Titrasi

metode laboratorium untuk menentukan konsentrasi analit

Titrasi (juga dikenal sebagai titrimetri[1] dan analisis volumetri) adalah metode laboratorium umum dari analisis kimia kuantitatif untuk menentukan konsentrasi analit (zat yang akan dianalisis) yang teridentifikasi. Suatu reagen, yang disebut titran, titer atau titrator,[2] dibuat sebagai larutan standar yang konsentrasi dan volumenya diketahui. Titran bereaksi dengan larutan analit atau titrat untuk menentukan konsentrasi analit. Volume titran yang bereaksi dengan analit disebut volume titrasi.

Buret dan labu Erlenmeyer (labu kerucut) digunakan untuk titrasi asam–basa.

Sejarah dan etimologi

sunting

Kata "titrasi" berasal dari kata bahasa Prancis titrer (1543), yang berarti proporsi emas atau perak dalam koin atau dalam karya emas atau perak; yaitu, ukuran kehalusan atau kemurnian. Tiltre menjadi titre,[3] yang berarti "kehalusan emas paduan",[4] dan kemudian "konsentrasi suatu zat dalam sampel tertentu".[5] Pada tahun 1828, ahli kimia Prancis Joseph Louis Gay-Lussac pertama kali menggunakan titre sebagai kata kerja (titrer), yang berarti "menentukan konsentrasi suatu zat dalam sampel tertentu".[6]

Analisis volumetri berasal dari Prancis pada akhir abad ke-18. François-Antoine-Henri Descroizilles (fr) mengembangkan buret pertama (yang mirip dengan gelas ukur) pada tahun 1791.[7][8][9] Gay-Lussac mengembangkan versi buret yang lebih baik yang mencakup lengan samping, dan menemukan istilah "pipet" dan "buret" dalam makalah tahun 1824 tentang standardisasi larutan indigo.[10] Buret sejati pertama ditemukan pada tahun 1845 oleh ahli kimia Prancis Étienne Ossian Henry (1798–1873).[11][12][13][14] Terobosan penting dalam metodologi dan popularisasi analisis volumetrik dilakukan oleh Karl Friedrich Mohr, yang mendesain ulang buret dengan memasang klem dan tip pada bagian bawah, dan menulis buku teks pertama tentang topik tersebut, Lehrbuch der chemisch-analytischen Titrirmethode (Buku teks metode titrasi kimia analitik), dipublikasikan pada tahun 1855.[15][16]

Prosedur

sunting
 
Analisis sampel tanah menggunakan titrasi.

Pada umumnya, titrasi dimulai dengan gelas kimia (beaker) atau labu Erlenmeyer yang berisi analit dalam jumlah yang sangat tepat dan sejumlah kecil indikator (seperti fenolftalein) yang ditempatkan di bawah buret atau pipet semprit kimia yang berisi titran dan telah dikalibrasi.[17] Sejumlah kecil titran kemudian ditambahkan ke dalam analit dan indikator hingga indikator berubah warna karena bereaksi dengan kelebihan titran, yang menunjukkan tibanya titik akhir titrasi, yang berarti jumlah titran telah menyeimbangkan jumlah analit yang ada, sesuai dengan reaksi antara keduanya. Bergantung pada titik akhir yang diinginkan, satu tetes titran atau kurang dapat menyebabkan perbedaan antara perubahan permanen dan sementara pada indikator. Ketika titik akhir reaksi dicapai, volume reaktan yang dikonsumsi diukur dan digunakan untuk menghitung konsentrasi analit dengan persamaan:

 

dengan Ca adalah konsentrasi analit, biasanya dalam molaritas; Ct adalah konsentrasi titer, biasanya dalam molaritas; Vt adalah volume titer yang digunakan, biasanya dalam liter; M adalah rasio mol analit dan pereaksi dari persamaan kesetimbangan kimia; dan Va adalah volume analit yang digunakan, biasanya dalam liter.[18]

Teknik preparasi

sunting

Umumnya titrasi memerlukan titran dan analit dalam bentuk cairan (larutan). Meskipun padatan biasanya dilarutkan terlebih dahulu ke dalam larutan berair, beberapa pelarut seperti asam asetat glasial atau etanol digunakan untuk kepentingan khusus (seperti dalam petrokimia, yang dikhususkan pada minyak bumi).[19] Analit pekat sering kali diencerkan untuk meningkatkan akurasi.

Kebanyakan titrasi non-asam–basa memerlukan pH yang konstan selama reaksi. Oleh karena itu, larutan penyangga (buffer solution) dapat ditambahkan ke dalam bejana titrasi untuk mempertahankan pH.[20]

Jika dua pereaksi dalam satu sampel dapat bereaksi dengan titran dan hanya satu analit yang dikehendaki, larutan penopeng (masking solution) terpisah dapat ditambahkan ke dalam bejana reaksi untuk menopengi efek ion yang tidak diinginkan.[21]

Beberapa reaksi reduksi–oksidasi (redoks) mungkin memerlukan pemanasan larutan sampel dan titrasi saat larutan masih panas untuk meningkatkan laju reaksi. Sebagai contoh, oksidasi beberapa larutan oksalat memerlukan pemanasan hingga suhu 60 °C (140 °F) untuk mempertahankan agar laju reaksi tetap.[22]

Kurva titrasi

sunting
 
Kurva titrasi khas dari asam diprotik yang dititrasi dengan basa kuat. Yang ditunjukkan di sini adalah asam oksalat yang dititrasi dengan natrium hidroksida. Kedua titik ekuivalen terlihat jelas.

Kurva titrasi adalah kurva planar dalam grafik dengan sumbu x menyatakan volume titran yang ditambahkan sejak awal titrasi, sedangkan sumbu y menyatakan konsentrasi analit pada setiap tahapan titrasi (dalam suatu titrasi asam–basa, sumbu y biasanya mewakili pH larutan).[23]

Dalam titrasi asambasa, kurva titrasi merefleksikan kekuatan asam dan basa terkait. Untuk asam kuat dan basa kuat, kurvanya akan relatif mulus dan sangat tajam di sekitar titik ekuivalen. Oleh karena itu, perubahan kecil pada volume titran di sekitar titik ekuivalen akan mengakibatkan perubahan pH yang besar dan banyak indikator yang mampu mendeteksinya (misalnya kertas lakmus, fenolftalein, atau bromotimol biru).

Jika salah satu pereaksinya merupakan asam atau basa lemah dan pereaksi lainnya merupakan asam atau basa kuat, kurva titrasi tidak wajar dan pergeseran pH berkurang dengan penambahan sedikit titran di sekitar titik ekuivalen. Sebagai contoh, kurva titrasi untuk titrasi antara asam oksalat (asam lemah) dan natrium hidroksida (basa kuat) seperti tampak pada gambar. Titik ekuivalen terjadi antara pH 8-10, yang menunjukkan bahwa larutan bersifat basa pada titik ekuivalen dan indikator seperti fenolftalein akan sesuai. Kurva titrasi yang berhubungan dengan basa lemah dan asam kuat mempunyai gambaran yang serupa, dengan larutan bersifat asam pada titik ekuivalen dan indikator yang sesuai adalah metil jingga dan bromotimol biru.

Titrasi antara asam lemah dan basa lemah mempunyai kurva titrasi yang sangat tidak wajar. Oleh karena itu, tidak ada indikator pasti yang cocok dan pH meter sering digunakan untuk memantau reaksi.[24]

Jenis fungsi yang dapat digunakan untuk menggambarkan kurva titrasi disebut fungsi sigmoid.

Jenis-jenis titrasi

sunting

Terdapat berbagai jenis titrasi dengan prosedur dan tujuan yang berbeda-beda. Jenis titrasi kualitatif yang paling umum adalah titrasi asam–basa dan titrasi redoks.

Titrasi asam–basa

sunting
 
Metil jingga
Indikator Warna pada suasana asam Rentang perubahan warna
(pH)
Warna pada suasana basa
Metil ungu Kuning 0,0—1,6 Ungu
Bromofenol biru Kuning 3,0—4,6 Biru
Metil jingga Merah 3,1—4,4 Kuning
Metil merah Merah 4,4—6,3 Kuning
Lakmus Merah 5,0—8,0 Biru
Bromotimol biru Kuning 6,0—7,6 Biru
Fenolftalein Nirwarna 8,3—10,0 Pink
Alizarin Kuning Kuning 10,1—12,0 Merah

Titrasi asam–basa bergantung pada netralisasi antara asam dan basa ketika dicampur dalam larutan. Selain sampel, indikator pH yang sesuai ditambahkan ke bejana titrasi, yang mewakili rentang pH pada titik ekuivalen. Indikator asam–basa menunjukkan titik akhir titrasi dengan perubahan warna. Titik akhir dan titik ekuivalen tidak sama persis, karena titik ekuivalen ditentukan secara stoikiometri reaksi sedangkan titik akhir hanyalah perubahan warna dari indikator. Oleh karena itu, kehati-hatian dalam pemilihan indikator akan mengurangi kesalahan indikator. Sebagai contoh, jika titik ekuivalen berada pada pH 8,4, maka indikator fenolftalein akan digunakan sebagai pengganti Alizarin Kuning karena fenolftalein akan mengurangi kesalahan indikator Alizarin. Indikator-indikator umum, warnanya, dan rentang pH perubahan warnanya disajikan dalam tabel di atas.[25] Jika diperlukan hasil yang lebih presisi, atau jika reagennya berupa asam lemah dan basa lemah, maka digunakan pH meter atau konduktometer.

Untuk basa yang sangat kuat, seperti reagen organolitium, amida logam, dan hidrida, air umumnya bukan pelarut yang cocok dan indikator yang pKa-nya berada dalam rentang perubahan pH air jarang digunakan. Sebaliknya, titran dan indikator yang digunakan adalah asam yang jauh lebih lemah, dan digunakan pelarut anhidrat seperti THF.[26][27]

 
Fenolftalein, indikator yang umum digunakan dalam titrasi asam dan basa.

Perkiraan pH selama titrasi dapat diperkirakan melalui tiga jenis perhitungan. Sebelum titrasi dimulai, konsentrasi   dihitung dalam larutan asam lemah sebelum menambahkan basa apa pun. Bila jumlah mol basa yang ditambahkan sama dengan jumlah mol asam awal atau disebut titik ekuivalen, salah satu hidrolisis dan pH dihitung dengan cara yang sama seperti menghitung basa konjugasi dari asam yang dititrasi. Antara titik awal dan akhir,   diperoleh dari persamaan Henderson-Hasselbalch dan campuran titrasi dianggap sebagai penyangga. Dalam persamaan Henderson-Hasselbalch, [asam] dan [basa] dikatakan sebagai molaritas yang tetap ada bahkan dengan disosiasi atau hidrolisis. Dalam penyangga,   dapat dihitung dengan tepat tetapi disosiasi HA, hidrolisis   dan swa-ionisasi air harus diperhitungkan.[28] Empat persamaan yang berbeda harus digunakan:[29]

 
 
 
 

Dalam persamaan tersebut,   dan   masing-masing adalah mol asam (HA) dan garam (XA, dengan X adalah kation), yang digunakan dalam penyangga, dan volume larutan adalah V. Hukum aksi massa diterapkan pada ionisasi air dan disosiasi asam untuk menurunkan persamaan pertama dan kedua. Kesetimbangan massa digunakan pada persamaan ketiga, di mana jumlah   dan   masing-masing harus sama dengan jumlah mol asam dan basa terlarut. Keseimbangan muatan digunakan dalam persamaan keempat, di mana ruas kiri mewakili muatan total kation dan ruas kanan mewakili muatan total anion:   adalah molaritas kation (misalnya natrium, jika garam natrium dari kation asam atau natrium hidroksida digunakan dalam pembuatan penyangga).[30]

Titrasi redoks

sunting

Titrasi redoks didasarkan pada reaksi reduksi–oksidasi antara zat pengoksidasi dan zat pereduksi. Suatu potensiometer atau indikator redoks biasanya digunakan untuk menentukan titik akhir titrasi, misalnya ketika salah satu konstituennya adalah zat pengoksidasi kalium dikromat. Perubahan warna larutan dari jingga menjadi hijau tidaklah pasti, oleh karenanya perlu digunakan suatu indikator seperti natrium difenilamina.[31] Analisis belerang dioksida dalam anggur (wine) memerlukan iodin sebagai zat pengoksidasi. Dalam kasus ini, amilum digunakan sebagai indikator; kompleks amilum–iodin berwarna biru terbentuk dengan adanya kelebihan iodin, menandakan titik akhir titrasi.[32]

Beberapa titrasi redoks tidak memerlukan indikator, karena warna konstituennya sangat pekat. Misalnya, dalam permanganometri, warna merah muda yang sedikit bertahan menandakan titik akhir titrasi karena warna zat pengoksidasi kalium permanganat yang berlebih.[33] Dalam iodometri, pada konsentrasi yang cukup besar, hilangnya ion triiodida berwarna merah-cokelat tua dapat digunakan sebagai titik akhir, meskipun pada konsentrasi yang lebih rendah sensitivitasnya perlu ditingkatkan dengan menambahkan indikator amilum, yang membentuk kompleks biru tajam dengan triiodida.

 
Warna titrasi iodometri suatu campuran sebelum (kiri) dan sesudah (kanan) titik akhir titrasi.

Titrasi fase gas

sunting

Titrasi fase gas adalah titrasi yang dilakukan dalam fase gas, khususnya sebagai metode untuk menentukan spesies reaktif melalui reaksi dengan kelebihan beberapa gas, yang bertindak sebagai titran. Dalam satu titrasi fase gas yang umum, gas ozon dititrasi dengan nitrogen oksida sesuai reaksi berikut

O3 + NO → O2 + NO2.[34][35]

Setelah reaksi selesai, kelebihan titran yang tersisa dan produk dikuantifikasi (misalnya dengan spektroskopi transformasi Fourier atau FT-IR); ini digunakan untuk menentukan jumlah analit dalam sampel aslinya.

Titrasi fase gas memiliki beberapa keunggulan dibandingkan spektrofotometri sederhana. Pertama, pengukuran tidak bergantung pada panjang gelombang, karena panjang gelombang yang sama digunakan untuk mengukur kelebihan titran dan produk sekaligus. Kedua, pengukuran tidak bergantung pada perubahan linear absorbansi sebagai fungsi konsentrasi analit seperti yang didefinisikan dalam hukum Beer–Lambert. Ketiga, ia berguna untuk sampel yang mengandung spesies-spesies yang berinterferensi pada panjang gelombang yang biasanya digunakan untuk analit.[36]

Titrasi kompleksometri

sunting

Titrasi kompleksometri bergantung pada pembentukan kompleks antara analit dan titran. Secara umum, mereka memerlukan indikator kompleksometri khusus yang membentuk kompleks lemah dengan analit. Contoh paling umum adalah penggunaan indikator amilum untuk meningkatkan sensitivitas titrasi iodometri. Kompleks amilum berwarna biru tua dengan iodin dan iodida lebih terlihat dibandingkan dengan iodin saja. Indikator kompleksometri lainnya adalah Eriokrom Hitam T untuk titrasi ion kalsium dan magnesium, dan zat pengelat EDTA yang digunakan untuk menitrasi ion logam dalam larutan.[37]

Titrasi potensial zeta

sunting

Titrasi potensial zeta adalah titrasi yang titik akhirnya dipantau menggunakan potensial zeta, bukan menggunakan indikator, untuk menentukan karakteristik sistem heterogen, seperti koloid.[38] Salah satu penggunaannya adalah untuk menentukan titik isoelektrik ketika muatan permukaan menjadi nol, yang dicapai dengan mengubah pH atau menambahkan surfaktan. Penggunaan lainnya adalah penentuan dosis optimum untuk flokulasi atau stabilisasi.[39]

Asai adalah suatu jenis titrasi biologis yang digunakan untuk menentukan konsentrasi virus atau bakteri. Sederet pengenceran dilakukan terhadap sampel dalam perbandingan tetap (misalnya 1:1, 1:2, 1:4, 1:8, dst.) hingga pengenceran terakhir tidak memberikan hasil positif adanya virus. Nilai positif atau negatif dapat ditentukan dengan cara pemeriksaan visual sel yang terinfeksi secara visual di bawah mikroskop atau dengan metode imunoenzimetri seperti penetapan kadar imunosorben taut-enzim (enzyme-linked immunosorbent assay, ELISA). Nilai ini dikenal sebagai titer.[40]

Menentukan titik akhir titrasi

sunting

Beberapa metode untuk menentukan titik akhir titrasi meliputi:[41]

  • Indikator: Suatu senyawa yang berubah warna sebagai respons terhadap perubahan kimia. Suatu indikator asam–basa (misalnya fenolftalein) berubah warna tergantung pada pH. Indikator redoks juga dapat digunakan. Setetes larutan indikator ditambahkan sejak awal titrasi; titik akhir titrasi telah tercapai ketika terjadi perubahan warna.
  • Potensiometer: Suatu instrumen yang mengukur potensial elektroda suatu larutan. Ini digunakan untuk titrasi redoks; potensial elektroda kerja akan tiba-tiba berubah ketika titik akhir titrasi tercapai.
 
Sebuah pH meter elementer yang dapat digunakan untuk memantau reaksi titrasi.
  • pH meter: Sebuah potensiometer dengan elektroda yang potensialnya bergantung pada jumlah ion H+ yang ada dalam larutan. (Ini merupakan contoh elektroda ion-selektif.) pH larutan diukur selama titrasi, lebih akurat dibandingkan dengan indikator; pada titik akhir titrasi akan terjadi perubahan mendadak pada pH yang diukur.
  • Konduktivitas: Suatu pengukuran ion dalam suatu larutan. Konsentrasi ion dapat berubah secara signifikan dalam suatu titrasi, yang akan mengubah konduktivitas. (Misalnya, selama titrasi asam–basa, ion H+ dan OH bereaksi membentuk H2O yang netral.) Karena total konduktansi bergantung pada keberadaan seluruh ion yang ada dalam larutan dan tidak semua ion memiliki kontribusi yang seimbang (karena mobilitas dan kekuatan ion), memperkirakan perubahan konduktivitas lebih sulit daripada mengukurnya.
  • Perubahan warna: Dalam beberapa reaksi, larutan berubah warna tanpa penambahan indikator. Hal ini sering terlihat dalam titrasi redoks ketika perbedaan bilangan oksidasi produk dan reaktan menghasilkan warna yang berbeda.
  • Pengendapan (presipitasi): Jika suatu reaksi menghasilkan padatan, endapan akan terbentuk selama titrasi. Contoh klasiknya adalah reaksi antara Ag+ dan Cl untuk membentuk garam AgCl yang tidak larut. Keruhnya endapan biasanya menyulitkan penentuan titik akhir titrasi secara tepat. Untuk menanggulanginya, titrasi presipitasi sering kali diimbangi dengan titrasi "balik" (lihat di bawah).
  • Kalorimeter titrasi isotermal: Suatu instrumen yang mengukur panas yang dihasilkan atau diserap oleh reaksi untuk menentukan titik akhir titrasi. Ia digunakan dalam titrasi biokimia, seperti penentuan bagaimana substrat mengikat enzim.
  • Titrimetri termometri: Dibedakan dari titrimetri kalorimetri karena panas reaksi (seperti yang ditunjukkan dengan peningkatan atau penurunan suhu) tidak digunakan untuk menentukan jumlah analit dalam larutan sampel. Sebaliknya, titik akhir titrasi ditentukan oleh laju perubahan suhu.
  • Spektroskopi: Digunakan untuk mengukur absorpsi cahaya oleh larutan selama titrasi jika spektrum reaktan, titran, atau produk diketahui. Konsentrasi suatu bahan dapat ditentukan menggunakan hukum Beer.
  • Amperometri: Mengukur arus yang dihasilkan oleh reaksi titrasi sebagai hasil dari oksidasi atau reduksi analit. Titik akhir titrasi terdeteksi sebagai perubahan arus. Metode ini sangat berguna ketika kelebihan titran dapat direduksi, seperti pada titrasi halida dengan Ag+.

Titik akhir dan titik ekuivalen titrasi

sunting

Meskipun istilah titik ekivalen dan titik akhir sering dimaknai sama, keduanya merupakan istilah yang berbeda. Titik ekuivalen adalah penyelesaian reaksi secara teoretis: volume titran yang ditambahkan pada saat jumlah mol titran sama dengan jumlah mol analit, atau kelipatannya (seperti pada asam poliprotik). Titik akhir titrasi adalah titik yang secara nyata teramati, suatu perubahan fisik dalam larutan yang ditentukan oleh suatu indikator atau instrumen yang dinyatakan di atas.[42]

Terdapat sedikit perbedaan antara titik akhir titrasi dan titik ekuivalen titrasi. Kesalahan ini disebut sebagai kesalahan indikator dan tidak dapat ditentukan.[43][sumber terbitan sendiri?]

Titrasi balik

sunting

Titrasi balik adalah titrasi yang dilakukan secara terbalik; bukannya mentitrasi sampel aslinya, tetapi sejumlah pereaksi standar ditambahkan berlebih secara kuantitatif ke dalam sampel, dan kelebihannya dititrasi. Titrasi balik berguna jika titik akhir titrasi balik lebih mudah diidentifikasi dibandingkan titik akhir titrasi normal, seperti pada reaksi presipitasi. Titrasi balik juga berguna jika reaksi antara analit dan titran berlangsung sangat lambat, atau bila analit berada dalam padatan yang tidak larut.[44]

Metode grafis

sunting

Proses titrasi menghasilkan larutan dengan rentang komposisi mulai dari asam murni hingga basa murni. Mengidentifikasi pH yang berkaitan dengan setiap tahapan dalam proses titrasi relatif sederhana untuk asam dan basa monoprotik. Kehadiran lebih dari satu gugus asam atau basa memperumit perhitungan ini. Metode grafis,[45] seperti ekuiligraf,[46] telah lama digunakan untuk menghitung interaksi kesetimbangan pasangan. Metode pemecahan grafis ini mudah diterapkan, meskipun jarang digunakan.

Penggunaan khusus

sunting
 
Titrasi didemonstrasikan kepada siswa sekolah menengah.

Titrasi asam–basa

sunting
  • Untuk bahan bakar biodiesel: limbah minyak nabati (waste vegetable oil, WVO) harus dinetralkan sebelum suatu tumpak dapat diproses lebih lanjut. Sebagian WVO dititrasi dengan basa untuk menentukan keasamannya, sehingga sisa tumpak dapat dinetralkan dengan baik. Hal ini menghilangkan asam lemak bebas dari WVO yang biasanya bereaksi untuk membuat sabun dan bukan bahan bakar biodiesel.[47]
  • Metode Kjeldahl: penentuan kandungan nitrogen dalam sampel. Nitrogen organik didestruksi menjadi amonia dengan asam sulfat dan kalium sulfat. Akhirnya amonia dititrasi balik dengan asam borat dan kemudian dengan natrium karbonat.[48]
  • Nilai asam: massa kalium hidroksida (KOH) (dalam miligram) yang diperlukan untuk menitrasi lengkap suatu asam dalam satu gram sampel. Contohnya adalah penentuan kandungan asam lemak bebas.
  • Nilai saponifikasi: massa KOH (dalam miligram) yang diperlukan untuk menyaponifikasi asam lemak dalam satu gram sampel. Saponifikasi digunakan untuk menentukan rata-rata panjang rantai asam lemak dalam lemak.
  • Nilai ester (atau indeks ester): suatu indeks perhitungan. Nilai ester = Nilai saponifikasi – Nilai asam.
  • Nilai amina: massa KOH (dalam miligram) sama dengan kandungan amina dalam satu gram sampel.
  • Nilai hidroksil: massa KOH (dalam miligram) mewakili gugus hidroksil dalam satu gram sampel. Analit diasetilasi menggunakan asetat anhidrida kemudian dititrasi dengan KOH.

Titrasi redoks

sunting
  • Uji Winkler untuk oksigen terlarut: Digunakan untuk menentukan konsentrasi oksigen dalam air. Oksigen dalam sampel air direduksi menggunakan mangan(II) sulfat, yang bereaksi dengan kalium iodida menghasilkan iodin. Iodin yang dibebaskan sebanding dengan oksigen dalam sampel, sehingga konsentrasi oksigen ditentukan dengan titrasi redoks iodin dengan tiosulfat menggunakan indikator amilum.[49]
  • Vitamin C: Juga dikenal sebagai asam askorbat, vitamin C adalah zat pereduksi yang kuat. Konsentrasinya dapat diidentifikasi dengan mudah ketika dititrasi dengan pewarna biru Diklorofenolindofenol (DCPIP) yang berubah menjadi tak berwarna bila direduksi oleh vitamin C.[50]
  • Reagen Benedict: Kelebihan glukosa dalam urine dapat mengindikasikan diabetes pada pasien. Metode Benedict adalah metode konvensional untuk mengukur glukosa dalam urine menggunakan reagen yang telah dipersiapkan. Dalam jenis titrasi ini, glukosa mereduksi ion kupri menjadi ion kupro yang bereaksi dengan kalium tiosianat menghasilkan endapan putih, yang menandakan titik akhir titrasi.[51]
  • Bilangan bromin: Suatu ukuran ketakjenuhan dalam analit, dinyatakan dalam miligram bromin yang diabsorpsi oleh 100 gram sampel.
  • Bilangan iodin: Suatu ukuran ketakjenuhan dalam analit, dinyatakan dalam gram iodin yang diabsorpsi oleh 100 gram sampel.

Lain-lain

sunting
  • Titrasi Karl Fischer: Suatu metode potensiometri untuk menganalisis sejumlah kecil air dalam suatu senyawa. Sampel dilarutkan dalam metanol, dan dititrasi dengan reagen Karl Fischer (terdiri dari iodin, belerang dioksida, basa dan pelarut, seperti alkohol, mungkin EtOH). Reagen KF mengandung iodin, yang bereaksi secara proporsional dengan air. Dengan demikian, kadar air dapat ditentukan dengan memantau potensial listrik kelebihan iodin.[52]

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ Whitney, W.D; Smith, B.E. (1911). "Titrimetry". The Century Dictionary and Cyclopedia. The Century Co. hlm. 6504. 
  2. ^ Compendium for Basal Practice in Biochemistry. Aarhus University. 2008. 
  3. ^ Ortolang: "titre" (in French): "4. a) 1543 tiltre « proportion d'or ou d'argent dans les monnaies, dans les ouvrages d'or et d'argent » " (tiltre: proportion of gold or silver in monies, in works of gold or silver)
  4. ^ "Etymology On Line: titrate". 
  5. ^ "WordReference: titre and titer". 
  6. ^ Gay-Lussac (1828). "Essai des potasses du commerce" [Assays of commercial potash]. Annales de Chimie et de Physique. 2nd series (dalam bahasa Prancis). 39: 337–368.  In footnote (1) of p. 340, Gay-Lussac first uses titre as a verb: "Il leur serait plus facile de titrer l'acide sulfurique normal au moyen du carbonate de soude ou de potasse pur; … " ([In determining the concentration of sulfuric acid] it would be easier for them to titrate normal sulfuric acid by means of pure sodium or potassium carbonate; … )
  7. ^ Szabadváry, Ferenc (1993). History of Analytical Chemistry. Taylor & Francis. hlm. 208–209. ISBN 2-88124-569-2. 
  8. ^ Descroizilles (1795). "Description et usages du Berthollimêtre, …" [Description and uses of the Berthollimeter, …]. Journal des Arts et Manufactures (dalam bahasa Prancis). 1: 256–276. 
  9. ^ Wisniak, Jaime (2014). "François Antoine Henri Descroizilles". Revista CENIC Ciencias Químicas. 45 (1): 184–193. 
  10. ^ Gay-Lussac (1824). "Instruction sur l'essai du chlorure de chaux" [Instructions on the assaying of chlorinated lime]. Annales de chimie et de physique. 2nd series (dalam bahasa Prancis). 26: 162–175.  On pp. 170–171, Gay-Lussac describes various figures that appear in a plate (illustration) that accompanies the article. From p. 170: " F, petite mesure ou pipette de 2 ½ centimètres cubes, … " ( F, small measure or "pipette" of 2 ½ cc., … ) From p. 171: " I, burette destinée à mesurer la teinture d'épreuve: … " ( I, "burette" intended to measure the test dye: … )
  11. ^ Henry, O. (1845). "Nouvelles expériences sur l'essai des potasses du commerce et appareil dit potassimètre pour l'effectuer" [New experiments on the assay of commercial potash and an apparatus called a "potassimeter" to perform it]. Journale de Pharmacie et de Chimie. 3rd series (dalam bahasa Prancis). 7: 214–222.  A sketch of Henry's burette appears on p. 218.
  12. ^ Szabadváry, Ferenc (1986). "The history of chemical laboratory equipment". Periodica Polytechnica Chemical Engineering. 30 (1–2): 77–95.  See p. 87.
  13. ^ Szabadváry, Ferenc (1966). History of Analytical Chemistry. Diterjemahkan oleh Gyula Svehla. Oxford, England: Permagon Press. hlm. 237. ISBN 9781483157122. 
  14. ^ Christophe, R. (1971). "L'analyse volumétrique de 1790 à 1860. Caractéristiques et importance industrielle. Evolution des instruments" [Volumetric analysis from 1790–1860. Characteristics and industrial importance. Evolution of instruments.]. Revue d'histoire des sciences (dalam bahasa Prancis). 24 (1): 25–44. doi:10.3406/rhs.1971.3172.  From p. 38: " … il préfigure bien ses descendants actuelles … " ( … it [i.e., Henry's burette] foreshadows well its modern descendants … )
  15. ^ Rosenfeld, L. (1999). Four Centuries of Clinical Chemistry. CRC Press. hlm. 72–75. ISBN 90-5699-645-2. 
  16. ^ Mohr, Karl Friedrich (1855). Lehrbuch der chemisch-analytischen Titrirmethode … , part 1 [Textbook of analytical chemistry titration methods …] (dalam bahasa Jerman). Braunschweig, (Germany): Friederich Vieweg und Sohn. hlm. 2–20.  Page 3 shows Mohr's burette; page 12 shows a burette with a glass stopcock (Glasshahn).
  17. ^ Gaiao, Edvaldo da Nobrega; Martins, Valdomiro Lacerda; Lyra, Wellington da Silva; Almeida, Luciano Farias de; Silva, Edvan Cirino da; Araújo, Mário César Ugulino (2006). "Digital image-based titrations". Analytica Chimica Acta. 570 (2): 283–290. doi:10.1016/j.aca.2006.04.048. PMID 17723410. 
  18. ^ Harris, D.C. (2007). Quantitative Chemical Analysis (7ed.). W. H. Freeman and Company. p. 12. ISBN 9780716770411.
  19. ^ Matar, S.; L.F. Hatch (2001). Chemistry of Petrochemical Processes (edisi ke-2). Gulf Professional Publishing. ISBN 0-88415-315-0. 
  20. ^ Verma, Dr. N.K.; S.K. Khanna; Dr B. Kapila. Comprehensive Chemistry XI. New Delhi: Laxmi Publications. hlm. 642–645. ISBN 81-7008-596-9. 
  21. ^ Patnaik, P. (2004). Dean's Analytical Chemistry Handbook (edisi ke-2). McGraw-Hill Prof Med/Tech. hlm. 2.11–2.16. ISBN 0-07-141060-0. 
  22. ^ Walther, J.V. (2005). Essentials of Geochemistry. Jones & Bartlett Learning. hlm. 515–520. ISBN 0-7637-2642-7. 
  23. ^ Reger, D.L.; S.R. Goode; D.W. Ball (2009). Chemistry: Principles and Practice  (edisi ke-3). Cengage Learning. hlm. 684–693. ISBN 978-0-534-42012-3. 
  24. ^ Bewick, S.; J. Edge; T. Forsythe; R. Parsons (2009). CK12 Chemistry. CK-12 Foundation. hlm. 794–797. 
  25. ^ "pH measurements with indicators". Diakses tanggal 31 Desember 2023. 
  26. ^ "Titrating Soluble RM, R2NM and ROM Reagents" (PDF). shenvilab.org/education. 
  27. ^ "Methods for Standardizing Alkyllithium Reagents (literature through 2006)" (PDF). Diakses tanggal 31 Desember 2023. 
  28. ^ Harris, Daniel C. (2007). Quantitative Chemical Analysis (edisi ke-Seventh). Freeman and Company. ISBN 978-0-7167-7041-1. 
  29. ^ Skoog, D.A.; West, D.M.; Holler, F.J. (2000). Analytical Chemistry: An Introduction, seventh edition. Emily Barrosse. hlm. 265-305. ISBN 0-03-020293-0. 
  30. ^ Henry, N.; M.M. Senozon (2001). The Henderson-Hasselbalch Equation: Its History and Limitations. Journal of Chermical Education. hlm. 1499–1503. 
  31. ^ Vogel, A.I.; J. Mendham (2000). Vogel's textbook of quantitative chemical analysis (edisi ke-6). Prentice Hall. hlm. 423. ISBN 0-582-22628-7. 
  32. ^ Amerine, M.A.; M.A. Joslyn (1970). Table wines: the technology of their production. 2 (edisi ke-2). University of California Press. hlm. 751–753. ISBN 0-520-01657-2. 
  33. ^ German Chemical Society. Division of Analytical Chemistry (1959). Fresenius' Journal of Analytical Chemistry (dalam bahasa Jerman). 166-167. University of Michigan: J.F. Bergmann. hlm. 1. 
  34. ^ Hänsch, T.W. (2007). Metrology and Fundamental Constants. IOS Press. hlm. 568. ISBN 978-1-58603-784-0. 
  35. ^ "Gas phase titration". Bureau International des Poids et Mesures. Diakses tanggal 31 Desember 2023. 
  36. ^ DeMore, W.B.; M. Patapoff (September 1976). "Comparison of Ozone Determinations by Ultraviolet Photometry and Gas-Phase Titration". Environmental Science & Technology. 10 (9): 897–899. Bibcode:1976EnST...10..897D. doi:10.1021/es60120a012. 
  37. ^ Khopkar, S.M. (1998). Basic Concepts of Analytical Chemistry (edisi ke-2). New Age International. hlm. 63–76. ISBN 81-224-1159-2. 
  38. ^ Somasundaran, P. (2006). "Calculation of Zeta-Potentials from Electrokinetic Data". Encyclopedia of Surface and Colloid Science (edisi ke-2). CRC Press. 2: 1097. ISBN 0-8493-9607-7. 
  39. ^ Dukhin, A. S. and Goetz, P. J. Characterization of liquids, nano- and micro- particulates and porous bodies using Ultrasound, Elsevier, 2017 ISBN 978-0-444-63908-0
  40. ^ Decker, J.M. (2000). Introduction to immunology. Eleventh Hour (edisi ke-3). Wiley-Blackwell. hlm. 18–20. ISBN 0-632-04415-2. 
  41. ^ "Titration". Science & Technology Encyclopedia. McGraw-Hill. Diakses tanggal 31 Desember 2023. 
  42. ^ Harris, D.C. (2003). Quantitative Chemical Analysis (edisi ke-6). Macmillan. hlm. 129. ISBN 0-7167-4464-3. 
  43. ^ Hannan, H.J. (2007). Technician's Formulation Handbook for Industrial and Household Cleaning Products. Lulu.com. hlm. 103. ISBN 978-0-615-15601-9. [rujukan terbitan sendiri]
  44. ^ Kenkel, J. (2003). Analytical Chemistry for Technicians. 1 (edisi ke-3). CRC Press. hlm. 108–109. 
  45. ^ Hatfield, D. Brooke (2015). "The Equligraph: Revisiting an old tool". tahosa.us. 
  46. ^ Freiser, H. (1963). Ionic Equilibria in Analytical Chemistry. Kreiger. ISBN 0-88275-955-8. 
  47. ^ Purcella, G. (2007). Do It Yourself Guide to Biodiesel: Your Alternative Fuel Solution for Saving Money, Reducing Oil Dependency, Helping the Planet. Ulysses Press. hlm. 81–96. ISBN 978-1-56975-624-9. 
  48. ^ Remington: the science and practice of pharmacy. 1 (edisi ke-21). Lippincott Williams & Wilkins. 2005. hlm. 501. ISBN 0-7817-4673-6. 
  49. ^ Spellman, F.R. (2009). Handbook of Water and Wastewater Treatment Plant Operations  (edisi ke-2). CRC Press. hlm. 545. ISBN 978-1-4200-7530-4. 
  50. ^ Biology. 3. London: Taylor & Francis. 1967. hlm. 52. 
  51. ^ Nigam (2007). Lab Manual Of Biochemistry. Tata McGraw-Hill Education. hlm. 149. ISBN 978-0-07-061767-4. 
  52. ^ Jackson, M.L.; P. Barak (2005). Soil Chemical Analysis: Advanced Course. UW-Madison Libraries Parallel Press. hlm. 305–309. ISBN 1-893311-47-3. 

Pranala luar

sunting