Transseksual

(Dialihkan dari Transseksualisme)

Orang transseksual memiliki identitas gender yang tidak sesuai atau yang secara tradisional tidak berasosiasi dengan seksnya yang ditunjuk serta memiliki keinginan untuk bertransisi permanen agar sesuai dengan gender yang mereka miliki. Orang transseksual biasanya mencari bantuan medis (lewat terapi penentuan ulang seks) untuk membantu tubuh mereka agar selaras dengan seks atau gender mereka. Istilah transseksual umumnya dinilai sebagai sebuah istilah turunan dari transgender,[1][2][3] namun beberapa orang transseksual menolak penggunaan istilah transgender.[4][5][6][7] Diagnosis medis dapat dilakukan jika seseorang memiliki keinginan untuk hidup dan diterima selaku orang dengan seks yang mereka identifikasi atau jika ia terganggu dan mengalami kesulitan di dalam aktivitas sehari hari.[8]

Transseksual
Informasi umum
Seorang wanita trans dengan huruf XY tertulis di tangannya.

Istilah

sunting

Sejarah penggunaan istilah transseksual

sunting

Norman Haire menulis pada tahun 1921[9] mengenai Dora R. dari Jerman yang memulai transisi pembedahan di bawah penanganan Magnus Hirschfeld dan selesai pada tahun 1930 dengan sebuah operasi penentuan ulang genitalia yang berhasil. Hirschfeld pada tahun 1930 juga terlibat pada operasi penentuan ulang genitalia yang kedua—terhadap Lili Elbe dari Denmark—yang hendak didokumentasi dan dilaporkan dalam jurnal ilmiah. Kemudian pada taun 1923, Hirschfeld memperkenalkan istilah transseksualisme (bahasa Jerman: Transsexualismus)[10] yang kemudian diperkenalkan oleh David Oliver Cauldwell ke dalam bahasa Inggris transsexualism dan transsexual pada tahun 1949 dan 1950.[11]

Cauldwell dinilai menjadi orang pertama yang menggunakan istilah tersebut untuk menyebut orang-orang yang menginginkan perubahan seks secara fisik.[12] Harry Benjamin pada tahun 1969 mengklaim sebagai orang pertama yang menggunakan istilah transseksual pada sebuah kuliah umum yang ia berikan pada bulan Desember 1953.[13] Benjamin kemudian berlanjut dengan mempopulerkan istilah tersebut pada bukunya tahun 1996 The Transsexual Phenomenon ("Fenomena Transseksual"). Di dalamnya, ia mendeskripsikan orang transseksual pada sebuah skala (yang kini disebut Skala Benjamin) dengan tiga tingkatan: "Transseksual (non-operasi)", "Transseksual (intensitas sedang)", dan "Transseksual (intensitas tinggi)".[14][15][16] In his book, Benjamin described "true" transsexualism as the following:

Transseksual yang benar merasa bahwa mereka tergolong dalam jenis kelamin lawannya, mereka ingin hidup dan berfungsi sebagai anggota dari jenis kelamin lawannya, tidak hanya ingin berpenampilan untuk menyerupai. Bagi mereka, organ genitalia, baik yang primer (testis) maupun sekunder (penis dan sebagainya) adalah kecacatan yang memuakkan dan harus diubah di bawah pisau bedah.[17]

Benjamin mengatakan bahwa orang transseksual laki-laki ke perempuan pada intensitas sedang dapat mengambil manfaat dari pengaplikasian estrogen sebagai sebuah, "... pengganti atau fase awal sebelum operasi."[14] Sementara itu, beberapa orang yang telah menjalani operasi penentuan ulang seks tidak memenuhi definisi transseksual di atas (contoh seperti Gregory Hemingway).[18][19] Adapun beberapa orang lain yang tidak menginginkan operasi penentuan ulang seks masih memenuhi beberapa bagian dari definisi Benjamin mengenai seorang "transseksual yang benar".[20]

DSM-3 merupakan DSM yang pertama kali membahas mengenai transseksualisme. Gangguan ini pertama kali dimasukkan ke dalam kategori dianostik pada tahun 1980 bersamaan dengan penerbitan DSM-3.[21] Pembahasannya kemudian dilanjutkan pada DSM-III-R pada tahun 1987 dalam kategori Gangguan yang Umumnya Pertama Kali Muncul pada Masa Balita, Kanak-Kanak, atau Remaja.

Hubungan antara transseksual dan transgender

sunting

Sekitar pada waktu yang sama dengan terbitnya buku Benjamin, pada tahun 1965, istilah transgender dicetuskan oleh John Oliven.[2] Pada era 1990-an, istilah transseksual telah banyak dilihat sebagai sebuah istilah di dalam istilah transgender.[1][2][3] Istilah transgender kini lebih umum digunakan dan banyak orang transgender lebih memilih istilah tersebut ketimbang transseksual.[22][23] Akan tetapi, istilah transseksual masih tetap digunakan,[24] dan bagi beberapa orang yang mencari bantuan medis untuk mengubah karakteristik seksualnya agar sesuai dengan identitas gender mereka, kata transseksual lebih dipilih.[22][23] Salah satu pandangan dari orang transseksual yang menolak penggunaan kata transgender adalah bahwa bagi orang yang telah menjalani operasi penentuan ulang seks, anatomi seks mereka telah berubah sementara gender mereka tetap.[25][26][27]

Secara historis, salah satu alasan mengapa beberapa orang lebih memilih istilah transseksual ketimbang transgender adalah karena kalangan dunia medis pada era 1950-an hingga 1980-an mendorong pembedaan antara kedua istilah tersebut dan hanya mengizinkan adanya penanganan medis bagi kondisi transseksual.[28] Orang transseksual lainnya mengatakan bahwa orang yang tidak menjalani operasi penentuan ulang seks berbeda dengan orang yang menjalaninya dan masing-masing pun memiliki tujuan sendiri-sendiri.[16] Pendapat tersebut merupakan pendapat yang kontroversial sementara opini lain mengatakan bahwa perbedaan hanya satu prosedur tidak kemudian menggolongkan orang ke kategori yang berbeda. Tidak semua orang tidak menjalani prosedur tersebut karena tidak mau. Beberapa misalnya, karena alasan ekonomi. Alasan lain yang penolakan penggunaan kata transseksual adalah kekhawatiran bahwa istilah tersebut memberikan kesan salah bahwa itu adalah sesuatu mengenai seksualitas sementara yang dimaksud sebenarnya adalah identitas gender.[29] Christine Jorgensen, contohnya—orang pertama yang diketahui secara luas telah menjalani operasi penentuan ulang seks—menolak istilah transseksual dan lebih memilih mengidentifikasi dirinya sebagai trans-gender.[30][31]

Androfilia dan ginefilia

sunting

Penggunaan istilah transseksual homoseksual pernah digunakan untuk mendeskripsikan orang transgender pada pertengahan abad ke-20. Harry Benjamin pada tahun 1966 memperdebatkan istilah tersebut dan berkata:

Sepertinya kita dapat melihat bahwa "Apakah transseksual homoseksual?" harus dijawab "ya" dan "tidak" secara bersamaan. "Ya" jika anatominya dipertimbangkan, "tidak" jika kejiwaannya lebih dipertimbangkan.

Apa yang kemudian akan dilakukan setelah pembedahan dan setelah anatomi telah serupa dengan seorang wanita? Apakah "wanita baru" tersebut masih seorang pria homoseksual? "Ya" kalau menurut kesombongan dan sistem. "Tidak" kalau pikiran dan akal sehat digunakan dan pasien tersebut diperlakukan sebagai seorang individu bukan stempel karet.[catatan 1][32]

Banyak pihak mengkritik pemilihan kata untuk istilah tersebut karena dinilai menghina dan membingungkan. Biolog Bruce Bagemihl mengatakan bahwa, "... titik acuan untuk orientasi 'heteroseksual' atau 'homoseksual' pada penamaan ini hanya berdasar kepada jenis kelamin genetik individu tersebut sebelum dilakukannya penentuan ulang. Penamaan tersebut dengan demikian menghiraukan pengertian seseorang tersebut terhadap identitas gendernya sendiri yang lebih tinggi dari jenis kelamin biologis, bukan sebaliknya."[33] Bagemihl kemudian melanjutkan bahwa istilah tersebut membuat orang mudah untuk mengklaim bahwa orang transseksual sebenarnya adalah laki-laki homoseksual yang berusaha untuk keluar dari stigma.[33] Leavitt dan Berger (1990) menyebutkan bahwa, "Istilah transseksual homoseksual dinilai membingungkan dan kontroversial di antara laki-laki yang menginginkan penentuan ulang seks."[34] Istilah tersebut dikritik sebagai istilah yang "heteroseksis",[33] "kuno",[35] dan bersifat merendahkan karena dengannya orang dipakaikan istilah berdasarkan seksnya yang ditunjuk saat lahir ketimbang identitas gendernya.[36] Benjamin, Leavitt, dan Berger sendiri masing-masign pernah menggunakan istilah tersebut di tulisan mereka.[32][34] Seksolog John Bancroft mengatakan bahwa ia kecewa pernah menggunakan istilah tersebut yang pada saat itu merupakan hal yang umum ketika mendeskripsikan wanita transseksual.[37] Seksolog lain seperti Charles Allen Moser misalnya, juga mengkritik penggunaan istilah tersebut.[38]

Penggunaan kata androfilia dan ginefilia diajukan dan dipopulerkan oleh psikolog Ron Langevin pada era 1980-an.[39] Psikolog Stephen T. Wegener mengatakan bahwa, "Langevin membuat beberapa saran konkret mengenai penggunaan bahasa dalam kajian anomali seksual. Sebagai contoh, ia mengajukan istilah ginefil dan androfil untuk menunjukkan jenis kelamin mana yang seseorang merasa tertarik tanpa mempedulikan identitas gender atau pakaian orang tersebut. Terminologi tersebut dapat bermanfaat bagi mereka yang meniliti di bidang ini."[40]

Psikiater Anil Aggrawal menjelaskan mengapa istilah ini dapat berguna di dalam sebuah glosarium sebagai berikut.

Androfilia – Ketertarikan romantik dan/atau seksual terhadap laki-laki dewasa. Istilah ini dan ginefilia dibutuhkan untuk mengatasi kesulitan yang ada dalam deskripsi orientasi seksual dari pria trans dan wanitatrans. Sebagai contoh, sulit untuk menentukan apakah seorang pria trans yang secara erotik tertarik kepada laki-laki adalah seorang perempuan heteroseksual atau laki-laki homoseksual; atau untuk wanita trans yang secara erotik tertarik kepada perempuan adalah seorang laki-laki heteroseksual atau perempuan lesbian. Segala usaha untuk mengelompokkan keadaan-keadaan tersebut tidak hanya dapat menimbulkan kebingungan namun juga memicu adanya penghinaan terhadap subjek. Dalam pendefinisian ketertarikan seksual untuk kasus-kasus tersebut, sebaiknya fokus berada pada ke mana orientasi ketertarikan mereka dan bukan pada jenis kelamin atau gender dari subjek.[41]

Psikolog Rachel Ann Heath menulis bahwa, "Istilah homoseksual dan heteroseksual adalah istilah yang aneh, terutama ketika homoseksual digunakan sebagai pengganti atau bersamaan dengan istilah gay dan lesbian. Sebagai pilihan lain, saya menggunakan ginefil dan androfil untuk menyebut preferensi seksual untuk wanita dan pria."[42] Ilmuwan sosiomedika Rebecca Jordan-Young mengkritik ilmuwan seperti Simon LeVay, J. Michael Bailey, dan Martin Lalumiere yang menurutnya tidak berkontribusi baik dalam terminologi orientasi seksual.[43]

Diagnosis medis

sunting

Entri Transsexualism ("Transseksualisme") muncul di dalam International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems-10 keluaran WHO. ICD-10 menempatkan transseksualisme, transvestisme peran ganda, dan gangguan identitas gender pada anak-anak di dalam kategori gangguan identitas gender. ICD-10 mendeskripsikan transseksualisme sebagai sebuah "... keinginan untuk hidup dan diterima sebagai seorang anggota lawan jenis kelaminnya, biasanya disertai dengan ketidaknyamanan atau tidak pantasnya jenis kelamin fisik seseorang dan memiliki kehendak untuk menjalani pembedahan dan perawatan hormonal untuk membuat tubuhnya sesesuai mungkin dengan jenis kelamin yang diinginkannya."[8]

World Professional Association for Transgender Health (WPATH) menyebutkan bahwa pemasukan transseksualisme dalam pedoman diagnosis kejiwaan tidak didasarkan pada fakta ilmiah. WPATH telah merekomendasikan penghapusan identitas trans apapun dari bab kesehatan kejiwaan di edisi ICD berikutnya (ICD-11) yang dijadwalkan terbit tahun 2017.[44] Beberapa tenaga kesehatan jiwa juga dinilai tidak sensitif dengan menyebut transseksualisme sebagai "sebuah penyakit" ketimbang sebuah sifat lahiriah seperti yang diyakini individu transseksual.[45] Prinsip 18 dalam Prinsip-Prinsip Yogyakarta juga menyebutkan bahwa identitas gender seseorang bukanlah kondisi medis dan tidak memerlukan penyembuhan.[46]

Transseksualisme juga sebelumnya dicantumkan di dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) keluaran American Psychiatric Association (APA). Dengan disahkannya DSM edisi kelima tahun 2013, transseksualisme bukanlah lagi sebuah diagnosis. Diagnosis yang ada saat ini untuk orang transseksual yang mencari pertolongan medis adalah disforia gender.[47] Perubahan tersebut diambil sebagai gambaran dari hasil keputusan para anggota APA bahwa transseksualitas bukanlah sebuah gangguan dan orang transseksual tidak berhak untuk mendapatkan stigma.[48] Berdasarkan Standards of Care ("Standar Pelayanan") dari WPATH,[49][50] diagnosis tersebut sering kali dibutuhkan sebagai syarat pencakupan terapi penunjukan ulang seks dalam asuransi. Sementara itu, penempatan gangguan identitas gender dalam kategori gangguan kejiwaan tidak bermaksud memberikan stigma atau diskriminasi terhadap hak seseorang tersebut.

Transseksualisme (khusus untuk transseksualisme laki-laki ke perempuan) dahulu sempat dinamakan Sindrom Harry Benjamin dari nama endrokinolog yang merintis penelitian terhadap kondisi ini.[41] Kini, studi mengenai variasi gender telah memiliki pemahaman yang lebih luas dan lebih mendalam daripada deskripsi awal oleh Harry Benjamin[51] sehingga penggunaan istilah Sindrom Harry Benjamin telah menuai kritik karena mencakup seluruh pengalaman-pengalaman yang berbeda dari orang-orang dengan variasi gender.[52][53]

Catatan kaki

sunting
  1. ^ Versi asli: "...it seems evident that the question "Is the transsexual homosexual?" must be answered "yes" and " no." "Yes," if his anatomy is considered; "no" if his psyche is given preference. What would be the situation after corrective surgery has been performed and the sex anatomy now resembles that of a woman? Is the "new woman" still a homosexual man? "Yes," if pedantry and technicalities prevail. "No" if reason and common sense are applied and if the respective patient is treated as an individual and not as a rubber stamp."
    Kiasan bahasa Inggris rubber stamp (stempel karet) berarti seseorang yang secara hukum memiliki kekuatan namun pada kenyataannya nyaris tidak ada dan hampir selalu menuruti kata pihak yang lebih kuat.

Referensi

sunting
  1. ^ a b Currah, P.; Juang, R. M.; Minter, S., ed. (2006). Transgender Rights. Univesrsity of Minnesota Press. ISBN 0816643121. 
  2. ^ a b c Bevan, T. E. (2014). The Psychobiology of Transsexualism and Transgenderism. hlm. 42. ISBN 1440831270. The term transsexual was introduced by Cauldwell (1949) and popularized by Harry Benjamin (1966) [...]. The term transgender was coined by John Oliven (1965) and popularized by various transgender people who pioneered the concept and practice of transgenderism. It is sometimes said that Virginia Prince (1976) popularized the term, but history shows that many transgender people advocated the use of this term much more than Prince. The adjective transgendered should not be used [...]. Transsexuals constitute a subset of transgender people. 
  3. ^ a b Alegria, A. C. (2011). "Transgender identity and health care: Implications for psychosocial and physical evaluation". Journal of the American Academy of Nurse Practitioners. 23 (4): 175–182. Transgender, Umbrella term for persons who do not conform to gender norms in their identity and/or behavior (Meyerowitz, 2002). Transsexual, Subset of transgenderism; persons who feel discordance between natal sex and identity (Meyerowitz, 2002). 
  4. ^ Valentine, D. (2007). Imagining Transgender: An Ethnography of a Category. Duke University. 
  5. ^ Stryker, S. (2006). "Introduction". Dalam Stryker, S.; Whittle, S. The Transgender Studies Reader. New York: Routledge. hlm. 1–17. 
  6. ^ Winters, K. (2008). Gender Madness in American Psychiatry: Essays From the Struggle for Dignity. hlm. 198. Some Transsexual individuals also identify with the broader transgender community; others do not. 
  7. ^ "Transsexualism". Gender Centre. Maret 2014. Diarsipkan dari versi asli tanggal 4 Marret 2016. Diakses tanggal 5 Juli 2016. Transsexualism is often included within the broader term 'transgender', which is generally considered an umbrella term for people who do not conform to typically accepted gender roles for the sex they were assigned at birth. The term 'transgender' is a word employed by activists to encompass as many groups of gender diverse people as possible. However, many of these groups individually don't identify with the term. Many health clinics and services set up to serve gender variant communities employ the term, however most of the people using these services again don't identify with this term. The rejection of this political category by those that it is designed to cover clearly illustrates the difference between self-identification and categories that are imposed by observers to understand other people. 
  8. ^ a b "F64.0 Transsexualism ICD-10 Version: 2016". Diakses tanggal 10 Februari 2017. 
  9. ^ Haire, N., ed. (1934). "Encyclopaedia of Sexual Knowledge". 
  10. ^ Hirschfeld, M. (1923). "Die intersexuelle Konstitution". Jahrbuch für sexuelle Zwischenstufen. 
  11. ^ Cauldwell, D. O. (1949). "Psychopathia Transexualis". Sexology: Sex Science Magazine. 16. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-09-30. Diakses tanggal 2017-02-10. 
  12. ^ Meyerowitz, J. J. (2004). How Sex Changed: A History of Transsexuality in the United States. Harvard University Press. 
  13. ^ Benjamin, H. (1969). "Introduction". Dalam Green, R.; Money, J. Transsexualism and Sex Reassignment. Baltimore: Johns Hopkins. 
  14. ^ a b Benjamin 1966, hlm. 23
  15. ^ Schaefer, L. C.; Wheeler, T. (1983). The non-surgical true Transsexual: a theoretical rationale. Harry Benjamin International Gender Dysphoria Association VIII International Symposium, Bordeaux, France. 
  16. ^ a b Gaughan, S. (19 Agustus 2006). "What About Non-op Transsexuals? A No-op Notion". TS-SI. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-12-20. Diakses tanggal 30 September 2008. 
  17. ^ "Henry Benjamin Symposium – Chapter 2". True transsexuals feel that they belong to the other sex, they want to be and function as members of the opposite sex, not only to appear as such. For them, their sex organs, the primary (testes) as well as the secondary (penis and others) are disgusting deformities that must be changed by the surgeon's knife. 
  18. ^ Conway, L. (2003). "The Strange Saga of Gregory Hemingway". 
  19. ^ Schoenberg, N. (19 November 2001). "The Son Also Falls From elephant hunter to bejeweled exhibitionist, the tortured life of Gregory Hemingway". Chicago Tribune. Diarsipkan dari versi asli tanggal 20 November 2001. 
  20. ^ Miriam Rivera (2004). Excerpt of "There's Something About Miriam" (Televisi). Edemol & Brighter Picture. 
  21. ^ Cohen-Kettenis, P. T., dan Pfäfflin, F. (2009). "The DSM Diagnostic Criteria for Gender Identity Disorder in Adolescents and Adults" (PDF). Archives of Sexual Behavior volume. American Psychiatric Association. 39: 1. doi:10.1007/s10508-009-9562-y. 
  22. ^ a b Polly, R.; Nicole, J. (2011). "Understanding the transsexual patient: culturally sensitive care in emergency nursing practice". Advanced Emergency Nursing Journal. 33 (1): 55–64. doi:10.1097/TME.0b013e3182080ef4. The use of terminology by transsexual individuals to self-identify varies. As aforementioned, many transsexual individuals prefer the term transgender, or simply trans, as it is more inclusive and carries fewer stigmas. There are some transsexual individuals[,] however, who reject the term transgender; these individuals view transsexualism as a treatable congenital condition. Following medical and/or surgical transition, they live within the binary as either a man or a woman and may not disclose their transition history. 
  23. ^ a b "GLAAD Media Reference Guide". Diakses tanggal 27 Desember 2013. 
  24. ^ Pauly, I. B. (1993). "Terminology and Classification of Gender Identity Disorders". Journal of Psychology & Human Sexuality. 5 (4): 1–12. doi:10.1300/J056v05n04_01. ISSN 0890-7064. Diakses tanggal 26 Februari 2007. 
  25. ^ McGuinness, S.; Alghrani, A. (2008). "Gender and parenthood: the case for realignment". Medical Law Review (16): 261. 
  26. ^ Whittle, S. (2002). Respect and Equality: Transsexual and Transgender Rights. London: Cavendish. hlm. 7. 
  27. ^ Harris, A. (2012). "Non-Binary Gender Concepts and the Evolving Legal Treatment of UK Transsexed Individuals: A Practical Consideration of the Possibilities of Butler". Journal of International Women's Studies. 13 (6): 57–71. 
  28. ^ D., Dallas (2006). "Chapter 9: Transgender Communities of the United States in the Late Twentieth Century". Dalam Paisley, C.; Juang, R. M.; Minter, S. P. Transgender Rights. University of Minnesota Press. 
  29. ^ "Fenway Health Glossary of Gender and Transgender Terms" (PDF). Januari 2010. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2019-08-19. Diakses tanggal 27 Desember 2013. 
  30. ^ Parker, J. (18 Oktober 1979). "Christine Recalls Life as Boy from the Bronx". Newsday/Winnipeg Free Press. Diakses tanggal 28 Mei 2012. 'If you understand trans-genders,' she says, (the word she prefers to transsexuals), 'then you understand that gender doesn’t have to do with bed partners, it has to do with identity.' 
  31. ^ "News From California: 'Transgender'". Appeal-Democrat/Associate Press. 11 Mei 1982. hlm. A–10. Diakses tanggal 28 Mei 2012. she describes people who have had such operations’ "transgender" rather than transsexual. "Sexuality is who you sleep with, but gender is who you are," she explained 
  32. ^ a b Benjamin, H. (1999). The Transsexual Phenomenon (versi daring). Symposion Publishing (daring). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-03-08. Diakses tanggal 2017-02-10. 
  33. ^ a b c Bagemihl, B. (1997). "Surrogate Phonology and Transsexual Faggotry: A Linguistic Analogy for Uncoupling Sexual Orientation from Gender Identity". Dalam Livia, A.; Hall, K. Queerly Phrased: Language, Gender, and Sexuality. Oxford University Press. hlm. 380 ff. ISBN 0-19-510471-4. 
  34. ^ a b Leavitt, F.; Berger, J. C. (1990). "Clinical patterns among male transsexual candidates with erotic interest in males". Archives of Sexual Behavior. 19 (5): 491–505. 
  35. ^ Wahng, S. J. (2004). "Double Cross: Transamasculinity Asian American Gendering in Trappings of Transhood". Dalam Aldama, A. J. Violence and the Body: Race, Gender, and the State. Indiana University Press. ISBN 0-253-34171-X. 
  36. ^ Leiblum, S. R.; Rosen R. C., ed. (2000). Principles and Practice of Sex Therapy, Third Edition. New York: Guilford Press. ISBN 1-57230-574-6. 
  37. ^ Bancroft, J. (2008). "Lust or Identity?" (PDF). Archives of Sexual Behavior. 37 (3): 426–428. doi:10.1007/s10508-008-9317-1. PMID 18431640. [pranala nonaktif permanen]
  38. ^ Moser, C. (2010). "Blanchard's Autogynephilia Theory: A Critique". Journal of Homosexuality (edisi ke-6). 57 (6): 790–809. doi:10.1080/00918369.2010.486241. PMID 20582803. 
  39. ^ Langevin, R. (1982). Sexual Strands: Understanding and Treating Sexual Anomalies in Men. Routledge. ISBN 978-0-89859-205-4. 
  40. ^ Wegener, S. T. (1984). "Male Sexual Anomalies: the Data (review of Sexual Strands)". APA Review of Books. 29 (7-12): 783. 
  41. ^ a b Aggrawal, A. (2008). Forensic and Medico-legal Aspects of Sexual Crimes and Unusual Sexual Practices. CRC Press. ISBN 978-1-4200-4308-2. Androphilia – The romantic and/or sexual attraction to adult males. The term, along with gynephilia, is needed to overcome immense difficulties in characterizing the sexual orientation of transmen and transwomen. For instance, it is difficult to decide whether a transman erotically attracted to males is a heterosexual female or a homosexual male; or a transwoman erotically attracted to females is a heterosexual male or a lesbian female. Any attempt to classify them may not only cause confusion but arouse offense among the affected subjects. In such cases, while defining sexual attraction, it is best to focus on the object of their attraction rather than on the sex or gender of the subject. 
  42. ^ Heath, R. A. (2006). The Praeger Handbook of Transsexuality: Changing Gender to Match Mindset. Greenwood Publishing Group. ISBN 978-0-275-99176-0. 
  43. ^ Jordan-Young, R. M. (2010). Brain Storm: The Flaws in the Science of Sex Differences. Harvard University Press. ISBN 978-0-674-05730-2. 
  44. ^ World Professional Association for Transgender Health (31 Mei 2013). "CONSENSUS PROCESS Regarding TRANSGENDER and TRANSSEXUAL RELATED DIAGNOSES in ICD-11". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-02-12. Diakses tanggal 12 Februari 2017. The insertion of transsexualism in the DSM and CIE was not based on scientific evidence, but on a pathologizing interpretation of all those expressions that deviate gender from the binary standard. ... So, we wish to imply that in the absence of scientific evidence showing that trans-sexuality and other gender identities/roles are mental disorders, we support the removal of trans identities form the section of mental illness. 
  45. ^ Green, J. (2004). Becoming a Visible Man. Vanderbilt University Press. hlm. 79. ISBN 0-8265-1457-X. 
  46. ^ "Prinsip-Prinsip Yogyakarta (terjemahan bahasa Indonesia oleh Ardhanary Institute)" (PDF). Yogyakarta Principles in Action. 2007. Diakses tanggal 7 Februari 2017. 
  47. ^ American Psychiatric Association (2013). Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fifth Edition. American Psychiatric Publishing. ISBN 978-0-89042-554-1. 
  48. ^ American Psychiatric Association (2013). "Gender Dysphoria in the DSM-5" (PDF). Diakses tanggal 10 Februari 2017. 
  49. ^ "World Professional Association for Transgender Health". WPATH. 25 September 2011. Diakses tanggal 23 Februari 2012. 
  50. ^ "Standards of Care for the Health of Transsexual, Transgender, and Gender Nonconforming People, 7th Version" (PDF). World Professional Association for Transgender Health. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2012-03-03. Diakses tanggal 23 Februari 2012. 
  51. ^ Ekins, R.; King, D. (2006). The Transgender Phenomenon. London: Sage. ISBN 0-7619-7164-5. 
  52. ^ Labonte, R.; Schimel, L., ed. (2009). Second Person Queer. Arsenal Pulp Press. 
  53. ^ Bornstein, K.; Bergman, S. B. (2010). Gender Outlaws: The Next Generation. Seal Press. 

Bacaan lebih lanjut

sunting

Pranala luar

sunting