalam kelompok ini yang diizinkan oleh Permenkes adalah:[14]

 
Serbuk pektin

Pembentuk gel

sunting

Pembentuk gel adalah bahan tambahan pangan untuk membentuk gel.[14] Termasuk dalam kelompok ini yang diizinkan oleh Permenkes adalah:[14]

Pembuih

sunting
 
Selulosa

Pembuih adalah bahan yang memfasilitasi pembentukan buih seperti surfaktan atau pembuat gelembung. Suatu surfaktan, ketika hadir dalam jumlah kecil, mengurangi tegangan permukaan cairan (mengurangi kerja yang diperlukan untuk membuat buih) atau meningkatkan stabilitas koloid dengan menghambat penyatuan gelembung.[15] Sebagai bahan tambahan pangan, pembuih berguna untuk membentuk atau memelihara homogenitas dispersi fase gas dalam pangan berbentuk cair atau padat. Termasuk dalam kelompok ini yang diizinkan oleh Permenkes adalah:[14]

Pengatur keasaman

sunting
 
Kristal NaOH

Pengatur keasaman adalah bahan tambahan pangan untuk mengasamkan, menetralkan dan/atau mempertahankan derajat keamanan pangan.[16] Termasuk dalam kelompok ini yang diizinkan oleh Permenkes adalah:[17]

Pengawet

sunting
 
Kristal asam benzoat

Pengawet adalah bahan tambahan pangan untuk mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman, penguraian, dan perusakan lainnya terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme.[18] Termasuk dalam kelompok ini yang diizinkan oleh Permenkes adalah:[19]

Pengembang

sunting
 
Dextrin

Pengembang adalah bahan tambahan pangan berupa senyawa tunggal atau campuran untuk melepaskan gas sehingga meningkatkan volume adonan.[20] Termasuk dalam kelompok ini yang diizinkan oleh Permenkes adalah:[20]

Pengemulsi

sunting
 
Gom akasia Senegal yang lebih dikenal dengan Gom Arab
 
Gom guar
 
Struktur molekul berbagai jenis of karagen

Pengemulsi (emulsifier) adalah zat yang dapat mempertahankan dispersi lemak dalam air dan sebaliknya.[21] Dalam konteks aditif makanan, pengemulsi adalah bahan tambahan pangan untuk membantu terbentuknya campuran yang homogen dari dua atau lebih fasa yang tidak tercampur seperti minyak dan air.[20] Termasuk dalam kelompok ini yang diizinkan oleh Permenkes adalah:[22]

Pengental

sunting

Bahan tambahan pangan ini berguna untuk menstabilkan atau mengentalkan makanan yang dicampur dengan air, sehingga membentuk kekentalan tertentu.[23] Termasuk dalam kelompok ini yang diizinkan oleh Permenkes adalah:[24]

Pengeras

sunting
 
Kalsium sitrat tetrahidrat

Pengeras adalah bahan tambahan pangan untuk memperkeras, atau mempertahankan jaringan buah dan sayuran, atau berinteraksi dengan bahan pembentuk gel untuk memperkuat gel. Termasuk dalam kelompok ini yang diizinkan oleh Permenkes adalah:[25]

Penguat rasa

sunting
 
Kristal monosodium glutamat digunakan sebagai penguat rasa

Penguat rasa adalah bahan tambahan pangan untuk memperkuat atau memodifikasi rasa dan/atau aroma yang telah ada dalam bahan pangan tanpa memberikan rasa dan/atau aroma baru.[25] Termasuk dalam kelompok ini yang diizinkan oleh Permenkes adalah:[26]

Peningkat volume

sunting
 
Eucheuma denticulatum pada lokasi budidaya di Bweleo, Zanzibar

Peningkat volume adalah bahan tambahan pangan untuk meningkatkan volume pangan.[26] Termasuk dalam kelompok ini yang diizinkan oleh Permenkes adalah:[27]

Penstabil

sunting
 
Gom Arab sebagai penstabil.

Penstabil adalah bahan tambahan pangan untuk menstabilkan sistem dispersi yang homogen pada pangan.[28] Termasuk dalam kelompok ini yang diizinkan oleh Permenkes adalah:[29]

Peretensi warna

sunting

Peretensi warna adalah bahan tambahan pangan yang dapat mempertahankan, menstabilkan, atau memperkuat intensitas warna pangan tanpa menimbulkan warna baru. Termasuk dalam kelompok ini yang diizinkan oleh Permenkes adalah:[30] magnesium karbonat dan magnesium hidroksida.

Perisa

sunting
 
Fool raspberry

Perisa adalah bahan tambahan pangan berupa preparat konsentrat dengan atau tanpa ajudan perisa yang digunakan untuk memberi rasa dengan pengecualian rasa asin, manis, dan asam.[30]

Perisa dikelompokkan menjadi:[30]

  1. Perisa alami;
  2. Perisa identik alami; dan
  3. Perisa artifisial.

Kelompok di atas dapat terdiri dari satu atau lebih jenis yang ada dalam tabel berikut:[31]

  1. Bahan baku aromatik alami adalah bahan baku yang berasal dari tumbuhan atau hewan yang cocok digunakan dalam penyiapan/pembuatan/pengolahan perisa alami. Bahan baku tersebut termasuk bahan pangan, rempah-rempah, herbal, dan sumber tumbuhan lainnya yang tepat untuk aplikasi yang dimaksud. Antara lain bubuk bawang, bubuk cabe, irisan daun jeruk, potongan daun salam, irisan jahe.
  2. Preparat perisa adalah bahan yang disiapkan atau diproses untuk memberikan rasa yang diperoleh melalui proses fisik, mikrobiologis, atau enzimatis dari bahan pangan tumbuhan maupun hewan yang diperoleh secara langsung atau setelah melalui proses pengolahan. Bahan tersebut sesuai untuk konsumsi manusia pada kadar penggunaannya tetapi tidak ditujukan untuk dikonsumsi langsung. Antara lain minyak jeruk, ekstrak teh, oleoresin paprika, keju bubuk, ekstrak ragi.
  3. Perisa asap adalah preparat perisa yang diperoleh dari kayu keras termasuk serbuk gergaji, tempurung dan tanaman berkayu yang tidak mengalami perlakuan dan tidak terkontaminasi melalui proses pembakaran yang terkontrol atau distilasi kering atau perlakuan dengan uap yang sangat panas, dan selanjutnya dikondensasikan serta difraksinasi untuk mendapatkan rasa yang diinginkan.
  4. Perisa hasil proses panas adalah preparat perisa dari bahan atau campuran bahan yang diizinkan digunakan dalam pangan, atau yang secara alami terdapat dalam pangan atau diizinkan digunakan dalam pembuatan perisa hasil proses panas, pada kondisi yang setara dengan suhu dan waktu tidak lebih dari 180 °C (356 °F) dan 15 menit serta pH tidak lebih dari 8,0; antara lain perisa yang dihasilkan dari gula pereduksi dan asam amino.

Perlakuan tepung

sunting
 
Adonan roti

Perlakuan tepung adalah bahan tambahan pangan yang ditambahkan kepada tepung untuk memperbaiki warna, mutu adonan, dan/atau pemanggangan, termasuk bahan pengembang adonan, pemucat, dan pematang tepung.[32] Termasuk dalam kelompok ini yang diizinkan oleh Permenkes adalah:[33]

Pewarna

sunting
 
Serbuk riboflavin

Pewarna adalah bahan tambahan pangan berupa pewarna alami dan sintetis, yang ketika ditambahkan atau diaplikasikan pada pangan mampu memberi atau memperbaiki warna.[34]

 
Sebuah minuman yang diberi pewarna merah allura

Propelan

sunting

Propelan adalah bahan tambahan pangan berupa gas untuk mendorong pangan keluar dari kemasan. Termasuk dalam kelompok ini yang diizinkan oleh Permenkes adalah:[36]

Sekuestran

sunting

Sekuestran adalah bahan tambahan pangan yang dapat mengikat ion logam polivalen untuk membentuk kompleks sehingga meningkatkan kestabilan dan kualitas pangan. Termasuk dalam kelompok ini yang diizinkan oleh Permenkes adalah:[37]

Pengujian

sunting

Banyak aditif makanan menyerap radiasi dalam spektrum ultraviolet dan/atau daerah tampak. Absorbansi ini dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi aditif dalam sampel menggunakan kalibrasi eksternal. Namun, aditif dapat berada secara bersama-sama dan absorbansi salah satunya bisa mengganggu absorbansi yang lain. Oleh karena itu, diperlukan tahapan pemisahan terlebih dahulu. Campuran aditif pertama-tama dipisahkan dengan kromatografi cair tekanan tinggi dan kemudian ditentukan on-line menggunakan detektor UV dan/atau sinar tampak.[38]

Efek samping

sunting

Bahan aditif juga bisa membuat penyakit jika tidak digunakan sesuai dosis, apalagi bahan aditif buatan atau sintetis.[21] Penyakit yang biasa timbul dalam jangka waktu lama setelah menggunakan suatu bahan aditif adalah kanker, kerusakan ginjal, dan lain-lain.[21] Maka dari itu pemerintah mengatur penggunaan bahan aditif makanan secara ketat dan juga melarang penggunaan bahan aditif makanan tertentu jika dapat menimbulkan masalah kesehatan yang berbahaya.[21] Pemerintah juga melakukan berbagai penelitian guna menemukan bahan aditif makanan yang aman dan murah.[21]

Undang-undang

sunting

Menurut undang-undang RI No 18 Tahun 2012 tentang Pangan, pada Bab VII mengenai Keamanan Pangan, Bagian Ketiga tentang Pengaturan Bahan Tambahan Pangan pasal 75 dicantumkan:[39]

  1. Setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan
    1. bahan tambahan Pangan yang melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan; dan/atau
    2. bahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan Pangan.
  2. Ketentuan mengenai ambang batas maksimal dan bahan yang dilarang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Kehalalan

sunting

Daftar bahan tambahan makanan yang termasuk kelompok diragukan kehalalannya:[40]

Tabel 1 Daftar Bahan tambahan makanan yang diragukan kehalalannya
Bahan makanan Alasan
Kalium nitrat (E252) Dapat dibuat dari limbah hewani atau sayuran. Digunakan untuk pengawet, kuring, mempertahankan warna daging. Contoh pada sosis, ham, keju Belanda.
L-asam tartrat (E334) Kebanyakan sebagai hasil samping industri wine, sebagai antioksidan pemberi rasa asam produk susu beku, jelly, roti, minuman, tepung telur, wine, dll.
Turunan asam tartrat E335, E336, E337, E353 (dari E334) Dapat berasal dari hasil samping industri wine antioksidan, buffer, pengemulsi, dll.
Gliserol/gliserin (E422) Hasil samping pembuatan sabun, lilin dan asam lemak dari minyak/lemak (dapat berasal dari lemak hewani). Sebagai pelarut rasa, menjaga kelembaban (humektan), plasticizer pada pengemas. Bahan coating untuk daging, keju, kue, camilan, dll.
Asam lemak dan turunannya, E430, E431, E433, E434, E435, E436 Dapat berasal dari turunan hasil hidrolisis lemak hewani. Pengemulsi, penstabil, E343: antibusa. Terdapat pada produk roti dan kue, donat, produk susu (es krim), desserts beku, minuman, dll.
Pengemulsi yang dibuat dari gliserol dan/atau asam lemak (E470 – E495) Dapat dibuat dari hasil hidrolisis lemak hewani untuk menghasilkan gliserol dan asam lemak sebagai pengemulsi, penstabil, pengental, pemodifikasi tekstur, pelapis, pemlastis, dll. Terdapat pada Snacks, margarin, pencuci mulut, coklat, cake, puding.
Edible bone phosphate (E542) Dibuat dari tulang hewan, anti craking agent, suplemen mineral. Terdapat pada makanan suplemen.
Asam stearat Dapat dibuat dari lemak hewani walaupun secara komersial dibuat secara sintetik dari anticracking agent.
L-sistein E920 Dapat dibuat dari bulu hewan/unggas dan di Cina dibuat dari bulu manusia. Sebagai bahan pengembang adonan, bahan dasar pembuatan perisa daging. Untuk produksi tepung dan produk roti, bumbu dan perisa.
Wine vinegar dan malt vinegar Masing-masing dibuat dari wine dan bir. Sebagai pemberi rasa bumbu-bumbu, saus, salad.

Bahan yang dilarang

sunting

Selain mengatur bahan tambahan pangan yang diizinkan, Permenkes no 033/2012 juga mengatur bahan kimia yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan pangan. Berikut adalah bahan kimia yang dimaksud dalam Permenkes tersebut:[41]

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d e f g h Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan (2006), Pemanfaatan Zat Aditif Secara Tepat, Lampung: Badan Pengendalian Obat dan Makanan (BPOM), hlm. 12 
  2. ^ a b Permenkes 033/2012 hal 13
  3. ^ Anticaking agent
  4. ^ Permenkes 033/2012 hal 13–14
  5. ^ Schuler P. (1990), "Natural Antioxidant Exploited Comercially", dalam Husdont BJF, Food Antioxidants, New York: Elsevier Applied Science 
  6. ^ Permenkes 033/2012 hal 14
  7. ^ a b Permenkes 033/2012 hal 15
  8. ^ Permenkes 033/2012 hal 15-16
  9. ^ a b c d e Permenkes 033/2012 hal 16
  10. ^ Humectant, The Free Dictionary
  11. ^ What is an humectant, wisegeek.org
  12. ^ Shinohara, Seigo; et al. "Water-repellent glazing agent". United States Patent. Diakses tanggal March 21, 2012. [pranala nonaktif permanen]
  13. ^ a b c Permenkes 033/2012 hal 17
  14. ^ a b c d Permenkes 033/2012 hal 18
  15. ^ 1972, 31, 612IUPAC Compendium of Chemical Terminology 2nd Edition (1997)
  16. ^ Permenkes 033/2012 hal 19
  17. ^ Permenkes 033/2012 hal 19–20
  18. ^ Permenkes 033/2012 hal 20
  19. ^ Permenkes 033/2012 hal 20–21
  20. ^ a b c Permenkes 033/2012 hal 21
  21. ^ a b c d e Yandri, A.S. (2006), "Zat Aditif", Makalah Seminar Kimia Expo X 2006, Lampung: Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung: 3 
  22. ^ Permenkes 033/2012 hal 22–24
  23. ^ Puspita I., (2007) Zat Aditif Makanan Diarsipkan 2010-04-11 di Wayback Machine. Diakses pada 2010-04-11.
  24. ^ Permenkes 033/2012 hal 24–26
  25. ^ a b Permenkes 033/2012 hal 26
  26. ^ a b Permenkes 033/2012 hal 27
  27. ^ Permenkes 033/2012 hal 27–28
  28. ^ Permenkes 033/2012 hal 28
  29. ^ Permenkes 033/2012 hal 28–32
  30. ^ a b c Permenkes 033/2012 hal 32
  31. ^ Permenkes 033/2012 hal 32–33
  32. ^ Permenkes 033/2012 hal 33
  33. ^ Permenkes 033/2012 hal 33–34
  34. ^ a b Permenkes 033/2012 hal 34
  35. ^ Permenkes 033/2012 hal 34–35
  36. ^ a b Permenkes 033/2012 hal 35
  37. ^ Permenkes 033/2012 hal 36
  38. ^ Determination of food additive from wikipedia
  39. ^ "UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN" (PDF), codexindonesia.bsn.go.id, diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2015-04-20, diakses tanggal 2016-01-28 
  40. ^ Hansen and Marsden (1987), E for Additives, England: Thorsons, hlm. 50 .
  41. ^ Permenkes 033/2012 hal 37

Lihat juga

sunting

Daftar Pustaka

sunting

Pranala luar

sunting