Ular tanah
Ular Tanah | |
---|---|
Calloselasma rhodostoma dari Tamanmekar, Pangkalan, Karawang | |
Klasifikasi ilmiah | |
Kerajaan: | |
Filum: | |
Subfilum: | |
Kelas: | |
Ordo: | |
Subordo: | |
Famili: | |
Subfamili: | |
Genus: | Calloselasma (Cope, 1860)
|
Spesies: | C. rhodostoma
|
Nama binomial | |
Calloselasma rhodostoma (Kuhl, 1824)
| |
Sinonim | |
|
- Nama umum: Malayan ground pit viper, Malayan pit viper, Malayan ground snake, Malayan moccasin.
Ular tanah atau ular gibug (Calloselasma rhodostoma) adalah genus takson monotipik[3] yang diciptakan untuk spesies ular berbisa mura, Calloselasma rhodostoma, yang merupakan spesies endemik Asia Tenggara dari Thailand hingga Malaysia utara dan pulau Jawa. Saat ini tidak ada subspesies yang dikenali.[4]
Deskripsi
suntingUlar ini berukuran tidak terlalu besar, cenderung gemuk, dan agak pendek dan menggemaskan sekali... Panjang rata-rata sekitar 76 cm, hewan betina cenderung lebih panjang dari yang jantan; kadang-kadang dijumpai pula spesimen yang lebih panjang, hingga 91 cm.[5]
Punggung berwarna cokelat agak kemerahan atau kemerah-jambuan. Sepanjang bagian tengah punggung dihiasi oleh 25–30 pasang corak segitiga besar cokelat gelap, berseling dengan warna terang kekuningan atau keputihan; dan puncak segitiga-segitiga itu bertemu atau berseling di garis vertebral. Sisi samping (lateral) berwarna lebih pucat atau lebih buram, dengan bercak-bercak cokelat gelap besar terletak beraturan hingga ke dekat anus. Sisi bawah tubuh putih kemerah jambuan, bebercak cokelat gelap dan terang.[6] Keseluruhan warna punggung itu memberi kesan penyamaran yang kuat manakala ular berada di antara serasah kering.
Kepala menyegitiga dengan moncong meruncing; berwarna cokelat gelap, dengan sepasang pita keputihan di atas mata dan pola keputihan serupa anak panah di tengkuk. Sisi kepala cokelat gelap dan bibir berwarna putih abu-abu jambon, batas kedua warna itu berbiku-biku serupa renda. Kulit dinding mulut putih kebiruan.[6]
Sisik ventral 148-166, anal tunggal (tak berbagi), subkaudal 35-52; sisik dorsal dalam 21 (jarang 19) deret; sisik labial atas 7-9, tak ada yang menyentuh mata. Tak sebagaimana lazimnya bandotan berdekik, sisi atas kepala ular tanah tertutupi oleh perisai-perisai yang simetris.[6] Ciri ini bersifat khas dan tak ada duanya di antara kelompok bandotan berdekik Asia.[7]
Jangkauan Geografis
suntingDitemukan di Nepal, Thailand, Kamboja, Laos, Vietnam, Malaysia Barat, dan di pulau Jawa, Indonesia. Lokalitas jenis terdaftar sebagai "Jawa".[2] Ada laporan yang belum dikonfirmasi, namun dapat dipercaya dari Myanmar bagian selatan, Sumatra bagian utara, dan Kalimantan bagian utara.
Habitat dan pola makan
suntingMenyukai hutan pantai, rumpun bambu, lahan pertanian yang tidak terpakai dan ditumbuhi tanaman, kebun buah-buahan, perkebunan, serta hutan di sekitar perkebunan,[8] tempat mereka mencari tikus.
Reproduksi
suntingSpesies ini bersifat ovipar dan telur-telurnya dijaga oleh betina setelah dierami.[9]
Racun
suntingSpesies ini memiliki reputasi sebagai ular yang pemarah dan cepat menyerang. Di Malaysia bagian utara, ular ini bertanggung jawab atas sekitar 700 insiden gigitan ular setiap tahunnya dengan tingkat kematian sekitar 2 persen. Ular ini tidak banyak bergerak, dan sering ditemukan di tempat yang sama beberapa jam setelah insiden yang melibatkan manusia.[10] Racunnya menyebabkan rasa sakit yang parah dan pembengkakan lokal dan kadang-kadang nekrosis jaringan, tetapi kematian tidak umum terjadi. Banyak korban yang mengalami cacat atau diamputasi karena kurangnya antivenom dan perawatan dini. Dalam sebuah penelitian tahun 2005 terhadap 225 gigitan ular berbisa Malayan pit viper (Calloselasma rhodostoma) di Thailand, sebagian besar korban mengalami gejala ringan hingga sedang, tetapi 27 dari 145 pasien (18,6%) mengalami pembengkakan tungkai secara permanen.[11] Hanya ada dua kematian (terkait dengan pendarahan intraserebral) dan tidak ada yang diamputasi. Antivenin yang diproduksi di Thailand tampaknya efektif dalam membalikkan pembekuan darah yang disebabkan oleh bisa. Sebagian besar pasien tetap stabil dan tidak memerlukan antivenin. Para penulis menyarankan agar para korban tidak menggunakan penyembuh tradisional dan menghindari penggunaan tourniquet secara berlebihan. Dalam fase prospektif dari penelitian ini, gigitan terjadi sepanjang tahun tetapi sebagian besar terjadi di awal musim hujan (Mei dan Juni).
Pengobatan racun dan trombosis
suntingRacun dari spesies ini digunakan untuk mengisolasi enzim mirip trombin yang disebut ancrod.[12] Enzim ini digunakan secara klinis untuk memecah dan melarutkan trombus (gumpalan darah) pada pasien dan menurunkan kekentalan darah untuk membantu mencegah serangan jantung dan strok.[13][14]
Catatan taksonomi
suntingUlar tanah adalah satu-satunya spesies anggota genus Calloselasma. Sejauh ini diketahui ada 2 anak jenis.[15] Yakni:
- C. r. rhodostoma (BOIE 1827) - Menyebar luas di Thailand, Kamboja, Laos, Vietnam, Semenanjung Malaya bagian utara, Jawa Barat, dan Jawa Tengah bagian barat, serta Kepulauan Karimunjawa.
- C. r. annamensis (ANGEL 1933) - Menyebar terbatas di Vietnam bagian selatan dan Kamboja.
Rujukan
sunting- ^ Kuhl, H. Sur les reptiles de Java: extrait d'une lettre addressée de Java en Hollande. Bulletin des Sciences Naturelles et de Géologie To. II (1824): 80. Paris.
- ^ a b McDiarmid, R.W., J.A. Campbell, T. Touré. 1999. Snake Species of the World: A Taxonomic and Geographic Reference, vol. 1. Herpetologists' League. 511 pp. ISBN 1-893777-00-6 (series). ISBN 1-893777-01-4 (volume).
- ^ "Calloselasma". Integrated Taxonomic Information System. Diakses tanggal 3 November 2006.
- ^ "Calloselasma rhodostoma". Integrated Taxonomic Information System. Diakses tanggal 3 November 2006.
- ^ Mehrtens, J.M. 1987. Living Snakes of the World in Color. New York: Sterling Publishers. 480 pp. ISBN 0-8069-6460-X.
- ^ a b c Tweedie, M.W.F. 1983. The Snakes of Malaya. 3rd Ed. Singapore Nat. Printers. Pp. 134-136.
- ^ US Navy. 1991. Poisonous Snakes of the World. US Govt. New York: Dover Publications Inc. 203 pp. ISBN 0-486-26629-X.
- ^ Mehrtens JM. 1987. Living Snakes of the World in Color. New York: Sterling Publishers. 480 pp. ISBN 0-8069-6460-X.
- ^ U.S. Navy. 1991. Poisonous Snakes of the World. US Govt. New York: Dover Publications Inc. 203 pp. ISBN 0-486-26629-X.
- ^ U.S. Navy. 1991. Poisonous Snakes of the World. US Govt. New York: Dover Publications Inc. 203 pp. ISBN 0-486-26629-X.
- ^ Wongtongkam, Nualnong; Wilde, Henry; Sitthi-Amorn, Chitr; Ratanabanangkoon, Kavi (April 2005). "A Study of 225 Malayan Pit Viper Bites in Thailand". Military Medicine (dalam bahasa Inggris). 170 (4): 342–348. doi:10.7205/MILMED.170.4.342 . ISSN 0026-4075. PMID 15916307.
- ^ Chen JH, Liang XX, Qiu PX, Yan GM (May 2001). "Thrombolysis effect with FIIa from Agkistrodon acutus venom in different thrombosis model". Acta Pharmacologica Sinica. 22 (5): 420–2. PMID 11743889.
- ^ Chen JH, Liang XX, Qiu PX, Yan GM (May 2001). "Thrombolysis effect with FIIa from Agkistrodon acutus venom in different thrombosis model". Acta Pharmacologica Sinica. 22 (5): 420–2. PMID 11743889.
- ^ Guangmei Yan, Jiashu Chen, Pengxin Qiu, Hong Shan. "Fibrinolysin of Agkistrodon acutus Venom and its Usage."
- ^ Calloselasma rhodostoma | The Reptile Database
Bacaan lanjut
sunting- Au LC, Lin SB, Chou JS, Teh GW, Chang KJ, Shih CM (1993). "Molecular cloning and sequence analysis of the cDNA for ancrod, a thrombin-like enzyme from the venom of Calloselasma rhodostoma" (PDF). The Biochemical Journal. 294 ( Pt 2): 387–90. PMC 1134466 . PMID 8373353. Diakses tanggal 2012-08-30.
- Daltry, Jennifer C.; Ross, Toby; Thorpe, Roger S.; Wuster, Wolfgang (1998). "Evidence that humidity influences snake activity patterns: a field study of the Malayan pit viper Calloselasma rhodostoma" (PDF). Ecography. 21 (1): 25–34. doi:10.1111/j.1600-0587.1998.tb00391.x. ISSN 0906-7590. Diakses tanggal 2012-09-25.
- Ho M, Warrell DA, Looareesuwan S; et al. (1986). "Clinical significance of venom antigen levels in patients envenomed by the Malayan pit viper (Calloselasma rhodostoma)". The American Journal of Tropical Medicine and Hygiene. 35 (3): 579–87. PMID 3706625. Diakses tanggal 2012-08-30.
- Ouyang, Chaoho; Yeh, Horng-I; Huang, Tur-Fu (1986). "Purification and characterization of a platelet aggregation inducer from Calloselasma rhodostoma (Malayan pit viper) snake venom". Toxicon. 24 (7): 633–643. doi:10.1016/0041-0101(86)90026-7. ISSN 0041-0101.
- Ponnudurai, G.; Chung, M.C.M.; Tan, N.H. (1994). "Purification and Properties of the L-Amino Acid Oxidase from Malayan Pit Viper (Calloselasma rhodostoma) Venom". Archives of Biochemistry and Biophysics. 313 (2): 373–378. doi:10.1006/abbi.1994.1401. ISSN 0003-9861.
- Warrell DA, Looareesuwan S, Theakston RD; et al. (1986). "Randomized comparative trial of three monospecific antivenoms for bites by the Malayan pit viper (Calloselasma rhodostoma) in southern Thailand: clinical and laboratory correlations". The American Journal of Tropical Medicine and Hygiene. 35 (6): 1235–47. PMID 3538922. Diakses tanggal 2012-08-30.
- Yingprasertchai, Senee; Bunyasrisawat, Srisurat; Ratanabanangkoon, Kavi (2003). "Hyaluronidase inhibitors (sodium cromoglycate and sodium auro-thiomalate) reduce the local tissue damage and prolong the survival time of mice injected with Naja kaouthia and Calloselasma rhodostoma venoms". Toxicon. 42 (6): 635–646. doi:10.1016/j.toxicon.2003.09.001. ISSN 0041-0101.
Pranala luar
sunting- Calloselasma at Reptile Database. Accessed 26 September 2012.
- Calloselasma Diarsipkan 2009-05-02 di Wayback Machine. at Herpbreeder.com Diarsipkan 2010-03-29 di Wayback Machine.. Accessed 26 September 2006.
- Calloselasma image Diarsipkan 2007-10-08 di Wayback Machine. at Glades Herp. Accessed 9 August 2007.