Pemangsaan

interaksi biologis ketika pemangsa memakan organisme mangsa
(Dialihkan dari Predasi)

Pemangsaan atau predasi adalah interaksi biologis ketika organisme pemangsa membunuh dan memakan organisme yang lain yang merupakan mangsanya. Ini adalah salah satu dari jenis perilaku makan umum yang mencakup parasitisme dan pemangsaan mikroorganisme (yang biasanya tidak membunuh inangnya) dan parasitoidisme (yang pada akhirnya selalu begitu). Ini berbeda dari mengais-ngais pada mangsa yang mati, meskipun banyak juga pemangsa yang mengais-ngais. Ini bertumpang-tindih dengan herbivor karena pemangsa biji dan frugivor yang bersifat merusak adalah pemangsa.

Pemangsa sendirian: beruang kutub memakan anjing laut berjanggut yang telah dibunuh.
Pemangsa sosial: semut daging bekerja sama untuk memakan tonggeret yang jauh lebih besar daripada dirinya.

Pemangsa dapat secara giat mencari, mengejar, atau menunggu mangsa yang sering kali tersembunyi. Ketika mangsa terlacak, pemangsa menilai apakah akan menyerangnya atau tidak. Ini terkadang dapat disertai penyergapan atau pengejaran setelah mengintai mangsanya. Jika serangan berhasil, pemangsa membunuh mangsanya, membuang bagian yang tidak dapat dimakan, seperti cangkang atau duri, dan memakannya.

Pemangsa beradaptasi dengan indra yang tajam, seperti penglihatan, pendengaran, atau penciuman yang sering kali sangat dikhususkan untuk berburu. Banyak binatang pemangsa, baik vertebrata, maupun invertebrata, mempunyai cakar atau rahang yang tajam untuk mencengkeram, membunuh, dan mencabik mangsanya. Adaptasi lain termasuk mimikri agresif dan sembunyi-sembunyi yang meningkatkan kedayagunaan berburu.

Pemangsaan mempunyai efek memilih yang sangat kuat pada mangsa sehingga mangsa mengembangkan adaptasi antipemangsa, seperti warna peringatan, panggilan tanda bahaya dan isyarat lain, penyamaran, mimikri spesies yang dipertahankan dengan baik, duri dan bahan kimia pertahanan. Pemangsa dan mangsa terkadang mengalami perlombaan senjata evolusioner, daur adaptasi, dan adaptasi berlawanan. Pemangsaan telah menjadi pendorong utama evolusi setidaknya sejak periode Kambrium.

Definisi

sunting
 
Tawon laba-laba melumpuhkan dan akhirnya membunuh inangnya, tetapi dianggap parasitoid, bukan pemangsa.

Pada tingkat yang paling dasar, pemangsa membunuh dan memakan organisme lain. Namun, konsep pemangsaan sangat luas, didefinisikan secara berbeda dalam konteks yang berbeda pula dan mencakup berbagai metode makan, serta beberapa hubungan yang tidak mengakibatkan kematian mangsa umumnya tidak disebut pemangsaan. Parasitoid seperti tawon ikneumon, bertelur di dalam atau pada inangnya. Kemudian, telur menetas menjadi larva yang memakan inangnya dan lama-kelamaan akan mati. Ahli ilmu hewan umumnya menyebut ini sebagai parasitisme, walaupun parasit biasa dianggap tidak membunuh inangnya. Pemangsa dapat didefinisikan secara berbeda dari parasitoid karena pemangsa memiliki banyak mangsa yang ditangkap selama hidupnya dan larva parasitoid hanya memiliki satu atau setidaknya memiliki persediaan makanan untuknya hanya pada satu kesempatan.[1][2]

 
Hubungan pemangsaan dengan strategi makan yang lain

Terdapat hal lain yang sulit dan berbatas. Pemangsa mikro adalah binatang kecil seperti pemangsa yang memakan sepenuhnya organisme lain. Binatang ini termasuk pinjal dan nyamuk yang memakan darah dari binatang hidup, dan kutu daun yang memakan getah dari tumbuhan hidup. Namun, binatang ini kini sering dianggap sebagai parasit karena biasanya tidak membunuh inangnya.[3][4] Binatang yang merumput pada fitoplankton atau tikar mikrob adalah pemangsa karena memakan dan membunuh organisme yang dimakannya, tetapi herbivor yang meramban rumput tidak termasuk, karena tumbuhan yang dimakannya biasanya bertahan dari serangan tersebut.[5] Ketika binatang memakan biji (pemangsaan biji atau granivor) atau telur (pemangsaan telur), binatang ini memakan seluruh organisme hidup, yang menjadikannya pemangsa menurut definisi.[6][7][8]

Pebangkai, organisme yang hanya memakan organisme yang ditemukan sudah mati, bukanlah pemangsa, tetapi banyak pemangsa seperti jakal dan dubuk yang mengais-ngais ketika ada kesempatan.[9][10][5] Di antara invertebrata, tawon sosial (berkulit kuning) adalah pemburu dan pebangkai serangga lain.[11]

Rentang taksonomi

sunting

Sementara contoh pemangsa di antara binatang menyusui dan burung sudah diketahui umum,[12] pemangsa dapat dijumpai di berbagai-bagai takson termasuk artropoda. Binatang tersebut umum di antara serangga, termasuk belalang sentadu, capung, serangga sayap jala, dan lalat kalajengking. Pada beberapa spesies seperti lalat alder, hanya larva yang bersifat memangsa karena yang dewasa tidak makan. Laba-laba adalah pemangsa sama halnya juga dengan invertebrata daratan lain, seperti kalajengking, lipan, beberapa tungau, siput dan lintah bulan, nematoda dan cacing planaria.[13] Sebagian besar knidaria (misalnya, ubur-ubur, hidroid), ktenofora (ubur-ubur sisir), ekinodermata (misalnya, bintang laut, landak laut, dolar pasir, serta teripang) dan cacing pipih adalah pemangsa di lingkungan laut.[14] udang karang, kepiting, udang, dan teritip adalah pemangsa di antara krustasea,[15] dan krustasea kemudian dimangsa oleh hampir semua sefalopoda (termasuk gurita, cumi-cumi, dan sotong katak).[16]

 
Paramesium, siliata pemangsa yang memakan bakteri

Pemangsaan biji terbatas pada binatang menyusui, burung, dan serangga, serta ditemukan di hampir semua ekosistem daratan.[8][6] Pemangsaan telur mencakup pemangsa telur ahli seperti beberapa ular kolubrid dan yang umum seperti rubah dan badger yang mengambil telur secara oportunistis ketika menemukannya.[17][18][19]

Beberapa tumbuhan seperti tumbuhan pemakan serangga, perangkap lalat Venus, dan embun matahari adalah karnivor dan pemakan serangga.[12] Beberapa jamur karnivor menangkap nematoda menggunakan perangkap aktif, baik dalam bentuk cincin penyempitan, maupun perangkap pasif dengan struktur perekat.[20]

Banyak spesies protozoa (eukariota) dan bakteri (prokariota) memangsa mikroorganisme lain. Ini merupakan cara makan yang terbukti kuno dan berevolusi berkali-kali pada kedua kelompok.[21][12][22] Di antara zooplankton air tawar dan laut, baik bersel tunggal, maupun bersel banyak, pemamahan pemangsa pada fitoplankton dan zooplankton yang lebih kecil adalah hal yang biasa dan ditemukan pada banyak spesies nanoflagelata, dinoflagelata, siliata, rotifera, beragam larva binatang meroplankton, dan dua kelompok krustasea, yaitu kopepoda dan kutu air.[23]

Mencari makan

sunting
 
Daur dasar mencari makan dengan beberapa variasi yang ditunjukkan untuk pemangsa[24]

Pemangsa harus mencari, mengejar, dan membunuh mangsanya untuk makan. Tindakan ini membentuk daur mencari makan.[25][26] Pemangsa harus memutuskan tempat mencari makan berdasarkan sebaran geografisnya. Setelah mangsa ditemukan, pemangsa harus menilai apakah harus mengejar mangsa atau menunggu pilihan mangsa yang lebih baik. Jika pemangsa memilih mengejar mangsa, kemampuan fisiknya menentukan cara pengejaran (misalnya, penyergapan atau pemburuan).[27][28] Setelah mangsa ditangkap, pemangsa juga perlu menghabiskan tenaga untuk menanganinya (misalnya, membunuhnya, membuang cangkang atau duri, dan menelannya).[24][25]

Pencarian

sunting

Pemangsa mempunyai pilihan cara pencarian mulai dari duduk dan menunggu hingga mencari makan secara meluas atau giat.[29][24][30][31] Metode duduk dan menunggu paling cocok jika mangsa tebal dan mudah bergerak, serta pemangsa mempunyai kebutuhan tenaga yang rendah.[29] Pencarian makan yang luas menghabiskan lebih banyak tenaga dan digunakan pada saat mangsa tidak banyak bergerak atau tersebar jarang.[27][29] Terdapat cara pencarian berkelanjutan dengan selang antara periode pergerakan mulai dari detik hingga bulan. Hiu, mola-mola, burung pemakan serangga, dan celurut hampir selalu bergerak, sedangkan laba-laba pembuat jaring, invertebrata air, belalang sembah, dan kestrel jarang bergerak. Di antara burung kedidi dan burung perandai lain, ikan air tawar termasuk crappie dan larva kumbang koksi bergantian antara mencari dan memindai lingkungan secara giat.[29]

 
Albatros alis-hitam sering terbang beratus-ratus kilometer melintasi lautan yang hampir lengang untuk mencari sepetak makanan.

Sebaran mangsa sering mengelompok dan pemangsa menanggapi dengan mencari petak tempat mangsa yang tebal dan kemudian mencari di dalam petak.[24] Ketika makanan ditemukan di petak, seperti kawanan ikan langka di lautan yang hampir lengang, tahap pencarian mengharuskan pemangsa melakukan perjalanan untuk waktu yang lama dan menghabiskan sejumlah besar tenaga untuk menemukan setiap petak makanan.[32] Misalnya, albatros alis-hitam sering terbang mencari makan dengan jarak sekitar 700 kilometer (430 mil) hingga jarak maksimum pencarian makan 3.000 kilometer (1.860 mil) untuk membiakkan burung yang mengumpulkan makanan untuk anak-anaknya.[a][33] Dengan mangsa yang tetap, beberapa pemangsa dapat mempelajari letak petak yang sesuai dan kembali kepada mangsa untuk makan pada selang waktu tertentu.[32] Strategi mencari makan optimal telah dimodelkan dengan menggunakan teorema nilai marginal.[34]

Pola pencarian sering kali muncul secara acak. Salah satunya adalah langkah levi yang cenderung disertai gugus langkah pendek dengan langkah panjang sesekali. Ini cocok untuk perilaku berbagai-bagai organisme, termasuk bakteri, lebah madu, hiu, dan manusia pemburu-pengumpul.[35][36]

Penilaian

sunting
 
Kumbang koksi berbintik tujuh memilih tumbuhan bermutu baik untuk mangsa kutu daunnya.

Setelah mangsa ditemukan, pemangsa harus memutuskan apakah akan mengejar mangsa atau terus mencari mangsa. Keputusan tersebut bergantung kepada mangsa dan manfaat yang berhubungan. Seekor burung yang mencari serangga menghabiskan banyak waktu untuk mencari, tetapi menangkap dan memakannya jauh lebih cepat dan mudah, sehingga memakan setiap serangga enak yang ditemukannya merupakan strategi yang berdaya guna bagi burung tersebut. Sebaliknya, pemangsa seperti singa atau alap-alap dapat menemukan mangsanya dengan mudah, tetapi memerlukan banyak usaha untuk menangkapnya. Dalam hal ini, pemangsa lebih memilih.[27]

Salah satu faktor yang perlu diperhatikan adalah ukuran. Mangsa yang terlalu kecil mungkin tidak sebanding dengan masalah karena jumlah tenaga yang disediakannya. Namun, jika mangsa terlalu besar mungkin terlalu sulit untuk ditangkap. Misalnya, belalang sentadu menangkap mangsa dengan kaki depannya. Kaki tersebut dioptimalkan untuk menangkap mangsa dengan ukuran tertentu. Belalang sentadu enggan menyerang mangsa yang jauh dari ukuran tertentu. Terdapat hubungan positif antara ukuran pemangsa dengan mangsanya.[27]

Pemangsa juga dapat menilai suatu petak dan memutuskan apakah akan menghabiskan waktu untuk mencari mangsa di petak tersebut atau tidak.[24] Ini dapat berhubungan dengan pengetahuan tentang pilihan mangsa. Misalnya kumbang koksi dapat memilih sepetak tumbuh-tumbuhan yang sesuai untuk mangsa kutu daunnya.[37]

Penangkapan

sunting

Pemangsa mempunyai spektrum cara pengejaran yang berkisar dari pengejaran terbuka (pemangsaan pengejaran) hingga serangan mendadak pada mangsa yang ada didekatnya (pemangsaan penyergapan).[24][38][12] Strategi lain di antara penyergapan dan pengejaran adalah pencegatan balistik, ketika pemangsa mengamati dan meramalkan gerakan mangsa dan kemudian meluncurkan serangannya.[39]

Penyergapan

sunting
Laba-laba pintu jebakan menunggu untuk menyergap mangsanya di liangnya.

Pemangsa penyergap atau duduk dan menunggu adalah binatang karnivor yang menangkap mangsa secara sembunyi-sembunyi atau tiba-tiba. Pemangsaan penyergapan pada binatang dicirikan oleh pemangsa yang memindai lingkungan sekitar dari kedudukan tersembunyi sampai mangsa terlihat dan kemudian melakukan serangan mendadak tetap dengan cepat.[40][39] Pemangsa penyergap vertebrata termasuk katak, ikan seperti hiu malaikat, ikan tombak utara, dan ikan kodok timur.[39][41][42][43] Di antara banyak invertebrata penyergap adalah laba-laba pintu jebakan, dan kepiting laba-laba Australia di darat, serta udang sentadu di laut.[40][44][45] Pemangsa penyergap sering membuat liang untuk bersembunyi, yang meningkatkan persembunyian dengan mengorbankan medan penglihatannya. Beberapa pemangsa penyergap juga menggunakan umpan untuk menarik mangsa dalam jangkauan serangan.[39] Gerakan menangkap untuk memerangkap mangsa haruslah cepat, mengingat bahwa serangan tersebut tidak dapat diubah setelah diluncurkan.[39]

Pencegatan balistik

sunting
 
Bunglon menyerang mangsa dengan menjulurkan lidahnya.

Pencegatan balistik adalah strategi ketika pemangsa mengamati gerakan mangsa, meramalkan gerakannya, membuat jalur pencegatan, dan kemudian menyerang mangsa di jalur tersebut. Ini berbeda dari pemangsaan penyergapan ketika pemangsa menyesuaikan serangannya sesuai dengan pergerakan mangsa.[39] Pencegatan balistik melibatkan kurun waktu yang singkat untuk perencanaan, sehingga memberi kesempatan kepada mangsa untuk melarikan diri. Sebelum melompat, beberapa katak menunggu sampai ular memulai serangannya, sehingga mengurangi waktu yang tersedia bagi ular untuk menyesuaikan ulang serangannya, dan memaksimalkan penyesuaian sudut yang diperlukan oleh ular untuk mencegat katak secara waktu nyata.[39] Pemangsa balistik termasuk capung, vertebrata seperti ikan sumpit (menyerang dengan semburan air), bunglon (menyerang dengan lidahnya), dan beberapa ular kolubrid.[39]

Pengejaran

sunting
Paus bungkuk adalah pengumpan terkaman yang menyaring beribu-ribu kril dari air laut dan menelannya hidup-hidup.
Capung seperti ekor klub umum dengan mangsa yang ditangkap ini adalah invertebrata pemangsa pengejar.

Dalam pemangsaan pengejaran, pemangsa mengejar mangsa yang melarikan diri. Jika mangsa melarikan diri di garis lurus, penangkapan hanya bergantung pada kecepatan pemangsa daripada mangsa.[39] Jika mangsa berolah gerak dengan berputar ketika melarikan diri, pemangsa harus menanggapi dalam waktu nyata untuk menghitung dan mengikuti jalur cegatan baru, seperti dengan navigasi sejajar pada saat mendekati mangsa.[39] Banyak pemangsa pengejar menggunakan penyamaran untuk mendekati mangsa sedekat mungkin tanpa teramati (mengintai) sebelum memulai pengejaran.[39] Pemangsa pengejar termasuk mamalia daratan seperti manusia, anjing liar Afrika, dubuk berbintik, dan serigala, pemangsa laut seperti lumba-lumba, orka, dan banyak ikan pemangsa seperti tuna,[46][47] burung pemangsa seperti alap-alap, dan serangga seperti capung.[48]

Bentuk pengejaran yang ekstrem adalah perburuan kegigihan atau ketahanan, ketika pemangsa melelahkan mangsa dengan mengikutinya dari jarak jauh, terkadang selama berjam-jam pada satu waktu. Metode ini digunakan oleh manusia pemburu-pengumpul dan dalam Canidae seperti anjing liar Afrika dan anjing pemburu yang jinak. Anjing liar Afrika adalah pemangsa yang sangat gigih yang melelahkan mangsa dengan mengikutinya sejauh beberapa mil dengan kecepatan yang relatif rendah.[49]

Bentuk khusus pemangsaan pengejaran adalah paus balin pemakan bola umpan. Pemangsa laut yang sangat besar ini memakan plankton terutama kril, menyelam, dan berenang ke dalam pemusatan plankton, dan kemudian menelan banyak air dan menyaringnya melalui lempeng balin yang berbulu.[50][51]

Pemangsa pengejar dapat bersifat sosial, seperti singa dan serigala yang berburu secara berkelompok atau sendirian.[2]

Penanganan

sunting
Ikan lele mempunyai duri punggung dan dada yang tajam yang dipegang tegak untuk mencegah pemangsa seperti bangau yang menelan mangsa secara utuh.
Elang tiram mencabik-cabik mangsa ikannya untuk menghindari bahaya seperti duri tajam.

Setelah pemangsa menangkap mangsa, pemangsa harus menanganinya. Jika mangsa berbahaya untuk dimakan, seperti jika mangsa memiliki duri yang tajam atau beracun, misalnya pada banyak ikan mangsa, pemangsa harus menanganinya dengan sangat hati-hati. Beberapa ikan lele seperti Ictaluridae memiliki duri di bagian punggung (dorsal) dan perut (dada) yang terkunci pada kedudukan tegak. Pada saat ikan lele meronta-ronta ketika ditangkap, ini dapat menusuk mulut pemangsa yang dapat menyebabkan kematian. Beberapa burung pemakan ikan seperti elang tiram menghindari bahaya duri dengan merobek mangsanya sebelum memakannya.[52]

Pemangsaan sendirian melawan pemangsaan sosial

sunting

Dalam pemangsaan sosial, sekelompok pemangsa bekerja sama untuk membunuh mangsa. Ini memungkinkan untuk membunuh makhluk yang lebih besar daripada yang dapat dikalahkan sendirian. Sebagai contoh, dubuk dan serigala bekerja sama untuk menangkap dan membunuh herbivor sebesar kerbau dan bahkan singa berburu gajah.[53][54][55] Ini juga dapat menjadikan mangsa lebih mudah didapati melalui strategi seperti menghalau mangsa dan menggiringnya ke kawasan yang lebih kecil. Misalnya, ketika bermacam-macam kawanan burung mencari makan, burung di depan akan mengeluarkan serangga yang ditangkap oleh burung di belakang. Lumba-lumba pemintal membentuk lingkaran di sekitar sekumpulan ikan dan bergerak ke dalam, memusatkan ikan dengan faktor 200.[56] Dengan berburu secara sosial, simpanse dapat menangkap monyet kolobus yang akan segera melarikan diri dari pemburu perseorangan, sedangkan elang harris dapat bekerja sama memerangkap kelinci.[53][57]

 
Serigala merupakan pemangsa sosial yang bekerja sama untuk berburu dan membunuh bison.

Pemangsa dari spesies yang berbeda adakalanya bekerja sama untuk menangkap mangsa. Ketika ikan seperti kerapu dan kerapu sunuk memangsa mangsa yang tidak dapat dicapainya di terumbu karang, binatang tersebut memberi tanda kepada belut moray raksasa, ikan Napoleon, atau gurita. Pemangsa ini dapat mencapai celah-celah kecil dan mengusir mangsa.[58][59] Paus pembunuh telah dikenal membantu pemburu berburu paus balin.[60]

Perburuan sosial memungkinkan pemangsa untuk menangkap mangsa dalam rentang yang lebih luas, tetapi berisiko bersaing untuk mendapatkan makanan yang ditangkap. Pemangsaan sendirian mempunyai lebih banyak kesempatan untuk memakan apa yang ditangkapnya, dengan peningkatan tenaga yang dihabiskan untuk menangkapnya, dan peningkatan risiko mangsa akan melarikan diri.[61][62] Pemangsa penyergap sering menyendiri untuk mengurangi risiko menjadi mangsa sendiri.[63] Dari 245 karnivor daratan, 177 di antaranya adalah pemangsa sendirian dan 35 dari 37 kucing liar adalah pemangsa sendirian,[64] termasuk puma dan citah.[61][2] Namun, puma penyendiri memungkinkan puma lain sama-sama membunuh,[65] dan koyote dapat menjadi pemangsa sendirian atau sosial.[66] Pemangsa sendirian lain termasuk ikan tombak utara,[67] laba-laba serigala dan semua ribuan tawon penyendiri di antara artropoda,[68][69] banyak mikroorganisme, dan zooplankton.[21][70]

Pengkhususan

sunting

Adaptasi fisik

sunting

Pemangsa telah mengembangkan berbagai-bagai adaptasi fisik di bawah tekanan pemilihan alam untuk melacak, menangkap, membunuh, dan mencerna mangsa. Ini termasuk kecepatan, kelincahan, sembunyi-sembunyi, indra yang tajam, penyaring, dan sistem pencernaan yang sesuai.[71]

Pemangsa mempunyai penglihatan, penciuman, atau pendengaran yang berkembang untuk melacak mangsa dengan baik.[12] Pemangsa yang beragam seperti burung hantu dan laba-laba peloncat memiliki mata menghadap ke depan yang memberikan penglihatan dwimata yang tepat pada bidang pandang yang relatif sempit, sedangkan binatang mangsa sering memiliki penglihatan menyeluruh yang kurang tajam. Binatang seperti rubah dapat mencium mangsanya bahkan ketika mangsa bersembunyi di bawah salju atau tanah setinggi 2 kaki (60 cm). Banyak pemangsa memiliki pendengaran yang tajam dan beberapa seperti kelelawar berekolokasi berburu dengan menggunakan suara aktif atau pasif secara eksklusif.[72]

Pemangsa termasuk kucing besar, burung pemangsa, dan semut sama-sama mempunyai rahang yang kuat, gigi yang tajam, atau cakar yang digunakan untuk menangkap dan membunuh mangsanya. Beberapa pemangsa seperti ular dan burung pemakan ikan seperti bangau dan burung pecuk menelan mangsanya secara utuh. Beberapa ular dapat melepaskan rahangnya dari engsel untuk memungkinkannya menelan mangsa yang besar, sedangkan burung pemakan ikan memiliki paruh panjang seperti tombak yang digunakan untuk menikam dan mencengkeram mangsa yang bergerak cepat dan licin.[72] Ikan dan pemangsa lain telah mengembangkan kemampuan untuk menghancurkan atau membuka cangkang moluska berperisai.[73]

Banyak pemangsa yang bertubuh kuat dan dapat menangkap, serta membunuh binatang yang lebih besar daripada dirinya. Ini berlaku untuk pemangsa kecil seperti semut dan celurut, serta karnivor besar dan terlihat berotot seperti puma dan singa.[72][2][74]

Pola makan dan perilaku

sunting
Platydemus manokwari merupakan ahli cacing pipih pemangsa siput darat yang menyerang siput
Pemangsaan memilih ukuran: Singa menyerang kerbau afrika, lebih dari dua kali beratnya. Singa dapat menyerang mangsa yang jauh lebih besar, termasuk gajah, tetapi lebih jarang menyerang.

Pemangsa sering kali sangat dikhususkan dalam pola makan dan perilaku berburu. Misalnya, kucing liar eurasia hanya berburu ungulata kecil.[75] Yang lain seperti macan tutul adalah binatang umum yang lebih oportunistis yang memangsa setidaknya 100 spesies.[76][77] Binatang ahli dapat sangat beradaptasi untuk menangkap mangsa pilihannya, sedangkan binatang umum dapat lebih mampu beralih kepada mangsa lain ketika sasaran yang disukai langka. Ketika mangsa memiliki sebaran yang mengelompok (tidak merata), strategi optimal pemangsa diramalkan lebih terkhususkan karena mangsa lebih mencolok dan dapat ditemukan lebih cepat.[78] Ini tampaknya tepat untuk pemangsa mangsa yang tidak bergerak, tetapi diragukan untuk mangsa yang bergerak.[79]

Dalam pemangsaan memilih ukuran, pemangsa memilih mangsa dengan ukuran tertentu.[80] Mangsa yang besar dapat terbukti menyusahkan pemangsa, sedangkan mangsa yang kecil dapat sulit dicari dan memberikan balasan yang lebih sedikit dalam hal apa pun. Hal ini menyebabkan hubungan antara ukuran pemangsa dengan mangsanya. Ukuran juga dapat berfungsi sebagai perlindungan bagi mangsa yang besar. Contohnya, gajah dewasa relatif aman dari pemangsaan singa, tetapi gajah muda lebih rentan dari pemangsaan singa.[81]

Penyamaran dan mimikri

sunting
Ikan kodok lurik menggunakan penyamaran dan mimikri agresif berupa pancingan seperti joran di kepalanya untuk menarik mangsa.

Anggota keluarga kucing seperti macan tutul salju (dataran tinggi tanpa pohon), harimau (dataran berumput, rawa buluh), macan tutul kurcaci (hutan), kucing bakau (semak di tepi air), dan singa (dataran terbuka) menyamar dengan warna dan pola yang mengganggu yang cocok dengan habitatnya.[82]

Dalam mimikri agresif, pemangsa tertentu termasuk serangga dan ikan memanfaatkan warna dan perilaku untuk menarik mangsa. Misalnya, kunang-kunang Photuris betina meniru isyarat cahaya spesies lain, sehingga menarik kunang-kunang jantan yang ditangkap dan dimakannya.[83] Belalang bunga adalah pemangsa penyergap yang menyamar sebagai bunga seperti anggrek untuk menarik mangsa dan menangkapnya ketika berjarak cukup dekat.[84] Ikan kodok sangat tersamarkan dan secara aktif memikat mangsanya untuk mendekat menggunakan esca, yang merupakan umpan di ujung embelan seperti joran di kepala, yang dilambaikan dengan lembut untuk meniru binatang kecil, menelan mangsa dengan gerakan yang sangat cepat ketika mangsa berada dalam jangkauan.[85]

Banyak pemangsa yang lebih kecil seperti ubur-ubur kotak menggunakan bisa untuk mengalahkan mangsanya.[86] Bisa juga dapat membantu pencernaan (seperti kasus untuk ular derik dan beberapa laba-laba).[87][88] Ular laut marmer yang telah beradaptasi dengan pemangsaan telur mempunyai kelenjar bisa yang berhenti berkembang dan gen untuk racun tiga jarinya mengandung mutasi (penghapusan dua nukleotida) yang menidakaktifkannya. Perubahan ini dijelaskan oleh fakta bahwa mangsanya tidak perlu dikalahkan.[89]

Medan listrik

sunting
 
Pari listrik (Torpediniformes) menunjukkan letak organ listrik dan tumpukan elektrosit di dalamnya

Beberapa kelompok ikan pemangsa mempunyai kemampuan untuk mendeteksi, melacak, dan adakalanya melumpuhkan mangsanya dengan menghasilkan medan listrik menggunakan organ listrik seperti pada pari listrik.[90][91][92] Organ listrik berasal dari saraf atau jaringan otot yang diubah.[93]

Fisiologi

sunting

Adaptasi fisiologis terhadap pemangsaan mencakup kemampuan bakteri pemangsa untuk mencerna polimer peptidoglikan kompleks dari dinding sel bakteri yang dimangsanya.[22] Vertebrata karnivor dari semua lima kelas utama (ikan, amfibi, reptilia, burung, dan mamalia) mempunyai laju pengangkutan gula hingga asam amino yang relatif rendah daripada herbivor atau omnivor, karena binatang tersebut mungkin memperoleh banyak asam amino dari protein hewani yang ada dalam makanannya.[94]

Adaptasi antipemangsa

sunting

Mangsa mempunyai pertahanan yang sangat beragam untuk melawan mangsa. Mangsa dapat mencoba menghindari pelacakan. Mangsa juga dapat melacak pemangsa dan memperingatkan yang lain tentang keberadaan pemangsa. Jika terlacak, mangsa dapat mencoba menghindari menjadi sasaran serangan, misalnya dengan memberi isyarat bahwa pengejaran tidak akan menguntungkan atau dengan membentuk kelompok. Jika mangsa menjadi sasaran, mangsa dapat mencoba menangkis serangan dengan pertahanan seperti perisai, ketidaksedapan, atau pengepungan. Mangsa dapat menghindari serangan yang sedang berlangsung dengan tumpukan kayu penahan mangsa, menanggalkan bagian tubuh seperti ekor, atau melarikan diri.[95][96][12][97]

Menghindari pelacakan

sunting

Mangsa dapat menghindari pelacakan pemangsa dengan ciri morfologis dan warna yang menjadikannya sulit dilacak. Mangsa juga dapat memakai perilaku yang menghindari pemangsa, misalnya dengan menghindari waktu dan tempat pemangsa mencari makan.[98]

Lihat pula

sunting

Catatan

sunting
  1. ^ Jangkauan 3000 kilometer berarti terbang setidaknya 6000 kilometer keluar dan kembali.

Rujukan

sunting
  1. ^ Gurr, Geoff M.; Wratten, Stephen D.; Snyder, William E. (2012). Biodiversity and Insect Pests: Key Issues for Sustainable Management. John Wiley & Sons. hlm. 105. ISBN 978-1-118-23185-2. 
  2. ^ a b c d Lafferty, K. D.; Kuris, A. M. (2002). "Trophic strategies, animal diversity and body size". Trends Ecol. Evol. 17 (11): 507–513. doi:10.1016/s0169-5347(02)02615-0. 
  3. ^ Poulin, Robert; Randhawa, Haseeb S. (February 2015). "Evolution of parasitism along convergent lines: from ecology to genomics". Parasitology. 142 (Suppl 1): S6–S15. doi:10.1017/S0031182013001674. PMC 4413784 . PMID 24229807. 
  4. ^ Poulin, Robert (2011). Rollinson, D.; Hay, S. I., ed. The Many Roads to Parasitism: A Tale of Convergence. Advances in Parasitology. 74. Academic Press. hlm. 27–28. doi:10.1016/B978-0-12-385897-9.00001-X. ISBN 978-0-12-385897-9. PMID 21295676. 
  5. ^ a b Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Bengtson2002
  6. ^ a b Janzen, D. H. (1971). "Seed Predation by Animals". Annual Review of Ecology and Systematics. 2: 465–492. doi:10.1146/annurev.es.02.110171.002341. 
  7. ^ Nilsson, Sven G.; Björkman, Christer; Forslund, Pär; Höglund, Jacob (1985). "Egg predation in forest bird communities on islands and mainland". Oecologia. 66 (4): 511–515. Bibcode:1985Oecol..66..511N. doi:10.1007/BF00379342. PMID 28310791. 
  8. ^ a b Hulme, P. E.; Benkman, C. W. (2002). C. M. Herrera and O. Pellmyr, ed. Granivory. Plant animal Interactions: An Evolutionary Approach. Blackwell. hlm. 132–154. ISBN 978-0-632-05267-7. 
  9. ^ Kane, Adam; Healy, Kevin; Guillerme, Thomas; Ruxton, Graeme D.; Jackson, Andrew L. (2017). "A recipe for scavenging in vertebrates – the natural history of a behaviour". Ecography. 40 (2): 324–334. doi:10.1111/ecog.02817. hdl:10468/3213 . 
  10. ^ Kruuk, Hans (1972). The Spotted Hyena: A Study of Predation and Social Behaviour. University of California Press. hlm. 107–108. ISBN 978-0226455082. 
  11. ^ Schmidt, Justin O. (2009). "Wasps". Wasps - ScienceDirect. Encyclopedia of Insects (edisi ke-Second). hlm. 1049–1052. doi:10.1016/B978-0-12-374144-8.00275-7. ISBN 9780123741448. 
  12. ^ a b c d e f Stevens, Alison N. P. (2010). "Predation, Herbivory, and Parasitism". Nature Education Knowledge. 3 (10): 36. 
  13. ^ "Predators, parasites and parasitoids". Australian Museum (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 19 September 2018. 
  14. ^ Watanabe, James M. (2007). "Invertebrates, overview". Dalam Denny, Mark W.; Gaines, Steven Dean. Encyclopedia of tidepools and rocky shores. University of California Press. ISBN 9780520251182. 
  15. ^ Phelan, Jay (2009). What Is life? : a guide to biology (edisi ke-Student). W.H. Freeman & Co. hlm. 432. ISBN 9781429223188. 
  16. ^ Villanueva, Roger; Perricone, Valentina; Fiorito, Graziano (17 August 2017). "Cephalopods as Predators: A Short Journey among Behavioral Flexibilities, Adaptions, and Feeding Habits". Frontiers in Physiology. 8: 598. doi:10.3389/fphys.2017.00598. PMC 5563153 . PMID 28861006. 
  17. ^ Hanssen, Sveinn Are; Erikstad, Kjell Einar (2012). "The long-term consequences of egg predation". Behavioral Ecology. 24 (2): 564–569. doi:10.1093/beheco/ars198 . 
  18. ^ Pike, David A.; Clark, Rulon W.; Manica, Andrea; Tseng, Hui-Yun; Hsu, Jung-Ya; Huang, Wen-San (2016-02-26). "Surf and turf: predation by egg-eating snakes has led to the evolution of parental care in a terrestrial lizard". Scientific Reports. 6 (1): 22207. Bibcode:2016NatSR...622207P. doi:10.1038/srep22207. PMC 4768160 . PMID 26915464. 
  19. ^ Ainsworth, Gill; Calladine, John; Martay, Blaise; Park, Kirsty; Redpath, Steve; Wernham, Chris; Wilson, Mark; Young, Juliette (2017). Understanding Predation: A review bringing together natural science and local knowledge of recent wild bird population changes and their drivers in Scotland. Scotland's Moorland Forum. hlm. 233–234. doi:10.13140/RG.2.1.1014.6960. 
  20. ^ Pramer, D. (1964). "Nematode-trapping fungi". Science. 144 (3617): 382–388. Bibcode:1964Sci...144..382P. doi:10.1126/science.144.3617.382. JSTOR 1713426. PMID 14169325. 
  21. ^ a b Velicer, Gregory J.; Mendes-Soares, Helena (2007). "Bacterial predators" (PDF). Cell. 19 (2): R55–R56. doi:10.1016/j.cub.2008.10.043. PMID 19174136. 
  22. ^ a b Jurkevitch, Edouard; Davidov, Yaacov (2006). "Phylogenetic Diversity and Evolution of Predatory Prokaryotes". Predatory Prokaryotes . Springer. hlm. 11–56. doi:10.1007/7171_052. ISBN 978-3-540-38577-6. 
  23. ^ Hansen, Per Juel; Bjørnsen, Peter Koefoed; Hansen, Benni Winding (1997). "Zooplankton grazing and growth: Scaling within the 2-2,-μm body size range". Limnology and Oceanography. 42 (4): 687–704. Bibcode:1997LimOc..42..687H. doi:10.4319/lo.1997.42.4.0687 .  summarizes findings from many authors.
  24. ^ a b c d e f Kramer, Donald L. (2001). "Foraging behavior" (PDF). Dalam Fox, C. W.; Roff, D. A.; Fairbairn, D. J. Evolutionary Ecology: Concepts and Case Studies. Oxford University Press. hlm. 232–238. ISBN 9780198030133. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2018-07-12. Diakses tanggal 2021-04-04. 
  25. ^ a b Griffiths, David (November 1980). "Foraging costs and relative prey size". The American Naturalist. 116 (5): 743–752. doi:10.1086/283666. JSTOR 2460632. 
  26. ^ Wetzel, Robert G.; Likens, Gene E. (2000). "Predator-Prey Interactions" . Limnological Analyses. Springer. hlm. 257–262. doi:10.1007/978-1-4757-3250-4_17. ISBN 978-1-4419-3186-3. 
  27. ^ a b c d Pianka, Eric R. (2011). Evolutionary ecology (edisi ke-7th (eBook)). Eric R. Pianka. hlm. 78–83. 
  28. ^ MacArthur, Robert H. (1984). "The economics of consumer choice". Geographical ecology : patterns in the distribution of species. Princeton University Press. hlm. 59–76. ISBN 9780691023823. 
  29. ^ a b c d Bell 2012, hlm. 4–5
  30. ^ Eastman, Lucas B.; Thiel, Martin (2015). Thiel, Martin; Watling, Les, ed. Lifestyles and feeding biology. Oxford University Press. hlm. 535–556. ISBN 9780199797066. 
  31. ^ Perry, Gad (January 1999). "The Evolution of Search Modes: Ecological versus Phylogenetic Perspectives". The American Naturalist. 153 (1): 98–109. doi:10.1086/303145. PMID 29578765. 
  32. ^ a b Bell 2012, hlm. 69–188
  33. ^ Gremillet, D.; Wilson, R. P.; Wanless, S.; Chater, T. (2000). "Black-browed albatrosses, international fisheries and the Patagonian Shelf". Marine Ecology Progress Series. 195: 69–280. Bibcode:2000MEPS..195..269G. doi:10.3354/meps195269 . 
  34. ^ Charnov, Eric L. (1976). "Optimal foraging, the marginal value theorem" (PDF). Theoretical Population Biology. 9 (2): 129–136. doi:10.1016/0040-5809(76)90040-x. PMID 1273796. 
  35. ^ Reynolds, Andy (September 2015). "Liberating Lévy walk research from the shackles of optimal foraging". Physics of Life Reviews. 14: 59–83. Bibcode:2015PhLRv..14...59R. doi:10.1016/j.plrev.2015.03.002. PMID 25835600. 
  36. ^ Buchanan, Mark (5 June 2008). "Ecological modelling: The mathematical mirror to animal nature". Nature. 453 (7196): 714–716. doi:10.1038/453714a . PMID 18528368. 
  37. ^ Williams, Amanda C.; Flaxman, Samuel M. (2012). "Can predators assess the quality of their prey's resource?". Animal Behaviour. 83 (4): 883–890. doi:10.1016/j.anbehav.2012.01.008. 
  38. ^ Scharf, Inon; Nulman, Einat; Ovadia, Ofer; Bouskila, Amos (September 2006). "Efficiency evaluation of two competing foraging modes under different conditions". The American Naturalist. 168 (3): 350–357. doi:10.1086/506921. PMID 16947110. 
  39. ^ a b c d e f g h i j k Moore, Talia Y.; Biewener, Andrew A. (2015). "Outrun or Outmaneuver: Predator–Prey Interactions as a Model System for Integrating Biomechanical Studies in a Broader Ecological and Evolutionary Context" (PDF). Integrative and Comparative Biology. 55 (6): 1188–97. doi:10.1093/icb/icv074. PMID 26117833. 
  40. ^ a b deVries, M. S.; Murphy, E. A. K.; Patek S. N. (2012). "Strike mechanics of an ambush predator: the spearing mantis shrimp". Journal of Experimental Biology. 215 (Pt 24): 4374–4384. doi:10.1242/jeb.075317 . PMID 23175528. 
  41. ^ "Cougar". Hinterland Who's Who. Canadian Wildlife Service and Canadian Wildlife Federation. Diarsipkan dari versi asli tanggal 18 May 2007. Diakses tanggal 22 May 2007. 
  42. ^ "Pikes (Esocidae)" (PDF). Indiana Division of Fish and Wildlife. Diakses tanggal 3 September 2018. 
  43. ^ Bray, Dianne. "Eastern Frogfish, Batrachomoeus dubius". Fishes of Australia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 14 September 2014. Diakses tanggal 14 September 2014. 
  44. ^ "Trapdoor spiders". BBC. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-01-01. Diakses tanggal 12 December 2014. 
  45. ^ "Trapdoor spider". Arizona-Sonora Desert Museum. 2014. Diakses tanggal 12 December 2014. 
  46. ^ Gazda, S. K.; Connor, R. C.; Edgar, R. K.; Cox, F. (2005). "A division of labour with role specialization in group-hunting bottlenose dolphins (Tursiops truncatus) off Cedar Key, Florida". Proceedings of the Royal Society. 272 (1559): 135–140. doi:10.1098/rspb.2004.2937. PMC 1634948 . PMID 15695203. 
  47. ^ Tyus, Harold M. (2011). Ecology and Conservation of Fishes. CRC Press. hlm. 233. ISBN 978-1-4398-9759-1. 
  48. ^ Combes, S. A.; Salcedo, M. K.; Pandit, M. M.; Iwasaki, J. M. (2013). "Capture Success and Efficiency of Dragonflies Pursuing Different Types of Prey". Integrative and Comparative Biology. 53 (5): 787–798. doi:10.1093/icb/ict072 . PMID 23784698. 
  49. ^ Hubel, Tatjana Y.; Myatt, Julia P.; Jordan, Neil R.; Dewhirst, Oliver P.; McNutt, J. Weldon; Wilson, Alan M. (2016-03-29). "Energy cost and return for hunting in African wild dogs". Nature Communications. 7: 11034. doi:10.1038/ncomms11034. PMC 4820543 . PMID 27023457. Cursorial hunting strategies range from one extreme of transient acceleration, power and speed to the other extreme of persistence and endurance with prey being fatigued to facilitate capture.Dogs and humans are considered to rely on endurance rather than outright speed and manoeuvrability for success when hunting cursorially. 
  50. ^ Goldbogen, J. A.; Calambokidis, J.; Shadwick, R. E.; Oleson, E. M.; McDonald, M. A.; Hildebrand, J. A. (2006). "Kinematics of foraging dives and lunge-feeding in fin whales" (PDF). Journal of Experimental Biology. 209 (7): 1231–1244. doi:10.1242/jeb.02135. PMID 16547295. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2011-08-13. Diakses tanggal 2021-04-06. 
  51. ^ Sanders, Jon G.; Beichman, Annabel C.; Roman, Joe; Scott, Jarrod J.; Emerson, David; McCarthy, James J.; Girguis, Peter R. (2015). "Baleen whales host a unique gut microbiome with similarities to both carnivores and herbivores". Nature Communications. 6: 8285. Bibcode:2015NatCo...6.8285S. doi:10.1038/ncomms9285. PMC 4595633 . PMID 26393325. 
  52. ^ Forbes, L. Scott (1989). "Prey Defences and Predator Handling Behaviour: The Dangerous Prey Hypothesis". Oikos. 55 (2): 155–158. doi:10.2307/3565418. JSTOR 3565418. 
  53. ^ a b Lang, Stephen D. J.; Farine, Damien R. (2017). "A multidimensional framework for studying social predation strategies". Nature Ecology & Evolution. 1 (9): 1230–1239. doi:10.1038/s41559-017-0245-0. PMID 29046557. 
  54. ^ MacNulty, Daniel R.; Tallian, Aimee; Stahler, Daniel R.; Smith, Douglas W. (2014-11-12). Sueur, Cédric, ed. "Influence of Group Size on the Success of Wolves Hunting Bison". PLOS ONE. 9 (11): e112884. Bibcode:2014PLoSO...9k2884M. doi:10.1371/journal.pone.0112884. PMC 4229308 . PMID 25389760. 
  55. ^ Power, R. J.; Compion, R. X. Shem (2009). "Lion predation on elephants in the Savuti, Chobe National Park, Botswana". African Zoology. 44 (1): 36–44. doi:10.3377/004.044.0104. 
  56. ^ Beauchamp 2012, hlm. 7–12
  57. ^ Dawson, James W. (1988). "The cooperative breeding system of the Harris' Hawk in Arizona". The University of Arizona. Diakses tanggal 17 November 2017. 
  58. ^ Vail, Alexander L.; Manica, Andrea; Bshary, Redouan (23 April 2013). "Referential gestures in fish collaborative hunting". Nature Communications. 4 (1): 1765. Bibcode:2013NatCo...4.1765V. doi:10.1038/ncomms2781 . PMID 23612306. 
  59. ^ Yong, Ed (24 April 2013). "Groupers Use Gestures to Recruit Morays For Hunting Team-Ups". National Geographic. Diakses tanggal 17 September 2018. 
  60. ^ Templat:Cite DVD ISBN R-105732-9.
  61. ^ a b Bryce, Caleb M.; Wilmers, Christopher C.; Williams, Terrie M. (2017). "Energetics and evasion dynamics of large predators and prey: pumas vs. hounds". PeerJ. 5: e3701. doi:10.7717/peerj.3701. PMC 5563439 . PMID 28828280. 
  62. ^ Majer, Marija; Holm, Christina; Lubin, Yael; Bilde, Trine (2018). "Cooperative foraging expands dietary niche but does not offset intra-group competition for resources in social spiders". Scientific Reports. 8 (1): 11828. Bibcode:2018NatSR...811828M. doi:10.1038/s41598-018-30199-x. PMC 6081395 . PMID 30087391. 
  63. ^ "Ambush Predators". Sibley Nature Center (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 17 September 2018. 
  64. ^ Elbroch, L. Mark; Quigley, Howard (10 July 2016). "Social interactions in a solitary carnivore". Current Zoology. 63 (4): 357–362. doi:10.1093/cz/zow080. PMC 5804185 . PMID 29491995. 
  65. ^ Quenqua, Douglas (11 October 2017). "Solitary Pumas Turn Out to Be Mountain Lions Who Lunch". The New York Times (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 17 September 2018. 
  66. ^ Flores, Dan (2016). Coyote America : a natural and supernatural history. Basic Books. ISBN 978-0465052998. 
  67. ^ Stow, Adam; Nyqvist, Marina J.; Gozlan, Rodolphe E.; Cucherousset, Julien; Britton, J. Robert (2012). "Behavioural Syndrome in a Solitary Predator Is Independent of Body Size and Growth Rate". PLOS ONE. 7 (2): e31619. Bibcode:2012PLoSO...731619N. doi:10.1371/journal.pone.0031619. PMC 3282768 . PMID 22363687. 
  68. ^ "How do Spiders Hunt?". American Museum of Natural History. 25 August 2014. Diakses tanggal 5 September 2018. 
  69. ^ Weseloh, Ronald M.; Hare, J. Daniel (2009). "Predation/Predatory Insects". Encyclopedia of Insects (edisi ke-Second). hlm. 837–839. doi:10.1016/B978-0-12-374144-8.00219-8. ISBN 9780123741448. 
  70. ^ "Zooplankton". MarineBio Conservation Society. Diakses tanggal 5 September 2018. 
  71. ^ Bar-Yam. "Predator-Prey Relationships". New England Complex Systems Institute. Diakses tanggal 7 September 2018. 
  72. ^ a b c "Predator & Prey: Adaptations" (PDF). Royal Saskatchewan Museum. 2012. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2018-04-03. Diakses tanggal 19 April 2018. 
  73. ^ Vermeij, Geerat J. (1993). Evolution and Escalation: An Ecological History of Life. Princeton University Press. hlm. 11 and passim. ISBN 978-0-691-00080-0. 
  74. ^ Getz, W. M. (2011). "Biomass transformation webs provide a unified approach to consumer-resource modelling". Ecology Letters. 14 (2): 113–24. doi:10.1111/j.1461-0248.2010.01566.x. PMC 3032891 . PMID 21199247. 
  75. ^ Sidorovich, Vadim (2011). Analysis of vertebrate predator-prey community: Studies within the European Forest zone in terrains with transitional mixed forest in Belarus. Tesey. hlm. 426. ISBN 978-985-463-456-2. 
  76. ^ Angelici, Francesco M. (2015). Problematic Wildlife: A Cross-Disciplinary Approach. Springer. hlm. 160. ISBN 978-3-319-22246-2. 
  77. ^ Hayward, M. W.; Henschel, P.; O'Brien, J.; Hofmeyr, M.; Balme, G.; Kerley, G.I.H. (2006). "Prey preferences of the leopard (Panthera pardus)" (PDF). Journal of Zoology. 270 (2): 298–313. doi:10.1111/j.1469-7998.2006.00139.x. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2020-02-29. Diakses tanggal 2021-04-10. 
  78. ^ Pulliam, H. Ronald (1974). "On the Theory of Optimal Diets". The American Naturalist. 108 (959): 59–74. doi:10.1086/282885. 
  79. ^ Sih, Andrew; Christensen, Bent (2001). "Optimal diet theory: when does it work, and when and why does it fail?". Animal Behaviour. 61 (2): 379–390. doi:10.1006/anbe.2000.1592. 
  80. ^ Sprules, W. Gary (1972). "Effects of Size-Selective Predation and Food Competition on High Altitude Zooplankton Communities". Ecology. 53 (3): 375–386. doi:10.2307/1934223. JSTOR 1934223. 
  81. ^ Owen-Smith, Norman; Mills, M. G. L. (2008). "Predator-prey size relationships in an African large-mammal food web" (PDF). Journal of Animal Ecology. 77 (1): 173–183. doi:10.1111/j.1365-2656.2007.01314.x. hdl:2263/9023. PMID 18177336. 
  82. ^ Cott 1940, hlm. 12–13
  83. ^ Lloyd J. E. (1965). "Aggressive Mimicry in Photuris: Firefly Femmes Fatales". Science. 149 (3684): 653–654. Bibcode:1965Sci...149..653L. doi:10.1126/science.149.3684.653. PMID 17747574. 
  84. ^ Forbes, Peter (2009). Dazzled and Deceived: Mimicry and Camouflage. Yale University Press. hlm. 134. ISBN 978-0-300-17896-8. 
  85. ^ Bester, Cathleen (2017-05-05). "Antennarius striatus". Florida Museum. University of Florida. Diakses tanggal 31 January 2018. 
  86. ^ Ruppert, Edward E.; Fox, Richard, S.; Barnes, Robert D. (2004). Invertebrate Zoology, 7th edition. Cengage Learning. hlm. 153–154. ISBN 978-81-315-0104-7. 
  87. ^ Cetaruk, Edward W. (2005). "Rattlesnakes and Other Crotalids". Dalam Brent, Jeffrey. Critical care toxicology: diagnosis and management of the critically poisoned patient. Elsevier Health Sciences. hlm. 1075. ISBN 978-0-8151-4387-1. 
  88. ^ Barceloux, Donald G. (2008). Medical Toxicology of Natural Substances: Foods, Fungi, Medicinal Herbs, Plants, and Venomous Animals. Wiley. hlm. 1028. ISBN 978-0-470-33557-4. 
  89. ^ Li, Min; Fry, B.G.; Kini, R. Manjunatha (2005). "Eggs-Only Diet: Its Implications for the Toxin Profile Changes and Ecology of the Marbled Sea Snake (Aipysurus eydouxii)". Journal of Molecular Evolution. 60 (1): 81–89. Bibcode:2005JMolE..60...81L. doi:10.1007/s00239-004-0138-0. PMID 15696370. 
  90. ^ Castello, M. E., A. Rodriguez-Cattaneo, P. A. Aguilera, L. Iribarne, A. C. Pereira, and A. A. Caputi (2009). "Waveform generation in the weakly electric fish Gymnotus coropinae (Hoedeman): the electric organ and the electric organ discharge". Journal of Experimental Biology. 212 (9): 1351–1364. doi:10.1242/jeb.022566 . PMID 19376956. 
  91. ^ Feulner, P. G., M. Plath, J. Engelmann, F. Kirschbaum, R. Tiedemann (2009). "Electrifying love: electric fish use species-specific discharge for mate recognition". Biology Letters. 5 (2): 225–228. doi:10.1098/rsbl.2008.0566. PMC 2665802 . PMID 19033131. 
  92. ^ Catania, Kenneth C. (2015). "Electric eels use high-voltage to track fast-moving prey". Nature Communications. 6 (1): 8638. Bibcode:2015NatCo...6.8638C. doi:10.1038/ncomms9638. ISSN 2041-1723. PMC 4667699 . PMID 26485580. 
  93. ^ Kramer, Bernd (1996). "Electroreception and communication in fishes" (PDF). Progress in Zoology. 42. 
  94. ^ Karasov, William H.; Diamond, Jared M. (1988). "Interplay between Physiology and Ecology in Digestion". BioScience. 38 (9): 602–611. doi:10.2307/1310825. JSTOR 1310825. 
  95. ^ Caro 2005, hlm. v–xi, 4–5
  96. ^ Ruxton, Sherratt & Speed 2004, hlm. vii–xii
  97. ^ Edmunds, M. (1974). Defence in Animals . Longman. ISBN 978-0582441323. 
  98. ^ Caro 2005, hlm. 67–114

Sumber

sunting

Pranala luar

sunting