Rwanda

negara di Afrika Tengah
(Dialihkan dari ISO 3166-1:RW)

Republik Rwanda (Kinyarwanda: Repubulika y'u Rwanda; bahasa Prancis: République du Rwanda; bahasa Inggris: Republic of Rwanda; bahasa Swahili: Jamhuri ya Rwanda), adalah sebuah negara di Afrika Tengah. Negara ini terletak beberapa derajat di bawah garis khatulistiwa dan berbatasan dengan Uganda, Tanzania, Burundi, serta Republik Demokratik Kongo. Semua wilayah Rwanda berada pada elevasi tinggi, dengan didominasi oleh pegunungan di bagian barat, sabana di bagian timur, dan berbagai danau tersebar di seluruh negeri. Iklimnya hangat hingga subtropis, dengan dua musim hujan dan musim kemarau per tahun.

Republik Rwanda

Repubulika y'u Rwanda (Kinyarwanda)
République du Rwanda (Prancis)
SemboyanUbumwe, Umurimo, Gukunda Igihugu
(Kinyarwanda: "Persatuan, Kerja, Patriotisme")
Lagu kebangsaan
Rwanda nziza
(Indonesia: "Rwanda yang indah")
Lokasi  Rwanda  (hijau tua)

– di Afrika  (biru muda & kelabu tua)
– di Uni Afrika  (biru muda)

Lokasi Rwanda
Ibu kota
Kigali
1°56′S 30°35′E / 1.933°S 30.583°E / -1.933; 30.583
Bahasa resmi
Kelompok etnik
Agama
PemerintahanKesatuan kediktatoran otoriter partai dominan presidensial republik konstitusional
• Presiden
Paul Kagame
Édouard Ngirente
LegislatifParlemen
Senat
Umutwe w'Abadepite
Kemerdekaan
• Dari Belgia
1 Juli 1962
• Bergabung di PBB
18 September 1962
• Konstitusi saat ini
26 Mei 2003
Luas
 - Total
26.338 km2 (149)
 - Perairan (%)
5,3
Penduduk
 - Perkiraan 2021
12.955.736[3] (76)
 - Sensus Penduduk 2012
10,515,973[4]
470/km2 (22)
PDB (KKB)2022
 - Total
Kenaikan $37,211 miliar[5]
Kenaikan $2.405[5]
PDB (nominal)2022
 - Total
Kenaikan $12,06 miliar[5]
Kenaikan $910[5]
Gini (2016)43,7[6]
sedang
IPM (2019)Kenaikan 0,543[7]
rendah · 160th
Mata uangFranc Rwanda (FRw)
(RWF)
Zona waktuWaktu Afrika Tengah (CAT)
(UTC+2)
Lajur kemudikanan
Kode telepon+250
Kode ISO 3166RW
Ranah Internet.rw
Sunting kotak info
Sunting kotak info • Lihat • Bicara
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Penduduk Rwanda relatif muda dan masih didominasi pedesaan, sementara kepadatan penduduknya merupakan salah satu yang tertinggi di Afrika. Di Rwanda terdapat tiga kelompok: Hutu, Tutsi, dan Twa. Twa adalah pigmi yang tinggal di hutan dan merupakan keturunan dari penduduk paling pertama Rwanda, tetapi para ahli masih belum sepakat mengenai asal usul dan perbedaan antara Hutu dan Tutsi; beberapa meyakini bahwa keduanya merupakan kasta sosial, sementara yang lain memandangnya sebagai ras atau suku. Kekristenan adalah agama mayoritas di Rwanda, dan bahasa utamanya adalah Bahasa Kinyarwanda, yang dituturkan oleh sebagian besar penduduk Rwanda. Sistem pemerintahan di Rwanda adalah sistem presidensial. Presiden Rwanda adalah Paul Kagame dari Partai Front Patriotik Rwanda (FPR), yang mulai berkuasa pada tahun 2000. Rwanda memiliki tingkat korupsi yang rendah dibandingkan dengan negara-negara tetangganya, tetapi organisasi-organisasi kemanusiaan menyatakan penindasan terhadap golongan oposisi, intimidasi, dan pelarangan dalam kebabasan berpendapat. Negara ini telah diperintah oleh pemerintah administrasi hierarki yang ketat sejak masa pra-kolonial. Di sana sekarang ada 5 provinsi, yang digariskan oleh batas yang digambar pada tahun 2006.

Pemburu-pengumpul menetap di wilayah ini pada Zaman Batu dan Zaman Besi, diikuti oleh Suku Bantu. Penduduk pun bersatu, pertama-tama sebagai klan lalu menjadi kerajaan. Kerajaan Rwanda mendominasi dari masa pertengahan abad ke-18, dengan raja-raja Tutsi yang menguasai yang lain secara militer, memusatkan kekuasaan, dan kemudian mengesahkan kebijakan anti-Hutu. Jerman menjajah Rwanda pada tahun 1884, diikuti oleh Belgia, yang menginvasi pada tahun 1916 saat Perang Dunia I. Kedua negara Eropa tersebut memerintah melalui raja-raja dan menetapkan kebijakan pro-Tutsi. Penduduk Hutu memberontak pada tahun 1959, membantai Suku Tutsi dalam jumlah besar dan akhirnya mendirikan negara bebas yang didominasi oleh Hutu pada tahun 1962. Front Patriotik Rwanda yang dipimpin oleh Tutsi melancarkan Perang Saudara Rwanda pada tahun 1990, lalu diikuti oleh Genosida Rwanda tahun 1994. Dalam peristiwa tersebut, ekstremis Hutu membunuh sekitar 500.000 sampai 1 juta (perkiraan) Tutsi dan kaum Hutu moderat.

Ekonomi Rwanda mengalami kekacauan selama Genosida Rwanda 1994, tetapi setelah itu menguat. Ekonominya didasarkan terutama pada sektor agrikultur. Kopi dan teh merupakan komoditas ekspor yang menjadi sumber devisa utama. Pariwisata merupakan sektor yang berkembang pesat dan kini merupakan sumber devisa utama; di negara ini gorila pegunungan dapat dikunjungi dengan aman, dan wisatawan siap membayar mahal untuk memperoleh izin melacak gorila. Musik dan tari merupakan bagian penting dalam budaya Rwanda, terutama drum dan tari intore. Seni dan kerajinan tradisional juga dibuat di seluruh negeri, seperti imigongo, seni kotoran sapi yang unik.

Sejarah

sunting

Manusia mulai menetap di wilayah yang saat ini dikenal sebagai Rwanda setelah zaman es terakhir, antara periode Neolitik sekitar tahun 8000 SM atau periode lembab panjang yang berlangsung hingga sekitar tahun 3000 SM.[8] Bukti permukiman pemburu-pengumpul yang tersebar dari zaman batu akhir telah ditemukan, yang kemudian diikuti oleh pemukim Zaman Besi yang jumlahnya lebih besar, yang membuat tembikar berlesung dan alat besi.[9][10] Orang-orang tersebut merupakan ennek moyang Twa, sekelompok pemburu-pengumpul pigmi aborigin yang masih menetap di Rwanda hingga kini.[11] Antara tahun 700 SM dan 1500 M, sejumlah orang Bantu bermigrasi ke Rwanda, dan mulai menebang hutan untuk pertanian.[12][11] Kelompok Twa yang tinggal di hutan kehilangan tempat tinggal mereka dan pindah ke leren pegunungan.[13] Terdapat beberapa teori mengenai migrasi Bantu; menurut satu teori, pemukim pertama adalah orang Hutu, sementara orang Tutsi bermigrasi belakangan dan merupakan kelompok ras yang berbeda, kemungkinan berasal dari kelompok Kushitik.[14] Sementara itu, berdasarkan teori alternatif, migrasi berlangsung perlahan, dan kelompok yang datang berintegrasi dan tidak menaklukan masyarakat yang sudah ada.[15][11] Berdasarkan teori ini, pemisahan antara Hutu dan Tutsi baru muncul belakangan dan merupakan pemisahan kelas dan bukan rasial.[16][17]

 
Rekonstruksi istana Raja Rwanda di Nyanza
 
Bendera Rwanda dari tahun 1962 hingga 2001.

Bentuk organisasi sosial pertama di wilayah Rwanda adalah klan (ubwoko).[18] Sistem klan ada di seluruh wilayah Danau Besar, dan terdapat sekitar dua puluh klan di wilayah Rwanda.[19] Klan tidak dibatasi oleh garis silsilah atau wilayah geografis, dan di sebagian besar klan terdapat orang Hutu, Tutsi, dan Twa.[19] Dari abad ke-15, klan mulai bersatu menjadi kerajaan;[20] pada tahun 1700, terdapat sekitar delapan kerajaan di Rwanda.[21] Salah satu di antaranya, yaitu Kerajaan Rwanda dikuasai oleh klan Nyiginya Tutsi yang menjadi semakin dominan pada pertengahan abad ke-18.[22] Kerajaan tersebut mencapai puncak kejayaannya pada abad ke-19 di bawah masa kekuasaan Raja Kigeli Rwabugiri. Rwabugiri menaklukan beberapa negara yang lebih kecil, memperluas wilayah ke barat dan utara,[23][22] serta melancarkan reformasi administratif; salah satunya adalah ubuhake, yang mengharuskan pelindung Tutsi untuk menyerahkan ternak, dan maka status istimewa, kepada klien Hutu atau Tutsi dan memperoleh jasa ekonomi dan personal sebagai gantinya.[24] Reformasi lain adalah uburetwa, yaitu sistem corvée yang mengharuskan Hutu bekerja untuk kepala suku Tutsi.[23] Perubahan yang dilancarkan oleh Rwabugiri mengakibatkan munculnya jurang antara Hutu dan Tutsi.[23] Status orang Twa lebih baik daripada masa pra-kerajaan, dengan beberapa di antaranya menjadi penari di istana kerajaan,[13] namun jumlah mereka terus berkurang.[25]

Konferensi Berlin tahun 1884 menetapkan wilayah Rwanda sebagai bagian dari Kekaisaran Jerman, sehingga memulai masa penjajahan. Penjelajah Gustav Adolf von Götzen adalah orang Eropa pertama yang menjelajahi negara ini pada tahun 1894; ia menyeberang dari wilayah tenggara hingga Danau Kivu dan bertemu dengan sang raja.[26][27] Jerman tidak banyak mengubah struktur sosial Rwanda, tetapi menancapkan kekuasaan dengan mendukung raja dan hierarki yang ada serta mendelegasikan kekuasaan kepada kepala suku setempat.[28] Tentara Belgia mengambil alih Rwanda dan Burundi selama Perang Dunia I, dan memulai periode penjajahan yang lebih langsung.[29] Belgia menyerdehanakan dan memusatkan struktur kekuasaan,[30] serta memulai proyek berskala besar dalam bidang pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum, dan pengawasan agrikultur, termasuk tanaman baru dan pemutakhiran tekhnik agrikultur untuk mengurangi kelaparan.[31] Baik orang Jerman maupun orang Belgia mendukung supremasi Tutsi, serta menganggap Hutu dan Tutsi sebagai ras yang berbeda.[32] Pada tahun 1935, Belgia memperkenalkan kartu identitas yang melabeli setiap orang sebagai Tutsi, Hutu, Twa, atau dinaturalisasi. Sementara sebelumnya seorang Hutu yang kaya dapat menjadi Tutsi yang terhormat, kartu identitas menghentikan perpindahan antara kedua kelas.[33]

Belgium terus menguasai Rwanda sebagai Wilayah Kepercayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah Perang Dunia II, dengan mandat untuk mengawal kemerdekaan.[34][35] Ketegangan menguat antara Tutsi, yang mendukung kemerdekaan awal, dan pergerakan emansipasi Hutu, yang berujung kepada Revolusi Rwanda 1959: aktivis Hutu mulai membunuh orang Tutsi, dan memaksa lebih dari 100.000 orang mengungsi ke negara tetangga.[36][37] Pada tahun 1962, Belgia yang kini pro-Hutu mengadakan referendum dan pemilihan umum, dan mereka memilih menghapuskan monarki. Rwanda dipisahkan dari Burundi dan memperoleh kemerdekaan pada tahun 1962.[38] Kekerasan berlanjut karena Tutsi yang mengungsi mulai menyerang dari negara tetangga dan Hutu membalas dengan pembunuhan dan penindasan berskala besar.[39] Pada tahun 1973, Juvénal Habyarimana melancarkan kudeta dan mulai berkuasa. Diskriminasi pro-Hutu berlanjut, tetapi kesejahteraan ekonomi meningkat sementara kekerasan terhadap orang Tutsi berkurang.[40] Orang Twa tetap termarginalisasi, dan pada tahun 1990 hampir sepenuhnya diusir dari hutan oleh pemerintah; banyak yang kemudian menjadi pengemis.[41] Sementara itu, jumlah penduduk Rwanda yang meningkat dari 1,6 juta pada tahun 1934 menjadi 7,1 juta pada tahun 1989 mengakibatkan munculnya persaingan memperebutkan tanah.[42]

 
Juvénal Habyarimana

Pada tahun 1990, Front Patriotik Rwanda, pemberontak yang kebanyakan terdiri dari pengungsi Tutsi, menyerang Rwanda utara, dan memulai Perang Saudara Rwanda.[43] Kedua pihak mampu mencapai keunggulan selama perang,[44] namun pada tahun 1992 perang telah melemahkan kekuasaan Habyarimana; demonstrasi besar-besaran memaksanya untuk berkoalisi dengan oposisi dan akhirnya menandatangani Persetujuan Arusha 1993 dengan Front Patriotik Rwanda.[45] Gencatan senjata berakhir pada tanggal 6 April 1994 ketika pesawat Habyarimana ditembak di dekat Bandar Udara Kigali, sehingga menewaskan sang presiden.[46] Penembakan ini memicu Genosida Rwanda, yang meletus dalam selang waktu beberapa jam. Selama sekitar 100 hari, sekitar 500.000 hingga 1.000.000[47] Tutsi dan Hutu moderat dibantai dalam serangan yang telah direncanakan dengan baik atas perintah pemerintahan interim.[48] Banyak orang Twa yang juga dibunuh, meskipun tidak ditarget secara langsung.[41] Front Patriotik Rwanda memulai kembali serangan mereka, menguasai negara perlahan-lahan, dan berhasil menguasai seluruh Rwanda pada pertengahan Juli.[49] Tanggapan internasional terhadap Genosida Rwanda sangat minim karena negara-negara besar merasa enggan untuk memperkuat pasukan pemelihara perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa yang sudah kewalahan.[50] Ketika Front Patriotik Rwanda mengambil alih kekuasaan, kurang lebih dua juta Hutu mengungsi ke negara tetangga, terutama Zaire, karena takut akan pembalasan;[51] selain itu, angkatan bersenjata yang dipimpih oleh Front Patriotik Rwanda merupakan salah satu partisipan utama dalam Perang Kongo Pertama dan Kedua.[52] Di Rwanda sendiri, periode rekonsiliasi dan keadilan dimulai, dengan didirikannya Pengadilan Kriminal Internasional untuk Rwanda dan pendirian kembali Gacaca, sistem pengadilan desa tradisional. Selama tahun 2000-an, ekonomi, jumlah wisatawan, dan Indeks Pembangunan Manusia Rwanda meningkat pesat[53][54] antara 2006 dan 2011 angka kemiskinan berkurang dari 57 hingga 45 persen,[55] dan tingkat kematian anak-anak menurun dari 180 per 1000 kelahiran pada tahun 2000 2000 menjadi 111 per 1000 kelahiran pada tahun 2009.[56]

Geografi

sunting
 
Sungai Kagera dan Sungai Ruvubu, bagian dari Nil hulu.

Dengan luas sebesar 26.338 kilometer persegi (10.169 sq mi), Rwanda adalah negara terluas ke-149 di dunia.[57] Ukurannya kurang lebih sebanding dengan Haiti atau negara bagian Maryland di Amerika Serikat.[58][59] Seluruh negara berada di elevasi tinggi: titik terendahnya adalah Sungai Rusizi pada ketinggian 950 meter (3.117 ft) di atas permukaan laut.[58] Rwanda terletak di Afrika Tengah/Timur, dan berbatasan dengan Republik Demokratik Kongo di barat, Uganda di utara, Tanzania di timur, dan Burundi di selatan.[58] Negara ini terletak beberapa derajat dari garis khatulistiwa dan terkurung daratan.[60] Ibu kotanya, Kigali, terletak di tengah Rwanda.[61]

Batas air antara daerah aliran sungai Kongo dan Nil mengalir dari utara ke selatan melalui Rwanda.[62] Sungai terpanjang di negara ini adalah Nyabarongo, yang mulai mengalir di barat daya, dan kemudian mengalir ke utara, timur, dan tenggara sebelum bergabung dengan Sungai Ruvubu untuk membentuk Sungai Kagera; Kagera lalu mengalir ke utara di sepanjang perbatasan timur dengan Tanzania. Nyabarongo-Kagera akhirnya mengalir ke Danau Victoria, dan sumbernya di Hutan Nyungwe merupakan salah satu kandidat sumber Sungai Nil yang masih belum ditentukan.[63] Rwanda punya banyak danau, dan danau yang terbesar adalah Danau Kivu. Danau ini menduduki dasar Celah Albertine di sepanjang perbatasan barat Rwanda. Dengan kedalaman maksimal sebesar 480 meter (1.575 ft),[64] Danau Kivu merupakan salah satu dari dua puluh danau terdalam di dunia.[65] Danau besar lain meliputi Danau Burera, Ruhondo, Muhazi, Rweru, dan Ihema.[66]

 
Danau dan gunung berapi di Pegunungan Virunga

Pegunungan mendominasi Rwanda tengah dan barat; pegunungan tersebut merupakan bagian dari Pegunungan Celah Albertine.[67] Puncak-puncak tertinggi dapat ditemui di gugusan gunung berapi Virunga di barat laut; dengan ketinggian 4.507 meter (14.787 ft), titik tertinggi adalah Gunung Karisimbi.[68] Ketinggian bagian barat negara, yang terletak di ekoregion hutan montane Celah Albertine,[67] bervariasi antara 1.500 meter (4.921 ft) hingga 2.500 meter (8.202 ft).[69] Daerah tengah negara didominasi oleh bukit yang berombak-ombak, sementara perbatasan timur terdiri dari sabana, dataran, dan rawa-rawa.[70]

Rwanda memiliki iklim tropis dan sedang, dengan suhu yang lebih rendah dibanding negara khatulistiwa lainnya karena ketinggiannya.[60] Kigali, yang terletak di tengah negara, memiliki suhu harian yang bervariasi antara 12 °C (54 °F) hingga 27 °C (81 °F), dengan sedikit variasi sepanjang tahun.[71] Terdapat beberapa variasi suhu di seluruh negara; wilayah barat dan utara yang bergunung biasanya lebih dingin daripada daerah timur yang lebih rendah.[72] Terdapat dua musim hujan dalam satu tahun; musim hujan pertama berlangsung dari Februari hingga Juni, dan musim hujan kedua dari September hingga Desember. Selain itu, juga terdapat dua musim kemarau: musim kemarau besar dari Juni hingga September, dan saat itu sering kali tidak terjadi hujan sama sekali, sementara musim kemarau yang lebih pendek dan ringan berlangsung dari Desember hingga Februari.[73] Curah hujan bervariasi, dengan wilayah barat dan barat laut mendapat lebih banyak hujan daripada wilayah timur dan tenggara.[74]


Data iklim Kigali, Rwanda
Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Tahun
Rata-rata tertinggi °C (°F) 25
(77)
25
(77)
25
(77)
25
(77)
24
(75)
24
(75)
26
(79)
27
(81)
27
(81)
26
(79)
25
(77)
25
(77)
27
(81)
Rata-rata terendah °C (°F) 14
(57)
13
(55)
14
(57)
14
(57)
14
(57)
13
(55)
12
(54)
13
(55)
14
(57)
14
(57)
14
(57)
14
(57)
12
(54)
Presipitasi mm (inci) 111
(4.37)
156
(6.14)
140
(5.51)
183
(7.2)
164
(6.46)
23
(0.91)
7
(0.28)
27
(1.06)
63
(2.48)
102
(4.02)
110
(4.33)
93
(3.66)
1.179
(46,42)
Sumber: BBC Weather [75]

Biodiversitas

sunting
 
Topi di Taman Nasional Akagera

Pada zaman prasejarah, hutan montane meliputi sepertiga dari wilayah Rwanda. Vegetasi yang muncul secara alami saat ini hanya terbatas di tiga Taman Nasional, sementara agrikultur teras mendominasi wilayah Rwanda.[76] Di Nyungwe, hutan terbesar yang masih tersisa, terdapat 200 spesies pohon dan juga anggrek dan begonia.[77] Vegetasi di Taman Nasional Volcans kebanyakan adalah bambu dan moorland, sementara luas hutan relatif kecil.[76] Sebaliknya, Akagera memiliki ekosistem sabana yang didominasi oleh acacia. Terdapat beberapa spesies tumbuhan yang terancam di Akagera, seperti Markhamia lutea dan Eulophia guineensis.[78]

Diversitas mamalia besar dapat ditemui di tiga Taman Nasional, yang merupakan wilayah konservasi.[79] Di Akagera terdapat hewan-hewan sabana seperti jerapah dan gajah,[80] sementara di Volcans hidup sekitar sepertiga populasi gorilla pegunungan dunia.[81] Di Hutan Nyungwe terdapat tiga belas spesies primata seperti simpanse dan kolobus Ruwenzori.[82]

Terdapat 670 spesies burung di Rwanda, yang bervariasi di timur dan barat.[83] Di Hutan Nyungwe di barat tercatat 280 spesies, dan 26 di antaranya endemik di Celah Albertine;[83] spesies endemik contohnya adalah Turaco Ruwenzori dan Pternistis nobilis.[84] Sebaliknya, di Rwanda Timur hidup burung-burung sabana seperti Laniarius erythrogaster dan burung rawa-rawa dan danau seperti bangau dan burung jenjang.[83]

Politik

sunting
 
Presiden Rwanda Paul Kagame

Presiden Rwanda adalah kepala negara,[85] dan punya beragam wewenang seperti membuat kebijakan bersama Kabinet,[86] memiliki hak prerogatif untuk memberikan pengampunan,[87] mengomando angkatan bersenjata,[88] menegosiasikan dan meratifikasi traktat,[89] menandatangani perintah presiden,[90] dan menyatakan perang atau keadaan darurat.[88] Presiden dipilih melalui pemilihan umum setiap tujuh tahun,[91] serta dapat menunjuk Perdana Menteri dan anggota Kabinet.[92] Presiden Rwanda saat ini adalah Paul Kagame, yang mulai berkuasa setelah pendahulunya, Pasteur Bizimungu, mengundurkan diri pada tahun 2000. Kagame kemudian memenangkan pemilihan umum tahun 2003 dan 2010,[93][94] meskipun organisasi hak asasi manusia mengkritik pemilu tersebut karena adanya penekanan politik dan kebebasan berpendapat.[95]

Konstitusi Rwanda saat ini ditetapkan melalui referendum nasional pada tahun 2003, yang menggantikan konstitusi transisional yang berlaku semenjak tahun 1994.[96]Konstitusi saat ini mengamanatkan sistem pemerintahan multi partai dan politik yang didasarkan atas demokrasi dan pemilihan umum.[97] Namun, konstitusi juga mengatur partai politik. Menurut Pasal 54, organisasi politik tidak boleh didasarkan pada ras, etnis, suku, klan, daerah, seks, agama, atau pembagian lain yang dapat mengarah ke diskriminasi.[98] Pemerintah juga telah menetapkan hukum yang mengkriminalkan ideologi genosida, yang meliputi intimidasi, pidato fitnah, penolakan genosida, dan pengejekan korban.[99] Menurut Human Rights Watch, hukum tersebut secara efektif menjadikan Rwanda negara satu partai, karena "di bawah selubung mencegah genosida lain, pemerintah menunjukkan ketidaktoleran terhadap perbedaan pendapat yang paling mendasar".[100] Amnesty International juga bersikap kritis dan menyatakan bahwa hukum ideologi genosida telah digunakan untuk "membungkam perbedaan pendapat, termasuk kritik terhadap partai FPR yang sedang berkuasa dan tuntutan keadilan terhadap kejahatan perang yang dilakukan oleh FPR".[101]

Parlemen Rwanda terdiri dari dua kamar. Parlemen membuat undang-undang dan diamanatkan oleh konstitusi untuk mengawasi kegiatan Presiden dan Kabinet.[102] Majelis rendah adalah Dewan Perwakilan, yang terdiri dari 80 anggota yang menjabat selama lima tahun. Dua puluh empat dari jabatan tersebut disiapkan khusus untuk perempuan, yang dipilih melalui majelis pejabat pemerintahan daerah gabungan; tiga kursi lain disiapkan untuk anak muda dan orang cacat; 53 kursi sisanya dipilih melalui hak pilih universal di bawah sistem perwakilan proporsional.[103] Setelah pemilihan umum tahun 2008, terdapat 45 perwakilan perempuan, sehingga menjadikan Rwanda satu-satunya negara yang mayoritas anggota parlemennya perempuan.[104] Majelis tinggi adalah Senat, yang terdiri dari 26 kursi. Anggotanya dipilih oleh berbagai lembaga. Minimal tiga puluh persen senator haruslah perempuan. Senator menjabat selama delapan tahun.[105]

 
Gedung Dewan Perwakilan

Sistem hukum Rwanda banyak didasarkan dari sistem hukum sipil Jerman serta Belgia dan hukum adat.[58] Yudikatif independen dari eksekutif,[106] walaupun Presiden dan Senat terlibat dalam penunjukkan hakim Mahkamah Agung.[107] Human Rights Watch telah memuji pemerintah Rwanda karena kemajuan dalam penegakan keadilan seperti penghapusan hukuman mati[108] namun juga anggota pemerintahan dituduh melakukan campur tangan terhadap yudikatif, seperti penunjukan hakim yang didasari motif politik, penyalahgunaan wewenang jaksa, dan tekanan terhadap hakim agar membuat keputusan tertentu.[109] Menurut konstitusi terdapat dua jenis pengadilan: biasa dan khusus.[110] Pengadilan biasa meliputi Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi, dan pengadilan daerah, sementara pengadilan khusus meliputi pengadilan militer dan pengadilan tradisional Gacaca, yang didirikan kembali untuk mempercepat pengadilan tersangka pelaku genosida.[111]

Tingkat korupsi Rwanda relatif rendah bila dibandingkan dengan sebagian besar negara Afrika lainnya; pada tahun 2010, menurut Transparency International, Rwanda adalah negara terbersih kedelapan dari 47 negara di Afrika Sub-Sahara dan terbersih ke-66 dari 178 negara di dunia.[112] Konstitusi mengamanatkan Ombudsman untuk mencegah dan memberantas korupsi.[113][114] Pejabat (termasuk Presiden) juga diharuskan oleh konstitusi untuk mendeklarasikan kekayaan mereka kepada Ombudsman dan umum; apabila tidak, jabatannya akan ditangguhkan.[115]

Front Patriotik Rwanda (FPR) telah menjadi partai politik yang dominan semenjak tahun 1994. FPR menguasai kursi kepresidenan dan parlemen, dan jumlah suaranya biasanya melebihi 70 persen. FPR dipandang sebagai partai yang didominasi Tutsi, tetapi didukung oleh rakyat, dan dipuji karena mampu menjaga perdamaian, stabilitas, dan pertumbuhan ekonomi.[116] Organisasi hak asasi manusia seperti Amnesty International dan Freedom House mengklaim bahwa pemerintah menekan kebebasan kelompok oposisi dengan membatasi kandidat untuk partai yang bersahabat dengan pemerintah saja, meredam demonstrasi, dan menangkap pemimpin oposisi dan jurnalis.[101][117]

Rwanda adalah anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa,[118] Uni Afrika, Francophonie[119], Komunitas Afrika Timur[120], dan Negara-Negara Persemakmuran[121]. Selama bertahun-tahun pada masa jabatan Habyarimana, Rwanda memiliki hubungan yang dekat dengan Prancis, dan juga Belgia.[122] Akan tetapi, di bawah pemerintahan FPR, Rwanda berupaya mengeratkan hubungan dengan negara tetangga di Afrika Timur dan dengan negara berbahasa Inggris. Hubungan diplomatik dengan Prancis ditangguhkan dari tahun 2006 hingga 2010 akibat pendakwaan pejabat Rwanda oleh hakim Prancis.[60] Hubungan dengan Republik Demokratik Kongo menegang akibat keterlibatan Rwanda dalam Perang Kongo Pertama dan Kedua;[52] tentara Kongo menuduh bahwa Rwanda menyerang mereka, sementara Rwanda menyalahkan pemerintahan Kongo karena gagal memadamkan pemberontakan Hutu di provinsi Kivu Utara dan Selatan.[123][124] Hubungan Rwanda dengan Uganda juga menegang pada tahun 2000an akibat bentrokan antar angkatan bersenjata kedua negara pada tahun 1999 saat masing-masing negara mendukung kelompok pemberontak yang saling bertikai selama Perang Kongo Kedua.[125] Pada tahun 2012, hubungan dengan Uganda dan Republik Demokratik Kongo telah membaik.[125][126]

Pembagian administratif

sunting
 
Provinsi-provinsi Rwanda

Hierarki ketat telah diterapkan semenjak masa pra-penjajahan.[127] Sebelum penjajahan, Raja (Mwami) menetapkan sistem provinsi, distrik, bukit, dan ketetanggaan.[128] Konstitusi Rwanda membagi negara ini berdasarkan provinsi (intara), distrik (uturere), kota besar, munisipalitas, kota kecil, sektor (imirenge), sel (utugari), dan desa (imidugudu); pembagian daerah dan perbatasannya diatur oleh Parlemen.[129]

Kelima provinsi berperan sebagai penengah antara pemerintahan nasional dan distrik untuk memastikan agar kebijakan nasional juga diterapkan di tingkat distrik. "Kerangka Strategis Desentralisasi Rwanda" yang dikembangkan oleh Menteri Pemerintahan Daerah membebankan tanggung jawab kepada provinsi untuk "mengatur masalah pemerintahan di Provinsi, dan juga pemantauan dan evaluasi."[130] Setiap provinsi dikepalai oleh seorang gubernur, yang ditunjuk oleh Presiden dan disetujui oleh Senat.[131] Distrik-distrik bertanggung jawab untuk mengatur layanan umum dan pengembangan ekonomi. Distrik dibagi menjadi sektor, yang bertanggung jawab akan layanan umum yang dimandatkan oleh distrik.[132] Di tingkat distrik dan sektor terdapat sebuah dewan yang dipilih secara langsung dan dijalankan oleh komite eksekutif yang dipilih oleh dewan tersebut.[133] Sel dan desa adalah daerah tingkat terkecil, dan berperan sebagai penghubung antara rakyat dengan sektor.[132] Semua penduduk dewasa merupakan anggota dari dewan sel lokal, yang juga dikepalai oleh komite eksekutif yang dipilih oleh dewan tersebut.[133] Sementara itu, kota Kigali merupakan sebuah otoritas tingkat provinsi yang mengatur perencanaan kota.[130]

Perbatasan saat ini ditetapkan pada tahun 2006 untuk mendesentralisasikan kekuasaan dan menghapuskan kaitan dengan sistem lama dan genosida. Struktur lama yang terdiri dari dua belas provinsi yang berpusat di sekitar kota-kota besar digantikan oleh lima provinsi yang didasarkan pada geografi.[134] Provinsi tersebut adalah Provinsi Utara, Provinsi Selatan, Provinsi Timur, Provinsi Barat, dan Munisipalitas Kigali di pusat.

Ekonomi

sunting
 
Biji kopi di Maraba. Kopi merupakan salah satu sumber kas utama Rwanda.

Ekonomi Rwanda mengalami kehancuran pada saat Genosida 1994 karena korban jiwa, kehancuran infrastruktur, penjarahan, dan pengabaian tanaman panen. Hal ini mengakibatkan merosotnya Produk Domestik Bruto (PDB) dan menghancurkan daya tarik investasi.[58] Semenjak itu, ekonomi telah menguat, dengan PDB per kapita (berdasarkan keseimbangan kemampuan berbelanja) tercatat sebesar $1.284 pada tahun 2011,[135] dibandingkan dengan $416 pada tahun 1994.[136] Tujuan ekspor utama meliputi Cina, Jerman, dan Amerika Serikat.[58] Ekonomi diatur oleh Bank Nasional Rwanda dan mata uangnya adalah franc Rwanda; pada Juni 2010, nilai tukarnya adalah 588 franc untuk satu dollar Amerika Serikat.[137] Rwanda bergabung dengan Komunitas Afrika Timur pada tahun 2007 dan ada rencana untuk menetapkan shilling Afrika Timur pada tahun 2015.[138]

Rwanda hanya memiliki sedikit sumber daya alam,[60] dan ekonomi bergantung pada sektor agrikultur teras yang menggunakan alat sederhana[139] Diperkirakan 90% dari peternakan dan agrikultur meliputi 42,1% dari PDB pada tahun 2010.[58] Semenjak pertengahan tahun 1980an, peternakan dan produksi makanan berkurang akibat perpindahan tempat tinggal orang yang telantar.[140][141] Meskipun ekosistem Rwanda subur, produksi makanan tidak sejalan dengan pertumbuhan penduduk, sehingga makanan harus diimpor.[58]

Hasil panen meliputi kopi, teh, piretrum, pisang, kacang, sorgum, dan kentang. Kopi dan teh adalah komoditas ekspor utama karena didukung oleh elevasi tinggi, lereng curam, dan tanah vulkanik. Namun, ebergantungan kepada ekspor agrikultur mengakibatkan kerentanan terhadap perubahan harga.[142] Sementara itu, hewan yang diternak di Rwanda meliputi sapi, kambing, domba, babi, ayam, dan kelinci.[143] Sistem produksi biasanya masih tradisional, meskipun ada beberapa peternakan intensif di sekitar Kigali.[143] Sayangnya, kelangkaan tanah dan air, makanan yang tidak cukup dan berkualitas rendah, dan penyakit serta layanan dokter hewan yang tidak cukup merupakan penghambat maksimalisasi hasil ternak. Di sisi lain, sektor perikanan dapat ditemui di danau, akan tetapi sumber dayanya hampir habis, sehingga ikan hidup diimpor untuk memulihkan industri ini.[144]

Sektor industri masih kecil, dan meliputi 14,3 dari PDB pada tahun 2010.[58] Produk yang dihasilkan contohnya adalah semen, produk agrikultur, minuman berskala kecil, sabun, furnitur, sepatu, barang plastik, tekstil, dan rokok.[58] Industri penambangan Rwanda juga merupakan sektor yang penting; pada tahun 2008, sektor ini menghasilkan $93 juta.[145] Barang tambang meliputi kasiterit, wolframit, emas, dan koltan, yang digunakan untuk produksi alat elektronik dan komunikasi seperti telepon genggam.[145][146]

 
Gorila pegunungan di Taman Nasional Volcans

Sektor jasa Rwanda mengalami kemunduran selama resesi global akhir dasawarsa 2000-an karena berkurangnya pinjaman bank, bantuan asing, dan investasi.[147] Sektor ini melambung kembali pada tahun 2010, menjadi sektor terbesar negara berdasarkan hasil dan meliputi 43,6% PDB.[58] Penyumbang tersier utama meliputi sektor perbankan dan keuangan, usaha grosir dan eceran, hotel dan restoran, transportasi, gudang, komunikasi, asuransi, lahan yasan, jasa perniagaan, dan tata usaha umum seperti pendidikan dan kesehatan.[147] Pariwisata merupakan sektor yang berkembang paling pesat dan menjadi sumber devisa utama pada tahun 2011.[148] Meskipun memiliki sejarah genosida, Rwanda semakin dipandang sebagai tujuan wisata yang aman;[149] Direktorat Imigrasi dan Emigrasi mencatat bahwa 405.801 datang mengunjungi negara ini antara Januari dan Juni 2011, dengan 16% di antaranya berasal dari luar Afrika.[150] Pendapatan dari sektor pariwisata diperkirakan sebesar US$115,6 juta antara Januari dan Juni 2011; orang yang berlibur menyumbang sekitar 43% dari pendapatan tersebut, meskipun persentasenya hanya 9%.[150] Di Rwanda, gorila pegunungan dapat dikunjungi dengan aman; pelacakan gorila di Taman Nasional Volcans menarik ribuan pengunjung setiap tahunnya, yang siap membayar mahal untuk memperoleh izin.[151] Tujuan wisata lainnya adalah Hutan Nyungwe (tempat tinggal simpanse, kolobus Ruwenzori dan primata lainnya), resor di Danau Kivu, serta Akagera (cagar sabana di wilayah timur Rwanda).[152]

Media dan komunikasi

sunting

Stasiun radio dan televisi terbesar di Rwanda dijalankan oleh negara. Sebagian besar orang Rwanda memiliki akses ke radio dan Radio Rwanda merupakan sumber berita utama di negara. Akses televisi hanya terbatas di wilayah perkotaan.[153] Media sangat dibatasi dan koran sering kali menyensor beritanya untuk menghindari balasan dari pemerintah.[153] Namun, publikasi dalam bahasa Kinyarwanda, Inggris, dan Prancis yang kritis terhadap pemerintah banyak tersedia di Kigali. Batasan meningkat menjelang pemilu presiden 2010, dengan dua koran independen, yaitu Umuseso dan Umuvugizi, ditangguhkan selama enam bulan oleh High Media Council.[154]

Rwandatel adalah perusahaan telekomunikasi tertua di Rwanda. Perusahaan ini menyediakan 23.000 jaringan tetap, sebagian besar untuk institusi pemerintah, bank, lembaga swadaya masyarakat, dan kedutaan.[155] Tingkat langganan jaringan tetap swasta sendiri masih rendah. Pada tahun 2011, penetrasi telepon genggam Rwanda tercatat sebesar 35%, naik 1% dibanding tahun sebelumnya.[156] Layanan ponsel terbesar adalah MTN, yang memiliki 2,5 juta pelanggan, sementara Tigo, layanan terbesar kedua, memiliki 700.000 pelanggan.[156] Layanan ponsel ketiga yang dijalankan oleh Bharti Airtel telah diluncurkan pada tahun 2012.[157] Rwandatel juga mengoperasikan layanan telepon genggam, tetapi regulator industri mencabut lisensinya pada April 2011 karena kegagalan perusahaan tersebut dalam mencapai komitmen investasi yang telah disepakati.[158] Tingkat penetrasi internet masih rendah, tetapi meningkat pesat; pada tahun 2010, terdapat 7,7 pengguna internet per 100 orang, dibandingkan 2,1 per 100 pada tahun 2007.[159] Pada tahun 2011, jaringan komunikasi serat optik sepanjang 2.300 kilometer (1.400 mi) yang menyediakan layanan jalur lebar (broadband) dan memfasilitasi perniagaan elektronik telah selesai dipasang.[160] Jaringan ini terhubung dengan SEACOM, kabel serat optik bawah laut yang menghubungkan komunikasi di Afrika selatan dan timur. Di Rwanda, kabel tersebut terbentang di jalan-jalan besar, menghubungkan kota-kota di seluruh negara.[160] Layanan ponsel MTN juga menjalankan internet nirkabel yang dapat diakses di sebagian besar Kigali melalui abonemen prabayar.[161]

Infrastruktur

sunting
 
Pompa air pedesaan.

Pemerintah Rwanda memprioritaskan pendanaan pengembangan persediaan air selama dasawarsa 2000an.[162] Pendanaan ini, bersama dengan dukungan donatur, membuahkan hasil, yaitu peningkatan pesat akses air bersih; pada tahun 2008, 73% penduduk memperoleh akses ke air bersih, dibandingkan 55% pada tahun 2005.[162] Infrastruktur air negara meliputi sistem perkotaan dan pedesaan yang mengalirkan air ke publik, terutama melalui pipa goyang (standpipe) dan koneksi swasta ke wilayah perkotaan. Di daerah yang tidak dilayani oleh sistem tersebut, pompa tangan dan mata air digunakan.[163] Meskipun curah hujan tercatat melebihi 100 sentimeter (39 in) setiap tahunnya di banyak wilayah,[71] air hujan tidak banyak dimanfaatkan.[163] Akses ke sanitasi tetap rendah; berdasarkan perkiraan PBB pada tahun 2006, hanya 34% penghuni perkotaan dan 20% penghuni pedesaan yang memiliki akses ke sanitasi yang layak.[164] Kebijakan pemerintah untuk memperbaiki sanitasi masih kurang dan lebih tertumpu kepada wilayah perkotaan.[164] Sebagian besar penduduk, baik di kota maupun di desa, menggunakan sanitasi publik.[164]

Hingga dasawarsa 2000an, listrik Rwanda hampir sepenuhnya dihasilkan oleh pembangkit listrik hidroelektrik; pembangkit listrik di Danau Burera dan Ruhondo menghasilkan 90% listrik negara.[165] Akibat curah hujan yang rendah dan aktivitas manusia seperti penghisapan lahan basah Rugezi untuk penanaman dan penggembalaan, ketinggian air kedua danau tersebut menurun drastis semenjak tahun 1990; pada tahun 2004, ketinggian air telah berkurang hingga 50%, sehingga mengakibatkan jatuhnya produksi listrik di kedua pembangkit listrik tersebut.[166] Peristiwa ini, ditambah dengan meningkatnya permintaan karena pertumbuhan ekonomi, mengakibatkan kekurangan dan pemadaman listrik pada tahun 2004.[166] Pemerintah menanggapi dengan memasang generator diesel di sebelah utara Kigali; pada tahun 2006, generator tersebut menghasilkan 56% listrik negara, tetapi sangat mahal.[166] Pemerintah menetapkan beberapa kebijakan untuk menyelesaikan masalah ini, seperti merehabilitasi lahan basah Rugezi, yang memasok air ke Burera dan Ruhondo, serta membuat skema pemanfaatan gas metana dari Danau Kivu, yang diperkirakan akan meningkatkan produksi listrik negara sebesar 40%.[167] Untuk akses listrik sendiri, pada tahun 2009, hanya 6% penduduk Rwanda yang memiliki akses listrik.[168]

Pemerintah telah meningkatkan investasi infrastruktur transportasi di Rwanda semenjak genosida 1994, dengan bantuan dari Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang, dan lainnya. Sistem transportasi berpusat di jaringan jalan, seperti jalan beraspal antara Kigali dengan kota-kota besar lain.[169] Rwanda terhubung jalan dengan negara-negara lain di Afrika Timur, seperti Uganda, Tanzania, Burundi, dan Kenya, serta ke kota Goma dan Bukavu di Republik Demokratik Kongo. Jalur perdagangan terpenting di Rwanda adalah jalan ke pelabuhan Mombasa melalui Kampala dan Nairobi.[170] Bentuk transportasi umum utama di Rwanda adalah angkutan kota. Jalur ekspres menghubungkan kota-kota besar dan layanan lokal disediakan untuk sebagian besar desa di sepanjang jalan utama. Layanan bus tersedia untuk berbagai tujuan di negara tetangga. Negara ini memiliki bandar udara internasional di Kigali yang melayani satu penerbangan domestik dan beberapa penerbangan internasional.[171] Pada tahun 2011, negara ini belum memiliki jalur kereta api, meskipun pendanaan telah disediakan untuk studi kelayakan.[172] Meskipun tidak ada layanan transportasi air umum di kota-kota pelabuhan di Danau Kivu, terdapat layanan swasta terbatas, dan pemerintah telah melancarkan program yang mendukung pengembangan layanan penuh.[169]

Demografi

sunting
 
Anak pedesaan

Berdasarkan perkiraan tahun 2012, jumlah penduduk Rwanda tercatat sebesar 11.689.696.[58] Mayoritas penduduknya masih muda: diperkirakan 42,7% penduduk umurnya masih di bawah 15 tahun, dan 97,5% di bawah 65 tahun. Angka kelahiran tahunan diperkirakan sebesar 40,2 kelahiran per 1000 penduduk, dan angka kematian tercatat sebesar 14,9.[58] Harapan hidup terbilang 58,02 tahun (59,52 tahun untuk perempuan dan 56,57 untuk laki-laki), yang terendah ke-30 di antara 221 negara.[58][173] Rasio seks negara ini sendiri relatif seimbang.[58]

Dengan 408 penduduk per kilometer persegi, kepadatan penduduk Rwanda merupakan salah satu yang tertinggi di Afrika. Sejarawan seperti Gérard Prunier meyakini bahwa genosida 1994 dapat dikaitkan dengan kepadatan penduduk.[42] Masyarakat Rwanda kebanyakan masih bersifat pedesaan, dan hanya ada sedikit kota besar; tempat tinggal penduduk sendiri menyebar secara merata di seluruh negara.[60] Satu-satunya wilayah yang jarang dihuni adalah wilayah sabana di bekas provinsi Umutara dan Taman Nasional Akagera di timur.[174] Kigali adalah kota terbesar dengan jumlah penduduk sebesar satu juta jiwa.[175] Peningkatan jumlah penduduk yang pesat merupakan tantangan bagi pengembangan infrastruktur.[58][176][177] Kota penting lain adalah Gitarama, Butare, dan Gisenyi, ketiganya memiliki jumlah penduduk di bawah 100.000 jiwa.[178] Persentase penduduk perkotaan meningkat dari 6% pada tahun 1990,[176] menjadi 16,6% pada tahun 2006;[179] namun, pada tahun 2011, persentasenya menurun sedikit menjadi 14.8%.[179]

Rwanda sudah bersatu semenjak masa prakolonial,[32] dan penduduknya berasal dari satu kelompok etnik dan linguistik saja, yaitu Banyarwanda;[180] hal ini berbeda dengan sebagian besar negara di Afrika yang perbatasannya ditarik berdasarkan warisan kolonial dan tidak sesuai dengan batas etnis kerajaan-kerajaan prakolonial.[181] Di dalam kelompok Banyarwanda, terdapat tiga kelompok terpisah, yaitu Hutu (84% populasi pada tahun 2009), Tutsi (15%), dan Twa (1%).[182][58] Twa adalah pigmi yang merupakan keturunan dari penduduk pertama Rwanda, tetapi para ahli masih belum sepakat mengenai asal usul dan perbedaan antara Hutu dan Tutsi.[183] Antropolog Jean Hiernaux menyatakan bahwa Tutsi adalah ras yang berbeda, dengan kecenderungan memiliki "kepala, wajah, dan hidung panjang dan kecil";[184] antropolog lain, seperti Villia Jefremovas, meyakini bahwa tidak ada perbedaan fisik dan kategori tersebut tidak kaku secara historis.[185] Pada zaman prakolonial Rwanda, Tutsi merupakan kelompok yang berkuasa, sementara Hutu merupakan petani.[186] Pemerintah Rwanda saat ini tidak menganjurkan perbedaan antara Hutu/Tutsi/Twa, dan telah menghapuskan klasifikasi tersebut di kartu identitas.[187]

 
Gereja Rwamagana

Sebagian besar orang Rwanda memeluk agama Katolik, tetapi ada perubahan demografi keagamaan yang signifikan setelah genosida, dengan banyak orang yang menjadi Kristen Evangelis dan Islam.[188] Pada tahun 2006, 56,5% penduduk Rwanda memeluk agama Katolik, 37,1% Protestan (dengan 11,1% dari antaranya berdenominasi Advent Hari Ketujuh), dan Islam 4.6%,[189] sementara 1,7% menyatakan tidak beragama.[189] Agama tradisional Afrika, meskipun hanya dipeluk oleh 0,1% penduduk, tetap berpengaruh. Banyak orang Rwanda yang memandang bahwa Tuhan dalam agama Kristen sama dengan dewa tradisional Rwanda, Imana.[190]

Bahasa

sunting

Bahasa utama di Rwanda adalah Kinyarwanda. Bahasa Eropa yang dituturkan pada masa kolonial adalah bahasa Jerman dan bahasa Prancis; bahasa Prancis yang dibawa oleh Belgia tetap menjadi bahasa resmi dan banyak dituturkan setelah kemerdekaan.[191] Arus pengungsi dari Uganda dan tempat lain selama abad ke-20[191] mengakibatkan munculnya pemisahan linguistik antara penduduk yang berbahasa Inggris dengan penduduk yang berbahasa Prancis.[192] Kinyarwanda, Inggris, dan Prancis adalah bahasa resmi negara. Kinyarwanda adalah bahasa pemerintahan dan bahasa Inggris merupakan bahasa pengantar utama dalam pendidikan. Bahasa Swahili, lingua franca Afrika Timur, juga dituturkan terutama di wilayah pedesaan.[192] Selain itu, penduduk Rwanda di Pulau Nkombo menuturkan bahasa Amashi, yang berhubungan dekat dengan Kinyarwanda.[193]

Pendidikan dan kesehatan

sunting
 
Pelajar-pelajar di sekolah menengah Rwanda.

Pemerintah Rwanda menyediakan pendidikan gratis di sekolah negeri selama sembilan tahun: sembilan tahun di sekolah dasar dan tiga tahun di sekolah menengah.[194] Selama kampanye pemilihan umum tahun 2010, Presiden Kagame mengumumkan rencana penambahan menjadi dua belas tahun.[195] Banyak anak miskin yang tidak dapat bersekolah karena harus membeli seragam dan buku.[196] Ada banyak sekolah swasta di Rwanda (beberapa dijalankan oleh gereja) yang memiliki silabus yang sama, tetapi menetapkan biaya.[196] Hanya beberapa yang menawarkan kualifikasi internasional. Dari tahun 1994 hingga 2009, bahasa pengantar dalam pendidikan menengah adalah bahasa Prancis atau Inggris; karena meningkatnya hubungan antara Rwanda dengan Komunitas Afrika Timur dan Negara Persemakmuran, kini hanya silabus bahasa Inggris yang digunakan.[197] Di negara ini terdapat beberapa institut pendidikan tinggi seperti Universitas Nasional Rwanda, Institut Sains dan Teknologi Kigali (KIST), dan Institut Pendidikan Kigali.[196] Pada tahun 2009, rasio penerimaan bruto pendidikan tinggi di Rwanda tercatat sebesar 5%.[198] Tingkat melek huruf negara ini, yang didefinisikan sebagai orang berumur 15 atau lebih yang mampu membaca dan menulis, terbilang sebesar 71% pada tahun 2009, dibandingkan dengan 38% pada tahun 1978 dan 58% pada tahun 1991.[199]

 
Sebuah rumah sakit di Butaro, Provinsi Utara.

Kualitas kesehatan di Rwanda masih rendah, tetapi membaik. Angka kematian bayi telah menurun menjadi setengah dari angka kematian bayi pada periode 2005-2010.[200] Negeri ini mengalami kekurangan tenaga medis profesional, dan terjadi pula kelangkaan dan ketidaktersediaan obat.[201] Delapan puluh tujuh persen penduduk memiliki akses kesehatan, tetapi hanya ada dua doktor dan dua tenaga paramedis per 100.000 orang.[202] Pemerintah mencoba memperbaiki keadaan ini sebagai bagian dari Visi 2020. Pada tahun 2008, pemerintah mengalokasikan 9,7% pengeluaran nasional untuk kesehatan, dibandingkan dengan 3,2% pada tahun 1996.[201] Pemerintah juga mendirikan institut pelatihan seperti Institut Kesehatan Kigali.[203] Asuransi kesehatan diwajibkan untuk semua orang pada tahun 2008;[204] pada tahun 2010, lebih dari 90% telah terdaftar dalam asuransi.[205] Prevalensi beberapa penyakit telah berkurang, seperti pemberantasan tetanus maternal dan neonatal[206] serta malaria,[207] namun profil kesehatan Rwanda masih didominasi oleh penyakit menular.[206] Prevalensi HIV/AIDS di Rwanda diklasifikasikan sebagai epidemik umum oleh Organisasi Kesehatan Dunia; diperkirakan 7,3% penduduk kota dan 2,2% penduduk desa yang berumur antara 15 hingga 49 tahun mengidap HIV positif.[207]

Budaya

sunting
 
Penari intore.
 
Penari Twa dengan rambut palsu dari jerami

Musik dan tari merupakan bagian penting dalam upacara, festival, perkumpulan sosial, dan penceritaan Rwanda. Tari tradisional yang paling terkenal adalah gerakan terkoreografi yang terdiri dari tiga komponen: umushagiriro, atau tari sapi, dilakukan oleh perempuan;[208] intore, atau tari pahlawan, dilakukan oleh laki-laki;[208] dan penabuhan drum ingoma yang juga dilakukan oleh laki-laki.[209] Kelompok tari yang paling dikenal adalah Urukerereza yang didirikan oleh Presiden Habyarimana pada tahun 1974 dan telah menampilkan tarian baik di kancah nasional maupun internasional.[210] Secara tradisional, musik diturunkan secara lisan, dan gayanya bervariasi berdasarkan kelompok sosial. Drum merupakan instrumen yang sangat penting; penabuh drum kerajaan memperoleh status yang tinggi di istana Raja (Mwami).[211] Penabuh drum bermain bersama dalam suatu kelompok yang besarnya bervariasi, biasanya terdiri dari tujuh hingga sembilan orang.[212] Industri musik populer Rwanda sendiri terus berkembang dan dipengaruhi oleh musik Afrika Timur, Kongo, dan Amerika. Genre yang paling populer adalah hip hop, dengan perpaduan rap, ragga, R&B, dan dance-pop.[213]

Masakan Rwanda didasarkan dari makanan pokok lokal yang dihasilkan oleh agrikultur teras seperti pisang, plantain (dikenal dengan nama kacang, ubi jalar, dan singkong.[214] Banyak orang Rwanda yang tidak memakan daging lebih dari beberapa kali sebulan.[214] Bagi mereka yang tinggal di dekat danau, tilapia merupakan makanan populer.[214] Kentang yang dibawa ke Rwanda oleh Jerman dan Belgia juga sangat populer.[215] Ubugari (atau umutsima), atau adonan yang terbuat dari singkong atau jagung dan air untuk menghasilkan makanan yang konsistensinya mirip dengan bubur, dimakan di seluruh Afrika Timur.[216] Isombe terbuat dari daun singkong yang dihaluskan dan disajikan dengan ikan yang dikeringkan.[215] Makan siang biasa berupa prasmanan yang disebut mélange, yang terdiri dari makanan pokok di atas dan kadang-kadang daging.[217] Brochette merupakan makanan yang paling populer di sore hari, biasanya terbuat dari kambing, tetapi kadang bisa juga dari babat, sapi, atau ikan.[217] Di banyak bar di wilayah pedesaan, terdapat penjual brochette yang menjagal kambing, memanggang daging, dan menyajikannya dengan pisang panggang.[218] Susu, terutama dalam bentuk yoghurt terfermentasi yang disebut ikivuguto, merupakan minuman umum di Rwanda.[219] Minuman lain adalah bir tradisional urwagwa yang terbuat dari sorgum atau pisang dan disajikan di ritual dan upacara tradisional.[215] Bir komersial yang diseduh di Rwanda meliputi Primus, Mützig, dan Amstel.[216]

 
Keranjang tenun Rwanda.

Seni dan kerajinan tradisional dibuat di seluruh negara, meskipun sebagian besar biasanya berupa barang fungsional dan bukan dekorasi. Terdapat banyak keranjang dan mangkuk tenun.[220] Imigongo, seni kotoran sapi yang unik, dihasilkan di Rwanda tenggara, dan sudah menjadi tradisi semenjak masa kerajaan Gisaka yang independen. Kotoran dicampur dengan tanah yang warnanya bermacam-macam dan dilukis ke bubungan berpola untuk membuat bentuk geometris.[221] Kerajinan lain berupa tembikar dan ukiran kayu.[222] Gaya rumah tradisional memanfaatkan bahan yang tersedia di sekitar; rumah lumpur bundar dan persegi panjang dengan atap jerami rumput (disebut nyakatsi) merupakan yang paling umum. Pemerintah telah melancarkan program untuk menggantikannya dengan bahan yang lebih modern seperti besi.[223][224]

Di Rwanda tidak ada sejarah kepujanggaan yang panjang, tetapi terdapat tradisi lisan yang kuat dan bervariasi dari puisi hingga cerita rakyat. Sebagian besar nilai moral dan rincian sejarah Rwanda telah diturunkan dari generasi ke generasi. Tokoh kepujanggaan yang paling terkenal adalah Alexis Kagame (1912–1981) yang melakukan penelitian terhadap tradisi lisan Rwanda dan juga menulis puisinya sendiri.[225] Genosida Rwanda mengakibatkan munculnya catatan saksi, esai, dan cerita fiksi yang dibuat oleh penulis generasi baru seperti Benjamin Sehene. Sejumlah film yang menggambarkan Genosida Rwanda telah dihasilkan, seperti Hotel Rwanda, Shake Hands with the Devil, Sometimes in April, dan Shooting Dogs.[226]

Terdapat sebelas hari libur nasional di Rwanda; kadang-kadang pemerintah juga menambah hari libur lain .[227] Satu minggu setelah Hari Peringatan Genosida pada 7 April ditetapkan sebagai minggu berkabung resmi.[228] Hari Sabtu terakhir dalam setiap bulan disebut umuganda, dan merupakan hari nasional untuk layanan masyarakat, dan biasanya jasa-jasa ditutup dari pukul 07:00 pada pagi hari hingga pukul 12:00 pada siang hari.[229]

Lihat pula

sunting

Catatan kaki

sunting
  1. ^ "Rwanda: A Brief History of the Country". United Nations. Diarsipkan dari versi asli tanggal 24 February 2018. Diakses tanggal 4 April 2018. 
  2. ^ "Religions in Rwanda | PEW-GRF". globalreligiousfutures.org. 
  3. ^ National Institute of Statistics of Rwanda. "Size of the resident population". National Institute of Statistics of Rwanda. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2 June 2022. Diakses tanggal 15 June 2022. 
  4. ^ National Institute of Statistics of Rwanda 2014, hlm. 3.
  5. ^ a b c d "World Economic Outlook Database, April 2022". www.imf.org. International Monetary Fund. Diarsipkan dari versi asli tanggal 8 February 2021. Diakses tanggal 8 August 2020. 
  6. ^ World Bank (XII).
  7. ^ Human Development Report 2020 The Next Frontier: Human Development and the Anthropocene (PDF). United Nations Development Programme. 15 December 2020. hlm. 343–346. ISBN 978-92-1-126442-5. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 15 December 2020. Diakses tanggal 16 December 2020. 
  8. ^ Chrétien 2003, hlm. 44.
  9. ^ Dorsey 1994, hlm. 36.
  10. ^ Chrétien 2003, hlm. 45.
  11. ^ a b c Mamdani 2002, hlm. 61.
  12. ^ Chrétien 2003, hlm. 58.
  13. ^ a b King 2007, hlm. 75.
  14. ^ Prunier 1995, hlm. 16.
  15. ^ Mamdani 2002, hlm. 58.
  16. ^ Chrétien 2003, hlm. 69.
  17. ^ Shyaka, hlm. 10–11.
  18. ^ Chrétien 2003, hlm. 88.
  19. ^ a b Chrétien 2003, hlm. 88–89.
  20. ^ Chrétien 2003, hlm. 141.
  21. ^ Chrétien 2003, hlm. 482.
  22. ^ a b Chrétien 2003, hlm. 160.
  23. ^ a b c Mamdani 2002, hlm. 69.
  24. ^ Prunier 1995, hlm. 13–14.
  25. ^ Prunier 1995, hlm. 6.
  26. ^ Chrétien 2003, hlm. 217.
  27. ^ Prunier 1995, hlm. 9.
  28. ^ Prunier 1995, hlm. 25.
  29. ^ Chrétien 2003, hlm. 260.
  30. ^ Chrétien 2003, hlm. 270.
  31. ^ Chrétien 2003, hlm. 276–277.
  32. ^ a b Appiah & Gates 2010, hlm. 450.
  33. ^ Gourevitch 2000, hlm. 56–57.
  34. ^ United Nations (II).
  35. ^ United Nations (III).
  36. ^ Gourevitch 2000, hlm. 58–59.
  37. ^ Prunier 1995, hlm. 51.
  38. ^ Prunier 1995, hlm. 53.
  39. ^ Prunier 1995, hlm. 56.
  40. ^ Prunier 1995, hlm. 74–76.
  41. ^ a b UNPO 2008, History.
  42. ^ a b Prunier 1995, hlm. 4.
  43. ^ Prunier 1995, hlm. 93.
  44. ^ Prunier 1995, hlm. 135–136.
  45. ^ Prunier 1995, hlm. 190–191.
  46. ^ BBC News (III) 2010.
  47. ^ Henley 2007.
  48. ^ Dallaire 2005, hlm. 386.
  49. ^ Dallaire 2005, hlm. 299.
  50. ^ Dallaire 2005, hlm. 364.
  51. ^ Prunier 1995, hlm. 312.
  52. ^ a b BBC News (VI) 2010.
  53. ^ UNDP (III) 2010.
  54. ^ RDB (I) 2009.
  55. ^ National Institute of Statistics of Rwanda 2012.
  56. ^ United Nations Statistics Division.
  57. ^ CIA (II).
  58. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q CIA (I) 2012.
  59. ^ Richards 1994.
  60. ^ a b c d e Department of State (III) 2012.
  61. ^ Encyclopædia Britannica 2010.
  62. ^ Nile Basin Initiative 2010.
  63. ^ BBC News (II) 2006.
  64. ^ Jørgensen 2005, hlm. 93.
  65. ^ Briggs & Booth 2006, hlm. 153.
  66. ^ Global Nature Fund.
  67. ^ a b WWF 2001, Location and General Description.
  68. ^ Mehta & Katee 2005, hlm. 37.
  69. ^ Munyakazi & Ntagaramba 2005, hlm. 7.
  70. ^ Munyakazi & Ntagaramba 2005, hlm. 18.
  71. ^ a b BBC Weather, Average Conditions.
  72. ^ Best Country Reports 2007.
  73. ^ King 2007, hlm. 10.
  74. ^ Adekunle 2007, hlm. 1.
  75. ^ BBC Weather.
  76. ^ a b Briggs & Booth 2006, hlm. 3–4.
  77. ^ King 2007, hlm. 11.
  78. ^ REMA (Chapter 5) 2009, hlm. 3.
  79. ^ IUCN 2011.
  80. ^ Embassy of Rwanda in Japan.
  81. ^ RDB (II) 2010.
  82. ^ Briggs & Booth 2006, hlm. 140.
  83. ^ a b c King 2007, hlm. 15.
  84. ^ WCS.
  85. ^ CJCR 2003, article 98.
  86. ^ CJCR 2003, article 117.
  87. ^ CJCR 2003, article 111.
  88. ^ a b CJCR 2003, article 110.
  89. ^ CJCR 2003, article 189.
  90. ^ CJCR 2003, article 112.
  91. ^ CJCR 2003, articles 100–101.
  92. ^ CJCR 2003, article 116.
  93. ^ Lacey 2003.
  94. ^ BBC News (IV) 2010.
  95. ^ HRW 2010.
  96. ^ Media High Council.
  97. ^ CJCR 2003, article 52.
  98. ^ CJCR 2003, article 54.
  99. ^ National Commission for the Fight against Genocide 2008, hlm. 1.
  100. ^ Roth 2009.
  101. ^ a b Amnesty International 2010.
  102. ^ CJCR 2003, article 62.
  103. ^ CJCR 2003, article 76.
  104. ^ UNIFEM 2008.
  105. ^ CJCR 2003, article 82.
  106. ^ CJCR 2003, article 140.
  107. ^ CJCR 2003, article 148.
  108. ^ HRW & Wells 2008, I. Summary.
  109. ^ HRW & Wells 2008, VIII. Independence of the Judiciary.
  110. ^ CJCR 2003, article 143.
  111. ^ Walker March 2004.
  112. ^ Transparency International 2010.
  113. ^ CJCR 2003, article 182.
  114. ^ Office of the Ombudsman.
  115. ^ Asiimwe 2011.
  116. ^ Clark 2010.
  117. ^ Freedom House 2011.
  118. ^ United Nations (I).
  119. ^ Francophonie.
  120. ^ Grainger 2007.
  121. ^ Fletcher 2009.
  122. ^ Prunier 1995, hlm. 89.
  123. ^ USA Today 2008.
  124. ^ Al Jazeera 2007.
  125. ^ a b Heuler 2011.
  126. ^ BBC News (VII) 2011.
  127. ^ OAU 2000, hlm. 14.
  128. ^ Melvern 2004, hlm. 5.
  129. ^ CJCR 2003, article 3.
  130. ^ a b MINALOC 2007, hlm. 8.
  131. ^ Southern Province.
  132. ^ a b MINALOC 2007, hlm. 9.
  133. ^ a b MINALOC 2004.
  134. ^ BBC News (I) 2006.
  135. ^ IMF (II).
  136. ^ IMF (I).
  137. ^ Namata 2010.
  138. ^ Lavelle 2008.
  139. ^ FAO / WFP 1997.
  140. ^ WRI 2006.
  141. ^ Department of State (I) 2004.
  142. ^ WTO 2004.
  143. ^ a b MINAGRI 2006.
  144. ^ Namata 2008.
  145. ^ a b Mukaaya 2009.
  146. ^ Delawala 2001.
  147. ^ a b Nantaba 2010.
  148. ^ Birakwate 2012.
  149. ^ Nielsen & Spenceley 2010, hlm. 6.
  150. ^ a b RDB (III) 2011.
  151. ^ Nielsen & Spenceley 2010, hlm. 2.
  152. ^ RDB (IV).
  153. ^ a b BBC News (V) 2011, Media.
  154. ^ Reporters Without Borders 2010.
  155. ^ Majyambere 2010.
  156. ^ a b Butera March 2011.
  157. ^ Onyango 2012.
  158. ^ Butera April 2011.
  159. ^ World Bank (II).
  160. ^ a b Reuters 2011.
  161. ^ Butera 2010.
  162. ^ a b IDA 2009.
  163. ^ a b MINECOFIN 2002, hlm. 25–26.
  164. ^ a b c USAID 2008, hlm. 3.
  165. ^ World Resources Report 2011, hlm. 3.
  166. ^ a b c World Resources Report 2011, hlm. 5.
  167. ^ AfDB 2011.
  168. ^ MININFRA 2009.
  169. ^ a b AfDB & OECD Development Centre 2006, hlm. 439.
  170. ^ TTCA 2004.
  171. ^ RwandAir.
  172. ^ AfDB 2009.
  173. ^ CIA (III) 2011.
  174. ^ Streissguth 2007, hlm. 11.
  175. ^ Kigali City.
  176. ^ a b Percival & Homer-Dixon 1995.
  177. ^ REMA (Chapter 2) 2009.
  178. ^ National Census Service 2003, hlm. 26.
  179. ^ a b National Institute of Statistics of Rwanda 2012, hlm. 29.
  180. ^ Mamdani 2002, hlm. 52.
  181. ^ Boyd 1979, hlm. 1.
  182. ^ Prunier 1995, hlm. 5.
  183. ^ Mamdani 2002, hlm. 46–47.
  184. ^ Mamdani 2002, hlm. 47.
  185. ^ Jefremovas 1995.
  186. ^ Prunier 1995, hlm. 11–12.
  187. ^ Coleman 2010.
  188. ^ Walker April 2004.
  189. ^ a b Department of State (II) 2007.
  190. ^ Wiredu et al. 2006, hlm. 236–237.
  191. ^ a b Université Laval 2010.
  192. ^ a b Samuelson & Freedman 2010.
  193. ^ Nakayima 2010.
  194. ^ MINEDUC 2010, hlm. 2.
  195. ^ Musoni 2010.
  196. ^ a b c Briggs & Booth 2006, hlm. 27.
  197. ^ McGreal 2009.
  198. ^ World Bank (III).
  199. ^ World Bank (I).
  200. ^ "The best story in development". The Economist. 19 May 2012. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-11-12. Diakses tanggal 2012-11-12. 
  201. ^ a b WHO 2009, hlm. 10.
  202. ^ UNDP (I) 2007, hlm. 7.
  203. ^ KHI 2012.
  204. ^ WHO 2008.
  205. ^ McNeil 2010.
  206. ^ a b WHO 2009, hlm. 4.
  207. ^ a b WHO 2009, hlm. 5.
  208. ^ a b Rwanda Development Gateway.
  209. ^ RMCA.
  210. ^ Briggs 2004.
  211. ^ Adekunle 2007, hlm. 135–136.
  212. ^ Adekunle 2007, hlm. 139.
  213. ^ Mbabazi 2008.
  214. ^ a b c Adekunle 2007, hlm. 81.
  215. ^ a b c Adekunle 2007, hlm. 13.
  216. ^ a b Auzias 2007, hlm. 74.
  217. ^ a b Briggs & Booth 2006, hlm. 66.
  218. ^ Anyango 2010.
  219. ^ Nzabuheraheza 2005.
  220. ^ Adekunle 2007, hlm. 68–70.
  221. ^ Briggs & Booth 2006, hlm. 243–244.
  222. ^ Briggs & Booth 2006, hlm. 31.
  223. ^ Ntambara 2009.
  224. ^ Adekunle 2007, hlm. 75.
  225. ^ Briggs & Booth 2006, hlm. 29.
  226. ^ Milmo 2006.
  227. ^ Embassy of Rwanda in Sudan.
  228. ^ Directorate General of Immigration and Emigration, hlm. 5.
  229. ^ Gahindiro 2008.

Referensi

sunting

Bacaan lebih lanjut

sunting
  • Negara dan Bangsa Jilid 2: Afrika, Asia. Jakarta: Widyadara. 1988. ISBN 979-8087-01-1.  (Indonesia)

Pranala luar

sunting

Pemerintahan

Umum

Pariwisata

  • Situs resmi Badan Pariwisata Rwanda
  • Discover Rwanda

1°56′25″S 29°52′26″E / 1.94028°S 29.87389°E / -1.94028; 29.87389