Rijsttafel

cara penyajian makanan yang mulai berkembang pada masa kolonial Belanda

Rijsttafel (dibaca "rèisttafel" secara harfiah dalam bahasa Belanda berarti "meja nasi") merupakan cara penyajian makanan berurutan dengan pilihan hidangan dari berbagai daerah di Nusantara. Cara penyajian seperti ini berkembang pada masa kolonial Hindia Belanda yang memadukan etiket dan tata cara perjamuan resmi Eropa dengan kebiasaan makan penduduk setempat yang mengonsumsi nasi sebagai makanan pokok dengan berbagai lauk-pauknya. Cara penyajian ini populer di kalangan masyarakat Eropa-Indonesia, tetapi tetap digemari di Belanda dan dihidupkan lagi di Indonesia pada masa kini. Konsep Rijjstafel mengadopsi cara makan bergaya Eropa dengan menggunakan peranti makan lengkap, yaitu piring, sendok, dan garpu.[1]

Rijsttafel
Acara rijsttafel kecil di sebuah pesta di Belanda
Nama lain"Rice table"
SajianHidangan utama
Tempat asalHindia Belanda (Abad 19-awal abad 20 Indonesia)
Dibuat olehMasyarakat kolonial Indonesia
Suhu penyajianPanas atau suhu kamar
Bahan utamaNasi dengan aneka hidangan samping
VariasiNasi campur, Nasi Rames (Indo)
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini
Foto bersama di kala menikmati rijsttafel

Rijsttafel pada dasarnya adalah konsep penyajian makanan lengkap sesuai tata cara perjamuan resmi ala Eropa, yang diawali dengan makanan pembuka, lalu makanan utama, dan diakhiri dengan makanan penutup. Ada pula pendapat lain yang menyatakan bahwa rijsttafel mengadopsi cara penyajian "hidang" (berbagai hidangan disajikan dalam piring-piring kecil) pada rumah makan nasi Padang dari Sumatera Barat.[2] Titik berat rijsttafel ditujukan pada cara penyajian dan kemeriahannya. Makanan yang disajikan bukanlah masakan Eropa melainkan masakan Nusantara, masakan "hibrida" barat, Asia, dan Nusantara, serta —sebagian kecil—makanan Barat. Yang terakhir ini biasanya yang berkaitan dengan minuman beralkohol, seperti bir, anggur atau gin.

Menu yang disajikan dengan cara ini bervariasi, tergantung selera. Menu standar biasanya melibatkan nasi goreng, rendang, opor ayam, sate (babi), dilengkapi dengan kerupuk dan sambal.

Meskipun masakan yang disajikan tanpa diragukan lagi adalah masakan Indonesia, asal-mula rijsttafel adalah sejarah kolonial. Pada masa kolonial Hindia Belanda, para penguasa dan orang kaya Belanda menciptakan perjamuan ini sebagai sarana untuk menikmati beraneka ragam makanan Nusantara dalam satu kesempatan, sekaligus untuk membuat para tamu terkesan dengan memamerkan kekayaan dan kemakmuran koloninya nan eksotik.[3]

Etimologi

sunting

Kata rijst dalam bahasa Belanda berasal dari bahasa Prancis Kuno ris yang berarti beras atau nasi, sedangkan tafel dalam bahasa Belanda berasal dari bahasa Latin tabula yang berarti meja.[4] Dengan demikian, rijsttafel secara harfiah berarti "meja nasi", atau tepatnya hidangan nasi beserta berbagai sayur-mayur dan lauk-pauk yang disajikan dalam satu meja.

Sejarah

sunting
 
Rijsttafel pada 1880-an.

Lebih bersifat sebagai jamuan pesta pada era Kolonial Belanda, rijsttafel diciptakan sebagai bentuk perjamuan resmi (makan siang atau makan malam) yang meriah yang dapat mewakili keanekaragaman suku-bangsa di Nusantara. Aneka macam hidangan dihimpun dari penjuru negeri; khazanah kuliner khas dari berbagai pulau di Indonesia — dari Jawa Tengah, makanan yang terkenal dan digemari antara lain sate, tempe, dan serundeng. Dari Batavia dan Priangan masakan sayuran favorit seperti gado-gado, lodeh dengan sambal dan lalab. Citarasa pedas kaya bumbu disajikan dalam hidangan rendang dan gulai dari Ranah Minang di Sumatera Barat. Hidangan populer Hindia Belanda lainnya juga disajikan seperti nasi goreng, soto ayam dan kerupuk. Juga sajian hidangan Indonesia "hibrida"; seperti masakan Tionghoa Indonesia babi kecap, lumpia, dan bakmi, serta hidangan yang dipengaruhi Eropa seperti semur daging. Masih banyak lagi pilihan hidangan dari ratusan pulau di Indonesia yang terdiri dari 300 suku bangsa.

Pada masa kolonial, sajian rijsttafel paling bergengsi di Hindia Belanda adalah luncheon (makan siang) tiap hari Minggu di Hotel des Indes di Batavia dan Hotel Savoy Homann di Bandung, di mana nasi disajikan bersama lebih dari 60 macam hidangan.[5] Pada masa jayanya di era Hindia Belanda, versi jamuan resmi rijstaffel paling mewah terdiri atas iring-iringan para pelayan berbusana resmi (kain kebaya untuk pelayan wanita atau beskap, blangkon, bersarung kain batik untuk pelayan pria), secara khidmat dan resmi menyajikan belasan hingga puluhan piring berisi berbagai macam hidangan secara maraton ke meja makan di mana para tamu perjamuan duduk. Sajian pertama adalah nasi putih kadang berbentuk tumpeng kecil di sajikan di piring tamu, kemudian satu per satu pelayan datang membawa beraneka macam hidangan yang terdiri atas lauk-pauk, sayuran, gorengan, sambal dan kerupuk. Hidangan ini ditawarkan dan disajikan kepada para tamu perjamuan yang mengambil sendiri hidangan ini dari piring yang dibawa pelayan. Iring-iringan pelayan ini datang silih berganti membawa aneka hidangan yang bahkan dapat berjumlah hingga 40 macam. Versi penyajian yang lain hanya menyajikan nasi putih di tengah, dikelilingi piring-piring berisi aneka hidangan, mirip dengan sajian prasmanan kini.

Pada masa pendudukan Jepang dan setelah perang kemerdekaan Indonesia 1945, rijsttaffel di bawa ke Belanda oleh orang Belanda kolonial dan orang Indo yang berangkat repatriasi ke Belanda. Sajian ini tetap populer pada keluarga Belanda yang memiliki akar keluarga kolonial Hindia Belanda. Akan tetapi di Indonesia setelah perang kemerdekaan 1945, berkembang gerakan nasionalisme yang menolak segala unsur budaya dan tradisi peninggalan kolonial Belanda yang dianggap mengeksploitasi bangsa Indonesia, termasuk rijsttafel dengan jajaran pelayan pribumi yang dianggap terlalu mewah dan flamboyan. Kini rijsttafel secara praktis hampir lenyap di Indonesia, dan hanya disajikan oleh sedikit rumah makan mewah di Indonesia.

Daftar hidangan yang disajikan dalam rijsttafel

sunting

Berikut ini adalah daftar singkat, meskipun kurang lengkap, atas berbagai hidangan yang lazim disajikan dalam perjamuan rijsttafel. Kombinasi jenis hidangan dapat berbeda-beda tergantung pada selera dan ketersediaan.

Rijsttafel kini

sunting

Meski populer di Belanda dan luar negeri, rijsttafel jarang ditemukan di Indonesia. Hal ini mungkin karena kebanyakan hidangan Indonesia terdiri dari satu atau dua macam lauk-pauk sebagai teman nasi (ikan, ayam, daging, telur ayam, atau sumber protein lainnya), sayur (baik disajikan mentah, tumisan, atau sup) serta hidangan pelengkap lain seperti sambal, acar, atau kerupuk. Mengkonsumsi makanan lebih dari jumlah yang lazim tersebut dapat dianggap berlebihan, terlalu mewah, mahal dan boros. Patut dicatat bahwa jumlah makanan yang dihidangkan dalam rijsttafel berkisar antara 7 hingga 40 jenis makanan. Versi paling dekat dengan hidangan jenis ini dapat ditemukan pada hidangan lokal nasi padang dan nasi campur. Salah satu restoran yang masih bertahan menyajikan rijsttafel otentik adalah Restoran Oasis di Jakarta. Rijsttafel Oasis disajikan oleh 15 pelayan. Akan tetapi di berbagai restoran Indonesia di luar negeri, khususnya Belanda, Belgia, dan Afrika Selatan, rijsttafel tetap populer.

Sejak Juli 2011, Garuda Indonesia menyajikan rijsttafel Indonesia untuk penumpang kelas eksekutif sebagai layanan khas dalam penerbangan.[6] Jamuan makan khas Indonesia ini dimaksudkan untuk memperkenalkan para penumpang dengan kekayaan masakan Indonesia dalam satu kesempatan, sebagai bagian dari pengalaman terbang bersama Garuda Indonesia. Hidangan rijsttafel dalam penerbangan ini termasuk aneka hidangan khas Indonesia yang terkenal; pilihan nasi kuning atau nasi putih, dengan aneka hidangan seperti sate, rendang, gado-gado, ayam rica-rica, kakap saus acar kuning, sambal goreng udang, perkedel kentang, tempe, dan pilihan kerupuk atau rempeyek.[7][8]

Lihat pula

sunting

Rujukan

sunting
  1. ^ Soemantri, Kevindra (2021). Jakarta: A Dining History. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. hlm. 20. ISBN 978-602-06-4910-8. 
  2. ^ "What is rijsttafel?". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-09-13. Diakses tanggal 2013-07-28. 
  3. ^ Martin, Bob. "The Rise and Fall of Indonesia's Rice Table". Culture Briefings. Diarsipkan dari versi asli tanggal 7 Oktober 2011. Diakses tanggal 28 Juli 2013. 
  4. ^ "Rijsttafel". Merriam-Webster (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 19 Oktober 2022. 
  5. ^ Fadly Rahman (16 December 2010). "Rijsttafel: The History of Indonesian Foodways". Kompasiana. Kompasiana. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-09-21. Diakses tanggal 28 July 2013. 
  6. ^ New TV Commercial: Discover our Signature In-flight Service with Revitalized Fleet
  7. ^ "Rijsttafel di Udara". detikcom. 8 Februari 2011. Diakses tanggal 19 Oktober 2022. 
  8. ^ All new Garuda Indonesia Experience 2011 Commercial

Pranala luar

sunting