Ular

hewan melata (reptilia) tanpa kaki
(Dialihkan dari Serpentes)

Ular adalah kelompok reptilia tidak berkaki dan bertubuh panjang yang tersebar luas di dunia. Secara ilmiah, semua jenis ular dikelompokkan dalam satu sub-ordo, yaitu Serpentes dan juga merupakan anggota dari ordo Squamata (reptilia bersisik) bersama dengan kadal. Akan tetapi, ular (Serpentes) sendiri diklasifikasikan pada cabang klade (Ophidia), yaitu segolongan reptilia-reptilia dengan atau tanpa kaki, bertubuh panjang, dan memiliki fisiologis yang sangat berbeda dengan kadal.

Ular
Rentang waktu: Senomanium–Sekarang[1]
94–0 jtyl
Klasifikasi ilmiah Sunting klasifikasi ini
Domain: Eukaryota
Kerajaan: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Reptilia
Ordo: Squamata
Klad: Ophidia
Subordo: Serpentes
Linnaeus, 1758
Infraordo

Asal-usul

sunting

Ular diperkirakan telah berevolusi dari kadal tanah sejak pertengahan zaman Jurassic (174,1-163,5 juta tahun yang lalu). Fosil ular tertua yang diketahui, Eophis underwoodi, adalah ular kecil yang hidup di daratan Inggris selatan sekitar 167 juta tahun yang lalu.[2]

Morfologi

sunting

Ciri-ciri utama ular adalah bertubuh panjang dan tidak memiliki kaki. Akan tetapi, ciri-ciri tersebut juga dimiliki oleh beberapa jenis kadal, misalnya (kadal-pensil Burton). Ciri-ciri selanjutnya adalah ular tidak memiliki indera pendengaran sama sekali. Akan tetapi, ular bisa merasakan getaran melalui rahang bawahnya saat menempel di tanah atau di permukaan. Ular tidak memiliki kelopak mata yang dapat di buka-tutup, dan matanya selalu terbuka selama hidupnya. Walaupun begitu, mata ular dilapisi oleh sisik bening yang melindunginya dari kotoran. Ciri utama lainnya adalah, lidah ular bercabang dua dengan masing-masing cabangnya berukuran panjang dan runcing, dan dapat dijulurkan ke luar melalui rongga di tengah bibirnya. Dengan kata lain, ular dapat menjulurkan lidahnya dalam keadaan mulut tertutup rapat. Ular menjulurkan lidahnya untuk mendeteksi bau di udara, sementara hidung ular hanya digunakan untuk bernafas. Setiap cabang lidah ular dilengkapi dengan kelenjar yang dapat menangkap partikel bau di udara, lalu ular akan menarik lidahnya kembali ke mulut. Selanjutnya, partikel-partikel bau yang menempel di lidahnya itu disalurkan ke sebuah organ pengenal bau yang terletak di langit-langit rahang atasnya. Organ tersebut disebut Organ Jacobson. Setelah diidentifikasi, organ tersebut mengirimkan informasi ke otak ular. Otak akan memprosesnya dan menentukan hal selanjutnya yang akan dilakukan oleh ular, berdasarkan hasil identifikasi bau tersebut, misalnya memburu sumber bau yang berupa mangsanya. Beberapa jenis ular memiliki organ khusus untuk mengidentifikasi temperatur lingkungannya. Alat ini disebut Termoreseptor, dan berguna bagi ular untuk mengetahui dan melacak keberadaan hewan berdarah panas seperti burung dan mamalia. Organ ini dapat berupa sepasang lubang yang terletak di antara mata dan lubang hidung (misalnya pada ular-ular Crotalidae), atau berupa lapisan yang terletak di sela-sela sisik bibir atas (misalnya pada jenis-jenis Boidae dan Pythonidae).

Habitat

sunting
 
Ular tanah, Calloselasma rhodostoma, salah satu contoh ular yang hidup di tanah (ular terestrial)
 
Ular tambang, Dendrelaphis pictus, salah satu contoh ular yang hidup di pohon (ular arboreal)

Ular merupakan salah satu reptilia yang paling sukses berkembang di dunia. Mereka dapat ditemukan di semua tipe habitat: hutan, padang rumput, gurun/padang pasir, sungai, danau, dataran tinggi, perkebunan, persawahan, laut, dan juga di pemukiman manusia. Akan tetapi, seperti halnya reptilia lainnya, ular tidak terdapat dan tidak bisa ditemukan di daerah dingin seperti di puncak gunung dan di daerah lingkar kutub (beberapa spesies ada yang mampu hidup di daerah dekat kutub utara). Ular juga tidak terdapat dan tidak ditemukan di Irlandia, Selandia baru, Greenland, pulau-pulau terisolasi di Pasifik seperti Hawaii, serta di Samudera Atlantik.

Sebagian besar ular hidup dan tinggal di tanah, sebagian lagi hidup dan tinggal di atas pohon atau tanaman. Walau begitu,sebagian besar spesies ular di tanah dapat memanjat pohon. Selain di tanah dan pohon, ular juga hidup di perairan, bahkan ada golongan ular yang hidup di air dan tidak pernah berkelana di darat samasekali, misalnya ular-ular golongan Hydrophiidae.

Makanan

sunting

Ular merupakan reptil karnivora dengan pemangsaan yang efisien. Mangsa ular terdiri dari berbagai jenis hewan yang lebih kecil dari tubuhnya. Ular pohon dan ular darat memangsa burung, mamalia, kodok, jenis-jenis reptil yang lain, termasuk telur-telurnya. Ular-ular besar seperti ular sanca kembang dapat memangsa kambing, kijang, rusa dan bahkan manusia. Ular-ular yang hidup di perairan memangsa ikan, kodok, berudu, dan bahkan telur ikan.

Ular memakan seluruh mangsanya tanpa sisa dan mampu mengkonsumsi mangsa tiga kali lebih besar dari diameter kepala mereka. Hal ini dikarenakan rahang mereka lebih rendah dan dapat terpisah dari rahang atas. Selain itu ular memiliki gigi menghadap kebelakang yang menahan mangsanya tetap di mulut mereka. Hal ini mencegah mangsa melarikan diri.[3]

Perilaku

sunting

Ular memakan mangsanya bulat-bulat, tanpa dikunyah menjadi keping-keping yang lebih kecil. Gigi di mulut ular tidak memiliki fungsi untuk mengunyah, melainkan sekadar untuk memegang mangsanya agar tidak mudah terlepas. Agar lancar menelan, ular biasanya memilih menelan mangsa dengan kepalanya lebih dahulu.

Beberapa jenis ular, seperti sanca dan ular tikus, membunuh mangsa dengan cara melilitnya hingga tak bisa bernapas. Ular-ular berbisa membunuh mangsa dengan bisanya, yang dapat melumpuhkan sistem saraf pernapasan dan jantung (neurotoksin), atau yang dapat merusak peredaran darah (hemotoksin), dalam beberapa menit saja. Bisa yang disuntikkan melalui gigitan ular itu biasanya sekaligus mengandung enzim pencerna, yang memudahkan pencernaan makanan itu apabila telah ditelan.

Seperti kebanyakan reptilia lain, untuk menghangatkan suhu tubuh dan juga untuk membantu kelancaran pencernaan, ular kerap kali berjemur (basking) di bawah sinar matahari. Sebagai hewan eksoterm, berjemur merupakan salah cara ular mempertahankan suhu tubuhnya secara eksternal. Ular yang hidup didaerah sub-tropis selalu berhibernasi selama musim dingin. Ular juga harus berganti kulit tiga sampai enam kali per tahun.[3]

Perkembangbiakan

sunting

Sekitar 70% dari semua jenis ular berkembang biak dengan bertelur (ovipar).[4] Jumlah telurnya bisa beberapa butir saja, hingga puluhan dan ratusan butir. Ular meletakkan telurnya di lubang-lubang tanah, gua, lubang kayu lapuk, atau di bawah timbunan daun-daun kering. Beberapa jenis ular diketahui menunggui telurnya hingga menetas; bahkan ular sanca ‘mengerami’ telur-telurnya.

Sebagian ular, seperti ular kadut belang, ular pucuk dan ular bangkai laut ‘melahirkan’ anak. Sebetulnya, ular-ular ini tidak melahirkan seperti halnya mamalia, melainkan telurnya berkembang dan menetas di dalam tubuh induknya (ovovivipar), lalu keluar sebagai ular kecil-kecil. Sejenis ular primitif, yakni ular buta atau ular kawat (Indotyphlops braminus), sejauh ini hanya diketahui yang betinanya. Ular yang mirip cacing kecil ini diduga mampu bertelur dan berbiak tanpa ular jantan (partenogenesis).

Ular dan manusia

sunting

Dalam kitab-kitab suci dari beberapa agama, ular kebanyakan dianggap sebagai musuh manusia. Dalam Kitab Yudaisme dan Kristen Alkitab (Perjanjian Lama) diceritakan bahwa Iblis menjelma dalam bentuk ular, dan membujuk Hawa dan Adam sehingga terperdaya dan harus keluar dari Taman Eden. Dalam kisah Mahabharata, Kresna kecil sebagai penjelmaan Dewa Wisnu mengalahkan ular berkepala lima yang jahat. Dalam salah satu Hadits Rasulullah saw. pun ada anjuran untuk membunuh "ular hitam yang masuk/berada di dalam rumah".

Anggapan-anggapan ini turut berpengaruh dan menjadikan kebanyakan orang merasa benci (jika bukan takut) kepada ular. Meskipun sesungguhnya ketakutan itu kurang beralasan, atau lebih disebabkan oleh kurangnya pengetahuan orang umumnya terhadap sifat-sifat dan bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh ular. Pada kenyataannya, kasus gigitan ular yang sampai menyebabkan kematian sangat jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan kasus kecelakaan di jalan raya, atau kasus kematian oleh penyakit akibat gigitan nyamuk.

Pada pihak yang lain, ular telah ratusan atau ribuan tahun dieksploitasi dan dimanfaatkan oleh manusia. Ular kobra yang amat berbisa dan ular sanca pembelit kerap digunakan dalam pertunjukan-pertunjukan keberanian. Empedu, darah dan daging beberapa jenis ular dianggap sebagai obat berkhasiat tinggi, terutama di Tiongkok dan daerah Timur lainnya. Sementara itu kulit beberapa jenis ular memiliki nilai yang tinggi sebagai bahan perhiasan, sepatu dan tas. Seperti halnya biawak, kulit ular (terutama ular sanca, ular karung, dan ular anakonda) yang diperdagangkan di seluruh dunia mencapai ratusan ribu hingga jutaan helai kulit mentah per tahun.

Dalam kenyataannya, ular justru kini semakin punah akibat berbagai penangkapan, pembunuhan yang tidak berdasar, serta kerusakan habitat dan lingkungan hidupnya. Ular-ular yang dulu turut serta berperan dalam mengontrol populasi tikus di sawah dan kebun, kini umumnya telah habis atau menyusut jumlahnya. Maka tidak heran, di tempat-tempat yang sawah dan padinya rusak dilanda gerombolan tikus, seperti di beberapa tempat di Kabupaten Sleman, Yogyakarta, petani setempat kini memerlukan untuk melepaskan kembali (reintroduksi) berbagai jenis ular sawah dan melarang pemburuan ular di desanya.

Manusia sebenarnya tidak usah takut pada ular karena ular sendiri yang sebenarnya takut pada manusia. Ular tidak dapat mengejar manusia, gerakannya yang lamban bukan tandingan manusia. Rata rata ular bergerak sekitar 1,6 km per jam, jenis tercepat adalah ular mamba dari Afrika yang bisa lari dengan kecepatan 11 km per jam. Sedangkan manusia, sebagai perbandingan, dapat berlari antara 16–24 km per jam.

Klasifikasi ular

sunting
 
Ular-tikus Nusa Tenggara, Coelognathus subradiatus
 
Taipan pedalaman (Oxyuranus microlepidotus), ular yang paling mematikan di dunia
 
Beludak sisik gergaji (Echis carinatus), sejenis Beludak
 
Ular derik, Crotalus sp.
 
Ular zaitun (Aipysurus laevis), sejenis Ular laut yang sangat berbisa

Sejauh ini, diketahui terdapat lebih dari 2.900 spesies ular di dunia. Dari jumlah tersebut, sekitar 375 spesies merupakan ular berbisa.[3] Ular berbisa adalah sebutan umum bagi ular-ular yang memiliki venom. Jenis ular berbisa paling mematikan adalah ular taipan dari Australia.[butuh rujukan] Dari kebanyakan ular yang berbisa, kebanyakan bisanya tidak cukup berbahaya bagi manusia. Umumnya, ular berusaha menghindar bila bertemu manusia.

Ular-ular primitif, seperti ular kawat, ular karung, ular kepala dua, dan ular sanca, adalah jenis-jenis ular yang tidak berbisa. Ular-ular yang berbisa kebanyakan termasuk suku Colubridae, tetapi bisanya pada umumnya memiliki kadar venom yang lemah. Ular-ular yang berbisa kuat di Indonesia biasanya termasuk ke dalam salah satu suku Elapidae seperti ular sendok, ular belang, dan ular cabai. Kemudian yang termasuk dalam suku Hydrophiidae seperti ular laut, dan Viperidae seperti ular tanah, ular bangkai laut, dan ular bandotan.

Berikut adalah klasifikasi ular berdasarkan nama familia/suku:

Referensi

sunting
  1. ^ Hsiang AY, Field DJ, Webster TH, Behlke AD, Davis MB, Racicot RA, Gauthier JA (May 2015). "The origin of snakes: revealing the ecology, behavior, and evolutionary history of early snakes using genomics, phenomics, and the fossil record". BMC Evolutionary Biology. 15 (1): 87. Bibcode:2015BMCEE..15...87H. doi:10.1186/s12862-015-0358-5 . PMC 4438441 . PMID 25989795. 
  2. ^ "Snake". Diakses tanggal 5 Agustus 2015. 
  3. ^ a b c "Basic Facts About Snakes". Diakses tanggal 5 Agustus 2015. 
  4. ^ "Snake Facts & Types of Snakes". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-09-06. Diakses tanggal 5 Agustus 2015. 
  • Wawancara Majalah Rona dengan Drs. Boedi, biolog lulusan Akadei Biologi Ciawi tahun 1959. Majalah Rona volume II. no. 08 - hal. 83. Agustus 1988.

Pranala luar

sunting