Senatus consultum ultimum
Artikel ini adalah bagian dari seri Politik dan Ketatanegaraan Romawi Kuno |
Zaman |
|
Konstitusi Romawi |
Preseden dan Hukum |
|
Sidang-Sidang Rakyat |
Magistratus |
Magistratus Luar Biasa |
Gelar dan Pangkat |
Senatus Consultum Ultimum atau sering disingkat SCU, adalah istilah dalam bahasa Latin yang secara harfiah berarti "Keputusan Tertinggi Senat". Ini merupakan resolusi darurat yang dikeluarkan oleh Senat Romawi untuk menangani situasi yang dianggap sebagai ancaman serius terhadap keselamatan negara Romawi atau kestabilan Republik Romawi. Keputusan ini memberikan kekuasaan luar biasa kepada magistratus tinggi, biasanya Konsul Romawi, untuk mengambil tindakan apa pun yang diperlukan untuk melindungi negara, termasuk penggunaan kekuatan militer.
Latar Belakang Sejarah
suntingKeberadaan Senatus Consultum Ultimum berawal pada abad ke-2 SM, ketika Republik Romawi dihadapkan pada berbagai ancaman internal yang semakin meningkat, termasuk pemberontakan, ketidakstabilan politik, dan konflik antara kelas-kelas sosial. Sebagai negara yang tidak memiliki undang-undang darurat tertulis yang tetap, Senat Romawi menciptakan mekanisme ini sebagai cara untuk menghadapi krisis yang dapat membahayakan negara tanpa harus memberlakukan diktator. Hal ini juga muncul sebagai pengganti pemberian mandat diktator yang dalam sistem Romawi Kuno memberikan kekuasaan absolut kepada satu orang dalam keadaan darurat.
Penerapan dalam Sejarah
sunting1. Pemberontakan Gaius Gracchus (121 SM)
suntingSalah satu contoh penerapan pertama dari Senatus Consultum Ultimum terjadi pada tahun 121 SM, ketika Senat Romawi mengeluarkan resolusi ini untuk menghadapi ancaman dari Gaius Gracchus, seorang tribunus plebis yang memimpin gerakan reformasi agraria dan distribusi pangan. Gaius Gracchus, bersama para pengikutnya, dianggap berusaha menggulingkan kekuasaan oligarki Romawi. Dalam situasi ini, Senat memberikan kewenangan penuh kepada Konsul Lucius Opimius untuk menumpas pemberontakan. Akibatnya, Gaius Gracchus dan ribuan pendukungnya dibunuh, serta reformasi yang diusulkan ditinggalkan.
2. Krisis Catalina (63 SM)
suntingPenerapan terkenal lainnya dari Senatus Consultum Ultimum terjadi pada 63 SM, ketika Senat, di bawah pimpinan Konsul Cicero, menghadapi konspirasi yang dipimpin oleh Lucius Sergius Catilina (Catalina). Catalina diduga merencanakan kudeta untuk menggulingkan pemerintah dan membunuh beberapa pejabat Romawi. Melalui SCU, Cicero diberi wewenang untuk mengambil tindakan darurat, yang akhirnya memungkinkannya menangkap dan mengeksekusi para konspirator tanpa pengadilan formal. Tindakan ini kemudian menimbulkan kontroversi, terutama karena dianggap melanggar hak-hak sipil para warga negara Romawi.
3. Krisis Julius Caesar (49 SM)
suntingPada 49 SM, saat Julius Caesar kembali ke Roma dengan pasukannya melintasi Sungai Rubicon, Senat Romawi mengeluarkan Senatus Consultum Ultimum untuk menghentikan kemajuannya dan menyerukan perlindungan terhadap republik. Namun, Caesar menolak untuk patuh, dan tindakan ini menjadi pemicu Perang Saudara Romawi yang akhirnya menyebabkan kejatuhan Republik dan munculnya Kekaisaran Romawi.
Mekanisme Penerbitan
suntingSenatus Consultum Ultimum adalah resolusi yang dikeluarkan oleh Senat Romawi melalui sidang yang dihadiri oleh para senator. Sidang ini biasanya dipanggil oleh Konsul atau magistratus tinggi lainnya, dan dalam situasi darurat, diadakan tanpa penundaan. Tidak ada batasan formal yang mengatur bagaimana resolusi ini harus diusulkan atau disetujui, tetapi biasanya diputuskan melalui konsensus mayoritas senator yang hadir.
Setelah disetujui, Senatus Consultum Ultimum memberikan mandat kepada para Konsul atau magistratus dengan wewenang untuk menggunakan segala cara yang dianggap perlu untuk mengatasi ancaman yang dihadapi. Tindakan ini dapat mencakup mobilisasi pasukan, penangkapan tokoh-tokoh yang dianggap sebagai ancaman, atau bahkan hukuman mati tanpa melalui proses hukum yang biasa.
Kontroversi dan Dampak
suntingPenggunaan Senatus Consultum Ultimum dalam sejarah Republik Romawi tidak lepas dari kontroversi, terutama karena resolusi ini sering digunakan untuk menindas lawan politik dengan dalih mempertahankan negara. Misalnya, setelah pembantaian para pengikut Gaius Gracchus, banyak pihak yang mengkritik penggunaan kekuasaan darurat ini sebagai bentuk penindasan terhadap kelas plebeian. Senat juga dituduh menyalahgunakan SCU untuk mempertahankan status quo dan menghambat reformasi yang diperlukan oleh masyarakat Romawi.
Selama krisis Catalina, Cicero menghadapi kritik dari beberapa tokoh politik, termasuk Julius Caesar, karena mengeksekusi konspirator tanpa pengadilan. Meskipun tindakannya disambut dengan pujian dari beberapa kalangan, kemudian hari Cicero diasingkan dari Roma atas tuduhan bahwa dia telah melanggar hukum Romawi dengan cara ini.
Sebagai alat politik, Senatus Consultum Ultimum sering kali menjadi alat bagi kelompok elit yang berkuasa di Senat untuk mempertahankan otoritas mereka dan menindas reformis atau tokoh yang dianggap mengancam tatanan politik tradisional.
Hubungan dengan Diktator
suntingMeskipun memiliki kekuasaan yang besar, Senatus Consultum Ultimum berbeda dari penunjukan seorang diktator dalam sistem Romawi. Dalam keadaan normal, Senat dapat menunjuk seorang diktator dengan mandat terbatas selama enam bulan untuk menangani krisis besar. Namun, pada saat-saat tertentu, alih-alih mengangkat diktator, Senat memilih untuk mengeluarkan SCU, yang memberikan kewenangan luar biasa kepada Konsul, tetapi tidak mengubah struktur pemerintahan yang ada.
Penunjukan diktator lebih jarang digunakan selama periode akhir Republik karena peningkatan ketidakpercayaan terhadap pemusatan kekuasaan pada satu individu. Sebaliknya, SCU menjadi pilihan yang lebih fleksibel dan langsung bagi Senat.
Penghapusan dan Pengaruh terhadap Kekaisaran Romawi
suntingSetelah runtuhnya Republik Romawi dan munculnya Kekaisaran Romawi di bawah Augustus, mekanisme Senatus Consultum Ultimum secara efektif menghilang karena perubahan besar dalam struktur pemerintahan. Kekuasaan darurat kini dipegang oleh kaisar, yang memiliki wewenang penuh untuk bertindak dalam krisis tanpa perlu meminta izin dari Senat.
Namun, prinsip penggunaan kekuasaan darurat untuk melindungi negara tetap ada dalam bentuk imperium maius yang dipegang oleh kaisar, yang secara langsung mewarisi beberapa fungsi yang sebelumnya diatur oleh SCU. Ini mencerminkan transisi dari republik yang berbasis konsensus kolektif menuju otokrasi di bawah kekuasaan tunggal.
Referensi
sunting- Golden 2013, p. 105.
- Momigliano & Lintott 2012.
- Caes. BCiv., 1.5 (decurritur ad illud extremum atque ultimum senatus consultum) with emphasis added.
- Golden 2013, p. 106, citing Caes. BCiv., 1.5.3.
- Caes. BCiv., 1.5.