Kabinet Djuanda
Kabinet Djuanda disebut juga Kabinet Karya adalah kabinet pemerintahan Indonesia pimpinan Presiden Soekarno.[a] Kabinet ini diumumkan pada 8 April 1957 dan bertugas sejak 9 April 1957 hingga 6 Juli 1959.[b] Kabinet ini merupakan salah satu kabinet zakken.
Kabinet Djuanda | |
---|---|
Kabinet Pemerintahan Indonesia ke-18 | |
1957–1959 | |
Dibentuk | 9 April 1957 |
Diselesaikan | 6 Juli 1959 |
Struktur pemerintahan | |
Presiden | Soekarno |
Perdana Menteri | Djuanda Kartawidjaja |
Wakil Perdana Menteri | |
Total jumlah menteri | 28 |
Partai anggota | PNI NU Masyumi PSII IPKI Parkindo SKI Independen |
Sejarah | |
Pemilihan umum sebelumnya | |
Periode | DPR 1956–1959 |
Nasihat dan persetujuan | Dewan Perwakilan Rakyat Konstituante |
Pendahulu | Kabinet Ali Sastroamidjojo II |
Pengganti | Kabinet Kerja I |
Artikel ini adalah bagian dari seri |
Politik dan ketatanegaraan Indonesia |
---|
Pemerintahan pusat |
Pemerintahan daerah |
Politik praktis |
Kebijakan luar negeri |
| ||
---|---|---|
Prakemerdekaan Kebijakan dalam negeri Kebijakan luar negeri Media dan warisan Galeri: Gambar, Suara, Video |
||
Latar belakang
suntingPada 14 Maret 1957, Kabinet Ali Sastroamidjojo Kedua runtuh akibat tekanan pemberontakan daerah, perpecahan antar partai, dan serangan terhadap sistem politik yang berujung pada pengunduran diri anggotanya. Presiden Soekarno sempat mengutarakan keinginannya untuk membentuk kabinet gotong royong, di mana empat partai besar, termasuk Partai Komunis Indonesia (PKI), akan bekerja sama demi kepentingan nasional. Namun, setelah mendapat tentangan keras dari partai lain dan Angkatan Darat, Soekarno terpaksa mengurungkan niat tersebut. Pada 15 Maret, ia meminta ketua Partai Nasional Indonesia (PNI) Suwirjo untuk membentuk kabinet, namun ia tidak mampu melaksanakan tugas tersebut, sehingga Soekarno sendiri mengadakan pertemuan pada 14 April dengan para pemimpin partai dan perwira militer, di mana mereka semua ditanya apakah mereka siap untuk bergabung dengan kabinet. Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), yang sebagian besar anggotanya menolak masuk kabinet, menuduh Soekarno bertindak melawan hukum, namun sia-sia. Partai tersebut kemudian memecat dua anggotanya yang masuk kabinet. Soekarno menunjuk veteran kabinet Djuanda Kartawidjaja untuk memimpin kabinet yang terdiri dari orang-orang yang memenuhi syarat dan tidak mewakili partai mana pun. Kabinet diumumkan pada 8 April dan dilantik oleh Soekarno keesokan harinya di Istana Merdeka.[1][2][3]
Pimpinan
suntingPresiden | |
---|---|
Soekarno |
Anggota
suntingNo. | Jabatan | Foto | Pejabat | Mulai menjabat | Selesai menjabat | Partai | |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Perdana dan Wakil Perdana Menteri | |||||||
1 | Perdana Menteri | Djuanda Kartawidjaja | 9 April 1957 | 6 Juli 1959 | Nonpartai | ||
2 | Wakil Perdana Menteri I | Hardi | 9 April 1957 | 6 Juli 1959 | PNI | ||
Wakil Perdana Menteri II | Idham Chalid | 9 April 1957 | 6 Juli 1959 | NU | |||
Wakil Perdana Menteri III | Johannes Leimena[c] | 29 April 1957 | 6 Juli 1959 | Parkindo | |||
Menteri | |||||||
3 | Menteri Luar Negeri | Subandrio | 9 April 1957 | 6 Juli 1959 | Nonpartai | ||
4 | Menteri Dalam Negeri | Sanusi Hardjadinata | 9 April 1957 | 6 Juli 1959 | PNI | ||
5 | Menteri Pertahanan | Djuanda Kartawidjaja | 9 April 1957 | 6 Juli 1959 | Nonpartai | ||
6 | Menteri Kehakiman | Gustaaf Adolf Maengkom | 9 April 1957 | 6 Juli 1959 | PNI | ||
7 | Menteri Penerangan | Soedibjo | 9 April 1957 | 6 Juli 1959 | PSII | ||
8 | Menteri Keuangan | Soetikno Slamet | 9 April 1957 | 6 Juli 1959 | PNI | ||
9 | Menteri Pertanian | Sadjarwo Djarwonagoro | 9 April 1957 | 6 Juli 1959 | PNI | ||
10 | Menteri Perdagangan | Soenardjo[d] | 9 April 1957 | 25 Juni 1958 | NU | ||
Rachmat Muljomiseno | 25 Juni 1958 | 6 Juli 1959 | NU | ||||
11 | Menteri Perindustrian | F.J. Inkiriwang | 9 April 1957 | 6 Juli 1959 | Nonpartai | ||
12 | Menteri Perhubungan | Soekardan | 9 April 1957 | 6 Juli 1959 | Nonpartai | ||
13 | Menteri Pelayaran | Mohammad Nazir | 9 April 1957 | 6 Juli 1959 | Nonpartai | ||
14 | Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga | Pangeran Mohammad Nur | 9 April 1957 | 6 Juli 1959 | Masyumi | ||
15 | Menteri Perburuhan | Mr. Samjono | 9 April 1957 | 6 Juli 1959 | Nonpartai | ||
16 | Menteri Sosial | Johannes Leimena[e] | 9 April 1957 | 24 Mei 1957 | Parkindo | ||
Muljadi Djojomartono | 25 Mei 1957 | 6 Juli 1959 | Masyumi | ||||
17 | Menteri Pendidikan dan Kebudayaan | Prijono | 9 April 1957 | 6 Juli 1959 | Nonpartai | ||
18 | Menteri Agama | Muhammad Ilyas | 9 April 1957 | 6 Juli 1959 | NU | ||
19 | Menteri Kesehatan | Azis Saleh | 9 April 1957 | 6 Juli 1959 | IPKI | ||
20 | Menteri Agraria | R. Sunarjo | 9 April 1957 | 6 Juli 1959 | NU | ||
21 | Menteri Urusan Pengerahan Tenaga Rakyat untuk Pembangunan[f] (dihapuskan sejak 25 Juni 1958) |
A.M. Hanafi[g] | 9 April 1957 | 25 Juni 1958 | Nonpartai | ||
22 | Menteri Negara Urusan Veteran | Chaerul Saleh | 9 April 1957 | 6 Juli 1959 | Nonpartai | ||
23 | Menteri Negara Urusan Hubungan Antar Daerah[f] (dihapuskan sejak 25 Juni 1958) |
Ferdinand Lumban Tobing[h] | 9 April 1957 | 25 Juni 1958 | SKI | ||
24 | Menteri Negara[i] | Dadang Suprajogi (Urusan Stabilitasi Ekonomi) |
25 Juni 1958 | 6 Juli 1959 | Nonpartai | ||
Muhammad Wahib Wahab (Urusan Kerjasama Sipil-Militer) |
25 Juni 1958 | 6 Juli 1959 | NU | ||||
Ferdinand Lumban Tobing (Urusan Transmigrasi) |
25 Juni 1958 | 6 Juli 1959 | SKI | ||||
A.M. Hanafi | 25 Juni 1958 | 6 Juli 1959 | Nonpartai | ||||
Mohammad Yamin | 25 Juni 1958 | 6 Juli 1959 | Nonpartai |
Program kerja
suntingProgram kerja Kabinet Djuanda disebut Soekarno dengan sebutan 'pancakarya', yang terdiri dari kata 'panca' (dari Bahasa Sanskerta 'lima') dan 'karya' (kerja).[4] Kelima 'karya' atau tujuan program kerja kabinet diantaranya:
- Pembentukan 'Dewan Nasional';
- Menormalisasikan keadaan internal republik;
- Implementasi penarikan perjanjian dalam Konferensi Meja Bundar tahun 1949;
- Memperjuangkan Irian Barat; dan
- Mempercepat proses pembangunan.
Perkembangan
suntingKabinet Djuanda sejak awal telah dikritik oleh anti-komunis. Walaupun Partai Komunis Indonesia (PKI) secara resmi tidak masuk ke dalam kabinet, beberapa menteri dicurigai merupakan komunis atau berhubungan erat dengan PKI. Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) juga terus berargumen bahwa kabinet dibentuk secara inkonstitusional karena tidak dilantik oleh parlemen. Namun, Perdana Menteri Djuanda terus melaporkan kegiatan kabinet kepada parlemen dan ia berargumen bahwa secara praktis hanya Masyumi, Partai Katolik, dan partai kecil besutan Sutomo, Partai Rakjat Indonesia (PRI) yang menjadi opsosisi. Secara praktis, peran parlemen hampir berakhir, dan para menteri juga memiliki kekuasaan yang lebih kecil dibanding kabinet sebelumnya. Masa darurat tetap berjalan, dan sejarawan Amerika Serikat George Kahin menulis: "Pelantikan kabinet telah melemahkan peran kedua parlemen dan partai politik secara setara untuk memperluas peran presiden dan militer."[5]
Soekarno mencoba untuk mewujudkan konsep demokrasi terpimpinnya. Pada Mei 1957, Soekarno menggunakan peraturan darurat untuk membentuk Dewan Nasional. Dewan Nasional adalah badan yang setara dengan kabinet, terdiri dari refleksi masyarakat berdasarkan 'golongan pekerja' (seperti petani, buruh, pemuda, pebisnis, dan perempuan) dibandingkan berdasarkan partai politik. Dewan Nasional juga meliputi perwakilan dari beragam wilayah dan kepulauan.[1]
Setelah percobaan di Perserikatan Bangsa-Bangsa agar Irian Barat bergabung dengan Indonesia gagal pada November 1957, pemerintahan Soekarno mengambil alih kegiatan dari perusahaan-perusahaan Belanda. Pada 5 Desember, seluruh 46,000 orang Belanda yang masih tinggal di Indonesia dipaksa untuk meninggalkan Indonesia.[1] Terdapat beberapa penolakan dalam kabinet terhadap keputusan tersebut, termasuk dari Wakil Presiden Mohammad Hatta. Partai oposisi Masyumi mengutarakan kritiknya, dan para pimpinan partai Mohammad Natsir, Syafruddin Prawiranegara dan Burhanuddin Harahap bergabung dengan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sumatra. Gerakan Permesta juga ikut berkembang. Kedua pergerakan separatis tersebut merupakan alasan penting mengapa Soekarno dapat mempertahankan keadaan darurat dan dapat mengembangkan demokrasi terpimpinnya lebih luas.
Sejak awal 1958, pemilihan umum selanjutnya mulai direncanakan. Setelah pemilihan umum legislatif 1955, pemilihan selanjutnya dijadwalkan dilaksanakan pada September 1959. Namun, partai-partai politik yang kini lemah tidak mau menghadapi pemilihan umum dikarenakan kekhawatiran bahwa komunis PKI akan menang besar, dan juga beberapa kelompok lain seperti Angkatan Darat (yang diperkuat oleh keadaan darurat) tidak menginginkan adanya pemilihan umum. Selain PKI, seluruh partai politik besar sepakat untuk menunda pemilihan umum, dan pada 22 September 1958 Perdana Menteri Djuanda mengumumkan bahwa pemilihan umum akan ditunda selama maksimal 1 tahun, alasan resmi penundaan tersebut adalah keamanan yang tidak dapat dijamin oleh adanya pemberontakan.[1]
Pembubaran kabinet
suntingKonstituante, yang telah dibentuk setelah adanya Pemilihan umum Konstituante 1955 mengerjakan rancangan konstitusi baru sejak tahun 1956, namun tidak berhasil. Kepala Staf Angkatan Darat Abdul Haris Nasution mengajukan untuk kembali ke Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945(. Rencana tersebut mendapatkan dukungan luas, dan pada 5 Juli 1959, Soekarno mengeluarkan dekrit yang mengembalikan UUD 1945, membubarkan Konstituante dan mengembalikan Dewan Perwakilan Rakyat terpilih berubah menjadi parlemen yang ditunjuk. Dekrit tersebut juga menandakan akhir dari Kabinet Djuanda, dan Soekarno mengambil alih kekuasaan pemerintahan dengan menjabat sebagai presiden dan perdana menteri dalam Kabinet Kerja I.
Galeri
sunting-
Pengumuman Kabinet Djuanda oleh Pemerintah.
Catatan
sunting- ^ Kabinet Djuanda dibentuk dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 108 Tahun 1957.
- ^ Kabinet ini demisioner sejak tanggal 6 Juli 1959 berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 151 Tahun 1959
- ^ Pada waktu kabinet dibentuk jabatan ini belum ada. Dibentuk dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 115 Tahun 1957 tertanggal 16 Mei 1957, dan untuk jabatan tersebut diangkat Dr. Johannes Leimena sementara merangkap sebagai Menteri Sosial. Beliau merangkap jabatan sebagai Menteri Sosial sejak 29 April 1957.
- ^ Dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 131 Tahun 1958 tertanggal 25 Juni 1958, Soenardjo digantikan Rachmat Muljomiseno.
- ^ Pada 29 April 1957, Dr. Johannes Leimena sementara merangkap jabatan sebagai Menteri Sosial dan Wakil Perdana Menteri III sampai 24 Mei 1957. Sejak 25 Mei 1957, jabatan Menteri Sosial dipegang oleh Muljadi Djojomartono berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 120 Tahun 1957 tertanggal 24 Mei 1957.
- ^ a b Dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 131 Tahun 1958 tertanggal 25 Juni 1958, jabatan ini dihapuskan sejak 25 Juni 1958.
- ^ Dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 131 Tahun 1958 tertanggal 25 Juni 1958, A.M. Hanafi dibebaskan dari jabatannya sebagai Menteri Urusan Pengerahan Tenaga Rakyat untuk Pembangunan dan diangkat sebagai Menteri Negara.
- ^ Dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 131 Tahun 1958 tertanggal 25 Juni 1958, Ferdinand Lumban Tobing dibebaskan dari jabatannya sebagai Menteri Urusan Hubungan Antar Daerah dan diangkat menjadi Menteri Negara Urusan Transmigrasi.
- ^ Dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 131 Tahun 1958 dibentuk 5 jabatan Menteri Negara yang terdiri dari Menteri Negara Urusan Stabilisasi Ekonomi, Menteri Negara Urusan Kerjasama Sipil-Militer, Menteri Negara Urusan Transmigrasi, dan 2 Menteri Negara, dengan diangkat sebagai Menteri-Menterinya: Kol. Suprajogi, K.H. Wahib Wahab, Dr. F.L. Tobing, A.M. Hanafi dan Prof. Mr. H. Moh. Yamin.
Referensi
sunting- ^ a b c d Lev (2009) pp 26-34
- ^ Feith (2007) pp 579-580
- ^ Simanjuntak (2003) p182
- ^ Hakiki, Paizon (2014). Saiman, Marwoto; Suri, Syofyan, ed. "SISTEM PEMERINTAHAN PADA MASA DEMOKRASI LIBERAL TAHUN 1949-1959" (PDF). Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau. Vol. 1 (No. 1): 1–15.
- ^ Kahin, George McTurnan (1958). Major governments of Asia. New York: Cornell University Press. ISBN 9780801402180.
Karya dikutip
sunting- Feith, Herbert (2009) [1962], The Decline of Constitutional Democracy in Indonesian, Equinox Publishing (Asia) Pte Ltd, hlm. 469–470, ISBN 979-3780-45-2
- Lev, Daniel S (2009) [1966], The Transition to Guided Democracy: Indonesian Politics 1957-1959, Equinox Publishing (Asia) Pte Ltd, hlm. 34,136, ISBN 978-602-8397-40-7
- Simanjuntak, P. N. H. (2003) (in Indonesian), Kabinet-Kabinet Republik Indonesia: Dari Awal Kemerdekaan Sampai Reformasi, Jakarta: Djambatan, pp. 181–187, ISBN 979-428-499-8.
Pranala luar
sunting- (Indonesia) Profil Kabinet Djuanda pada situs web Sekretariat Kabinet Republik Indonesia
- Marsono. 1987. Almanak Negara Republik Indonesia 1987. Jakarta: B.P. Alda
Kabinet Pemerintahan Indonesia | ||
---|---|---|
Didahului oleh: Kabinet Ali Sastroamidjojo II |
Kabinet Djuanda 1957–1959 |
Diteruskan oleh: Kabinet Kerja I |