Yesus

tokoh sentral Kekristenan (6 atau 4 SM – 30 atau 33 M)
(Dialihkan dari Yesus dari Nazareth)
Ini adalah versi stabil, terperiksa pada tanggal 10 Desember 2024.

Yesus (bahasa Yunani: Ἰησοῦς, Iesous; ca 4 SM sampai 30–33 M; bahasa Arab: يسوع; bahasa Ibrani: יֵשׁוּ‎), juga disebut sebagai Yesus dari Nazaret atau Yesus Kristus, adalah tokoh sentral Kekristenan. Menurut semua denominasi Kristen, Yesus dipandang sebagai Allah Putra (Allah Anak). Namun, seluruh umat Kristen meyakini bahwa Yesus adalah Mesias (atau Kristus/Almasih, semuanya secara harfiah berarti "Yang Diurapi") yang dinantikan dalam Perjanjian Lama.

Simbol artikel pilihan
Artikel ini telah dinilai sebagai artikel pilihan pada 28 April 2016 (Pembicaraan artikel)

Yesus
Lahirca 4 SM[a]
Betlehem, Tetrarkhi Yudea, Kekaisaran Romawi[5]
Meninggal30–33 M[b]
(usia ca 33)
Yerusalem, Yudea, Kekaisaran Romawi
Sebab meninggalPenyaliban[c]
Kota asalNazaret
IMDB: nm1832670 Musicbrainz: bde40933-e89b-4f10-8e52-faa040c4cae4 Discogs: 823412 Find a Grave: 6017 Modifica els identificadors a Wikidata

Hampir semua akademisi setuju bahwa Yesus ada secara historis,[e] dan para sejarawan menganggap Injil Sinoptik (Matius, Markus, dan Lukas) sebagai sumber terbaik untuk meneliti historisitas Yesus.[17] Kebanyakan akademisi sepakat Yesus adalah orang Galilea, rabi Yahudi yang mewartakan pesannya secara lisan, dibaptis oleh Yohanes Pembaptis, dan disalibkan sesuai perintah Prefek Romawi Pontius Pilatus.[18] Menurut pandangan aliran utama saat ini, Yesus adalah seorang pewarta apokaliptik dan pendiri sebuah gerakan pembaruan di dalam Yudaisme. Setelah kematiannya, pengikutnya percaya bahwa Yesus bangkit dari kematian, dan komunitas yang mereka bentuk kemudian menjadi Gereja Kristen.[19] Era kalender yang paling umum, disingkat "M" (Masehi) dalam bahasa Indonesia atau disingkat "AD" dari bahasa Latin "Anno Domini" ("dalam tahun Tuhan kita"), didasarkan pada kelahiran Yesus. Kelahiran Yesus dirayakan setiap tahun pada 25 Desember (atau beragam tanggal pada bulan Januari di dalam beberapa gereja timur) sebagai Natal.

Umat Kristen percaya bahwa Yesus memiliki suatu "signifikansi yang unik" di dunia.[20] Doktrin-doktrin Kristen mencakup keyakinan bahwa Yesus dikandung oleh Roh Kudus, dilahirkan dari seorang perawan bernama Maria, melakukan berbagai mukjizat, mendirikan Gereja, mati karena penyaliban sebagai kurban untuk penebusan, bangkit dari kematian dan naik ke Surga, serta akan datang kembali ke bumi.[21] Sebagian besar umat Kristen percaya bahwa Yesus memungkinkan manusia untuk didamaikan dengan Allah. Pengakuan Iman Nicea menegaskan bahwa Yesus akan menghakimi orang mati baik sebelum atau setelah kebangkitan tubuh mereka, suatu peristiwa yang juga dikaitkan dengan Kedatangan Kedua Yesus di dalam eskatologi Kristen; walaupun beberapa kalangan meyakini peranan Yesus sebagai juru selamat memiliki kepentingan yang lebih sosial atau eksistensial daripada akhirat, dan beberapa teolog terkenal telah mengemukakan bahwa Yesus akan membawa suatu rekonsiliasi universal.[22][23] Sebagian terbesar dari kalangan Kristen menyembah Yesus sebagai penjelmaan dari Allah Putra, pribadi kedua dalam satu Trinitas Ilahi. Beberapa kelompok Kristen menolak Trinitarianisme, baik sebagian ataupun seluruhnya, karena mereka menganggapnya tidak selaras dengan kitab suci.

Dalam Islam, Yesus (umumnya ditransliterasikan sebagai Isa) dipandang sebagai Al-Masih (Mesias) dan salah satu Nabi Allah yang penting. Menurut umat Muslim, Yesus merupakan seorang pembawa kitab suci dan dilahirkan dari seorang perawan, namun bukan Putra Allah. Bagi sebagian besar kalangan Muslim, Yesus tidak disalibkan tetapi secara jasmani diangkat ke Surga oleh Allah.Yudaisme menolak keyakinan bahwa Yesus adalah Mesias yang dinantikan, dengan alasan bahwa kematian Yesus di kayu salib menandakan bahwa ia ditolak oleh Allah dan kebangkitannya adalah suatu legenda Kristen.[24]

Etimologi

 
Transkripsi Ibrani, Yunani, dan Latin untuk nama Yesus.

Orang Yahudi biasa pada zaman Yesus hanya memiliki satu nama, terkadang dilengkapi dengan nama ayahnya atau kampung halamannya.[25] Dengan demikian, dalam Perjanjian Baru, Yesus umumnya disebut sebagai "Yesus dari Nazaret" (mis. Markus 1:9) atau "Yesus orang Nazaret" (mis. Markus 10:47).[f] Para tetangga Yesus di Nazaret mengenalinya sebagai "tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon" (Markus 6:3), "anak tukang kayu" (Matius 13:55), atau "anak Yusuf" (Lukas 4:22). Dalam Injil Yohanes, Filipus menyebut Yesus sebagai "Yesus anak Yusuf dari Nazaret" (Yohanes 1:45).

Nama "Yesus" berasal dari nama Latin Iesus, transliterasi dari nama Yunani Ἰησοῦς (Iesous).[26] Bentuk Yunani tersebut merupakan terjemahan dari nama Ibrani ישו (Yeshua; "Yesua" dalam bahasa Indonesia), suatu varian dari יהושע (Yehoshua; "Yosua" dalam bahasa Indonesia) yang adalah nama sebelumnya.[27][28][29] Nama Yesua tampaknya telah digunakan di Yudea pada waktu kelahiran Yesus.[30] Karya-karya abad pertama dari sejarawan Flavius Yosefus, yang menulis dalam bahasa Yunani Koine, yaitu bahasa yang sama seperti yang digunakan dalam Perjanjian Baru,[31] menyebutkan setidaknya dua puluh orang berbeda dengan nama Yesus (yaitu Ἰησοῦς).[32] Etimologi dari nama Yesus dalam konteks Perjanjian Baru pada umumnya disampaikan sebagai "Yahweh adalah keselamatan".[33]

Sejak awal Kekristenan, umat Kristen telah lazim menyebut Yesus sebagai "Yesus Kristus".[34] Kata Kristus (Christ dalam bahasa Inggris) berasal dari kata Yunani Χριστός (Christos),[26][35] yang adalah terjemahan dari kata Ibrani מָשִׁיחַ (Meshiakh), artinya yang "diurapi" dan biasanya ditransliterasi ke dalam bahasa Inggris sebagai "Messiah" ("Mesias" dalam bahasa Indonesia).[36][37] Umat Kristen menetapkan Yesus sebagai Kristus karena mereka percaya bahwa Yesus adalah Mesias yang dinantikan, dinubuatkan dalam Alkitab Ibrani dan Perjanjian Lama (Yohanes 4:25–26). Dalam penggunaan pasca penulisan Alkitab, Kristus menjadi dipandang sebagai sebuah nama—salah satu bagian dari "Yesus Kristus"—tetapi pada awalnya merupakan sebuah gelar.[38][39] Istilah "Kristen" atau "Kristiani" (artinya "orang yang terikat kesetiaan kepada pribadi Kristus" atau cukup "pengikut Kristus" saja) telah digunakan sejak abad pertama.[40][41]

Laporan Injil kanonik

Keempat Injil kanonik (Markus, Matius, Lukas, dan Yohanes) adalah satu-satunya sumber yang substansial terkait kehidupan dan pesan Yesus.[42] Bagian-bagian lainnya dalam Perjanjian Baru, seperti surat-surat Paulus, kemungkinan ditulis beberapa dekade sebelum Injil dan menyertakan berbagai referensi terkait peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan Yesus, misalnya Perjamuan Terakhir dalam 1 Korintus 11:23–26.[43][44][45] Kisah Para Rasul 10:37–38 dan 19:4 menyebutkan pelayanan awal Yesus yang didahului oleh Yohanes Pembaptis.[46][47] Kisah Para Rasul 1:1–11 lebih banyak menceritakan perihal Kenaikan Yesus (juga disebutkan dalam 1 Timotius 3:16) daripada Injil kanonik.[48]

Beberapa kelompok Gnostik dan Kristen awal memiliki deskripsi tersendiri mengenai kehidupan dan ajaran Yesus yang tidak termasuk dalam Perjanjian Baru. Tulisan-tulisan ini meliputi Injil Tomas, Injil Petrus, dan Apokrifon Yakobus, di antara banyak tulisan apokrif lainnya. Kebanyakan akademisi memandangnya sebagai laporan-laporan yang kurang dapat diandalkan dan dituliskan jauh di kemudian hari dibandingkan dengan Injil kanonik.[49][50]

Injil-Injil kanonik

 
Sebuah papirus Yunani abad ke-3 berisikan Injil Lukas

Injil kanonik terdiri atas empat laporan, masing-masing ditulis oleh seorang penulis yang berbeda. Sampai abad ke-18, Injil Matius secara aklamasi diyakini sebagai Injil yang pertama kali ditulis. Menurut prioritas Markus yang muncul pada abad ke-19, yang pertama dituliskan adalah Injil Markus (ditulis tahun 60–75 M), diikuti oleh Injil Matius (65–85 M), Injil Lukas (65–95 M), dan Injil Yohanes (75–100 M).[51] Di antara keempat laporan tersebut terdapat berbagai perbedaan konten dan urutan peristiwa.[52][53]

Sesuai tradisi, penulisan Injil telah dikaitkan dengan empat penginjil yang memiliki hubungan dekat dengan Yesus:[54] Injil Markus ditulis oleh Yohanes Markus, seorang kolega Petrus;[55] Injil Matius ditulis oleh salah seorang murid Yesus;[54] Injil Lukas ditulis oleh salah seorang rekan Paulus, orang yang disebutkan di dalam beberapa surat;[54] dan Injil Yohanes ditulis oleh murid Yesus lainnya,[54] yang kenyataannya merupakan bagian dari suatu kelompok dalam para murid, bersama dengan Petrus dan Yakobus saudara Yohanes.[56]

Tiga dari keempat laporan tersebut, yaitu Injil Matius, Injil Markus, dan Injil Lukas, dikenal sebagai Injil Sinoptik, dinamakan demikian dari kata Yunani σύν (syn "bersama") dan ὄψις (opsis "pandangan").[57][58][59] Ketiganya memiliki keserupaan dalam konten, penataan naratif, struktur paragraf dan bahasa.[57][58] Sejumlah akademisi berpendapat bahwa sulit untuk menemukan hubungan literer langsung antara Injil-Injil Sinoptik dan Injil Yohanes.[60] Alur beberapa peristiwa (seperti pembaptisan Yesus, transfigurasi, penyaliban, dan interaksi dengan para rasul) diceritakan dalam semua Injil Sinoptik, namun insiden seperti transfigurasi tidak tampak dalam Injil Yohanes, yang juga berbeda dalam hal-hal lainnya —misalnya Pembersihan Bait Allah.[61]

Yesus dalam Injil Sinoptik Yesus dalam Injil Yohanes
Dimulai dari pembaptisan Yesus atau kelahiran dari seorang perawan.[54] Dimulai dari kisah penciptaan, tidak ada cerita kelahiran.[54]
Dibaptis oleh Yohanes Pembaptis.[54] Diandaikan ada pembaptisan namun tidak disebutkan.[54]
Mengajar dengan perumpamaan dan aforisme.[54] Mengajar dengan jalinan percakapan yang panjang.[54]
Mengajar secara khusus mengenai Kerajaan Allah, sedikit tentang diri sendiri.[54] Mengajar secara khusus dan ekstensif tentang diri sendiri.[54]
Berbicara bagi orang miskin dan tertindas.[54] Berbicara sedikit tentang orang miskin atau tertindas.[54]
Mengusir setan.[62] Tidak mengusir setan.[62]
Pelayanan publik berlangsung selama minimal satu tahun.[54] Pelayanan publik berlangsung selama tiga tahun.[54]
Pembersihan Bait Allah terjadi saat akhir masa pelayanan.[54] Pembersihan Bait Allah terjadi saat awal masa pelayanan.[54]
Yesus mengantar ke dalam suatu perjanjian baru melalui Perjamuan Terakhir.[54] Yesus membasuh kaki para murid.[54]

Kebanyakan akademisi sependapat bahwa, mengikuti apa yang dikenal sebagai "hipotesis Markus",[63] para penulis Injil Matius dan Injil Lukas menggunakan Injil Markus sebagai salah satu sumber rujukan untuk penulisan injil mereka. Injil Matius dan Injil Lukas juga memuat beberapa konten yang tidak ditemukan dalam Injil Markus. Untuk menjelaskan hal ini, banyak akademisi yang meyakini bahwa selain Injil Markus kedua penulis tersebut juga menggunakan sumber lain (umumnya disebut "sumber Q").[64]

Menurut suatu konsensus keilmuan umum, Injil Sinoptik, bukan Injil Yohanes, merupakan sumber utama informasi sejarah mengenai Yesus.[65][66][25] Namun demikian tidak semua yang terkandung dalam Injil Perjanjian Baru dipandang dapat diandalkan secara historis.[67] Elemen-elemen yang keaslian historisnya diperdebatkan misalnya Kelahiran, Pembantaian Kanak-Kanak Suci, Kebangkitan, Kenaikan, beberapa mukjizat Yesus, dan pengadilan Mahkamah Agama.[68][69][70] Pandangan-pandangan mengenai Injil berkisar dari keberadaannya sebagai deskripsi-deskripsi tanpa salah tentang kehidupan Yesus[71] hingga ketersediaannya akan informasi historis yang sedikit tentang kehidupan Yesus selain yang mendasar.[72][73]

Injil Sinoptik menekankan aspek-aspek berbeda mengenai Yesus. Dalam Injil Markus, Yesus adalah Putra Allah dengan mukjizat-mukjizat yang memperlihatkan adanya Kerajaan Allah.[55] Yesus ditampilkan sebagai seorang pembuat mukjizat yang tak kenal lelah, pelayan Allah sekaligus manusia.[74] Injil yang singkat ini mencatat beberapa perkataan atau ajaran Yesus.[55] Injil Matius menekankan bahwa Yesus merupakan pemenuhan kehendak Allah sebagaimana dinyatakan dalam Perjanjian Lama, dan adalah Tuhan dari Gereja.[75] Ia adalah Mesias yang meraja, disebut berulang kali sebagai "raja" dan "Putra Daud."[74] Ciri penting dari Injil ini adalah kelima diskursus, kumpulan ajaran-ajaran terkait tema tertentu, termasuk Khotbah di Bukit.[75] Injil Lukas menyajikan Yesus sebagai juru selamat insani-ilahiah yang menunjukkan kasih sayang kepada yang membutuhkannya.[76] Ia diperlihatkan sebagai teman orang-orang berdosa dan yang terkucilkan, datang untuk mencari dan menyelamatkan mereka.[74] Injil ini memuat perumpamaan-perumpamaan favorit Yesus seperti Orang Samaria yang Baik Hati dan Anak yang Hilang.[76]

Injil Sinoptik dan Injil Yohanes memiliki kesesuaian dalam hal garis besar utama kehidupan Yesus.[77] Yohanes Pembaptis mendahului Yesus, dikatakan bahwa pelayanan mereka sempat bersinggungan, dan Yohanes memberikan kesaksian perihal identitas Yesus.[77] Yesus memberikan pengajaran dan melakukan berbagai mukjizat, paling tidak sebagian terjadi di Galilea.[77] Ia kemudian mengunjungi Yerusalem di mana para pemimpin di sana menyalibkan Yesus, dan kemudian dimakamkan.[77] Setelah itu makam Yesus ditemukan kosong pada hari Minggu, dan Yesus yang bangkit menampakkan diri kepada para pengikut-Nya.[77]

Prolog Injil Yohanes mengidentifikasi Yesus sebagi penjelmaan dari Firman ilahi (Logos).[78] Sebagai Firman, Yesus hadir dalam kekekalan bersama dengan Allah, beraktivitas dalam seluruh ciptaan, serta sumber kodrat rohani dan moral manusia.[78] Dengan prolog ini, penginjil tersebut menetapkan bahwa Yesus tidak hanya lebih besar daripada para nabi insani masa lampau tetapi lebih besar daripada semua nabi yang pernah ada. Dijelaskan bahwa Yesus tidak hanya berbicara tentang Firman Allah, tetapi Yesus adalah Firman Allah.[79] Dalam Injil Yohanes, Yesus mengungkapkan peran ilahi-Nya secara terbuka. Di sini Ia menyatakan diri sebagai Roti Hidup, Terang Dunia, Pokok Anggur Yang Benar, dan pernyataan lainnya.[74]

Secara umum, para penulis Perjanjian Baru kurang berminat dalam memberikan penyajian suatu kronologi yang mutlak tentang Yesus atau dalam menyelaraskan peristiwa-peristiwa kehidupan Yesus dengan sejarah sekuler pada zaman itu.[80] Sebagaimana dinyatakan dalam Yohanes 21:25, Injil tidak mengklaim ketersediaan suatu daftar lengkap perihal peristiwa-peristiwa dalam kehidupan Yesus.[81] Laporan-laporan tersebut utamanya ditulis sebagai dokumen teologis dalam konteks Kekristenan awal, garis waktunya hanya merupakan salah satu pertimbangan sekunder.[82] Salah satu perwujudan Injil sebagai dokumen teologis daripada sekadar kronik sejarah yaitu bahwa sekitar sepertiga isi laporan-laporan tersebut mengisahkan tujuh hari atau minggu terakhir kehidupan Yesus di Yerusalem, yang disebut sebagai Kisah Sengsara.[83] Kendati Injil tidak menyediakan detail yang memadai untuk memenuhi tuntutan para sejarawan modern terkait berbagai kepastian penanggalan, namun dimungkinkan untuk memanfaatkannya sebagai gambaran umum kisah kehidupan Yesus.[67][80][82]

Genealogi dan kelahiran

 
Penyembahan Para Gembala karya Gerard van Honthorst, 1622.

Injil Matius dan Injil Lukas menyajikan genealogi atau silsilah Yesus. Injil Matius menelusuri garis keturunan Yesus sampai kepada Abraham, melalui Daud. Injil Lukas menelusuri garis keturunan Yesus melalui Adam sampai kepada Allah.[84] Daftar-daftar tersebut identik antara Abraham dan Daud, tetapi sangat berbeda mulai dari Daud sampai kepada Yesus. Para akademisi Kristen lazimnya (dimulai dengan sejarawan Eusebius[85]) telah mengemukakan berbagai teori yang berupaya menjelaskan perbedaan garis keturunan tersebut,[86] misalnya bahwa laporan Injil Matius didasarkan pada garis keturunan Yusuf sedangkan Injil Lukas didasarkan pada garis keturunan Maria. Akademisi biblika modern seperti Marcus Borg dan John Dominic Crossan menganggap kedua silsilah tersebut sebagai invensi untuk menyesuaikan dengan konvensi sastra Yahudi.[87]

Injil Matius dan Injil Lukas mendeskripsikan kelahiran Yesus, khususnya bahwa Yesus dilahirkan dari seorang perawan di Betlehem sebagai pemenuhan nubuat para nabi. Laporan dari Injil Lukas menekankan peristiwa-peristiwa sebelum kelahiran Yesus dan berpusat pada Maria, sementara Injil Matius kebanyakan mencakup peristiwa-peristiwa setelah kelahiran dan berpusat pada Yusuf.[88][89][90] Kedua laporan tersebut menyatakan bahwa Yesus dilahirkan bagi Yusuf dan Maria, tunangannya, di Betlehem, dan kedua laporan tersebut mendukung doktrin kelahiran dari perawan yang menyatakan bahwa Yesus dikandung secara ajaib dari Roh Kudus di dalam rahim Maria dan ia tetap seorang perawan.[91][92][93] Kelahiran dari perawan telah menjadi salah satu ajaran yang konsisten dalam keyakinan Kristen ortodoks, walaupun sejumlah teolog liberal mempertanyakannya selama 150 tahun terakhir ini.[94] Injil Matius berulang kali mengutip Perjanjian Lama untuk mendukung keyakinan bahwa Yesus adalah Mesias yang dijanjikan untuk bangsa Yahudi.[95]

Dalam Injil Matius, Yusuf mengalami kegundahan karena Maria, tunangannya, telah hamil (Matius 1:19–20), tetapi dalam mimpi pertama Yusuf seorang malaikat meyakinkannya agar tidak takut untuk mengambil Maria sebagai istrinya karena anak yang dikandungnya dikandung dari Roh Kudus.[96] Dalam Matius 2:1–12, orang-orang Majus atau Magi dari Timur membawakan hadiah-hadiah bagi bayi Yesus yang dipandang sebagai Raja Orang Yahudi. Herodes mendengar perihal kelahiran Yesus, dan ia ingin membunuh Yesus sehingga memerintahkan pembunuhan semua bayi laki-laki di Betlehem. Tetapi seorang malaikat memperingatkan Yusuf dalam mimpinya yang kedua, dan keluarga tersebut melarikan diri ke Mesir —untuk kemudian kembali dan menetap di Nazaret.[96][97][98]

Menurut Lukas 1:31–38, Maria mengetahui dari malaikat Gabriel bahwa ia akan mengandung dan melahirkan seorang anak yang disebut Yesus melalui tindakan Roh Kudus.[89][91] Pada waktu Maria akan melahirkan, ia dan Yusuf melakukan perjalanan dari Nazaret ke kampung halaman Yusuf di Betlehem untuk mendaftarkan diri dalam sensus yang diperintahkan oleh Kaisar Agustus. Ketika berada di sana Maria melahirkan Yesus, dan karena mereka tidak mendapat tempat di rumah penginapan, ia menempatkan bayi yang baru dilahirkannya di dalam sebuah palungan (Lukas 2:1–7). Seorang malaikat mengabarkan kelahiran itu kepada beberapa gembala, selanjutnya mereka pergi ke Betlehem untuk melihat Yesus dan kemudian menyebarkan berita tersebut (Lukas 2:8–20). Setelah mempersembahkan Yesus di Bait Allah, Yusuf, Maria, dan Yesus kembali ke Nazaret.[89][91]

Masa muda, pekerjaan, dan profesi

 
Yesus dalam usia 12 tahun ditemukan di Bait Allah, lukisan karya James Tissot.

Rumah masa kecil Yesus diidentifikasi dalam Injil Lukas dan Injil Matius sebagai kota Nazaret di Galilea di mana Yesus tinggal bersama keluarga-Nya. Yusuf ditampilkan dalam deskripsi-deskripsi masa kanak-kanak Yesus, namun tidak disebutkan lagi setelahnya.[99] Anggota keluarga Yesus yang lainnya—ibu-Nya, Maria, saudara-saudara-Nya, Yakobus, Yoses (atau Yusuf), Yudas, Simon, dan saudari-saudari yang tidak disebutkan namanya—tercatat dalam Injil dan sumber-sumber lain.[100][101]

Menurut Stephen L. Harris, Injil Markus menyampaikan bahwa Yesus terlibat konflik dengan para tetangga dan kaum keluarga-Nya.[102] Saudara-saudara dan ibu Yesus datang untuk menjemput Yesus (Markus 3:31–35) karena orang-orang mengatakan bahwa Ia sudah tidak waras (3:21). Yesus menanggapi bahwa mereka yang melakukan kehendak Allah adalah keluarga-Nya yang sebenarnya. Dalam Injil Yohanes, Maria mengikuti Yesus sampai saat penyaliban, dan Yesus mengekspresikan kepedulian terhadap sang ibu (19:25–27).

Yesus disebut sebagai seorang τέκτων (tekton) dalam Markus 6:3, menurut tradisi dipahami sebagai tukang kayu tetapi dapat juga mencakup para pembuat benda dalam berbagai bahan, termasuk pembangun.[103][104] Injil memperlihatkan bahwa Yesus dapat membaca, memparafrasakan, dan berdebat kitab suci, tetapi belum tentu berarti bahwa Yesus menerima pelatihan menulis secara formal.[105]

Pembaptisan dan pencobaan

 
Penggambaran oleh Francesco Trevisani mengenai pembaptisan Yesus, turunnya Roh Kudus dari Surga digambarkan sebagai seekor merpati.

Laporan Injil Sinoptik seputar pembaptisan Yesus didahului dengan informasi mengenai Yohanes Pembaptis.[106][107][108] Yohanes Pembaptis digambarkan menyerukan penitensi dan pertobatan demi pengampunan dosa serta mendorong untuk berderma kepada kaum miskin (Lukas 3:11) ketika ia membaptis orang-orang di daerah Sungai Yordan di sekitar Perea, selain itu juga menubuatkan kedatangan seseorang "yang lebih berkuasa" daripada dia (Lukas 3:16).[109][110] Belakangan Yesus mengidentifikasi Yohanes Pembaptis sebagai Elia (Markus 9:13–14, Matius 11:14), seorang nabi yang diharapkan kedatangannya sebelum "hari Tuhan yang besar dan dahsyat itu" (Maleakhi 4:5). Demikian juga Injil Lukas menyatakan bahwa Yohanes Pembaptis memiliki roh dan kuasa Elia (Lukas 1:17).

Dalam Injil Markus, Yohanes membaptis Yesus dan setelah keluar dari sungai Yesus melihat Roh Kudus yang berbentuk seperti seekor burung merpati turun ke atas-Nya dan terdengar suara dari Surga yang menyatakan bahwa Yesus adalah Putra Allah (Markus 1:9–11). Ini merupakan salah satu dari dua peristiwa dalam Injil yang menuliskan adanya suara dari Surga yang menyebut Yesus "Putra" atau "Anak", peristiwa lainnya yaitu Transfigurasi.[111][112] Roh tersebut kemudian mengantar Yesus ke padang gurun di mana Yesus dicobai oleh Iblis (Markus 1:12–13). Yesus kemudian memulai pelayanan setelah Yohanes ditangkap (Markus 1:14). Pembaptisan Yesus dalam Injil Matius dikisahkan serupa, di mana sebelum pembaptisan Yesus, Yohanes memprotes dengan mengatakan, "Akulah yang perlu dibaptis oleh-Mu" (Matius 3:14). Yesus menanggapinya dengan permintaan untuk melaksanakan pembaptisan tersebut demi "menggenapkan seluruh kehendak Allah" (Matius 3:15). Injil Matius juga merinci ketiga godaan yang ditawarkan Iblis kepada Yesus di padang gurun (Matius 4:3–11). Dalam Injil Lukas, Roh Kudus turun seperti seekor burung merpati setelah semua orang di sana dibaptis dan Yesus sedang berdoa (Lukas 3:21–22). Yohanes secara implisit mengenali Yesus dari penjara setelah ia mengirim para pengikutnya untuk bertanya tentang Yesus (Lukas 7:18–23). Pembaptisan dan pencobaan yang dialami oleh Yesus berfungsi sebagai persiapan untuk melakukan pelayanan publik.[113]

Injil Yohanes tidak menceritakan pembaptisan dan pencobaan yang dialami Yesus.[114] Dalam Injil Yohanes, Yohanes Pembaptis bersaksi bahwa ia melihat Roh yang turun ke atas Yesus (Yohanes 1:32).[110][115] Yohanes menyatakan di depan publik bahwa Yesus adalah Anak Domba Allah yang menjadi kurban, dan beberapa pengikut Yohanes menjadi pengikut Yesus.[66] Dalam Injil Yohanes, Yohanes menyangkal bahwa ia adalah Elia (Yohanes 1:21). Sebelum Yohanes dipenjarakan, Yesus juga turut membaptis orang-orang (Yohanes 3:22-24) dan membaptis lebih banyak orang daripada Yohanes (Yohanes 4:1).

Pelayanan publik

 
Sebuah lukisan abad ke-19 yang menggambarkan Khotbah di Bukit, karya Carl Bloch.

Injil Sinoptik menggambarkan dua lingkungan geografis yang berbeda dalam pelayanan Yesus. Yang pertama bertempat di utara Yudea di Galilea, di mana pelayanan Yesus mengalami suatu kesuksesan; dan yang kedua memperlihatkan ditolak dan dibunuhnya Yesus ketika mengadakan perjalanan ke Yerusalem. Secara khusus Yesus melarang mereka yang mengenali identitas-Nya untuk berbicara tentang hal itu, termasuk orang-orang yang disembuhkan Yesus dan setan-setan yang diusir-Nya.[116]

Injil Yohanes menggambarkan pelayanan Yesus lebih banyak berlangsung di dan sekitar Yerusalem daripada di Galilea. Dalam Injil ini, identitas ilahi Yesus dinyatakan secara terbuka di hadapan publik dan segera diakui oleh mereka.[79]

Para akademisi membagi pelayanan Yesus ke dalam beberapa tahap. Pelayanan di Galilea dimulai ketika Yesus kembali ke Galilea dari Gurun Yudea setelah penolakan atas semua godaan Setan. Yesus berkhotbah di seluruh Galilea dan Matius 4:18–20 mengisahkan bahwa murid-murid pertama Yesus, yang pada akhirnya membentuk inti dari Gereja perdana, bertemu dengan Yesus dan mulai bepergian dengan-Nya.[108][117] Periode ini meliputi peristiwa Khotbah di Bukit, yaitu salah satu pengajaran utama Yesus,[117][118] meredakan badai, memberi makan 5.000 orang, berjalan di atas air, serta sejumlah mukjizat dan perumpamaan.[119] Periode ini berakhir dengan Pengakuan Petrus dan peristiwa Transfigurasi.[120][121]

Seiring perjalanan Yesus menuju Yerusalem, dalam pelayanan di Perea, Yesus kembali ke daerah di mana Ia dibaptis, sekitar sepertiga perjalanan turun dari Danau Galilea di sepanjang Yordan (Yohanes 10:40–42).[122][123] Periode pelayanan terakhir di Yerusalem dimulai dengan masuknya Yesus ke kota tersebut pada hari Minggu Palma.[124] Dalam Injil Sinoptik, selama minggu tersebut Yesus mengusir para penukar uang dari Bait Allah dan Yudas melakukan tawar-menawar untuk mengkhianati Yesus. Periode ini berpuncak dalam Perjamuan Terakhir dan Amanat Perpisahan.[106][124][125]

Para murid dan pengikut

 
Yesus berbicara kepada 12 murid-Nya, sebagaimana digambarkan oleh James Tissot.

Menjelang awal pelayanan Yesus, Ia menetapkan dua belas rasul. Dalam Injil Matius dan Markus, kendati Yesus hanya sekilas saja meminta mereka untuk bergabung dengan-Nya, empat rasul pertama Yesus yang adalah nelayan dideskripsikan segera menyetujui permintaan Yesus serta meninggalkan jala dan perahu mereka untuk melakukannya (Matius 4:18–22, Markus 1:16–20). Dalam Injil Yohanes diceritakan bahwa dua rasul pertama Yesus adalah murid-murid Yohanes Pembaptis. Saat itu Yohanes Pembaptis melihat Yesus dan menyebut-Nya Anak Domba Allah; kedua murid itu mendengarnya dan menjadi pengikut Yesus.[126][127] Terlepas dari Kedua Belas Rasul, bagian pembukaan Khotbah di Tempat Datar mengidentifikasi sekelompok besar orang sebagai murid-murid (Lukas 6:17). Dalam Lukas 10:1–16 juga dikisahkan Yesus mengutus tujuh puluh atau tujuh puluh dua pengikut-Nya secara berpasangan untuk mempersiapkan kota-kota yang akan dikunjungi Yesus. Mereka diperintahkan untuk menerima keramahtamahan pemilik rumah yang bersedia menampung mereka, menyembuhkan orang sakit, dan menyebarkan berita datangnya Kerajaan Allah.[128]

Dalam Injil Markus, para murid pada saat itu masih bebal. Mereka belum memahami makna dari mukjizat-mukjizat yang dilakukan Yesus (Markus 4:35–41, 6:52), perumpamaan-perumpamaan-Nya (Markus 4:13), atau arti "bangkit dari antara orang mati" (Markus 9:9–10). Ketika kemudian Yesus ditangkap, mereka berlari meninggalkan Yesus (lihat di bawah).[116]

Ajaran, khotbah, dan mukjizat

 
Kristus dan Penguasa Muda yang Kaya karya Heinrich Hofmann, 1889

Dalam Injil Sinoptik, Yesus mengajarkan secara luas, sering kali dengan perumpamaan, mengenai Kerajaan Allah (atau, dalam Injil Matius, Kerajaan Surga).[129] Kerajaan itu dideskripsikan telah dekat (Markus 1:15) dan telah ada dalam pelayanan Yesus (Lukas 17:21). Yesus menjanjikan keikutsertaan dalam Kerajaan itu bagi mereka yang menerima pesan-Nya (Markus 10:13–27).[129] Yesus berbicara tentang "Anak Manusia" (atau "Putra Manusia"), sebagai seorang sosok apokaliptik yang akan datang untuk mengumpulkan orang-orang terpilih.[130]

Yesus memanggil orang-orang untuk bertobat dari dosa mereka dan mengabdikan diri sepenuhnya kepada Allah.[25] Yesus mengatakan kepada para pengikut-Nya untuk berpegang teguh pada hukum Yahudi, kendati oleh beberapa kalangan Yesus sendiri dianggap melanggar hukum tersebut, misalnya mengenai Sabat.[25] Ketika ditanya mengenai apa perintah terbesar, Yesus menjawab: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. ... Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri" (Matius 22:37–39). Ajaran-ajaran etika yang lain dari Yesus misalnya mengasihi musuh, menjauhkan diri dari kebencian dan hawa nafsu, serta memberi pipi yang lain jika ditampar orang (Matius 5:21–44).[131]

Injil Yohanes menyajikan ajaran-ajaran Yesus bukan hanya sebagai pewartaan-Nya sendiri, tetapi sebagai wahyu ilahi. Sebagai contoh, Yohanes Pembaptis dalam Yohanes 3:34 menyatakan: "Sebab siapa yang diutus Allah, Dialah yang menyampaikan firman Allah, karena Allah mengaruniakan Roh-Nya dengan tidak terbatas." Dalam Yohanes 7:16 Yesus mengatakan, "Ajaran-Ku tidak berasal dari diri-Ku sendiri, tetapi dari Dia yang telah mengutus Aku." Ia menegaskan hal yang sama dalam Yohanes 14:10: "Tidak percayakah engkau, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku? Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang diam di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan-Nya."[132][133]

 
Yesus menyembuhkan seorang yang sakit kustamosaik abad pertengahan dari Katedral Monreale.

Dalam Injil, kira-kira tiga puluh perumpamaan merupakan sekitar sepertiga ajaran Yesus yang tercatat.[132][134] Perumpamaan-perumpamaan tersebut diperlihatkan dalam khotbah-khotbah yang lebih panjang dan di bagian lain dalam rupa narasi.[135] Perumpamaan Yesus sering kali mengandung simbolisme, dan biasanya mengaitkan dunia jasmani dengan rohani.[136][137] Tema-tema umum dalam kisah-kisah ini misalnya kebaikan dan kemurahan hati Allah serta bahaya-bahaya pelanggaran.[138] Beberapa perumpamaan Yesus, seperti Anak yang Hilang (Lukas 15:11–32), relatif sederhana, sementara yang lainnya seperti Benih yang Tumbuh (Markus 4:26–29) termasuk kompleks, mendalam, dan sulit dipahami.[139]

Dalam laporan-laporan Injil, Yesus memberikan porsi besar dalam pelayanan-Nya dengan melakukan berbagai mukjizat, terutama penyembuhan.[140] Mukjizat-mukjizat tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori utama: mukjizat penyembuhan dan mukjizat alam.[141] Mukjizat penyembuhan yang dilakukan Yesus yaitu menyembuhkan penyakit fisik, eksorsisme (pengusiran setan), dan membangkitkan orang mati.[142] Mukjizat alam memperlihatkan kuasa Yesus atas alam, misalnya mengubah air menjadi anggur, berjalan di atas air, dan meredakan badai. Yesus menyatakan bahwa mukjizat yang dilakukan-Nya berasal dari sumber ilahi. Sementara para lawan Yesus menuduh-Nya melakukan eksorsisme dengan kuasa Beelzebul, penghulu setan, Yesus menanggapi mereka dengan mengatakan bahwa Ia melakukan mukjizat dengan "Roh Allah" (Matius 12:28) atau "kuasa Allah" (Lukas 11:20).[25][143]

Dalam Injil Yohanes, mukjizat-mukjizat Yesus dideskripsikan sebagai "tanda-tanda", dilakukan untuk membuktikan misi dan keilahian Yesus.[144][145] Namun, dalam Injil Sinoptik, ketika diminta untuk memberikan tanda-tanda ajaib untuk membuktikan otoritas-Nya, Yesus menolak.[144] Dalam Injil Sinoptik juga dikisahkan bahwa orang banyak secara berkala menanggapi mukjizat-mukjizat Yesus dengan rasa kagum dan memaksa-Nya untuk menyembuhkan penyakit mereka. Dalam Injil Yohanes, Yesus tampak tidak tertekan oleh orang banyak tersebut, mereka sering menanggapi mukjizat Yesus dengan keyakinan dan iman.[146] Satu karakteristik yang terlihat di antara semua mukjizat yang dilakukan Yesus dalam laporan-laporan Injil yaitu bahwa Yesus melakukannya dengan bebas dan tidak pernah meminta pembayaran materiil dalam bentuk apa pun.[147] Episode-episode dalam Injil yang memuat deskripsi terkait mukjizat Yesus juga sering mencakup ajaran-ajaran, dan mukjizat itu sendiri mengandung elemen pengajaran.[148][149] Banyak dari mukjizat yang dibuat Yesus mengajarkan pentingnya iman. Misalnya dalam peristiwa disembuhkannya sepuluh orang kusta dan dibangkitkannya anak perempuan Yairus para penerima manfaat mukjizat-mukjizat tersebut diberitahu bahwa kesembuhan mereka terjadi karena iman mereka.[150][151]

Pemakluman sebagai Kristus dan peristiwa Transfigurasi

 
Transfigurasi Yesus, penggambaran oleh Carl Bloch.

Di sekitar bagian tengah masing-masing ketiga Injil Sinoptik, dua episode yang berkaitan menandai suatu titik balik dalam kisah tersebut: Pengakuan Petrus dan Transfigurasi Yesus.[121][152] Peristiwa-peristiwa ini menandai awal mula penyingkapan secara bertahap atas identitas Yesus kepada para murid-Nya dan nubuat Yesus terkait penderitaan dan kematian-Nya.[111][112][121] Kedua peristiwa ini tidak diceritakan di dalam Injil Yohanes.[77]

Dalam Pengakuannya, Petrus berkata kepada Yesus, "Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!"[153][154][155] Yesus menegaskan bahwa pengakuan Petrus merupakan kebenaran yang diungkapkan secara ilahi.[156][157]

Dalam peristiwa Transfigurasi (Matius 17:1–9, Markus 9:2–8, dan Lukas 9:28–36),[111][112][121] Yesus mengajak Petrus dan dua rasul lainnya ke atas suatu gunung yang tidak disebutkan namanya, di mana "Yesus berubah rupa di depan mata mereka, wajah-Nya bercahaya seperti matahari dan pakaian-Nya menjadi putih bersinar seperti terang."[158] Kemudian awan terang muncul menaungi mereka, dan terdengar suara dari awan tersebut yang mengatakan, "Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia" (Matius 17:1–9).[111] Dalam 2 Petrus 1:16-18, Petrus sendiri menegaskan bahwa ia menyaksikan Transfigurasi Yesus, dan menyatakan bahwa tradisi apostolik didasarkan pada kesaksian dari saksi mata.[159]

Pekan terakhir sebelum kematian

Deskripsi pekan terakhir kehidupan Yesus (sebagian kalangan menyebutnya Pekan Sengsara) diceritakan dalam sekitar sepertiga narasi pada Injil Kanonik,[83] dimulai dengan masuknya Yesus ke Yerusalem dan berakhir dengan Penyaliban Yesus.[106][124]

Aktivitas di Yerusalem

 
Sebuah lukisan yang menggambarkan masuknya Yesus ke Yerusalem, karya Jean-Léon Gérôme, 1897.

Dalam Injil Sinoptik, pekan terakhir di Yerusalem adalah akhir dari perjalanan menjelajahi Perea dan Yudea yang Yesus awali di Galilea.[124] Yesus mengendarai seekor keledai muda untuk masuk ke Yerusalem, mencerminkan suatu nubuat dari Kitab Zakharia di mana tertulis bahwa seorang raja Yahudi yang rendah hati memasuki Yerusalem dengan cara demikian (Zakharia 9:9).[55] Orang-orang di sepanjang jalan menghamparkan jubah mereka dan ranting-ranting kecil dari pohon (dikenal sebagai daun palem) di depan Yesus dan menyanyikan bagian dari Mazmur 118:25–26.[160][161][162]

Selanjutnya Yesus mengusir para penukar uang dari Bait Allah, menuduh mereka telah mengubahnya menjadi sarang penyamun karena aktivitas komersial yang mereka lakukan. Yesus kemudian bernubuat tentang kehancuran yang akan datang, termasuk nabi-nabi palsu, peperangan, gempa bumi, penganiayaan terhadap orang-orang beriman, tampilnya seorang "pembinasa keji", dan berbagai kesengsaraan yang tak tertahankan (Markus 13:1–23). Kata Yesus, "Anak Manusia" akan mengutus para malaikat untuk mengumpulkan orang beriman dari seluruh bagian bumi (Markus 13:24–27). Menurut Stephen L. Harris, Yesus memperingatkan bahwa hal-hal ini akan terjadi pada masa hidup mereka yang mendengarnya (Markus 13:28–32).[116]

Dalam Injil Sinoptik juga dikisahkan bahwa Yesus terlibat konflik dengan para tua-tua Yahudi, misalnya pada saat mereka mempertanyakan otoritas Yesus, dan Ia mengkritik mereka serta menyebut mereka orang-orang munafik.[160][162] Yudas Iskariot, salah seorang dari kedua belas rasul, secara diam-diam melakukan tawar-menawar dengan tua-tua Yahudi, setuju untuk melakukan pengkhianatan dengan menyerahkan Yesus kepada mereka demi tiga puluh keping perak.[163][164]

Injil Yohanes menceritakan dua perayaan lain di mana Yesus mengajar di Yerusalem sebelum Pekan Sengsara (Yohanes 7:1–10:42).[102] Yesus kembali dekat Yerusalem, di Betania, di mana Ia membangkitkan Lazarus dari kematian sehingga membuat ketegangan meningkat antara Yesus dan otoritas Yahudi.[124] Pihak otoritas tersebut kemudian bersekongkol untuk membunuh Yesus (Yohanes 11).[102] Membangkitkan Lazarus dipandang sebagai tanda paling ampuh yang pernah dibuat Yesus.[79] Di Betania, Maria dari Betania meminyaki kaki Yesus dan menjadi pertanda penguburan Yesus.[165] Yesus kemudian memasuki Yerusalem sebagai Mesias.[102] Orang banyak yang bersorak-sorai menyambut Yesus saat Ia memasuki Yerusalem menambah kebencian otoritas Yahudi.[124] Dalam Injil Yohanes, peristiwa Yesus menyucikan Bait Allah dikisahkan terjadi saat kunjungan Paskah Yahudi yang sebelumnya di Yerusalem. Injil Yohanes selanjutnya menceritakan Perjamuan Malam Terakhir yang diadakan Yesus bersama dengan para murid.[102]

Perjamuan Terakhir

 
Perjamuan Terakhir, digambarkan dalam lukisan abad ke-16 karya Juan de Juanes.

Perjamuan Terakhir merupakan terakhir kalinya Yesus bersantap bersama 12 rasul di Yerusalem sebelum Ia disalibkan. Perjamuan Terakhir disebutkan dalam keempat Injil kanonik; Surat Paulus yang Pertama kepada Jemaat di Korintus (11:23–26) juga menyebutkannya.[44][45][166] Selagi bersantap, Yesus memprediksikan bahwa salah seorang rasul akan mengkhianati-Nya.[167] Meskipun setiap rasul menyatakan diri tidak akan mengkhianati-Nya, Yesus menegaskan kembali bahwa yang akan berkhianat itu ada di antara mereka yang hadir. Matius 26:23–25 dan Yohanes 13:26–27 secara spesifik mengidentifikasi Yudas sebagai pengkhianat tersebut.[44][45][167]

Dalam Injil Sinoptik, Yesus mengambil roti, memecah-mecahkannya, dan memberikannya kepada murid-murid, sambil mengatakan, "Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu." Yesus kemudian meminta mereka semua minum dari suatu cawan, dengan mengatakan, "Cawan ini adalah perjanjian baru oleh darah-Ku, yang ditumpahkan bagi kamu" (Lukas 22:19–20).[44][168] Ordinansi atau Sakramen Perjamuan Kudus (Ekaristi) Kristen didasarkan pada peristiwa-peristiwa ini.[169] Meskipun Injil Yohanes tidak menyertakan deskripsi ritual roti dan anggur tersebut selama Perjamuan Terakhir, kebanyakan akademisi sepakat bahwa Yohanes 6:22–59 memiliki karakter ekaristis dan menggemakan narasi kelembagaannya dalam Injil Sinoptik dan dalam tulisan-tulisan Paulus tentang Perjamuan Terakhir.[170]

Dalam keempat Injil, Yesus memprediksi bahwa Petrus akan menyangkal telah mengenal-Nya sebanyak tiga kali sebelum ayam jantan berkokok keesokan paginya.[171][172] Dalam Injil Lukas dan Yohanes, prediksi tersebut disampaikan selama Perjamuan Terakhir berlangsung (Lukas 22:34, Yohanes 22:34). Dalam Injil Matius dan Markus, prediksi tersebut disampaikan setelah Perjamuan Terakhir selesai; Yesus juga memprediksi bahwa semua murid akan lari meninggalkan Dia (Matius 26:31–34, Markus 14:27–30).[173] Injil Yohanes merupakan satu-satunya laporan yang menyajikan peristiwa Yesus membasuh kaki para murid setelah bersantap.[97] Injil Yohanes juga memuat suatu khotbah panjang Yesus untuk mempersiapkan para murid (sekarang tanpa Yudas) menghadapi kepergian Yesus. Bab 14–17 dari Injil Yohanes dikenal sebagai Amanat Perpisahan dan merupakan salah satu sumber konten Kristologis yang penting.[174][175]

Penderitaan di Taman Getsemani, pengkhianatan, dan penangkapan

 
Penggambaran ciuman Yudas dan penangkapan Yesus, lukisan abad ke-17 karya Caravaggio.

Setelah Perjamuan Terakhir, Yesus pergi untuk berdoa, kemudian Yudas dan pihak otoritas Yahudi datang untuk menangkap Yesus.

  • Dalam Injil Markus, Yesus dan para murid pergi ke Taman Getsemani,[173] di mana Yesus berdoa agar terhindar dari siksaan yang akan dialami-Nya kelak. Para murid tertidur pada saat mereka seharusnya berjaga (Markus 14:37–41). Kemudian Yudas datang dengan sekelompok orang bersenjata yang dikirim oleh para imam kepala, ahli kitab, dan tua-tua Yahudi.[116] Ia mencium Yesus untuk mengidentifikasi diri-Nya kepada rombongan orang banyak tersebut, dan mereka lalu menangkap Yesus.[173] Dalam upaya untuk menghentikan mereka, salah seorang murid Yesus menggunakan pedang untuk memotong telinga salah seorang laki-laki dalam rombongan itu.[173] Setelah penangkapan Yesus, para murid pergi bersembunyi, dan Petrus, ketika ditanya-tanya, tiga kali menyangkal kalau dirinya mengenal Yesus.[173] Setelah penyangkalan ketiga, ia mendengar kokok ayam dan mengingat prediksi Yesus sebelumnya ketika Ia menatapnya. Petrus kemudian menangis dengan kesedihan mendalam.[171]
  • Dalam Injil Matius, Yesus mengkritik serangan dengan pedang yang dilakukan oleh seorang murid, memerintahkan mereka untuk membiarkan diri-Nya ditangkap. Yesus mengatakan, "Barangsiapa menggunakan pedang, akan binasa oleh pedang" (Matius 26:52).
  • Dalam Injil Lukas, Yesus pergi ke Bukit Zaitun untuk berdoa,[173] dan Yesus secara ajaib menyembuhkan telinga orang yang dipotong oleh seorang murid (Lukas 22:51).
  • Dalam Injil Yohanes, Yesus tidak berdoa agar terhindar dari penyaliban-Nya,[176] sebagaimana juga Injil ini hampir-hampir tidak menggambarkan Yesus memiliki kelemahan manusiawi seperti demikian.[176] Orang-orang yang menangkap Yesus adalah para prajurit dan perwira Yahudi (Yohanes 18:3). Kisah ciuman pengkhianatan tidak diceritakan dalam Injil ini, sebagai gantinya Yesus menyatakan identitas diri-Nya; ketika Yesus melakukannya, para prajurit dan perwira tersebut jatuh ke tanah (Yohanes 18:4–7). Injil ini mengidentifikasi Petrus sebagai murid yang menggunakan pedang, dan Yesus menegurnya karena hal itu (Yohanes 18:10–11).

Pengadilan oleh Sanhedrin, Herodes, dan Pilatus

Setelah ditangkap, Yesus dibawa ke Sanhedrin (atau Mahkamah Agama), yaitu badan peradilan Yahudi.[177] Terdapat beberapa perbedaan detail seputar peradilan atas Yesus di dalam laporan-laporan Injil.[178] Dalam Matius 26:57, Markus 14:53, dan Lukas 22:54, Yesus dibawa ke rumah imam besar, Kayafas, di mana Yesus diejek dan dipukuli pada malam itu. Keesokan paginya para imam kepala dan ahli kitab membawa Yesus keluar dari pengadilan mereka.[179][180][181] Yohanes 18:12–14 menyatakan bahwa Yesus pertama kali dibawa kepada Hanas, mertua Kayafas, dan selanjutnya kepada sang imam besar.[179][180][181]

 
Ecce homo! karya Antonio Ciseri tahun 1871, menggambarkan Pontius Pilatus sedang memperlihatkan Yesus kepada publik.

Selama persidangan Yesus sangat sedikit berbicara, tidak ada pembelaan diri, serta memberikan jawaban-jawaban secara tidak langsung dan hanya sesekali saja atas pertanyaan-pertanyaan para imam, menyebabkan seorang petugas menampar Yesus. Dalam Matius 26:62, ketidakacuhan Yesus membuat Kayafas bertanya kepada-Nya, "Tidakkah Engkau memberi jawab atas tuduhan-tuduhan saksi-saksi ini terhadap Engkau?"[179][180][181] Dalam Markus 14:61 imam besar lalu bertanya kepada Yesus, "Apakah Engkau Mesias, Anak dari Yang Terpuji?" Yesus menjawab, "Akulah Dia", dan kemudian memprediksi akan datangnya Putra Manusia (Anak Manusia).[25] Hal ini mengakibatkan Kayafas merobek jubahnya sendiri dalam kemarahan dan menuduh Yesus melakukan penghujatan. Dalam Injil Matius dan Lukas, jawaban Yesus lebih ambigu:[25][182] dalam Matius 26:64 Yesus menjawab, "Engkau telah mengatakannya", dan dalam Lukas 22:70 Yesus menjawab, "Kamu sendiri mengatakan bahwa Akulah Anak Allah."[183][184]

Mereka membawa Yesus ke pengadilan Pilatus, dan Pilatus tampak sangat enggan untuk menghukum Yesus; menurut Robert W. Funk, adalah tua-tua Yahudi yang harus disalahkan atas penyaliban Yesus.[185] Agustinus dari Hippo mengatakan bahwa Pilatus tidaklah bebas dari kesalahan, karena ia menggunakan kekuasaannya untuk mengeksekusi Yesus.[186] Para tetua Yahudi meminta gubernur Romawi Pontius Pilatus untuk mengadili dan menghukum Yesus, menuduh-Nya mengklaim sebagai Raja orang Yahudi.[181] Penggunaan kata "raja" dipandang sebagai pokok diskusi antara Yesus dan Pilatus. Dalam Yohanes 18:36 Yesus menyatakan, "Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini", tetapi Yesus tidak membantah secara tegas sebutan Raja orang Yahudi.[187][188] Dalam Lukas 23:7–15 Pilatus menyadari bahwa Yesus adalah orang Galilea, dan dengan demikian berada di bawah yurisdiksi Herodes Antipas.[189][190] Pilatus mengirimkan Yesus kepada Herodes untuk diadili,[191] tetapi Yesus tidak mengatakan apapun dalam menanggapi pertanyaan-pertanyaan Herodes. Herodes dan prajuritnya mengejek Yesus, mengenakan sebuah jubah mahal pada Yesus untuk membuat-Nya terlihat seperti seorang raja, dan mengembalikan Yesus kepada Pilatus,[189] yang kemudian memanggil para tetua Yahudi dan mengumumkan bahwa ia "tidak mendapati kesalahan apapun pada-Nya".[191]

Dengan pertimbangan kebiasaan Paskah Yahudi pada zaman itu, Pilatus mengizinkan seorang tahanan dipilih oleh orang banyak untuk dibebaskan. Ia memberikan mereka pilihan antara Yesus dan seorang pembunuh bernama Barabas. Karena bujukan para tetua Yahudi (Matius 27:20), massa memilih untuk melepaskan Barabas dan menyalibkan Yesus.[192] Pilatus menulis pada sebuah papan dengan bahasa Ibrani, Latin, dan Yunani yang berbunyi "Yesus, orang Nazaret, Raja orang Yahudi" (disingkat INRI dalam penggambaran-penggambaran) untuk ditempelkan di atas kayu salib Yesus (Yohanes 19:19–20),[193] menyuruh orang untuk mendera Yesus, dan mengirim Yesus untuk disalibkan. Para prajurit menempatkan Mahkota duri di kepala Yesus dan mengolok-olok-Nya sebagai Raja orang Yahudi. Mereka memukuli dan mengejek Yesus sebelum membawa-Nya ke Kalvari,[194] yang juga disebut Golgota, untuk disalibkan.[179][181][195]

Penyaliban dan pemakaman

 
Penggambaran Penyaliban oleh Pietro Perugino sebagai Stabat Mater, tahun 1482.

Penyaliban Yesus dideskripsikan dalam keempat Injil kanonik. Setelah proses persidangan, Yesus memanggul salib menuju Kalvari; menurut tradisi, rute yang dilalui Yesus selama memanggul salib dikenal sebagai Via Dolorosa. Ketiga Injil Sinoptik mengindikasikan bahwa Simon dari Kirene membantu Yesus setelah dipaksa oleh prajurit Romawi untuk melakukannya.[196][197] Dalam Lukas 23:27–28 Yesus mengatakan kepada para perempuan di antara orang banyak yang mengikuti-Nya agar tidak menangisi-Nya melainkan agar mereka menangisi diri mereka sendiri dan anak-anak mereka.[196] Di Kalvari, Yesus ditawarkan semacam ramuan yang biasa ditawarkan sebagai obat penghilang rasa sakit. Menurut Injil Matius dan Markus, Yesus menolaknya.[196][197]

Para prajurit kemudian menyalibkan Yesus dan membuang undi atas pakaian Yesus. Di atas kepala Yesus di kayu salib terdapat inskripsi tulisan Pilatus, "Yesus dari Nazaret, Raja orang Yahudi"; para prajurit dan orang-orang yang lewat di sana mengejek Yesus terkait hal tersebut. Yesus disalibkan di antara dua penyamun yang telah dinyatakan bersalah, salah seorang di antaranya menghardik Yesus, sedangkan seorang yang lainnya membela Yesus.[196][198] Para prajurit Romawi mematahkan kaki kedua penyamun tersebut (suatu prosedur yang digunakan untuk mempercepat kematian dalam suatu penyaliban), tetapi mereka tidak mematahkan kaki Yesus karena saat itu Yesus telah menghadapi kematian-Nya. Dalam Yohanes 19:34, salah seorang prajurit menikam lambung Yesus dengan tombak sehingga darah dan air mengalir keluar.[199] Dalam Matius 27:51–54, ketika Yesus menghadapi kematian-Nya, tirai besar di Bait Allah terkoyak dan terjadi gempa bumi yang mengakibatkan makam-makam terbuka. Karena sangat ketakutan menyaksikan peristiwa-peristiwa tersebut, seorang perwira Romawi menyatakan bahwa Yesus adalah Putra Allah.[196][200]

Pada hari yang sama, Yusuf dari Arimatea, dengan izin Pilatus dan dengan bantuan Nikodemus, menurunkan jenazah Yesus dari kayu salib, membungkus-Nya dengan kain bersih, dan membaringkan Yesus di dalam makamnya dari bukit batu yang dipahat.[196] Dalam Matius 27:62–66, pada hari berikutnya para imam kepala Yahudi meminta Pilatus supaya makam tersebut diamankan, dan atas izin Pilatus para imam tersebut menyegel batu besar yang menutupi pintu masuk makam serta menempatkan penjaga.[196][201]

Kebangkitan dan kenaikan

 
Yesus menampakkan diri kepada Maria Magdalena setelah kebangkitan-Nya dari antara orang mati, digambarkan oleh Alexander Andreyevich Ivanov.

Dalam keempat Injil, Maria Magdalena pergi mengunjungi makam Yesus pada hari Minggu pagi dan terkejut karena menemukan makam tersebut kosong. Ia kemudian mengetahui bahwa Yesus telah bangkit dari antara orang mati. Kendati Yesus telah memberitahukannya, para murid saat itu belum memahami bahwa Yesus akan bangkit kembali.[202] Setelah peristiwa penemuan makam kosong, Yesus melakukan serangkaian penampakan kepada para murid.[48]

  • Dalam Injil Markus, Salome dan seorang Maria lainnya ada bersama Maria Magdalena saat mengunjungi makam Yesus (Markus 16:1). Seorang pemuda berjubah putih (seorang malaikat) mengatakan kepada mereka bahwa Yesus akan menemui para murid di Galilea, sebagaimana telah dikatakan oleh Yesus kepada mereka (merujuk pada Markus 14:28).[55] Tidak lama setelah kisah tersebut, Injil Markus berakhir.[116]
  • Dalam Injil Matius, terjadi gempa bumi ketika para perempuan itu mengunjungi makam, dan seorang malaikat Tuhan turun dari surga sehingga membuat para penjaga sangat ketakutan.[202] Yesus menampakkan diri kepada kesebelas murid yang tersisa di Galilea dan mengutus mereka untuk membaptis semua bangsa dalam nama Bapa, Putra, dan Roh Kudus.[97]
  • Dalam Injil Lukas, Maria Magdalena dan para perempuan lainnya bertemu dengan dua orang malaikat, dan kesebelas murid tidak mempercayai cerita mereka (Lukas 24:1–12).[202] Yesus menampakkan diri pada hari yang sama kepada para murid di Yerusalem (Lukas 24:13–43). Meskipun Yesus memperlihatkan diri dan menghilang secara misterius, Yesus juga makan dan membiarkan mereka menyentuh-Nya untuk membuktikan bahwa Ia bukan hantu. Yesus mengulangi perintah-Nya untuk mewartakan ajaran-Nya kepada semua bangsa (Lukas 24:47).[203]
  • Dalam Injil Yohanes, Maria Magdalena pada awalnya sendirian, namun Petrus dan murid yang dikasihi Yesus datang dan mengunjungi makam juga. Yesus lalu menampakkan diri kepada Maria di makam kosong tersebut.[202] Selanjutnya Yesus menampakkan diri kepada para murid, mengembuskan napas kepada mereka, dan memberi mereka kuasa untuk mengampuni maupun menahan dosa orang.[79] Dalam kunjungan kedua, Yesus membuktikan kepada seorang murid yang ragu-ragu ("Tomas yang ragu-ragu") bahwa Ia berwujud daging dan darah.[79] Peristiwa penangkapan 153 ekor ikan merupakan suatu mukjizat di Laut Galilea, di mana setelah itu Yesus membesarkan hati Petrus untuk melayani para pengikut-Nya.[48][204]

Kenaikan Yesus ke Surga dideskripsikan dalam Lukas 24:50–53, Kisah Para Rasul 1:1–11, dan disebutkan dalam 1 Timotius 3:16. Dalam Kisah Para Rasul, empat puluh hari setelah Kebangkitan, "terangkatlah Ia disaksikan oleh mereka, dan awan menutup-Nya dari pandangan mereka." 1 Petrus 3:22 menyatakan bahwa Yesus telah "duduk di sebelah kanan Allah, setelah Ia naik ke surga."[48]

Kisah Para Rasul mendeskripsikan beberapa penampakan Yesus dalam berbagai visiun atau penglihatan setelah Kenaikan Yesus. Kisah Para Rasul 7:55 mendeskripsikan suatu penglihatan yang dialami oleh Stefanus sesaat menjelang kematiannya.[205] Dalam perjalanan menuju Damaskus, Rasul Paulus mengonversikan diri ke dalam Kekristenan setelah melihat cahaya yang menyilaukan dan mendengar suara yang mengatakan, "Akulah Yesus yang kauaniaya itu" (Kisah Para Rasul 9:5).[206] Dalam Kisah Para Rasul 9:10–18, Yesus memerintahkan Ananias dari Damaskus untuk menyembuhkan Paulus. Peristiwa ini merupakan percakapan terakhir dengan Yesus yang dilaporkan dalam Alkitab sampai Kitab Wahyu,[206] di mana seorang laki-laki bernama Yohanes dikisahkan menerima wahyu dari Yesus mengenai hari-hari terakhir,[207] ketika Yesus diprediksi kembali dalam kemenangan (Wahyu 19:11–21).

Kesejarahan

Sebelum Abad Pencerahan, laporan-laporan Injil biasanya dipandang sebagai catatan sejarah yang akurat, tetapi sejak saat itu para akademisi mengangkat pertanyaan-pertanyaan mengenai keandalan Injil serta menarik suatu perbedaan antara Yesus yang dideskripsikan di dalam Injil dan Yesus dalam sejarah.[208] Sejak abad ke-18, tiga pencarian keilmuan yang terpisah atas Yesus historis telah berlangsung, masing-masing memiliki karakteristik berbeda dan didasarkan pada kriteria penelitian berbeda, yang sering kali dikembangkan selama pencarian yang menerapkannya.[209][210] Meskipun terdapat kesepakatan keilmuan tentang keberadaan Yesus,[211][212] dan suatu konsensus dasar tentang garis besar umum kehidupannya,[213] potret Yesus yang dibangun dalam pencarian-pencarian tersebut sering berbeda satu sama lain serta dari citra yang digambarkan dalam laporan-laporan Injil.[214][215]

Pendekatan-pendekatan untuk rekonstruksi sejarah tentang kehidupan Yesus bervariasi dari pendekatan-pendekatan "maksimalis" abad ke-19 yang menerima laporan-laporan Injil sebagai bukti tepercaya sejauh memungkinkan, sampai dengan pendekatan-pendekatan "minimalis" abad ke-20 yang nyaris tidak menerima satu pun mengenai Yesus sebagai sejarah.[216] Pada tahun 1950-an, seiring dengan kecepatan laju pencarian kedua akan Yesus historis, pendekatan-pendekatan minimalis memudar, dan pada abad ke-21, minimalis seperti Price termasuk dalam kaum minoritas yang sangat kecil.[217][218] Meskipun keyakinan bahwa Injil tidak dapat salah (ineransi) tidak dapat didukung secara historis, banyak akademisi sejak tahun 1980-an berpandangan bahwa, di luar beberapa fakta yang dianggap pasti secara historis, elemen-elemen tertentu lainnya dari kehidupan Yesus "besar kemungkinan terjadi secara historis".[217][219][220] Penelitian keilmuan modern mengenai Yesus historis dengan demikian berfokus pada identifikasi elemen-elemen yang paling besar kemungkinannya.[221][222]

Yudea dan Galilea pada abad ke-1

 
Yudea, Galilea, dan daerah sekitarnya pada zaman Yesus.

Pada tahun 6 M, Yudea, Idumea, dan Samaria mengalami transformasi dari kerajaan klien Kekaisaran Romawi menjadi provinsi kekaisaran. Seorang prefek Romawi, bukannya seorang raja klien, memerintah daratan tersebut. Sang prefek memerintah dari Kaisarea, membiarkan Yerusalem dikelola oleh imam besar. Sebagai pengecualian, sang prefek datang ke Yerusalem pada saat festival-festival keagamaan, yang terkadang antusiasme patriotik dan keagamaan menginspirasi terjadinya kerusuhan atau pemberontakan. Tanah milik kaum non-Yahudi mengelilingi Yudea dan Galilea yang adalah wilayah Yahudi, tetapi praktik dan hukum Romawi memungkinkan kaum Yahudi untuk tetap terpisah secara hukum dan kultural. Galilea merupakan daerah yang makmur, dan kemiskinan relatif terbatas sehingga tidak mengancam tatanan sosial. Agama Yahudi dipandang tidak biasa dalam hal kaum Yahudi hanya mengakui satu Allah, mereka menganggap diri sebagai pilihan Allah, dan mereka menginginkan bangsa-bangsa lain untuk menerima Allah mereka sebagai satu-satunya Allah. Kaum Yahudi mendasarkan iman dan praktik keagamaan mereka pada Taurat, yaitu lima kitab yang dikatakan diberikan oleh Allah kepada Musa. Tiga kelompok keagamaan terkemuka mereka adalah Farisi, Eseni, dan Saduki. Ketiga kelompok ini hanya mewakili sebagian kecil populasi Yahudi. Kebanyakan orang Yahudi menantikan waktu saat Allah akan membebaskan mereka dari para penguasa pagan, kemungkinan melalui perang melawan bangsa Romawi.[223]

Sumber-sumber

Sebuah edisi tahun 1640 dari karya Yosefus, seorang sejarawan Yahudi-Romawi abad ke-1 yang menyebutkan mengenai Yesus.[224]

Para sejarawan menghadapi suatu tantangan yang berat ketika mereka menganalisis Injil kanonik.[225] Injil tidak dipandang sebagai biografi dalam pengertian masa kini; para penulis Injil menjelaskan signifikansi teologis Yesus dan menceritakan kembali pelayanan Yesus kepada publik tanpa mencantumkan banyak detail mengenai kehidupannya.[225] Peristiwa-peristiwa supranatural yang berkaitan dengan kematian dan kebangkitan Yesus menjadikan tantangan tersebut lebih sulit lagi.[225] Para akademisi menggunakan sejumlah kriteria, seperti kriteria beberapa pengesahan, kriteria koherensi, dan kriteria ketidaksamaan, untuk menilai historisitas setiap peristiwa.[226] Historisitas suatu peristiwa juga tergantung pada keandalan sumber rujukan; pada hakikatnya Injil merupakan catatan kehidupan Yesus yang tidak independen ataupun konsisten. Injil Markus, yang kemungkinan besar merupakan Injil yang paling awal ditulis, selama beberapa dekade telah dipandang sebagai yang paling akurat secara historis.[227] Injil Yohanes, Injil yang terakhir ditulis, cukup berbeda dengan Injil Sinoptik, dan dengan demikian secara umum dianggap kurang dapat diandalkan. Namun saat ini semakin banyak akademisi yang juga mengakui bahwa Injil Yohanes dapat saja mengandung suatu inti dari materi yang lebih lama dengan nilai sejarah sebagaimana tradisi Injil Sinoptik, atau bahkan lebih darinya.[228]

Injil Tomas, suatu Injil nonkanonik, merupakan salah satu saksi independen atas banyak aforisme dan perumpamaan Yesus.[229] Sebagai contoh, Injil Tomas mengonfirmasikan bahwa Yesus memberkati kaum miskin dan bahwa ekspresi ini tersebar luas secara independen sebelum dikombinasikan dengan ekspresi-ekspresi serupa dalam dokumen Q.[229] Teks Kristen nonkanonik tertentu lainnya mungkin juga memiliki nilai sejarah.[66]

Sumber-sumber non-Kristen yang digunakan untuk membangun keberadaan Yesus secara historis misalnya karya-karya sejarawan abad pertama seperti Yosefus dan Tasitus.[230][224][231] Louis Feldman, seorang sejarawan yang mengkhususkan diri dalam karya-karya Yosefus, menyatakan bahwa "sedikit orang yang meragukan keaslian" referensi Yosefus tentang Yesus dalam Antiquitates Iudaicae buku 20, dan hanya dibantah oleh sejumlah kecil akademisi.[232][233] Tasitus menyebut Kristus dan eksekusinya oleh Pilatus dalam buku 15 karyanya yang berjudul Annales. Para akademisi umumnya menganggap referensi Tasitus mengenai eksekusi Yesus adalah otentik, dan sebagai suatu sumber Romawi yang independen memiliki nilai historis.[234]

Sumber-sumber non-Kristen dipandang berharga dalam dua hal. Pertama-tama, sumber-sumber tersebut memperlihatkan kalau pihak-pihak netral ataupun seterunya tidak pernah menunjukkan keraguan bahwa Yesus benar-benar ada. Kedua, sumber-sumber tersebut menyajikan suatu gambaran kasar mengenai Yesus yang kompatibel dengan yang ditemukan dalam sumber-sumber Kristen: bahwa Yesus adalah seorang guru[235], memiliki reputasi sebagai seorang pembuat mukjizat, memiliki saudara bernama Yakobus, dan mengalami kematian yang kejam.[236]

Arkeologi membantu para akademisi untuk lebih memahami dunia sosial Yesus.[237] Penelitian arkeologis belakangan ini, misalnya, menunjukkan bahwa Kapernaum—sebuah kota penting dalam pelayanan Yesus—adalah kota yang miskin dan kecil, bahkan tidak terdapat satu pun ruang terbuka publik (forum) atau agora.[238][239] Penemuan arkeologis ini bergema baik dengan pandangan keilmuan bahwa Yesus menganjurkan saling berbagi di antara kaum miskin di daerah Galilea tersebut.[238]

Kronologi

Sebagian besar akademisi sepakat bahwa Yesus adalah seorang Yahudi Galilea, lahir sekitar awal abad pertama, meninggal antara tahun 30 dan 36 M di Yudea.[240][241] Konsensus keilmuan yang umum adalah bahwa Yesus hidup pada zaman yang sama dengan Yohanes Pembaptis dan disalibkan oleh gubernur Romawi bernama Pontius Pilatus yang menjabat dari tahun 26 sampai 36 M.[242]

Injil memberikan beberapa petunjuk mengenai tahun kelahiran Yesus. Matius 2:1 menghubungkan kelahiran Yesus dengan pemerintahan Herodes Agung yang meninggal dunia sekitar tahun 4 SM, dan Lukas 1:5 menyebutkan bahwa Herodes berada di atas takhta sesaat sebelum kelahiran Yesus,[243][244] kendati Injil ini juga menghubungkan kelahiran Yesus dengan Sensus Kirenius yang diadakan sepuluh tahun kemudian.[245][246] Lukas 3:23 menyatakan bahwa Yesus "berumur kira-kira tiga puluh tahun" saat mengawali pelayanan, yang menurut Kisah Para Rasul 10:37–38 didahului dengan pelayanan Yohanes yang tercatat dalam Lukas 3:1–2 telah dimulai pada tahun ke-15 pemerintahan Tiberius (28 atau 29 M).[244][247] Dengan menyatukan laporan-laporan Injil dan data sejarah serta menggunakan berbagai metode lainnya, sebagian besar akademisi menyimpulkan tahun kelahiran Yesus antara tahun 6 dan 4 SM,[247][248] tetapi beberapa kalangan mengajukan perkiraan dalam kisaran yang lebih luas.[g]

Tahun-tahun pelayanan Yesus diperhitungkan menggunakan beberapa pendekatan berbeda.[249][250] Salah satu pendekatan menerapkan referensi dalam Lukas 3:1–2, Kisah Para Rasul 10:37–38, dan tahun pemerintahan Tiberius yang telah diketahui secara luas, sehingga menghasilkan perkiraan tahun 28–29 M sebagai awal pelayanan Yesus.[251] Pendekatan lainnya menggunakan pernyataan tentang bait dalam Yohanes 2:13–20, yang menyatakan bahwa bait di Yerusalem memasuki tahun ke-46 pembangunannya pada awal pelayanan Yesus, bersama-sama dengan pernyataan Yosefus bahwa pembangunan kembali bait tersebut dimulai oleh Herodes pada tahun ke-18 pemerintahannya, sehingga menghasilkan perkiraan tahun 27–29 M.[249][252] Suatu metode lanjutan menggunakan tahun kematian Yohanes Pembaptis dan perkawinan Herodes Antipas dengan Herodias, yang didasarkan pada tulisan-tulisan Yosefus, serta menghubungkannya dengan Matius 14:4 dan Markus 6:18.[253][254] Mengingat bahwa kebanyakan akademisi menarikhkan 28–35 M sebagai tahun perkawinan Herodes dengan Herodias, maka dihasilkan perkiraan tahun 28–29 M.[250]

Sejumlah pendekatan telah digunakan untuk memperkirakan tahun penyaliban Yesus. Kebanyakan akademisi sepakat bahwa kematian Yesus terjadi antara tahun 30 dan 33 M.[6][255] Injil menyebutkan bahwa peristiwa tersebut terjadi selama pemerintahan Pilatus, gubernur Romawi di Yudea dari tahun 26 sampai 36 M.[256][257][258] Tahun konversi Paulus (diperkirakan tahun 33–36 M) berfungsi sebagai batas atas untuk penetapan tahun Penyaliban. Tahun konversi dan pelayanan Paulus dapat ditentukan dengan menganalisis surat-surat Paulus dan Kisah Para Rasul.[259][260] Para astronom sejak Isaac Newton telah berupaya untuk memperkirakan tahun Penyaliban dengan menganalisis pergerakan bulan dan menghitung tahun historis Paskah Yahudi, suatu perayaan yang didasarkan pada kalender Yahudi suryacandra. Berdasarkan metode ini, tarikh yang paling banyak diterima adalah 7 April, 30 M, dan 3 April, 33 M (keduanya menurut kalender Julian).[261]

Historisitas peristiwa-peristiwa

Tasitus, seorang sejarawan dan senator Romawi, menulis tentang penyaliban Kristus (Yesus) dalam Annales yang berisi sejarah Kekaisaran Romawi pada abad pertama.

Para sejarawan telah mencapai konsensus tertentu seputar dasar-dasar kehidupan Yesus.[53]

Keluarga

Yesus adalah orang Yahudi dan dilahirkan dalam keluarga Maria dan Yusuf. Ia dibesarkan di Nazaret di Galilea.[262] Kebanyakan akademisi modern, seperti E. P. Sanders dan Géza Vermes, umumnya menganggap Yusuf sebagai ayah Yesus.[263][264] Mereka menyatakan bahwa doktrin kelahiran Yesus dari perawan berasal dari pengembangan teologis, bukan peristiwa sejarah.[263] Para akademisi lainnya memandang bahwa kelahiran dari perawan dapat dibuktikan oleh dua injil berbeda kendati terdapat variasi detail.[265][266][267][268][269] Dalam pandangan ini, F. Dale Bruner mengatakan bahwa kelahiran dan konsepsi dari perawan merupakan suatu tradisi yang sesuai dengan kriteria beberapa pengesahan karena laporan dari Injil Matius dan Lukas berfungsi sebagai dua kesaksian yang independen dari tradisi tersebut.[270]

Baptisan dan Yohanes Pembaptis

Sebagian besar akademisi modern memandang pembaptisan Yesus sebagai suatu fakta sejarah yang definitif, dan juga penyalibannya.[7] James D.G. Dunn menyatakan bahwa kedua peristiwa itu "mendapatkan persetujuan yang nyaris universal" dan "diberikan peringkat yang sedemikian tinggi dengan skala yang 'hampir tidak mungkin untuk diragukan atau ditolak' sebagai fakta sejarah" sehingga sering menjadi titik awal penelitian tentang Yesus historis.[7] Para akademisi mengemukakan kriteria permaluan, dengan mengatakan bahwa kaum Kristen awal tidak akan menciptakan suatu peristiwa baptisan yang dapat mengisyaratkan bahwa Yesus berbuat dosa dan ingin bertobat.[271][272]

Pelayanan Yohanes merupakan salah satu dari banyak gerakan pembaruan yang berupaya untuk memperkuat Yudaisme dalam menghadapi tekanan pengaruh Helenistik.[273] Gerakan yang dilakukannya dipandang tidak biasa karena menentang kepemimpinan Yahudi, bukan pendudukan Romawi.[273] Ia adalah orang pertama dari banyak nabi abad ke-1 yang membesarkan harapan akan campur tangan ilahi.[273] Yesus dianggap terinspirasi oleh Yohanes dan mengambil alih banyak elemen pengajarannya.[274] Namun pengajaran Yesus lebih menekankan rahmat dan pengampunan daripada penghakiman.[274]

Pelayanan di Galilea

Sebagian besar akademisi berpendapat bahwa Yesus hidup di Galilea dan Yudea serta tidak berkhotbah atau belajar di tempat lain.[275] Mereka sepakat bahwa Yesus berdebat dengan otoritas Yahudi mengenai subjek Allah, melakukan beberapa penyembuhan, mengajar dengan berbagai perumpamaan, dan mengumpulkan pengikut.[242] Perumpamaan Yesus mengenai Kerajaan Allah menggunakan penggambaran orisinal dan mencolok, sebagai contoh, menyamakannya dengan sebuah biji sesawi atau ragi.[54] Mukjizat-mukjizat yang dilakukan Yesus sesuai dengan konteks sosial pada zaman itu, namun ia mendefinisikannya secara berbeda. Pertama, Yesus mengaitkannya dengan iman dari mereka yang disembuhkan. Kedua, ia menghubungkannya dengan nubuat akhir zaman.[276] Penyembuhan-penyembuhan yang dilakukan Yesus telah lama dipandang benar secara harfiah dan terkadang dianggap sebagai penipuan, tetapi saat ini suatu pemahaman mengenai terapi psikosomatik mengarahkan lebih banyak orang untuk percaya bahwa penyembuhan iman adalah mungkin.[277] Para kritikus Yahudi menganggap pelayanan Yesus dipenuhi skandal karena ia berpesta dengan orang-orang berdosa, bergaul akrab dengan kaum perempuan, dan mengizinkan para pengikutnya untuk memetik gandum pada hari Sabat.[54]

Yesus adalah seorang pengusir setan, sebagaimana ditunjukkan oleh Graham Twelftree.[62] Kisah-kisah mengenai Yesus mengusir setan terdapat dalam tradisi-tradisi paling awal dan bukan penambahan oleh para penulis di kemudian hari.[62][278]

Peranan

Yesus mengajarkan bahwa seorang sosok apokaliptik, yaitu "Putra Manusia" ("Anak Manusia"), akan segera datang dalam awan-awan kemuliaan untuk mengumpulkan orang-orang yang terpilih, atau orang-orang pilihan (Markus 13:24-27, Matius 24:29-31, Lukas 21:25-28).[279] Ia menyebut dirinya sendiri sebagai seorang "putra manusia" dalam pengertian sehari-hari "seorang pribadi", tetapi para sejarawan tidak tahu apakah Yesus juga merujuk pada dirinya sendiri ketika ia menyebut "Putra Manusia" surgawi.[279] Paulus dan kaum Kristen awal lainnya menafsirkan "Putra Manusia" sebagai Yesus yang telah bangkit.[279]

Gelar Kristus, atau Mesias, menunjukkan bahwa para pengikut Yesus meyakininya sebagai pewaris takhta Raja Daud yang diurapi, yang diharapkan beberapa kalangan Yahudi untuk menyelamatkan Israel.[279] Injil merujuk Yesus bukan hanya sebagai seorang Mesias tetapi dalam bentuk mutlak sebagai "Mesias", atau dipersamakan dengan "Kristus".[280] Dalam Yudaisme awal, bentuk mutlak gelar ini tidak ditemukan, tetapi hanya terdapat frasa seperti "Mesiasnya".[280] Tradisi tersebut dianggap cukup ambigu sehingga memberikan ruang untuk perdebatan mengenai apakah Yesus mendefinisikan peran eskatologisnya sebagai Mesias yang dimaksud.[280] Tradisi mesianik Yahudi meliputi berbagai bentuk yang berbeda, beberapa di antaranya berfokus pada seorang sosok Mesias dan yang lainnya tidak.[281] Berdasarkan pada tradisi Kristen, Gerd Theissen melanjutkan dengan hipotesis bahwa Yesus melihat dirinya sendiri dalam hal-hal mesianik tetapi tidak mengklaim gelar "Mesias".[281] Bart Ehrman berpendapat bahwa Yesus menganggap dirinya sebagai Mesias, walaupun dalam arti bahwa ia akan menjadi raja tatanan politik baru yang akan dimulai oleh Allah,[282] bukan dalam pengertian yang dipegang oleh kebanyakan orang saat ini tentang istilah tersebut.[283]

Penyaliban

Sebagian besar akademisi menganggap penyaliban Yesus adalah faktual[7] karena kaum Kristen awal tidak akan menciptakan kematian yang menyakitkan untuk pemimpin mereka.[284] Sangat mungkin bahwa para pemimpin keimaman besar Saduki dari Bait Allah menjadikan Yesus dieksekusi karena alasan-alasan politik daripada karena pengajarannya.[114] Mereka mungkin telah menganggap Yesus sebagai suatu ancaman terhadap stabilitas, terutama setelah ia menyebabkan suatu gangguan di Bait Allah.[114][285][286] Faktor-faktor lain, sebagai contoh masuknya Yesus ke Yerusalem, mungkin juga berkontribusi terhadap keputusan ini.[287] Pilatus kemungkinan besar melihat penyebutan Kerajaan Allah oleh Yesus sebagai suatu ancaman terhadap otoritas Romawi dan karenanya bekerja sama dengan para elite Bait Allah untuk mengeksekusi Yesus.[288]

Pasca penyaliban

 
Kebangkitan Kristus, salinan abad ke-16 dari La Passion de Nostre Seigneur

Setelah kematian Yesus, para pengikutnya mengatakan bahwa ia bangkit dari kematian, walaupun rincian yang tepat mengenai pengalaman mereka tidak jelas. Referensi tertulis yang paling awal mengenai kebangkitan Yesus adalah 1 Korintus 15, diperkirakan ditulis pada pertengahan tahun 50-an M.[289] Surat Paulus kepada jemaat di Roma dimulai dengan beberapa baris yang bercirikan sebagai suatu kredo pra-penulisan surat-surat Paulus.[290] Kalimat tersebut merujuk pada kebangkitan Yesus, dan pernyataan puitis ini mungkin berasal dari tahun 30-an.[290]

Beberapa dari mereka yang mengklaim menyaksikan kebangkitan Yesus kemudian kematian-Nya karena keyakinan mereka.[291] Menurut E. P. Sanders, laporan-laporan Injil saling bertentangan sehingga, menurutnya, memberi kesan adanya persaingan di antara mereka yang mengklaim telah melihat Yesus untuk pertama kalinya sehingga bukan suatu penipuan yang disengaja.[292] Di sisi lain, L. Michael White mengemukakan bahwa inkonsistensi dalam Injil mencerminkan perbedaan-perbedaan dalam agenda para penulisnya.[53] Para pengikut Yesus membentuk suatu komunitas untuk menantikan kembalinya dan pendirian kerajaannya.[293]

Potret Yesus

Penelitian modern seputar Yesus historis belum menghasilkan suatu gambaran seragam mengenai Yesus sebagai figur historis, sebagian dikarenakan adanya beragam tradisi akademik yang direpresentasikan oleh para akademisi.[294] Mengingat kelangkaan sumber-sumber sejarah, umumnya masing-masing akademisi mengalami kesulitan untuk membangun suatu potret Yesus yang dapat dianggap valid secara historis selain daripada elemen-elemen dasar kehidupannya.[72][73] Potret Yesus yang dibangun dalam pencarian-pencarian ini sering kali berbeda satu sama lain, dan dari gambaran yang terlukis dalam Injil.[295][296]

Keilmuan kontemporer, yang merepresentasikan "pencarian ketiga", menempatkan Yesus secara tegas dalam tradisi Yahudi. Para akademisi terkemuka dalam "pencarian ketiga" ini misalnya E. P. Sanders, Geza Vermes, Gerd Theissen, Christoph Burchard, dan John Dominic Crossan. Menurut E. P. Sanders, Yesus dipandang sebagai pendiri suatu "gerakan pembaruan dalam Yudaisme". Keilmuan ini mengisyaratkan suatu kesinambungan antara kehidupan Yesus sebagai figur karismatik yang berkelana dan gaya hidup yang sama diteruskan oleh para pengikutnya setelah kematiannya. Kriteria utama yang digunakan untuk membedakan detail historis dalam "pencarian ketiga" adalah kriteria kemasukakalan secara historis, relatif terhadap konteks Yahudi Yesus dan pengaruhnya pada Kekristenan. Ketidaksepakatan utama dalam penelitian kontemporer yaitu mengenai apokaliptik. Sebagian besar akademisi menyimpulkan bahwa Yesus adalah seorang pengkhotbah apokaliptik, sama seperti Yohanes Pembaptis dan Rasul Paulus. Sebaliknya, beberapa akademisi terkemuka Amerika Utara, seperti Burton L. Mack dan John Dominic Crossan, mengadvokasi seorang Yesus yang non eskatologis, seseorang yang lebih menyerupai seorang bijak yang Sinis daripada seorang pengkhotbah apokaliptik.[297] Selain menggambarkan Yesus sebagai seorang nabi apokaliptik, seorang penyembuh yang karismatik atau seorang filsuf sinis, beberapa akademisi menggambarkan Yesus sebagai Mesias sejati atau seorang nabi perubahan sosial yang egaliter.[298][299] Namun, atribut-atribut yang dideskripsikan dalam potret-potret tersebut terkadang tumpang tindih, dan para akademisi yang berbeda pendapat dalam beberapa atribut terkadang sependapat dalam yang lainnya.[300]

Sejak abad ke-18, para akademisi kadang-kadang mengemukakan bahwa Yesus adalah seorang mesias nasional yang politis, tetapi bukti atas potret ini dipandang tidak signifikan.[114] Demikian pula, pengemukaan bahwa Yesus adalah seorang Zelot tidak sesuai dengan strata tradisi Injil Sinoptik yang paling awal.[114]

Bahasa, etnis, dan penampilan

 
Representasi etnis Yesus telah dipengaruhi oleh berbagai lingkungan budaya.[301][302]

Yesus dibesarkan di Galilea dan banyak dari pelayanannya dilakukan di sana.[303] Bahasa yang digunakan di Galilea dan Yudea selama abad pertama Masehi meliputi bahasa Aram Palestina Yahudi, Ibrani, dan Yunani Koine, dengan didominasi bahasa Aram.[304][305] Terdapat konsensus kuat bahwa Yesus menyampaikan sebagian besar ajarannya dalam bahasa Aram.[306]

Sebagian besar akademisi modern bersepakat bahwa Yesus adalah seorang Yahudi dari Palestina abad pertama,[307][308][309] Ioudaios dalam bahasa Yunani Perjanjian Baru[h] adalah sebuah istilah yang dalam konteks saat itu dapat merujuk pada agama (Yudaisme Bait Kedua), etnis (dari Yudea), atau keduanya.[311] Dalam sebuah tinjauan mengenai status keilmuan modern, Amy-Jill Levine menuliskan bahwa keseluruhan pertanyaan tentang etnis adalah "penuh dengan kesulitan", dan "melampaui pengakuan bahwa 'Yesus adalah Yahudi', jarang terjadi keilmuan membahas apa artinya menjadi 'Yahudi'".[312]

Perjanjian Baru tidak memberikan uraian terkait penampilan fisik Yesus sebelum kematiannya—secara umum tidak memedulikan penampilan rasial dan tidak menyinggung ciri-ciri dari orang yang disebutkannya.[313][314][315] Yesus mungkin tampak seperti seorang Yahudi tipikal pada zamannya dan menurut beberapa akademisi cenderung memiliki penampilan kekar karena gaya hidupnya yang asketis dan senantiasa mengembara.[316]

Teori mitos Kristus

Teori mitos Kristus adalah hipotesis bahwa Yesus dari Nazaret tidak pernah ada; atau seandainya pun Yesus ada, ia tidak ada kaitannya dengan Kekristenan dan laporan-laporan dalam Injil.[317] Bruno Bauer (1809–1882) mengemukakan bahwa Injil pertama adalah sebuah karya sastra yang menghasilkan sejarah, bukan mendeskripsikannya.[318] Menurut Albert Kalthoff (1850–1906), suatu gerakan sosial menghasilkan Yesus ketika berhadapan dengan harapan-harapan mesianis Yahudi.[318] Arthur Drews (1865–1935) melihat Yesus sebagai bentuk konkret dari suatu mitos yang telah ada sebelum Kekristenan.[318] Terlepas dari argumen-argumen yang dikemukakan oleh para penulis yang mempertanyakan keberadaan seorang Yesus historis, tetap ada suatu konsensus kuat dalam keilmuan biblika kritis-historis bahwa seorang Yesus historis memang pernah hidup di daerah itu dan dalam periode waktu tersebut.[319][320][321][322][323][324][325]

Pandangan

Terlepas dari para murid dan pengikut Yesus, orang-orang Yahudi pada zaman tersebut umumnya menolak Yesus sebagai Mesias, sebagaimana juga sebagian besar orang Yahudi masa kini. Para teolog Kristen, konsili ekumenis, dan kalangan lainnya telah banyak menghasilkan tulisan ekstensif mengenai Yesus selama berabad-abad. Berbagai aliran dan skisma Kristen sering kali didefinisikan atau dicirikan melalui deskripsi mereka tentang Yesus. Sementara kalangan Manikean, Gnostik, Muslim, Baha'i, dan lainnya memberikan tempat penting bagi Yesus di dalam agama mereka.[326][327][328] Yesus juga memiliki para pencela atau pengkritik, baik dahulu maupun sekarang.

Kristen

 
Trinitas adalah keyakinan dalam Kekristenan bahwa Allah adalah satu Allah dalam tiga pribadi: Allah Bapa, Allah Putra (Yesus), dan Allah Roh Kudus.
 
Yesus digambarkan dengan huruf-huruf Alfa dan Omega di dalam katakomba Roma dari abad ke-4.

Yesus adalah figur utama dalam Kekristenan.[329] Pandangan-pandangan Kristen tentang Yesus bervariasi, namun dimungkinkan untuk meringkas keyakinan-keyakinan kunci yang dipegang oleh denominasi-denominasi besar, sebagaimana dinyatakan dalam teks-teks pengakuan iman atau katekismus mereka.[330][331][332] Pandangan-pandangan Kristen tentang Yesus berasal dari berbagai sumber, termasuk Injil kanonik dan surat-surat Perjanjian Baru seperti surat-surat Paulus dan tulisan-tulisan Yohanes. Semua dokumen ini menguraikan keyakinan-keyakinan kunci yang dipegang oleh umat Kristen mengenai Yesus, termasuk kehidupan duniawi, kemanusiaan, dan keilahian-Nya, dan bahwa Ia adalah Kristus dan Putra Allah.[333] Kendati banyak keyakinan bersama di antara mereka, tidak semua denominasi Kristen sependapat atas semua doktrin; terdapat perbedaan-perbedaan besar maupun kecil seputar ajaran-ajaran dan keyakinan-keyakinan tersebut sepanjang sejarah Kekristenan selama berabad-abad.[334]

Perjanjian Baru menyatakan bahwa kebangkitan Yesus adalah dasar dari iman Kristen (1 Korintus 15:12–20).[335] Umat Kristen percaya bahwa melalui kematian-Nya sebagai kurban dan kebangkitan-Nya, manusia dapat didamaikan dengan Allah serta karenanya ditawarkan keselamatan dan janji akan kehidupan kekal.[336] Mengingat perkataan Yohanes Pembaptis pada hari setelah pembaptisan Yesus, doktrin-doktrin ini terkadang menyebut Yesus sebagai Anak Domba Allah, yang disalibkan untuk memenuhi peran-Nya sebagai pelayan atau hamba Allah.[337][338] Dengan demikian Yesus dilihat sebagai Adam baru dan terakhir, yang ketaatan-Nya bertolak belakang dengan ketidaktaatan Adam.[339] Umat Kristen memandang Yesus sebagai seorang panutan, umat beriman Kristiani yang berfokus pada Allah diminta untuk meniru-Nya.[329]

Kebanyakan kalangan Kristen percaya bahwa Yesus adalah manusia sekaligus Putra Allah. Terdapat perdebatan teologis terkait kodrat Yesus,[i] beberapa kalangan Kristen awal memandang Yesus sebagai subordinat Bapa, dan kalangan lainnya memandang Yesus lebih sebagai salah satu aspek dari Bapa daripada pribadi yang berbeda.[25][340] Gereja menyelesaikan isu-isu tersebut dalam konsili-konsili kuno, yang menetapkan Tritunggal Mahakudus, dengan pengakuan bahwa Yesus adalah sepenuhnya manusia sekaligus sepenuhnya Allah.[25] Kalangan Kristen Trinitarian pada umumnya meyakini bahwa Yesus adalah Logos, penjelmaan Allah, dan Allah Putra, yang sepenuhnya ilahi sekaligus sepenuhnya manusia. Namun, doktrin Tritunggal atau Trinitas tidak diterima secara universal dalam semua kalangan Kristen.[341][342] Seiring dengan Reformasi Protestan, kalangan Kristen seperti Michael Servetus dan kaum Socinian mulai mempertanyakan pengakuan-pengakuan iman kuno yang menetapkan dua kodrat Yesus.[25] Kelompok Kristen nontrinitarian meliputi Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir,[343] Unitarian,[340] dan Saksi-Saksi Yehuwa.

Umat Kristen tidak hanya menjunjung tinggi figur Yesus, tetapi juga Nama-Nya. Devosi kepada Nama Yesus Yang Tersuci dapat ditelusuri kembali ke masa awal Kekristenan.[344][345] Devosi dan perayaan ini terdapat dalam Kekristenan Timur maupun Barat.[345]

Pada abad ke-20, kelompok-kelompok Protestan menjadi terbagi-bagi secara nyata dalam hal seberapa jauh mereka mendukung penelitian kritis dan historis terkait pribadi Yesus. Denominasi-denominasi Protestan mengizinkan sejumlah penyelidikan tersebut tetapi berbeda dalam hal seberapa jauh penyelidikan tersebut dapat dilakukan. Gereja Katolik Roma memberikan batasan-batasan yang jelas, dan para akademisi Katolik telah terlibat dalam studi kritis yang cukup signifikan di dalam batasan-batasan tersebut.[25]

Yahudi

Yudaisme arus utama menolak gagasan bahwa Yesus adalah Allah, atau seorang perantara dengan Allah, ataupun bagian dari Trinitas.[346] Mereka berkeyakinan bahwa Yesus bukanlah Mesias, dengan alasan bahwa Yesus tidak memenuhi nubuat Mesianik yang tertulis di dalam Tanakh dan juga tidak memenuhi kualifikasi personal Mesias.[347] Menurut tradisi Yahudi, tidak ada nabi lagi setelah Maleakhi,[348] yang menyampaikan nubuat-nubuatnya pada abad ke-5 SM.[349]

Kritik Yahudi seputar Yesus telah ada sejak dahulu. Talmud, yang ditulis dan disusun dari abad ke-3 hingga ke-5 M,[350] memuat kisah-kisah yang sejak abad pertengahan telah dianggap sebagai laporan-laporan yang memfitnah Yesus.[351] Mayoritas sejarawan masa kini menganggap materi ini tidak memberikan satu pun informasi mengenai Yesus historis.[352] Mishneh Torah, suatu karya hukum Yahudi dari abad ke-12 yang ditulis oleh Moshe ben Maimon, menyatakan bahwa Yesus adalah suatu "batu sandungan" yang membuat "mayoritas dunia ini berbuat salah dan melayani seorang Allah selain Tuhan".[353]

Islam

 
Nama Yesus putra Maria ditulis dalam kaligrafi Islam diikuti dengan Damai besertamu memakai gaya kaligrafi Tsuluts

Sebagai salah satu figur penting dalam Islam, Yesus (umumnya ditransliterasi sebagai ʾĪsā) dipandang sebagai salah seorang utusan Tuhan (Rasul Allāh) dan Mesias (al-Masih) yang diutus untuk membimbing kaum Israel (Banī Isrāʾīl) dengan suatu syariat berupa kitab suci baru, yaitu Injil.[354][355] Sebagaimana kitab-kitab Tuhan yang lain, Muslim menganggap kitab-kitab injil dalam Perjanjian Baru tidak autentik, serta meyakini bahwa sebagian pesan asli Yesus telah diubah atau hilang dan bahwa Muhammad didatangkan kemudian untuk memulihkannya.[356] Meyakini kenabian Yesus (dan semua utusan Allah yang lain) adalah salah satu syarat untuk menjadi seorang Muslim.[357] Al-Qur'an menyebutkan nama Yesus sebanyak 25 kali—lebih sering daripada Muhammad[358][359]— dan menekankan bahwa Yesus adalah seorang manusia fana yang, sebagaimana semua nabi lainnya, telah dipilih secara ilahiah untuk menyebarluaskan wahyu dari Tuhan.[360] Al-Qur'an mengakui kelahiran Yesus dari perawan, namun Yesus tidak dianggap sebagai penjelmaan Allah ataupun putra Allah. Teks-teks keislaman menekankan monoteisme ketat (Tauḥīd) dan melarang keyakinan adanya sekutu bagi Tuhan, praktik pemberhalaan, atau menyederajatkan Tuhan dengan ciptaannya, yang dalam doktrin Islam disebut Syirik.[361] Al-Qur'an (19:30-34 dan 19:30-34) menyatakan bahwa Yesus sendiri tidak pernah mengklaim ketuhanan atau keilahian melainkan Kerasulan (seorang Utusan) yang menyembah kepada Tuhan,[362] dan mengestimasi bahwa saat Pengadilan Terakhir, Yesus akan menyangkal pernah membuat klaim seperti itu (Al-Qur'an 5:116).[363] Yesus dianggap sebagai seorang Muslim yang beriman pada kepercayaan (Tauḥīd) yang sama dengan Nabi-nabi lainnya namun dengan ketentuan kebijakan Tuhan (Syarīʿat) yang berbeda.[364]

Al-Qur'an 19:17 menguraikan kisah yang menyebutkan seorang malaikat yang menyamar dengan wujud manusia sempurna memberikan kabar gembira kepada Maria (Maryam) bahwa ia akan melahirkan Yesus sementara ia tetap seorang perawan. Kelahiran dari perawan disebut sebagai suatu mukjizat yang terjadi karena kehendak Tuhan.[365][366] Al-Qur'an (21:91 dan 66:12) menyatakan bahwa Allah meniupkan Roh-Nya ke Maria sementara ia tetap suci.[367] Yesus disebut "Roh ciptaan Allah" karena ia terlahir melalui perbuatan dari Roh,[368][365] tetapi keyakinan tersebut tidak diartikan sebagai pra eksistensinya[369] sebagaimana konsep Islam tentang jiwa (Rūḥ) atas setiap makhluk hidup di pra kelahiran.[370]

Untuk mendukung pelayanannya kepada orang-orang Yahudi, Yesus diberikan kemampuan untuk melakukan mukjizat dengan izin Tuhan dan bukan dengan kuasanya sendiri.[362] Melalui pelayanannya, Yesus dipandang sebagai seorang pendahulu Muhammad berdasarkan masa kelahiran.[360] Menurut Al-Qur'an, Yesus diselamatkan Tuhan dari hukuman penyaliban dan seseorang yang diserupakan dengannya menggantikannya di salib,[371][372] sementara Allah mengangkat Yesus ke sisinya berdasarkan redaksi Al-Qur'an 3:55[373] Para ulama berbeda pendapat sebagian menganggap Yesus diangkat secara jasmani, secara rohani dan sebagian lagi menganggap secara majasi berupa diangkatkannya status kemuliaannya.[374] Bagi Muslim, kenaikan tersebut juga merupakan suatu peristiwa besar dalam kehidupan Yesus selain penyaliban.[375] Muslim meyakini bahwa Yesus akan kembali ke bumi pada akhir zaman untuk membunuh Antikristus (ad-Dajjal) di kota Lod membantu Imam Mahdi.[354][376]

Muslim Ahmadiyah memiliki beberapa pandangan berbeda mengenai Yesus. Kaum Ahmadi meyakini bahwa Yesus adalah seorang manusia fana yang selamat dari penyalibannya dan meninggal dunia secara wajar pada usia 120 tahun di Kashmir, India dan dikuburkan di Roza Bal.[377]

Bahá'í

Ajaran-ajaran Baha'i memandang Yesus sebagai manifestasi Allah, suatu konsep Bahá'í tentang para nabi[378]—perantara antara Allah dengan manusia, berfungsi sebagai utusan serta mencerminkan kualitas dan sifat Allah.[379] Konsep Bahá'í menekankan kualitas-kualitas bersama kemanusiaan dan keilahian;[379] karena itu mirip dengan konsep Kristen mengenai penjelmaan (inkarnasi).[378] Pemikiran Bahá'í menerima Yesus sebagai Putra Allah.[380] Dalam pemikiran Bahá'í, Yesus adalah penjelmaan sempurna dari sifat-sifat Allah, tetapi ajaran-ajaran Bahá'í menolak gagasan bahwa "esensi yang tak terlukiskan" dari Keilahian terkandung di dalam suatu tubuh tunggal manusia karena keyakinan-keyakinan mereka berkenaan "kemahahadiran dan transendensi esensi Allah".[378]

Bahá'u'lláh, pendiri Kepercayaan Bahá'í, menuliskan bahwa karena setiap perwujudan atau manifestasi Allah memiliki sifat-sifat ilahi yang sama maka dapat dipandang sebagai "kembalinya" secara rohani semua manifestasi Allah yang sebelumnya, dan timbulnya setiap manifestasi baru Allah meresmikan suatu agama yang menggantikan agama sebelumnya. Konsep tersebut dikenal sebagai wahyu progresif.[379] Kaum Bahá'í meyakini bahwa rencana Allah terungkap secara bertahap melalui proses ini seiring dengan kematangan umat manusia, dan bahwa beberapa manifestasi sampai pada pemenuhan spesifik dari misi-misi yang sebelumnya. Dengan demikian, kaum Bahá'í meyakini bahwa Bahá'u'lláh adalah kembalinya Kristus sebagaimana dijanjikannya.[381] Ajaran-ajaran Bahá'í mengonfirmasi banyak aspek mengenai Yesus, namun tidak semua, seperti yang digambarkan dalam kitab-kitab injil. Kaum Bahá'í percaya akan kelahiran dari perawan dan Penyaliban,[382][383] tetapi melihat Kebangkitan dan mukjizat-mukjizat Yesus sebagai hal simbolis.[380][383]

Lain-lain

 
Gambar Yesus bertakhta pada sebuah panji kuil Manikean dari Qocho pada sekitar abad ke-10.

Dalam Gnostisisme Kristen (sekarang merupakan gerakan keagamaan yang telah hampir punah),[384] Yesus diutus dari alam ilahi dan memberikan pengetahuan rahasia (gnosis) yang diperlukan untuk keselamatan. Sebagian besar kaum Gnostik percaya bahwa Yesus adalah seorang manusia yang dirasuki oleh roh "Kristus" pada saat pembaptisannya. Roh tersebut meninggalkan tubuh Yesus pada saat penyaliban, namun bergabung dengannya lagi ketika ia dibangkitkan dari kematian. Namun beberapa kaum Gnostik merupakan doketis yang mempercayai bahwa Yesus tidak memiliki tubuh jasmani, tetapi hanya tampak seolah-olah memilikinya.[385] Manikeisme, salah satu sekte Gnostik, menganggap Yesus sebagai seorang nabi, di samping mengagumi Buddha Gautama dan Zoroaster.[386][387]

Beberapa penganut Hindu menganggap Yesus sebagai awatara atau seorang sadhu serta menekankan kemiripan antara ajaran-ajaran Kresna dan Yesus.[388][389] Paramahansa Yogananda, seorang guru India, mengajarkan bahwa Yesus adalah reinkarnasi dari Elisa dan seorang murid dari Yohanes Pembaptis, reinkarnasi dari Elia.[390] Beberapa kaum Buddhis, termasuk Tenzin Gyatso, Dalai Lama ke-14, memandang Yesus sebagai seorang bodisatwa yang mendedikasikan hidupnya untuk kesejahteraan masyarakat.[391] Para penganut agama Cao Đài memuja Yesus sebagai seorang pengajar agama besar.[392] Ia disingkapkan pada saat komunikasi dengan Sosok-Sosok Ilahi sebagai roh dari Sosok Tertinggi mereka (Allah Bapa) bersama dengan pengajar dan pendiri agama besar lainnya seperti Buddha Gautama, Laozi, dan Kong Hu Cu.[393] Gerakan Zaman Baru memiliki berbagai pandangan mengenai Yesus.[394] Kaum Teosofis, yang merupakan asal mula banyak ajaran Zaman Baru,[395] menyebut Yesus sebagai Master Yesus dan percaya bahwa Kristus, setelah berbagai inkarnasi, merasuki tubuh Yesus.[396] Kaum Scientologis mengakui Yesus (bersama dengan figur keagamaan lainnya seperti Zoroaster, Muhammad, dan Buddha) sebagai bagian dari "warisan keagamaan" mereka.[394][397] Kaum Ateis menyangkal keilahian Yesus, namun tidak semuanya memegang pandangan negatif terhadapnya; Richard Dawkins, contohnya, menyebut Yesus sebagai "seorang guru moral besar",[398] sementara menyatakan dalam bukunya The God Delusion bahwa Yesus patut dipuji karena ia tidak memberikan ajaran-ajaran etikanya dari ayat-ayat kitab suci.[399]

Yesus juga memiliki para penentang, baik di masa lalu maupun saat ini. Kritikus-kritikus awal Yesus dan Kekristenan meliputi Celsus pada abad kedua dan Porfirio pada abad ketiga.[400][401] Pada abad ke-19, Nietzsche sangat mengkritik Yesus, yang ajaran-ajarannya ia anggap sebagai "antikodrat" dalam perlakuan mereka terhadap topik-topik seperti seksualitas.[402] Kritikus modern lainnya yang terkenal misalnya Sita Ram Goel, Christopher Hitchens, Bertrand Russell, dan Dayananda Saraswati. Pada abad ke-20, Russell menulis dalam Why I Am Not a Christian bahwa Yesus "tidak begitu bijaksana sebagaimana beberapa tokoh lainnya, dan tentu saja Ia tidaklah bijaksana secara superlatif".[403] Russell menyebut sifat pendendam Yesus merupakan suatu cacat dalam karakter moralnya dalam hal Yesus menurut Injil meyakini adanya hukuman kekal di neraka, yang Russell rasakan tidak ada satupun orang yang "benar-benar humanis secara mendalam dapat mempercayainya".[404] Russell juga mengemukakan pengulangan sikap "amarah balas dendam terhadap orang-orang yang tidak mau mendengarkan khotbah-Nya" yang ia rasakan "mengurangi keunggulan superlatif".[404]

Penggambaran

 
Yesus menyembuhkan orang lumpuh dalam salah satu penggambaran Yesus yang pertama diketahui dari Dura-Europos pada abad ke-2.

Beberapa penggambaran yang paling awal mengenai Yesus di gereja Dura-Europos secara tegas ditarikhkan sebelum tahun 256.[405] Setelah itu, kendati kekurangan referensi kitab suci ataupun catatan sejarah, sejumlah besar penggambaran Yesus muncul pada dua milenium terakhir yang sering kali dipengaruhi oleh latar belakang budaya, keadaan politik, dan konteks teologis.[301][302][314] Sebagaimana dalam seni rupa Kekristenan awal lainnya, penggambaran-penggambaran paling awal berasal dari akhir abad kedua atau awal abad ketiga, dan gambar-gambar yang masih ada hingga sekarang utamanya ditemukan di Katakomba Roma.[406]

Penggambaran Yesus dalam rupa gambar sangat kontroversial pada masa Gereja perdana.[407][408][409] Sejak abad ke-5 dan seterusnya, ikon-ikon bercat dalam bentuk datar menjadi populer dalam Gereja Timur.[410] Ikonoklasme Bizantium menjadi penghalang perkembangannya di dunia Timur, namun pada abad kesembilan seni rupa tersebut diizinkan kembali.[301] Transfigurasi merupakan salah satu tema utama dalam seni rupa Kristen Timur, dan setiap rahib Ortodoks Timur yang telah terlatih dalam melukis ikon harus dapat membuktikan keahliannya dengan cara melukis suatu ikon yang menggambarkan peristiwa tersebut.[411] Ikon-ikon menerima tanda-tanda penghormatan eksternal, seperti ciuman dan sujud, serta dipandang sebagai saluran rahmat ilahi yang memiliki kuasa.[410]

Sebelum Reformasi Protestan, crucifix (umumnya disebut "salib" saja) merupakan hal umum dalam Kekristenan Barat.[412] Crucifix merupakan suatu model salib yang terdapat tubuh Yesus tersalib,[412] menjadi ornamen utama altar pada abad ke-13 yang penggunaannya telah nyaris universal di dalam bangunan-bangunan gereja Katolik Roma sampai masa sekarang.[412]

Yesus ditampilkan sebagai seorang bayi dalam sebuah palungan (tempat pakan ternak) di kandang atau gua Natal yang menggambarkan adegan Kelahiran.[413] Ia biasanya disandingkan dengan Maria, Yusuf, berbagai hewan, para gembala, para malaikat, dan orang-orang Majus.[413] Fransiskus dari Asisi (1181/82–1226) dianggap sebagai orang yang mempopulerkan gua Natal, meskipun ia kemungkinan tidak memprakarsainya.[413] Gua Natal mencapai puncak ketenarannya pada abad ke-17 dan ke-18 di selatan Eropa.[413]

Masa Renaisans melahirkan sejumlah seniman yang berfokus pada penggambaran Yesus; Fra Angelico dan seniman lainnya mengikuti Giotto dalam hal pengembangan sistematis gambar-gambar yang tidak memiliki banyak detail.[301]

Reformasi Protestan membawa pembaruan perlawanan terhadap penggambaran, namun pelarangan secara total sangatlah jarang, dan keberatan Protestan terhadap gambar-gambar cenderung menurun sejak abad ke-16. Meskipun gambar-gambar besar umumnya dihindari, beberapa kalangan Protestan saat ini berkeberatan atas ilustrasi-ilustrasi buku yang menggambarkan Yesus.[414][415] Penggunaan penggambaran Yesus dianjurkan oleh para pemimpin denominasi seperti Anglikan dan Katolik[416][417][418] serta merupakan suatu elemen utama dalam tradisi Ortodoks Timur.[419][420]

Relikui terkait

 
Kain Kafan Turin, Italia, adalah peninggalan Yesus yang diklaim paling terkenal dan salah satu artefak yang paling banyak dipelajari dalam sejarah manusia.[421]

Penghancuran total yang terjadi saat pengepungan Yerusalem oleh bangsa Romawi pada tahun 70 Masehi menyebabkan langkanya peninggalan dari Yudea abad pertama dan nyaris tidak ada catatan langsung yang terselamatkan mengenai sejarah Yudaisme dari paruh akhir abad pertama sampai abad kedua.[422][423][j] Margaret M. Mitchell menuliskan bahwa meskipun Eusebius melaporkan (Sejarah Gereja III 5.3) kalau kaum Kristen awal meninggalkan Yerusalem menuju Pella sesaat sebelum Yerusalem akhirnya diisolasi, perlu diakui bahwa tidak ada peninggalan Kristen tangan pertama dari Gereja Yerusalem awal yang terselamatkan.[425] Namun, sepanjang sejarah Kekristenan, sejumlah relikui yang dikaitkan dengan Yesus telah diklaim meskipun terdapat keraguan-keraguan atasnya. Erasmus, seorang teolog Katolik abad ke-16, menulis secara sinis mengenai maraknya relikui-relikui dan sejumlah bangunan kayu yang diklaim terbuat dari salib yang digunakan dalam Penyaliban.[426] Demikian pula, sementara para ahli memperdebatkan apakah Yesus disalibkan dengan tiga atau empat paku, setidaknya tiga puluh paku suci tetap dihormati di seluruh Eropa sebagai relikui.[427]

Beberapa relikui, seperti peninggalan yang diklaim sebagai Mahkota Duri, hanya dikunjungi peziarah dalam jumlah sedang, sedangkan Kain Kafan Turin (yang dikaitkan dengan devosi Katolik yang telah disetujui terhadap Wajah Kudus Yesus) telah dikunjungi oleh jutaan peziarah,[428] termasuk Paus Yohanes Paulus II dan Benediktus XVI.[429][430] Tidak ada konsensus keilmuan yang mendukung keaslian relikui apapun yang dikaitkan dengan Yesus.[431][k]

Lihat pula

Catatan

  1. ^ John P. Meier menulis bahwa tahun kelahiran Yesus adalah ca tahun 7 atau 6 SM.[1] Karl Rahner menyatakan bahwa konsensus di kalangan sejarawan adalah kr. tahun 4 SM.[2] E. P. Sanders juga cenderung setuju dengan kr. 4 SM, mengacu pada konsensus umum.[3] Jack Finegan menggunakan studi dari tradisi Kristen awal untuk mendukung pendapat bahwa tahun kelahiran Yesus adalah kr. 3 atau 2 SM.[4]
  2. ^ Sebagian besar akademisi memperkirakan tahun 30 atau 33 M sebagai tahun penyaliban Yesus.[6]
  3. ^ James Dunn menulis bahwa pembaptisan dan penyaliban Yesus disepakati hampir secara universal dan "menempati peringkat yang sedemikian tinggi pada skala yang 'hampir mustahil untuk diragukan atau disangkal' dalam fakta-fakta sejarah" sehingga sering kali menjadi titik awal bagi penelitian Yesus historis.[7] Bart Ehrman menyatakan bahwa penyaliban Yesus atas perintah Pontius Pilatus merupakan elemen yang paling pasti terkait Yesus.[8] John Dominic Crossan dan Richard G. Watts menyatakan bahwa penyaliban Yesus jelas sebagaimana fakta sejarah lainnya.[9] Paul R. Eddy dan Gregory A. Boyd mengatakan bahwa konfirmasi tentang penyaliban Yesus dari kalangan non-Kristen sekarang telah "ditetapkan dengan tegas".[10]
  4. ^ Menurut tradisi, kaum Kristen meyakini bahwa Maria mengandung putranya secara ajaib melalui Roh Kudus. Kaum Muslim meyakini bahwa ia mengandung putranya secara ajaib melalui perintah Allah. Dari pandangan-pandangan ini, Yusuf berperan sebagai ayah angkat.
  5. ^ Dalam sebuah ulasan tahun 2011 tentang status keilmuan modern, Bart Ehrman menuliskan, "Dia tentu ada, karena hampir semua akademisi antikuitas yang kompeten menyetujuinya, baik dari kalangan Kristen ataupun non-Kristen."[11] Richard A. Burridge menyatakan: "Ada yang berpendapat bahwa Yesus adalah suatu khayalan dari imajinasi Gereja, bahwa Yesus sama sekali tidak pernah ada. Saya harus mengatakan bahwa saya tidak tahu apa ada akademisi kritis yang dihormati yang mengatakan hal itu lagi."[12] Robert M. Price tidak percaya bahwa Yesus ada, tetapi setuju bahwa perspektif ini bertentangan dengan pandangan kebanyakan akademisi.[13] James Dunn menyebut teori-teori noneksistensi Yesus sebagai "suatu tesis yang sepenuhnya mati".[14] Michael Grant (seorang ahli klasika) menulis pada tahun 1977, "Dalam beberapa tahun terakhir, 'tidak ada akademisi yang serius telah berkelana untuk mendalilkan nonhistorisitas Yesus' atau pada tingkat yang sangat sedikit, dan mereka belum berhasil melepaskan bukti yang jauh lebih kuat—yang memang sangat banyak—untuk sebaliknya."[15] Robert E. Van Voorst menyatakan bahwa para akademisi biblika dan sejarawan klasik menganggap teori-teori noneksistensi Yesus telah secara efektif disanggah.[16]
  6. ^ Artikel ini menggunakan kutipan-kutipan dari Alkitab versi Terjemahan Baru.
  7. ^ Sebagai contoh, John P. Meier menyatakan bahwa tahun kelahiran Yesus ca 7/6 SM,[1] sementara Finegan merasa ca 3/2 SM lebih tepat.[4]
  8. ^ Dalam Perjanjian Baru, Yesus dideskripsikan sebagai orang Yahudi / Yudea (Ioudaios sebagaimana ditulis dalam bahasa Yunani Koine) pada tiga peristiwa: oleh orang-orang Majus dalam Matius 2, yang menyebut Yesus sebagai "Raja orang Yahudi" (basileus ton ioudaion); oleh perempuan Samaria di sumur Yakub dan Yesus sendiri dalam Yohanes 4; dan (dalam keempat Injil) selama Kisah Sengsara, yang juga menggunakan frasa "Raja orang Yahudi".[310]
  9. ^ Setelah Zaman Apostolik, terdapat perdebatan sengit dan sering kali dipolitisasi dalam Gereja mula-mula seputar banyak isu terkait. Kristologi merupakan fokus utama perdebatan ini, dan dibahas dalam masing-masing dari tujuh Konsili Ekumenis pertama.
  10. ^ Tulisan Flavius Josephus (sekitar 5 tahun kemudian, ca 75 Masehi) dalam The Jewish War (Buku VII 1.1) menyatakan bahwa Yerusalem telah diratakan hingga "tidak meninggalkan apapun yang dapat membuat orang-orang yang datang ke sana meyakini bahwa tempat tersebut pernah dihuni."[424] Dan ketika yang masih tersisa dari reruntuhan Yerusalem dijadikan pemukiman Romawi Aelia Capitolina, tidak ada orang Yahudi yang diijinkan untuk menjejakkan kaki di sana.[423]
  11. ^ Kesimpulan-kesimpulan mengenai Kain Kafan Turin masih terpolarisasi.[432] Menurut mantan editor Nature Philip Ball, "Adalah adil untuk mengatakan bahwa, terlepas dari beragam pengujian pada tahun 1988 yang tampaknya definitif, status Kain Kafan Turin menjadi lebih suram daripada sebelumnya. Selain itu, sifat gambar dan bagaimana terbentuknya pada kain tersebut masih sangat membingungkan".[433]

Referensi

  1. ^ a b Meier, John P. (1991). A Marginal Jew: The roots of the problem and the person. Yale University Press. hlm. 407. ISBN 978-0-300-14018-7. 
  2. ^ Rahner 2004, hlm. 732.
  3. ^ Sanders 1993, hlm. 10–11.
  4. ^ a b Finegan, Jack (1998). Handbook of Biblical Chronology, rev. ed. Hendrickson Publishers. hlm. 319. ISBN 978-1-56563-143-4. 
  5. ^ Brown, Raymond E. (1977). The birth of the Messiah: a commentary on the infancy narratives in Matthew and Luke. Doubleday. hlm. 513. ISBN 978-0-385-05907-7. 
  6. ^ a b Humphreys, Colin J.; Waddington, W. G. (1992). "The Jewish Calendar, a Lunar Eclipse and the Date of Christ's Crucifixion" (PDF). Tyndale Bulletin. 43 (2): 340. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2018-09-30. Diakses tanggal 2015-04-30. 
  7. ^ a b c d Dunn 2003, hlm. 339.
  8. ^ Ehrman 1999, hlm. 101.
  9. ^ Crossan & Watts 1999, hlm. 96.
  10. ^ Eddy & Boyd 2007, hlm. 173.
  11. ^ Ehrman, Bart (2011). Forged: writing in the name of God – Why the Bible's Authors Are Not Who We Think They Are. HarperCollins. hlm. 285. ISBN 978-0-06-207863-6. 
  12. ^ Burridge, Richard A.; Gould, Graham (2004). Jesus Now and Then. Wm. B. Eerdmans Publishing. hlm. 34. ISBN 978-0-8028-0977-3. 
  13. ^ Price, Robert M. (2009). "Jesus at the Vanishing Point". Dalam Beilby, James K.; Eddy, Paul R. The Historical Jesus: Five Views. InterVarsity. hlm. 55, 61. ISBN 978-0-8308-7853-6. 
  14. ^ Sykes, Stephen W. (2007). "Paul's understanding of the death of Jesus". Sacrifice and Redemption. Cambridge University Press. hlm. 35–36. ISBN 978-0-521-04460-8. 
  15. ^ Grant, Michael (1977). Jesus: An Historian's Review of the Gospels. Scribner's. hlm. 200. ISBN 978-0-684-14889-2. 
  16. ^ Van Voorst 2000, hlm. 16.
  17. ^ Funk & Hoover 1993, hlm. 3; Sanders 1993, hlm. 73; Theissen & Merz 1998, hlm. 25.
  18. ^ Hezser 1997, hlm. 59; Dunn 2013, hlm. 290–291; Levine 2006, hlm. 4.
  19. ^ Sanders 1993, hlm. 11, 14.
  20. ^ Woodhead, Linda (2004). Christianity: A Very Short Introduction. Oxford: Oxford University Press. hlm. n.p. 
  21. ^ Grudem 1994, hlm. 568–603.
  22. ^ Wilhelm 1911; Metzger & Coogan 1993, hlm. 649; Hoekema 1994, hlm. 88–89; Garrett 2014, hlm. 766; Erickson 2001, hlm. 95.
  23. ^ Richard Bauckham, "Universalism: a historical survey", Themelios 4.2 (September 1978): 47–54.
  24. ^ Jacobs, Joseph; Kohler, Kaufmann; Gottheil, Richard; Krauss, Samuel. "Jesus of Nazareth". Jewish Encyclopedia. 
  25. ^ a b c d e f g h i j k Sanders, Ed P.; Pelikan, Jaroslav J. "Jesus Christ". Encyclopædia Britannica. Diakses tanggal June 10, 2015. 
  26. ^ a b   Maas, Anthony J. (1913). "Origin of the Name of Jesus Christ". Dalam Herbermann, Charles. Catholic Encyclopedia. New York: Robert Appleton Company. 
  27. ^ Wycliffe Bible Dictionary. entry HEBREW LANGUAGE: Hendrickson Publishers. 1975. 
  28. ^ Ehrman, Bart D. (2012). Did Jesus Exist?: The Historical Argument for Jesus of Nazareth. HarperOne. hlm. 29. ISBN 978-0-06-208994-6. 
  29. ^ "Joshua". Merriam-Webster. Diakses tanggal August 4, 2013. 
  30. ^ Hare, Douglas (2009). Matthew. Westminster John Knox Press. hlm. 11. ISBN 978-0-664-23433-1. 
  31. ^ Rogers, Cleon (1999). Topical Josephus. Zondervan. hlm. 12. ISBN 9780310230175. 
  32. ^ Eddy & Boyd 2007, hlm. 129.
  33. ^ France 2007, hlm. 53.
  34. ^ Doninger 1999, hlm. 212.
  35. ^ Heil, John P. (2010). Philippians: Let Us Rejoice in Being Conformed to Christ. Society of Biblical Lit. hlm. 66. ISBN 978-1-58983-482-8. 
  36. ^ Gwynn, Murl E. (2011). Conflict: Christianity's Love Vs. Islam's Submission. iUniverse. hlm. 92. ISBN 978-1-4620-3484-0. 
  37. ^ Vine 1940, hlm. 274–275.
  38. ^ Pannenberg 1968, hlm. 30–31.
  39. ^ Bultmann, Rudolf K. (2007). Theology of the New Testament. Baylor University Press. hlm. 80. ISBN 1-932792-93-7. 
  40. ^ Mills & Bullard 1998, hlm. 142.
  41. ^ "G5546 Χριστιανός". Strong's Greek Lexicon. Diakses tanggal July 22, 2013. 
  42. ^ Sanders, E. P. "Jesus Christ." Encyclopedia Britannica Online. Retrieved 17 Dec 2015.
  43. ^ Blomberg 2009, hlm. 441–442.
  44. ^ a b c d Fahlbusch, Erwin (2005). The Encyclopedia of Christianity. 4. Wm. B. Eerdmans Publishing. hlm. 53–56. ISBN 978-0-8028-2416-5. 
  45. ^ a b c Evans 2003, hlm. 465–477.
  46. ^ Bruce, Frederick F. (1988). The Book of the Acts. Wm. B. Eerdmans Publishing. hlm. 362. ISBN 978-0-8028-2505-6. 
  47. ^ Rausch 2003, hlm. 77.
  48. ^ a b c d Evans 2003, hlm. 521–530.
  49. ^ Brown 1997, hlm. 835–840.
  50. ^ Chilton & Evans 1998, hlm. 482.
  51. ^ Roberts, Mark D. (2007). Can We Trust the Gospels?: Investigating the Reliability of Matthew, Mark, Luke, and John. Crossway. hlm. 58. ISBN 978-1-4335-1978-9. 
  52. ^ Humphreys, Colin J. (2011). The Mystery of the Last Supper: Reconstructing the Final Days of Jesus. Cambridge University Press. hlm. 7–8. ISBN 978-1-139-49631-5. 
  53. ^ a b c White, L. Michael (2010). Scripting Jesus: The Gospels in Rewrite. HarperOne. 
  54. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v Funk & Hoover 1993, hlm. 3.
  55. ^ a b c d e May, Herbert G. and Bruce M. Metzger. The New Oxford Annotated Bible with the Apocrypha. 1977. "Mark" p. 1213-1239
  56. ^ "John, St." Cross, F. L., ed. The Oxford dictionary of the Christian church. New York: Oxford University Press. 2005
  57. ^ a b Haffner, Paul (2008). New Testament Theology. hlm. 135. ISBN 978-88-902268-0-9. 
  58. ^ a b Scroggie, W. Graham (1995). A Guide to the Gospels. Kregel Publications. hlm. 128. ISBN 978-0-8254-9571-7. 
  59. ^ "synoptic" . Oxford English Dictionary (edisi ke-Online). Oxford University Press.  Templat:OEDsub
  60. ^ Moloney, Francis J.; Harrington, Daniel J. (1998). The Gospel of John. Liturgical Press. hlm. 3. ISBN 978-0-8146-5806-2. 
  61. ^ Ladd, George E. (1993). A Theology of the New Testament. Wm. B. Eerdmans Publishing. hlm. 251. ISBN 978-0-8028-0680-2. 
  62. ^ a b c d Witherington 1997, hlm. 113.
  63. ^ Stoldt, Hans-Herbert, History and Criticism of the Marcan Hypothesis, Hardcover, 302 pages, Mercer Univ Pr; First Edition (October 1980), ISBN 978-0-86554-002-6
  64. ^ Licona 2010, hlm. 210–21.
  65. ^ Sanders 1993, hlm. 71.
  66. ^ a b c Theissen & Merz 1998, hlm. 17–62.
  67. ^ a b Sanders 1993, hlm. 3.
  68. ^ Crossan & Watts 1999, hlm. 108.
  69. ^ Dunn 2003, hlm. 779–781.
  70. ^ Funk, Robert W. (1998). The acts of Jesus: the search for the authentic deeds of Jesus. Harper. hlm. 449–495. ISBN 978-0-06-062979-3. 
  71. ^ Grudem 1994, hlm. 90–91.
  72. ^ a b Köstenberger, Kellum & Quarles 2009, hlm. 117–125.
  73. ^ a b Ehrman 1999, hlm. 22–23.
  74. ^ a b c d Thompson, Frank Charles. The Thompson Chain-Reference Bible. Kirk bride Bible Co & Zondervan Bible Publishers. 1983. p. 1563–1564.
  75. ^ a b May, Herbert G. and Bruce M. Metzger. The New Oxford Annotated Bible with the Apocrypha. 1977. "Matthew" p. 1171–1212.
  76. ^ a b May, Herbert G. and Bruce M. Metzger. The New Oxford Annotated Bible with the Apocrypha. 1977. "Luke" p. 1240-1285.
  77. ^ a b c d e f "John, Gospel of." Cross, F. L., ed. The Oxford dictionary of the Christian church. New York: Oxford University Press. 2005
  78. ^ a b May, Herbert G. and Bruce M. Metzger. The New Oxford Annotated Bible with the Apocrypha. 1977. "John" p. 1286-1318.
  79. ^ a b c d e Harris 1985, hlm. 302–310.
  80. ^ a b Rahner 2004, hlm. 730–731.
  81. ^ O'Collins, Gerald (2009). Christology: A Biblical, Historical, and Systematic Study of Jesus. OUP Oxford. hlm. 1–3. ISBN 978-0-19-955787-5. 
  82. ^ a b Wiarda, Timothy (2010). Interpreting Gospel Narratives: Scenes, People, and Theology. B&H Publishing Group. hlm. 75–78. ISBN 978-0-8054-4843-6. 
  83. ^ a b Turner, David L. (2008). Matthew. Baker Academic. hlm. 613. ISBN 978-0-8010-2684-3. 
  84. ^ Brown, Raymond E. (1978). Mary in the New Testament. Paulist Press. hlm. 163. ISBN 978-0-8091-2168-7. 
  85. ^ Eusebius Pamphilius, Church history, Life of Constantine §VII.
  86. ^ R. T. France, The Gospel According to Matthew: An Introduction and Commentary (Eerdmans, 1985) page 71-72.
  87. ^ Marcus J. Borg, John Dominic Crossan, The First Christmas (HarperCollins, 2009) page 95.
  88. ^ Mills & Bullard 1998, hlm. 556.
  89. ^ a b c Marsh, Clive; Moyise, Steve (2006). Jesus and the Gospels. Clark International. hlm. 37. ISBN 978-0-567-04073-2. 
  90. ^ Morris 1992, hlm. 26.
  91. ^ a b c Jeffrey, David L. (1992). A Dictionary of biblical tradition in English literature. Wm. B. Eerdmans Publishing. hlm. 538–540. ISBN 978-0-85244-224-1. 
  92. ^ Cox & Easley 2007, hlm. 30–37.
  93. ^ Brownrigg, Ronald (2002). Who's Who in the New Testament. Taylor & Francis. hlm. 96–100. ISBN 978-0-415-26036-7. 
  94. ^ "Virgin Birth of Christ." Cross, F. L., ed. The Oxford dictionary of the Christian church. New York: Oxford University Press. 2005
  95. ^ Harris 1985, hlm. 275.
  96. ^ a b Talbert, Charles H. (2010). Matthew. Baker Academic. hlm. 29–30. ISBN 978-0-8010-3192-2. 
  97. ^ a b c Harris 1985, hlm. 272–285.
  98. ^ Schnackenburg, Rudolf (2002). The Gospel of Matthew. Wm.B. Eerdmans Publishing. hlm. 9–11. ISBN 978-0-8028-4438-5. 
  99. ^ Perrotta, Louise B. (2000). Saint Joseph: His Life and His Role in the Church Today. Our Sunday Visitor Publishing. hlm. 21, 110–112. ISBN 978-0-87973-573-9. 
  100. ^ Aslan, Reza (2013). Zealot: The Life and Times of Jesus of Nazareth. Random House. hlm. 756. 
  101. ^ Josephus (2012). Antiquities of the Jews. Acheron Press. hlm. 21247. 
  102. ^ a b c d e Harris 1985, hlm. 270–272.
  103. ^ Liddell, Henry G.; Scott, Robert (1889). An Intermediate Greek–English Lexicon: The Seventh Edition of Liddell and Scott's Greek–English Lexicon. Clarendon Press. hlm. 797. 
  104. ^ Dickson 2008, hlm. 68–69.
  105. ^ Evans, Craig A. (2001). "Context, family and formation". Dalam Bockmuehl, Markus N. A. Cambridge companion to Jesus. Cambridge University Press. hlm. 14, 21. ISBN 978-0-521-79678-1. 
  106. ^ a b c Blomberg 2009, hlm. 224–229.
  107. ^ Köstenberger, Kellum & Quarles 2009, hlm. 141–143.
  108. ^ a b McGrath 2006, hlm. 16–22.
  109. ^ Dunn, James D.G.; Rogerson, John W. (2003). Eerdmans commentary on the Bible. Wm. B. Eerdmans Publishing. hlm. 1010. ISBN 978-0-8028-3711-0. 
  110. ^ a b Zanzig, Thomas (2000). Jesus of history, Christ of faith. Saint Mary's Press. hlm. 118. ISBN 978-0-88489-530-5. 
  111. ^ a b c d Lee 2004, hlm. 21–30.
  112. ^ a b c Harding, Mark; Nobbs, Alanna (2010). The Content and the Setting of the Gospel Tradition. Wm. B. Eerdmans Publishing. hlm. 281–282. ISBN 978-0-8028-3318-1. 
  113. ^ Sheen, Fulton J. (2008). Life of Christ. Random House. hlm. 65. ISBN 978-0-385-52699-9. 
  114. ^ a b c d e "Jesus Christ." Cross, F. L., ed. The Oxford dictionary of the Christian church. New York: Oxford University Press. 2005
  115. ^ Boring & Craddock 2004, hlm. 292.
  116. ^ a b c d e Harris 1985, hlm. 285–296.
  117. ^ a b Redford 2007, hlm. 117–130.
  118. ^ Vaught, Carl G. (2001). The Sermon on the mount: a theological investigation. Baylor University Press. hlm. xi–xiv. ISBN 978-0-918954-76-3. 
  119. ^ Redford 2007, hlm. 143–160.
  120. ^ Nash, Henry S. (1909). "Transfiguration, The". Dalam Jackson, Samuel M. The New Schaff-Herzog Encyclopedia of Religious Thought: Son of Man-Tremellius V11. Funk & Wagnalls Company. hlm. 493. ISBN 978-1-4286-3189-2. 
  121. ^ a b c d Barton, Stephen C. The Cambridge companion to the Gospels. Cambridge University Press. hlm. 132–133. ISBN 978-0-521-80766-1. 
  122. ^ Cox & Easley 2007, hlm. 137.
  123. ^ Redford 2007, hlm. 211–229.
  124. ^ a b c d e f Cox & Easley 2007, hlm. 155–170.
  125. ^ Redford 2007, hlm. 257–274.
  126. ^ Brown 1988, hlm. 25–27.
  127. ^ Boring & Craddock 2004, hlm. 292–293.
  128. ^ Patella, Michael F. (2009). "The Gospel According to Luke". Dalam Durken, Daniel. New Collegeville Bible Commentary: New Testament. Liturgical Press. hlm. 255. ISBN 978-0-8146-3260-4. 
  129. ^ a b "Kingdom of God." Cross, F. L., ed. The Oxford dictionary of the Christian church. New York: Oxford University Press. 2005
  130. ^ 'Jesus himself apparently anticipated the arrival of a heavenly figure whom he called "the Son of Man," who would come on clouds of glory and gather the elect.' Sanders, E. P. "Jesus Christ." Encyclopedia Britannica Online. Retrieved 29 Dec 2015.
  131. ^ Stassen, Glen H.; Gushee, David P. (2003). Kingdom Ethics: Following Jesus in Contemporary Context. InterVarsity Press. hlm. 102–103, 138–140, 197–198, 295–298. ISBN 978-0-8308-2668-1. 
  132. ^ a b Osborn, Eric F. (1993). The emergence of Christian theology. Cambridge University Press. hlm. 98. ISBN 978-0-521-43078-4. 
  133. ^ Köstenberger, Andreas J. (1998). The missions of Jesus and the disciples according to the Fourth Gospel. Wm. B. Eerdmans Publishing. hlm. 108–109. ISBN 978-0-8028-4255-8. 
  134. ^ Pentecost, J. Dwight (1998). The parables of Jesus: lessons in life from the Master Teacher. Kregel Publications. hlm. 10. ISBN 978-0-8254-9715-5. 
  135. ^ Howick, E. Keith (2003). The Sermons of Jesus the Messiah. WindRiver Publishing. hlm. 7–9. ISBN 978-1-886249-02-8. 
  136. ^ Lisco, Friedrich G. (1850). The Parables of Jesus. Daniels and Smith Publishers. hlm. 9–11. 
  137. ^ Oxenden, Ashton (1864). The parables of our Lord?. William Macintosh Publishers. hlm. 6. 
  138. ^ Blomberg, Craig L. (2012). Interpreting the Parables. InterVarsity Press. hlm. 448. ISBN 978-0-8308-3967-4. 
  139. ^ Boucher, Madeleine I. "The Parables". BBC. Diakses tanggal June 3, 2013. 
  140. ^ Green, McKnight & Marshall 1992, hlm. 299.
  141. ^ Twelftree 1999, hlm. 350.
  142. ^ Green, McKnight & Marshall 1992, hlm. 300.
  143. ^ Hindson, Edward E.; Mitchell, Daniel R. (2010). Zondervan King James Version Commentary: New Testament. Zondervan. hlm. 100. ISBN 978-0-310-25150-7. 
  144. ^ a b Achtemeier, Paul J.; Green, Joel B.; Thompson, Marianne M. (2001). Introducing the New Testament: Its Literature and Theology. Wm. B. Eerdmans Publishing. hlm. 198. ISBN 978-0-8028-3717-2. 
  145. ^ Ehrman, Bart D. (2009). Jesus, Interrupted: Revealing the Hidden Contradictions in the Bible (And Why We Don't Know About Them). HarperCollins. hlm. 84. ISBN 978-0-06-186328-8. 
  146. ^ Twelftree 1999, hlm. 236.
  147. ^ van der Loos, Hendrik (1965). The Miracles Of Jesus. Brill. hlm. 197. 
  148. ^ Pentecost, J. Dwight (1981). The words and works of Jesus Christ. Zondervan. hlm. 212. ISBN 978-0-310-30940-6. 
  149. ^ Twelftree 1999, hlm. 95.
  150. ^ Donahue & Harrington 2002, hlm. 182.
  151. ^ Lockyer, Herbert (1988). All the Miracles of the Bible. Zondervan. hlm. 235. ISBN 978-0-310-28101-6. 
  152. ^ Kingsbury, Jack D. (1983). The Christology of Mark's Gospel. Fortress Press. hlm. 91–95. ISBN 978-1-4514-1007-5. 
  153. ^ Karris, Robert J. (1992). The Collegeville Bible Commentary: New Testament. Liturgical Press. hlm. 885–886. ISBN 978-0-8146-2211-7. 
  154. ^ Kingsbury, Jack D.; Powell, Mark A.; Bauer, David R. (1999). Who do you say that I am? Essays on Christology. Westminster John Knox Press. hlm. xvi. ISBN 978-0-664-25752-1. 
  155. ^ Donahue & Harrington 2002, hlm. 336.
  156. ^ Yieh, John Y. H. (2004). One teacher: Jesus' teaching role in Matthew's gospel. Walter de Gruyter. hlm. 240–241. ISBN 978-3-11-018151-7. 
  157. ^ Pannenberg 1968, hlm. 53–54.
  158. ^ Lee 2004, hlm. 72–76.
  159. ^ May, Herbert G. and Bruce M. Metzger. The New Oxford Annotated Bible with the Apocrypha. 1977. p. 1481.
  160. ^ a b Boring & Craddock 2004, hlm. 256–258.
  161. ^ Majerník, Ponessa & Manhardt 2005, hlm. 133–134.
  162. ^ a b Evans 2003, hlm. 381–395.
  163. ^ Lockyer, Herbert (1988). All the Apostles of the Bible. Zondervan. hlm. 106–111. ISBN 978-0-310-28011-8. 
  164. ^ Hayes, Doremus A. (2009). The Synoptic Gospels and the Book of Acts. HardPress. hlm. 88. ISBN 978-1-313-53490-1. 
  165. ^ Funk, Robert W., Roy W. Hoover, and the Jesus Seminar. The five gospels. HarperSanFrancisco. 1993. "John" p. 401–470
  166. ^ Cox & Easley 2007, hlm. 180–191.
  167. ^ a b Cox & Easley 2007, hlm. 182.
  168. ^ Cross, F. L.; Livingstone, E. A. (2005). "Eucharist". Oxford Dictionary of the Christian Church. Oxford University Press. ISBN 978-0-19-280290-3. 
  169. ^   Pohle, Joseph (1913). "The Blessed Eucharist as a Sacrament". Dalam Herbermann, Charles. Catholic Encyclopedia. New York: Robert Appleton Company. 
  170. ^ Freedman 2000, hlm. 792.
  171. ^ a b Perkins, Pheme (2000). Peter: apostle for the whole church. Fortress Press. hlm. 85. ISBN 978-1-4514-1598-8. 
  172. ^ Lange, Johann P. (1865). The Gospel according to Matthew, Volume 1. Charles Scribner Co. hlm. 499. 
  173. ^ a b c d e f Walvoord & Zuck 1983, hlm. 83–85.
  174. ^ O'Day, Gail R.; Hylen, Susan (2006). John. Westminster John Knox Press. hlm. 142–168. ISBN 978-0-664-25260-1. 
  175. ^ Ridderbos, Herman (1997). The Gospel according to John. Wm. B. Eerdmans Publishing. hlm. 546–576. ISBN 978-0-8028-0453-2. 
  176. ^ a b "Jesus." Cross, F. L., ed. The Oxford dictionary of the Christian church. New York: Oxford University Press. 2005
  177. ^ Brown 1997, hlm. 146.
  178. ^ Bromiley, Geoffrey W. (1988). International Standard Bible Encyclopedia: E–J. Wm. B. Eerdmans Publishing. hlm. 1050–1052. ISBN 978-0-8028-3782-0. 
  179. ^ a b c d Evans 2003, hlm. 487–500.
  180. ^ a b c Blomberg 2009, hlm. 396–400.
  181. ^ a b c d e Holman Concise Bible Dictionary. B&H Publishing Group. 2011. hlm. 608–609. ISBN 978-0-8054-9548-5. 
  182. ^ Evans 2003, hlm. 495.
  183. ^ Blomberg 2009, hlm. 396–398.
  184. ^ O'Toole, Robert F. (2004). Luke's presentation of Jesus: a christology. Editrice Pontificio Istituto Biblico. hlm. 166. ISBN 978-88-7653-625-0. 
  185. ^ Funk, Robert W. and the Jesus Seminar. The acts of Jesus: the search for the authentic deeds of Jesus. HarperSanFrancisco. 1998. "Mark," p. 51-161
  186. ^ Elowsky, Joel C. (2007). John 11-21. Volume 4, Part 2 of Ancient Christian Commentary on Scripture. InterVarsity Press. hlm. 303. ISBN 9780830810994. 
  187. ^ Binz, Stephen J. (2004). The Names of Jesus. Twenty-Third Publications. hlm. 81–82. ISBN 978-1-58595-315-8. 
  188. ^ Ironside, H. A. (2006). John. Kregel Academic. hlm. 454. ISBN 978-0-8254-9619-6. 
  189. ^ a b Niswonger 1992, hlm. 172.
  190. ^ Majerník, Ponessa & Manhardt 2005, hlm. 181.
  191. ^ a b Carter 2003, hlm. 120–121.
  192. ^ Blomberg 2009, hlm. 400–401.
  193. ^ Brown 1988, hlm. 93.
  194. ^ Senior, Donald (1985). The Passion of Jesus in the Gospel of Matthew. Liturgical Press. hlm. 124. ISBN 978-0-8146-5460-6. 
  195. ^ Blomberg 2009, hlm. 402.
  196. ^ a b c d e f g Evans 2003, hlm. 509–520.
  197. ^ a b Köstenberger, Kellum & Quarles 2009, hlm. 211–214.
  198. ^ Doninger 1999, hlm. 271.
  199. ^ Doninger 1999, hlm. 271.
  200. ^ Köstenberger, Kellum & Quarles 2009, hlm. 213–214.
  201. ^ Morris 1992, hlm. 727.
  202. ^ a b c d Harris 1985, hlm. 308–309.
  203. ^ Harris 1985, hlm. 297–301.
  204. ^ Cox & Easley 2007, hlm. 216–226.
  205. ^ Frederick F., Bruce (1990). The Acts of the Apostles. Wm. B. Eerdmans Publishing. hlm. 210. ISBN 978-0-8028-0966-7. 
  206. ^ a b Johnson, Luke T.; Harrington, Daniel J. (1992). The Acts of the Apostles. Liturgical Press. hlm. 164–167. ISBN 978-0-8146-5807-9. 
  207. ^   Van den Biesen, Christian (1913). "Apocalypse". Dalam Herbermann, Charles. Catholic Encyclopedia. New York: Robert Appleton Company. 
  208. ^ Levine 2006, hlm. 5.
  209. ^ Witherington 1997, hlm. 9–13.
  210. ^ Powell 1998, hlm. 19–23.
  211. ^ In a 2011 review of the state of modern scholarship, Bart Ehrman (who is a secular agnostic) wrote: "He certainly existed, as virtually every competent scholar of antiquity, Christian or non-Christian, agrees" B. Ehrman, 2011 Forged : writing in the name of God ISBN 978-0-06-207863-6. page 285
  212. ^ Michael Grant (a classicist) states that "In recent years, 'no serious scholar has ventured to postulate the non historicity of Jesus' or at any rate very few, and they have not succeeded in disposing of the much stronger, indeed very abundant, evidence to the contrary." in Jesus: An Historian's Review of the Gospels by Michael Grant 2004 ISBN 1-898799-88-1 page 200
  213. ^ Amy-Jill Levine in The Historical Jesus in Context edited by Amy-Jill Levine et al. Princeton University Press ISBN 978-0-691-00992-6 page 4: "There is a consensus of sorts on a basic outline of Jesus' life. Most scholars agree that Jesus was baptized by John, debated with fellow Jews on how best to live according to God's will, engaged in healings and exorcisms, taught in parables, gathered male and female followers in Galilee, went to Jerusalem, and was crucified by Roman soldiers during the governorship of Pontius Pilate"
  214. ^ The Quest for the Plausible Jesus: The Question of Criteria by Gerd Theissen and Dagmar Winter (Aug 30, 2002) ISBN 0-664-22537-3 page 5
  215. ^ Jesus Research: An International Perspective (Princeton-Prague Symposia Series on the Historical Jesus) by James H. Charlesworth and Petr Pokorny (Sep 15, 2009) ISBN 0-8028-6353-1 pages 1-2
  216. ^ Keener, Craig S. (2012). The Historical Jesus of the Gospels. William B. Eerdmans Publishing. hlm. 163. ISBN 978-0-8028-6292-1. 
  217. ^ a b Chilton & Evans 1998, hlm. 27.
  218. ^ Evans 2012, hlm. 4–5.
  219. ^ Borg, Marcus J. (1994). Jesus in Contemporary Scholarship. Continuum. hlm. 4–6. ISBN 978-1-56338-094-5. 
  220. ^ Theissen & Winter 2002, hlm. 142–143.
  221. ^ Anderson, Paul N.; Just, Felix; Thatcher, Tom (2007). John, Jesus, and History, Volume 1: Critical Appraisals of Critical Views. Society of Biblical Lit. hlm. 131. ISBN 978-1-58983-293-0. 
  222. ^ Meier 2006, hlm. 124.
  223. ^ Sanders, E.P. "Jesus Christ." Encyclopedia Britannica Online. Retrieved September 16, 2015.
  224. ^ a b Blomberg 2009, hlm. 431–436.
  225. ^ a b c Harris 1985, hlm. 263.
  226. ^ Rausch 2003, hlm. 36–37.
  227. ^ Anderson, Paul N.; Just, Felix; Thatcher, Tom (2007). John, Jesus, and History, Volume 2. Society of Biblical Lit. hlm. 291. ISBN 978-1-58983-293-0. 
  228. ^ Anderson, Paul N.; Just, Felix; Thatcher, Tom (2007). John, Jesus, and History, Volume 2. Society of Biblical Lit. hlm. 292. ISBN 978-1-58983-293-0. 
  229. ^ a b Funk, Robert W., Roy W. Hoover, and the Jesus Seminar. The five gospels. HarperSanFrancisco. 1993. "The Gospel of Thomas," p 471-532.
  230. ^ Tuckett, Christopher (2001). "Sources and methods". Dalam Bockmuehl, Markus N. A. Cambridge Companion to Jesus. Cambridge University Press. hlm. 123–4. ISBN 978-0-521-79678-1. All this does at least render highly implausible any far-fetched theories that even Jesus’ very existence was a Christian invention. The fact that Jesus existed, that he was crucified under Pontius Pilate (for whatever reason) and that he had a band of followers who continued to support his cause, seems to be part of the bedrock of historical tradition. If nothing else, the non-Christian evidence can provide us with certainty on that score. 
  231. ^ Van Voorst 2000, hlm. 39–53.
  232. ^ Van Voorst 2000, hlm. 83.
  233. ^ Maier, Paul L. (1995). Josephus, the essential works: a condensation of Jewish antiquities and The Jewish war. hlm. 285. ISBN 978-0-8254-3260-6. 
  234. ^ Evans, Craig A. (2001). Jesus and His Contemporaries: Comparative Studies. Brill. hlm. 42. ISBN 978-0-391-04118-9. 
  235. ^ Tafonao, Talizaro (2020-04-30). "Yesus Sebagai Guru Teladan dalam Masyarkat Berdasarkan Perspektif Injil Matius". Khazanah Theologia. 2 (1): 52–60. doi:10.15575/kt.v2i1.8390. ISSN 2715-9701. 
  236. ^ Theissen & Merz 1998.
  237. ^ Reed 2002, hlm. 18.
  238. ^ a b Gowler, David B. (2007). What are they saying about the historical Jesus?. Paulist Press. hlm. 102. ISBN 978-0-8091-4445-7. 
  239. ^ Charlesworth, James H., ed. (2006). "Jesus and Archaeology". Jesus and archaeology. Wm. B. Eerdmans Publishing. hlm. 127. ISBN 978-0-8028-4880-2. 
  240. ^ Köstenberger, Kellum & Quarles 2009, hlm. 114.
  241. ^ Maier 1989, hlm. 124.
  242. ^ a b Levine 2006, hlm. 4.
  243. ^ Maier 1989, hlm. 115–118.
  244. ^ a b Niswonger 1992, hlm. 121–122.
  245. ^ Köstenberger, Kellum & Quarles 2009, hlm. 137–138.
  246. ^ Niswonger 1992, hlm. 122–124.
  247. ^ a b Vermes, Géza (2010). The Nativity: History and Legend. Random House Digital. hlm. 81–82. ISBN 978-0-307-49918-9. 
  248. ^ Dunn 2003, hlm. 324.
  249. ^ a b Köstenberger, Kellum & Quarles 2009, hlm. 140.
  250. ^ a b Freedman 2000, hlm. 249.
  251. ^ Maier 1989, hlm. 120–121.
  252. ^ Maier 1989, hlm. 123.
  253. ^ Evans, Craig (2006). "Josephus on John the Baptist". Dalam Levine, Amy-Jill; Allison, Dale C.; Crossan, John D. The Historical Jesus in Context. Princeton University Press. hlm. 55–58. ISBN 978-0-691-00992-6. 
  254. ^ Gillman, Florence M. (2003). Herodias: at home in that fox's den. Liturgical Press. hlm. 25–30. ISBN 978-0-8146-5108-7. 
  255. ^ Köstenberger, Kellum & Quarles 2009, hlm. 398.
  256. ^ Theissen & Merz 1998, hlm. 81–83.
  257. ^ Green, Joel B. (1997). The gospel of Luke: New International Commentary on the New Testament Series. Wm. B. Eerdmans Publishing. hlm. 168. ISBN 978-0-8028-2315-1. 
  258. ^ Carter 2003, hlm. 44–45.
  259. ^ Köstenberger, Kellum & Quarles 2009, hlm. 398–400.
  260. ^ Barnett, Paul (2002). Jesus & the Rise of Early Christianity: A History of New Testament Times. InterVarsity Press. hlm. 21. ISBN 978-0-8308-2699-5. 
  261. ^ Pratt, J. P. (1991). "Newton's Date for the Crucifixion". Journal of the Royal Astronomical Society. 32: 301–304. Bibcode:1991QJRAS..32..301P. 
  262. ^ Sanders, E.P. Jesus Christ. Encyclopedia Britannica Online. Retrieved September 20, 2015.
  263. ^ a b Vermes, Geza (1981). Jesus the Jew: A Historian's Reading of the Gospels. Philadelphia: First Fortress. hlm. 283. ISBN 0-8006-1443-7. 
  264. ^ Sanders, E. P. (1995). The Historical Figure of Jesus. London: Penguin. hlm. 333. ISBN 978-0-140-14499-4. 
  265. ^ Bromiley, Geoffrey (1995) International Standard Bible Encyclopedia, Eerdmans Publishing, ISBN 978-0-8028-3784-4, p. 991.
  266. ^ Craig S. Keener, The Gospel of Matthew (Eerdmans 2009 ISBN 978-0-8028-6498-7), p. 83
  267. ^ Donald A. Hagner, Matthew 1-13 (Paternoster Press 1993 ISBN 978-0-8499-0232-1), pp. 14-15, cited in the preceding
  268. ^ Millard Erickson, Christian Theology (Baker Academic 1998 ISBN 978-0-8010-2182-4), p. 761
  269. ^ Fritz Allhoff, Scott C. Lowe, Christmas – Philosophy for Everyone: Better Than a Lump of Coal (Wiley-Blackwell 2010 ISBN 978-1-4443-3090-8), p. 28
  270. ^ Frederick Dale Bruner, Matthew: The Christbook (Eerdmans 2004 ISBN 978-0-8028-1118-9), p. 41
  271. ^ Powell 1998, hlm. 47.
  272. ^ Murphy, Catherine (2003). John the Baptist: Prophet of Purity for a New Age. Liturgical Press. hlm. 29–30. ISBN 978-0-8146-5933-5. 
  273. ^ a b c Theissen & Merz 1998, hlm. 144-147.
  274. ^ a b Theissen & Merz 1998, hlm. 235.
  275. ^ Borg, Marcus J. (2006). "The Spirit-Filled Experience of Jesus". Dalam Dunn, James D.G.; McKnight, Scot. The Historical Jesus in Recent Research. Eisenbrauns. hlm. 303. ISBN 978-1-57506-100-9. 
  276. ^ Theissen & Merz 1998, hlm. 310.
  277. ^ "Jesus of Nazareth." Encyclopedia of World Biography. 2004. Retrieved 29 Dec 2015.
  278. ^ Theissen & Merz 1998, hlm. 298.
  279. ^ a b c d Sanders, E. P. "Jesus Christ." Encyclopedia Britannica Online. Retrieved 15 February 2016.
  280. ^ a b c "Messiah." Cross, F. L., ed. The Oxford dictionary of the Christian church. New York: Oxford University Press. 2005
  281. ^ a b Theissen & Merz 1998, hlm. 533-540.
  282. ^ Ehrman, Bart. "Judas and the Messianic Secret". The Bart Ehrman Blog. Retrieved 15 February 2016
  283. ^ Ehrman, Bart. "Jesus' Claim to be the Messiah". The Bart Ehrman Blog. Retrieved 15 February 2016.
  284. ^ Meier 2006, hlm. 126–128.
  285. ^ E. P. Sanders considers this explanation to be "likely." Sanders, E. P. The historical figure of Jesus. Penguin, 1993, pages 269-273
  286. ^ Theissen and Merz state that the Temple elites sought to avoid unrest. Theissen, Gerd and Annette Merz. The historical Jesus: a comprehensive guide. Fortress Press. 1998. translated from German (1996 edition). p. 466
  287. ^ Sanders 1993, hlm. 269-273.
  288. ^ Theissen & Merz 1998, hlm. 465–466.
  289. ^ Chilton, Bruce (2014). "Simon, Peter". The Routledge Encyclopedia of the Historical Jesus. hlm. 573. Diakses tanggal 7 February 2016. 
  290. ^ a b Ehrman, Bart. How Jesus became God. HarperOne. ISBN 978-0-06-177818-6. Chapter 7.
  291. ^ Sanders 1993.
  292. ^ Sanders 1993, hlm. 276-281.
  293. ^ Sanders 1993, hlm. 11.
  294. ^ Theissen & Winter 2002, hlm. 4–5.
  295. ^ Theissen & Winter 2002, hlm. 5.
  296. ^ "Historical Jesus, Quest of the". Oxford Dictionary of the Christian Church. Oxford University Press. hlm. 775. ISBN 978-0-19-280290-3. 
  297. ^ Theissen & Merz 1998, hlm. 1–15.
  298. ^ Mitchell, Margaret M.; Young, Frances M. (2006). The Cambridge History of Christianity. 1. Cambridge University Press. hlm. 23. ISBN 978-0-521-81239-9. 
  299. ^ Köstenberger, Kellum & Quarles 2009, hlm. 124–125.
  300. ^ Brown, Colin (2011). "Why Study the Historical Jesus?". Dalam Holmen, Tom; Porter, Stanley E. Handbook for the Study of the Historical Jesus. Brill. hlm. 1416. ISBN 978-90-04-16372-0. 
  301. ^ a b c d Houlden 2006, hlm. 63–99.
  302. ^ a b Erricker, Clive (1987). Teaching Christianity: a world religions approach. James Clarke & Co. hlm. 44. ISBN 978-0-7188-2634-5. 
  303. ^ Green, McKnight & Marshall 1992, hlm. 442.
  304. ^ Barr, James (1970). "Which language did Jesus speak". Bulletin of the John Rylands University Library of Manchester. 53 (1): 9–29. 
  305. ^ Porter, Stanley E. (1997). Handbook to exegesis of the New Testament. Brill. hlm. 110–112. ISBN 978-90-04-09921-0. 
  306. ^ Dunn 2003, hlm. 313–315.
  307. ^ Ehrman 1999, hlm. 96.
  308. ^ Stoutzenberger, Joseph (2000). Celebrating sacraments. St Mary's Press. hlm. 286. 
  309. ^ Murphy, Frederick (1991). The religious world of Jesus: an introduction to Second Temple Palestinian Judaism. Abingdon Press. hlm. 311. 
  310. ^ Elliott, John (2007). "Jesus the Israelite Was Neither a 'Jew' nor a 'Christian': On Correcting Misleading Nomenclature". Journal for the Study of the Historical Jesus. 5 (119): 119. doi:10.1177/1476869007079741. ISSN 1476-8690. 
  311. ^ See for example:
  312. ^ Levine 2006, hlm. 10.
  313. ^ Jensen, Robin M. (2010). "Jesus in Christian art". Dalam Burkett, Delbert. The Blackwell Companion to Jesus. John Wiley & Sons. hlm. 477–502. ISBN 978-1-4443-5175-0. 
  314. ^ a b Perkinson, Stephen (2009). The likeness of the king: a prehistory of portraiture in late medieval France. University of Chicago Press. hlm. 30. ISBN 978-0-226-65879-7. 
  315. ^ Kidd, Colin (2006). The forging of races: race and scripture in the Protestant Atlantic world. Cambridge University Press. hlm. 48–51. ISBN 978-1-139-45753-8. 
  316. ^ Gibson, David (February 21, 2004). "What Did Jesus Really Look Like?". New York Times. 
  317. ^ Bart Ehrman, Did Jesus Exist? Harper Collins, 2012, p. 12, ""In simpler terms, the historical Jesus did not exist . Or if he did, he had virtually nothing to do with the founding of Christianity." further quoting as authoritative the fuller definition provided by Earl Doherty in Jesus: Neither God Nor Man. Age of Reason, 2009, pp. vii-viii: it is "the theory that no historical Jesus worthy of the name existed, that Christianity began with a belief in a spiritual, mythical figure, that the Gospels are essentially allegory and fiction, and that no single identifiable person lay at the root of the Galilean preaching tradition."
  318. ^ a b c Theissen & Merz 1998, hlm. 90.
  319. ^ James D. G. Dunn "Paul's understanding of the death of Jesus" in Sacrifice and Redemption edited by S. W. Sykes (December 3, 2007) Cambridge University Press ISBN 0-521-04460-X pages 35-36
  320. ^ Jesus Now and Then by Richard A. Burridge and Graham Gould (April 1, 2004) ISBN 0-8028-0977-4 page 34
  321. ^ Jesus by Michael Grant 2004 ISBN 1-898799-88-1 page 200
  322. ^ The Gospels and Jesus by Graham Stanton, 1989 ISBN 0-19-213241-5 Oxford University Press, page 145
  323. ^ Robert E. Van Voorst Jesus Outside the New Testament: An Introduction to the Ancient Evidence Eerdmans Publishing, 2000. ISBN 0-8028-4368-9 page 16
  324. ^ Did Jesus Exist?:The Historical Argument for Jesus of Nazareth. HarperCollins, USA. 2012. ISBN 978-0-06-220460-8. 
  325. ^ B. Ehrman, 2011 Forged : writing in the name of God ISBN 978-0-06-207863-6. page 285
  326. ^ Watson, Francis (2001). "The quest for the real Jesus". Dalam Bockmuehl, Markus N. A. Cambridge companion to Jesus. Cambridge University Press. hlm. 156–157. ISBN 978-0-521-79678-1. 
  327. ^ Evans, C. Stephen (1996). The historical Christ and the Jesus of faith. Oxford University Press. hlm. v. ISBN 978-0-19-152042-6. 
  328. ^ Delbert, Burkett (2010). The Blackwell Companion to Jesus. John Wiley & Sons. hlm. 1. ISBN 978-1-4443-5175-0. 
  329. ^ a b McGrath 2006, hlm. 4–6.
  330. ^ Jackson, Gregory L. (1993). Catholic, Lutheran, Protestant: a doctrinal comparison. Christian News. hlm. 11–17. ISBN 978-0-615-16635-3. 
  331. ^ McGuckin, John A. (2010). The Orthodox Church: An Introduction to Its History, Doctrine. John Wiley & Sons. hlm. 6–7. ISBN 978-1-4443-9383-5. 
  332. ^ Leith, John H. (1993). Basic Christian doctrine. Westminster John Knox Press. hlm. 1–2. ISBN 978-0-664-25192-5. 
  333. ^ Schreiner, Thomas R. (2008). New Testament Theology: Magnifying God in Christ. Baker Academic. hlm. 23–37. ISBN 978-0-8010-2680-5. 
  334. ^ "Great Schism". Oxford Dictionary of the Christian Church. Oxford University Press. 2005. ISBN 978-0-19-280290-3. 
  335. ^ "The Letter of Paul to the Corinthians". Encyclopædia Britannica. Diakses tanggal June 26, 2013. 
  336. ^ Metzger, Bruce M.; Coogan, Michael D. (1993). Oxford Companion to the Bible. Oxford University Press. hlm. 649. ISBN 978-0-19-974391-9. 
  337. ^ Cullmann, Oscar (1959). The Christology of the New Testament. Westminster John Knox Press. hlm. 79. ISBN 978-0-664-24351-7. 
  338. ^ Deme, Dániel (2004). The Christology of Anselm of Canterbury. Ashgate Publishing. hlm. 199–200. ISBN 978-0-7546-3779-0. 
  339. ^ Pannenberg, Wolfhart (2004). Systematic Theology. 2. Continuum. hlm. 297–303. ISBN 978-0-567-08466-8. 
  340. ^ a b "Antitrinitarianism." Cross, F. L., ed. The Oxford dictionary of the Christian church. New York: Oxford University Press. 2005
  341. ^ Friedmann, Robert. "Antitrinitarianism". Global Anabaptist Mennonite Encyclopedia. Diakses tanggal October 24, 2012. 
  342. ^   Joyce, George H. (1913). "Blessed Trinity". Dalam Herbermann, Charles. Catholic Encyclopedia. New York: Robert Appleton Company. 
  343. ^ "Mormonism 101: What is Mormonism", MormonNewsroom.org, LDS Church, diakses tanggal October 21, 2014 
  344. ^ Hunter, Sylvester (2010). Outlines of dogmatic theology. 2. Nabu Press. hlm. 443. ISBN 978-1-177-95809-7. 
  345. ^ a b Houlden 2006, hlm. 426.
  346. ^ Kessler, Ed. "Jesus the Jew". BBC. Diakses tanggal June 18, 2013. 
  347. ^ Norman, Asher (2007). Twenty-six reasons why Jews don't believe in Jesus. Feldheim Publishers. hlm. 59–70. ISBN 978-0-9771937-0-7. 
  348. ^ Simmons, Shraga (March 6, 2004). "Why Jews Do not Believe in Jesus". Aish.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-03-16. Diakses tanggal 2016-04-12. 
  349. ^ "MALACHI, BOOK OF". Jewish Encyclopedia. Diakses tanggal July 3, 2013. 
  350. ^ "TALMUD". Jewish Encyclopedia. Diakses tanggal July 3, 2013. 
  351. ^ Jesus
  352. ^ Theissen & Merz 1998, hlm. 74–75.
  353. ^ Jeffrey, Grant R. (2009). Heaven: The Mystery of Angels. Random House Digital. hlm. 108. ISBN 978-0-307-50940-6. 
  354. ^ a b Glassé, Cyril (2008). Concise Encyclopedia of Islam. Rowman & Littlefield. hlm. 270–271. ISBN 978-0-7425-6296-7. 
  355. ^ Esposito, John L. (2003). The Oxford Dictionary of Islam. Oxford University Press. hlm. 158. ISBN 978-0-19-975726-8. 
  356. ^ Paget, James C. (2001). "Quests for the historical Jesus". Dalam Bockmuehl, Markus N. A. Cambridge companion to Jesus. Cambridge University Press. hlm. 183. ISBN 978-0-521-79678-1. 
  357. ^ Ashraf, Irshad (Director) (August 19, 2007). The Muslim Jesus (Television production). ITV Productions. 
  358. ^ "Jesus, Son of Mary". Oxford Islamic Studies Online. Diakses tanggal July 3, 2013. 
  359. ^ Aboul-Enein, Youssef H. (2010). Militant Islamist Ideology: Understanding the Global Threat. Naval Institute Press. hlm. 20. ISBN 978-1-61251-015-6. 
  360. ^ a b Fasching, Darrell J.; deChant, Dell (2001). Comparative Religious Ethics: A Narrative Approach. John Wiley & Sons. hlm. 241, 274–275. ISBN 978-0-631-20125-0. 
  361. ^ George, Timothy (2002). Is the Father of Jesus the God of Muhammad?: Understanding the Differences Between Christianity and Islam. Zondervan. hlm. 150–151. ISBN 978-0-310-24748-7. 
  362. ^ a b Morgan, Diane (2010). Essential Islam: A Comprehensive Guide to Belief and Practice. ABC-CLIO. hlm. 45–46. ISBN 978-0-313-36025-1. 
  363. ^ Understanding Islam: Basic Principles. Garnet & Ithaca Press. 2000. hlm. 71–73. ISBN 978-1-85964-134-7. 
  364. ^ Shedinger, Robert F. (2009). Was Jesus a Muslim?: Questioning Categories in the Study of Religion. Fortress Press. hlm. ix. ISBN 978-1-4514-1727-2. 
  365. ^ a b Burns, Robert A. (2011). Christianity, Islam, and the West. University Press of America. hlm. 32. ISBN 978-0-7618-5560-6. 
  366. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Peters23
  367. ^ Peters, F. E. (2003). Islam: A Guide for Jews and Christians. Princeton University Press. hlm. 23. ISBN 978-0-691-11553-5. 
  368. ^ Qur'an As-Sajdah:9
  369. ^ Cooper, Anne; Maxwell, Elsie A. (2003). Ishmael My Brother: A Christian Introduction To Islam. Monarch Books. hlm. 59. ISBN 978-0-8254-6223-8. 
  370. ^ "Islam and the Beginning of Human Life". Harvard Law Petrie Flow Center. Diakses tanggal March 29, 2024. 
  371. ^ The Quranic Arabic Corpus - Translation
  372. ^ The Quranic Arabic Corpus - Translation
  373. ^ The Quranic Arabic Corpus - Translation
  374. ^ Qur'an An-Nisa’:157
  375. ^ Khalidi, Tarif (2001). The Muslim Jesus: Sayings and Stories in Islamic Literature. Harvard University Press. hlm. 12. ISBN 9780674004771. 
  376. ^ Beattie, Hugh (2016). "The Mahdi and the end-times in Islam. In: Prophecy in the New Millennium" (PDF). 1. Routledge. Diakses pada 30 Maret 2024.
  377. ^ Religions of the World: A Comprehensive Encyclopedia of Beliefs and Practices. ABC-CLIO. hlm. 55. ISBN 978-1-59884-203-6. 
  378. ^ a b c Stockman, Robert (1992). "Jesus Christ in the Bahá'í Writings". Bahá'í Studies Review. 2 (1). 
  379. ^ a b c Cole, Juan (1982). "The Concept of Manifestation in the Bahá'í Writings". Bahá'í Studies. 9: 1–38. 
  380. ^ a b Smith, Peter (2000). "peace". A concise encyclopedia of the Bahá'í Faith. Oneworld Publications. hlm. 214. ISBN 978-1-85168-184-6. 
  381. ^ Smith, Peter (2008). An Introduction to the Baha'i Faith. Cambridge University Press. hlm. 128. ISBN 978-0-521-86251-6. 
  382. ^ Lepard, Brian D. (2008). In the Glory of the Father: The Bahai Faith and Christianity. Bahai Publishing. hlm. 118. ISBN 978-1-931847-34-6. 
  383. ^ a b Cole, Juan R. I. (1997). "Behold the Man: Baha'u'llah on the Life of Jesus". Journal of the American Academy of Religion. 65 (1): 51, 56, 60. 
  384. ^ McManners, John (2001). The Oxford Illustrated History of Christianity. Oxford University Press. hlm. 27. ISBN 978-0-19-285439-1. 
  385. ^ Ehrman, Bart D. (2003). Lost Christianities: The Battles For Scripture And The Faiths We Never Knew. Oxford University Press. hlm. 124–125. ISBN 978-0-19-518249-1. 
  386. ^ Bevan, A. A. (1930). Hastings, James, ed. Manichaeism. Encyclopaedia of Religion and Ethics. 8. Kessinger Publishing. ISBN 978-0-7661-3666-3. 
  387. ^ Brown, Peter R. L. (2000). Augustine of Hippo: A Biography. University of California Press. hlm. 43. ISBN 978-0-520-22757-6. 
  388. ^ Rishi Das, Shaunaka (24 Maret 2009). "Jesus in Hinduism". BBC. 
  389. ^ Lal Goel, Madan. "RELIGIOUS TOLERANCE AND HINDUISM" (PDF). University of West Florida. Diakses tanggal June 4, 2013. 
  390. ^ Yogananda, Paramahansa (2008). Autobiography of a Yogi. Diamond Pocket Books. ISBN 978-81-902562-0-9. 
  391. ^ Beverley, James A. (11 Juni 2011). "Hollywood's Idol". Christianity Today. 
  392. ^ Janet 2012, hlm. 3.
  393. ^ Janet 2012, hlm. 9.
  394. ^ a b Hutson, Steven (2006). What They Never Taught You in Sunday School: A Fresh Look at Following Jesus. City Boy Enterprises. hlm. 57. ISBN 978-1-59886-300-0. 
  395. ^ Pike, Sarah M. (2004). New Age and neopagan religions in America. Columbia University Press. hlm. 56. ISBN 978-0-231-12402-7. 
  396. ^ Bailey, Alice; Khul, Djwhal (2005). A Treatise on Cosmic Fire. Lucis Publishing Company. hlm. 678, 1150, 1193. ISBN 978-0-85330-117-2. 
  397. ^ "What Is Scientology's View of Moses, Jesus, Muhammad, The Buddha and Other Religious Figures of the Past?". Church of Scientology International. Diakses tanggal 13 Juni 2013. 
  398. ^ Hallowell, Billy (25 Oktober 2011). "Richard Dawkins: 'Jesus Would Have Been an Atheist if He Had Known What We Know Today'". TheBlaze. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-06-29. Diakses tanggal 2016-04-21. 
  399. ^ Richard Dawkins. "The God Delusion". Houghton Mifflin Harcourt. hlm. 284. Diakses tanggal December 13, 2014. 
  400. ^ Chadwick, Henry, ed. (1980). Contra Celsum. Cambridge University Press. hlm. xxviii. ISBN 978-0-521-29576-5. 
  401. ^ Stevenson, J. (1987). Frend, W. H. C., ed. A New Eusebius: Documents illustrating the history of the Church to AD 337. SPCK. hlm. 257. ISBN 978-0-281-04268-5. 
  402. ^ Nietzsche, Friedrich (2010). Twilight of the Idols, Morality as Anti-nature. Digireads.com Publishing. ISBN 978-1-4209-3717-6. 
  403. ^ Russell, Bertrand (2004). Why I am Not a Christian: And Other Essays on Religion and Related Subjects. Routledge Classics. hlm. 13. ISBN 978-0-671-20323-8. 
  404. ^ a b Russell on Religion: Selections from the Writings of Bertrand Russell. Routledge. 1999. hlm. 86. 
  405. ^ Gutmann, Joseph (1992). "Early Christian and Jewish Art". Dalam Attridge, Harold W.; Hata, Gohei. Eusebius, Christianity, and Judaism. Wayne State University Press. hlm. 283–284. ISBN 0814323618. 
  406. ^ Benedetto, Robert (2006). The New Westminster Dictionary of Church History. Westminster John Knox Press. hlm. 51–53. ISBN 978-0-664-22416-5. 
  407. ^ Schaff, Phillip (1 Juli 2006). History of the Christian Church,8 volumes, 3rd edition. Massachusetts: Hendrickson Publishers. ISBN 9781565631960. 
  408. ^ Philip Schaff commenting on Irenaeus, wrote, 'This censure of images as a Gnostic peculiarity, and as a heathenish corruption, should be noted'. Footnote 300 on Contr. Her. .I.XXV.6. ANF
  409. ^ Synod of Elvira, 'Pictures are not to be placed in churches, so that they do not become objects of worship and adoration', AD 306, Canon 36
  410. ^ a b "Icons." Cross, F. L., ed. The Oxford dictionary of the Christian church. New York: Oxford University Press. 2005
  411. ^ Bigham, Steven (1995). The image of God the Father in Orthodox theology and iconography. St Vladimir's Seminary Press. hlm. 226–227. ISBN 978-1-879038-15-8. 
  412. ^ a b c "Crucifix." Cross, F. L., ed. The Oxford dictionary of the Christian church. New York: Oxford University Press. 2005
  413. ^ a b c d "Creche." Encyclopædia Britannica Online. Diakses pada 16 Maret 2015.
  414. ^ Michalski, Sergiusz (1993). Reformation and the Visual Arts. Routledge. hlm. 195. ISBN 978-1-134-92102-7. 
  415. ^ Payton, James R. (2007). Light from the Christian East: An Introduction to the Orthodox Tradition. InterVarsity Press. hlm. 178–179. ISBN 978-0-8308-2594-3. 
  416. ^ Williams, Rowan (2003). The Dwelling of the Light: Praying with Icons of Christ. Wm. B. Eerdmans Publishing. hlm. 83. ISBN 978-0-8028-2778-4. 
  417. ^ Wojtyła, Karol J. "General audience 29 October 1997". Vatican Publishing House. Diakses tanggal 20 April 2013. 
  418. ^ Ratzinger, Joseph A. "General audience 6 May 2009". Vatican Publishing House. Diakses tanggal 20 April 2013. 
  419. ^ Doninger 1999, hlm. 231.
  420. ^ Casiday, Augustine (2012). The Orthodox Christian World. Routledge. hlm. 447. ISBN 978-0-415-45516-9. 
  421. ^ Ball, P. (2008). "Material witness: Shrouded in mystery". Nature Materials. 7 (5): 349. Bibcode:2008NatMa...7..349B. doi:10.1038/nmat2170 . PMID 18432204. 
  422. ^ Levine 2006, hlm. 24-25.
  423. ^ a b Helmut Koester Introduction to the New Testament, Vol. 1: History, Culture, and Religion of the Hellenistic Age. Berlin: de Gruyter Press, 1995 p 382
  424. ^ Flavius Josephus, The Jewish War Book VII, section 1.1"
  425. ^ Margaret M. Mitchell "The Cambridge History of Christianity, Volume 1: Origins to Constantine" Cambridge University Press 2006 p 298
  426. ^ Dillenberger 1999, hlm. 5.
  427. ^   Thurston, Herbert (1913). "Holy Nails". Dalam Herbermann, Charles. Catholic Encyclopedia. New York: Robert Appleton Company. 
  428. ^ Delaney, Sarah (24 Mei 2010). "Shroud exposition closes with more than 2 million visits". Catholic News Service. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-06-08. Diakses tanggal 2016-04-21. 
  429. ^ Wojtyła, Karol J. (24 Mei 1998). "Pope John Paul II's address in Turin Cathedral". Vatican Publishing House. 
  430. ^ Squires, Nick (3 Mei 2010). "Pope Benedict says Shroud of Turin authentic burial robe of Jesus". Christian Science Monitor. 
  431. ^ Nickell, Joe (2007). Relics of the Christ. University Press of Kentucky. hlm. 191. ISBN 978-0-8131-3731-5. 
  432. ^ Habermas, Gary R. "Shroud of Turin." The Encyclopedia of Christian Civilization (2011). doi:10.1002/9780470670606.wbecc1257
  433. ^ Ball, P. (2008). "Material witness: Shrouded in mystery". Nature Materials. 7 (5): 349. doi:10.1038/nmat2170. PMID 18432204. 

Daftar pustaka

Pranala luar

  1. ^ a b Theissen & Merz 1998.