Peribadatan Gereja Ortodoks Timur

Peribadatan dalam Gereja Ortodoks Timur dipandang sebagai aktivitas terdasar, terutama, dan terpenting dalam gereja, karena peribadatan merupakan suatu proses yang menyatukan manusia dengan Yang Mahatinggi dengan doa-doa yang didaraskan dan dibacakan dalam peribadatan dan hal tersebut merupakan fungsi yang paling esensial atau mendasar dalam Gereja Kristus. Gereja Ortodoks memandang bahwa gereja mereka adalah perwujudan Kristus yang hidup melalui naungan & bimbingan Roh Kudus pada setiap anggota dari gereja itu sendiri. Dengan demikian, gereja dipandang sebagai Tubuh Kristus yang hidup di dunia yang dipersatukan dengan Tubuh Kristus di surga melalui peribadatan yang dilakukan kepada Tuhan.

Karakteristik peribadatan

sunting

Seperti penjelasan sebelumnya, Gereja Ortodoks memandang bahwa tidak ada pemisahan antara Tubuh Kristus di dunia dan di surga. Dengan demikian, peribadatan dalam Gereja Ortodoks menggambarkan kesatuan antara Tubuh Kristus di dunia dan di surga dengan cara-cara yang memungkinkan sehingga para penyembah Tritunggal Mahakudus di dunia diingatkan secara terus-menerus melalui seluruh indranya atas keadaan surgawi gereja. Metode untuk melakukan bentuk peribadatan tersebut jauh dari bentuk kesewenang-wenangan dan sudah diwariskan secara turun-temurun sejak era awal Kekristenan melalui apa yang Gereja Ortodoks sebut sebagai "Tradisi Suci".

Visual

sunting

Aspek yang paling mencolok dalam setiap peribadatan Gereja Ortodoks adalah karakteristik visualnya. Karakteristik visualnya sangat banyak dan sangat beragam dan selalu disertai dengan warna-warna dan bentuk-bentuk yang mencolok serta mampu membawa pelbagai fase dan perasaan gereja yang selalu berubah-ubah sepanjang tahunnya.

Gereja Ortodoks pada umumnya tidak menggunakan instrumen alat musik dalam tiap peribadatannya dan hanya bergantung pada nyanyian dan musik para paduan suara. Pada dasarnya, setiap ucapan dan doa dalam peribadatan Gereja Ortodoks selalu dinyanyikan ataupun didaraskan baik oleh para penyanyi paduan suara, pembaca doa, ataupun umat pada umumnya, kecuali untuk khotbah atau bentuk penyampaian sejenis.

Wewangian

sunting

Peribadatan Gereja Ortodoks pun melibatkan indra penciuman tiap-tiap pemuja Yang Mahatinggi agar mereka dapat lebih merasakan kedekatan dan kehadiran ilahi dalam tiap-tiap aktivitas ibadah mereka dalam gereja. Hal ini biasanya dilakukan dengan membakar pedupaan ataupun menggunakan turibulum dan menghias atau mendekorasi bangunan gereja dengan bunga-bunga dan dedaunan aromatik.

Tindakan

sunting

Gereja Ortodoks juga memandang pentingnya keterlibatan jasad ragawi seorang yang beriman dalam aktivitas ibadatnya kepada Yang Mahatinggi, karena dengan tubuh ragawinya mereka yang beriman dapat melakukan semua bentuk ibadah kepada Tuhan Allah Tritunggal.

Cita rasa

sunting

Terdapat salah satu tradisi awal Kekristenan yang masih terjaga dan selalu menjadi bagian dari setiap peribadatan, yaitu makan dan minum. Tidak hanya makan dan minum roti dan anggur yang telah dikonsekrasi dalam ibadat liturgi, Gereja Ortodoks juga memiliki tradisi makan bersama setelah aktivitas peribadatan baik mengonsumsi buah-buahan, roti, ataupun makanan yang disesuaikan dengan tradisi dan budaya umat setempat.

Struktur peribadatan

sunting

Struktur peribadatan Gereja Ortodoks memiliki banyak ragam sesuai dengan peringatan apa yang dikenang dalam ibadat tersebut. Namun, satu hal yang pasti, peribadatan selalu dalam bentuk nyanyian bukan dalam bentuk ucapan (kecuali untuk penyampaian khotbah atau penyampaian sejenis). Peribadatan biasanya meliputi nyanyian doa dan pujian yang saling bersahutan antara imam dan jemaat ibadah. Gereja Ortodoks menggunakan bahasa liturgi yang berbeda sesuai dengan bahasa yang dimengerti oleh para jemaat gereja setempat. Setiap peribadatan diawali dan diakhiri dengan tanda salib. Bentuk peribadatan yang paling umum adalah Liturgi Ilahi yang biasa dilaksanakan tiap Minggu pagi dan merupakan ibadah sabat gereja serta berpusat pada konsekrasi Ekaristi. Setiap peribadatan melibatkan seluruh indra yang dimiliki manusia dengan tujuan agar setiap anggota jemaat dapat merasakan kehadiran ilahi dan keadaan surgawi selama peribadatan berlangsung.