Pahala menurut Islam

Pahala menurut Islam diberikan oleh Allah atas orang-orang beriman yang mengerjakan amal saleh. Kedudukan pahala sebagai bagian inti dari ibadah yang menjadi tujuan penciptaan jin dan manusia. Perolehan pahala ditentukan oleh amal kebaikan yang dikerjakan oleh manusia. Dalam hukum Islam, perolehan pahala berkaitan dengan lima hukum taklifi yaitu wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah.

Suatu pahala dapat berlipatganda nilainya hingga 10 kali lipat seperti yang dinyatakan dalam Surah Al-An'am ayat 60. Pelipatgandaan pahala juga dapat bernilai 27 derajat, 700 kali lipat, atau sebesar bukit. Ada pula pahala yang terus diperoleh oleh seseorang yang beramal saleh, misalnya pahala dari wakaf.

Kedudukan

sunting

Pahala merupakan suatu yang berlaku keberadaannya akibat dari tujuan diciptakannya jin dan manusia menurut Surah Az-Zariyat ayat 56. Ayat ini menyatakan bahwa jin dan manusia diciptakan oleh Allah hanya untuk melakukan ibadah kepada-Nya. Inti dari peribadahan ini ialah kegiatan yang disuruh dan dilarang kepada manusia oleh Allah. Pahala berlaku ketika manusia mengerjakan apa yang disuruh oleh Allah, sedangkan siksaan berlaku ketika manusia mengerjakan apa yang dilarang oleh Allah.[1]

Perolehan

sunting

Dalil perolehan

sunting

Ajaran Islam menyatakan bahwa setiap orang memperoleh pahala berdasarkan amal yang dilakukannya. Pernyataan ini ditegaskan dalam Surah Al-Baqarah ayat 286 yang menyatakan bahwa Allah membebani setiap orang sesuai dengan kesanggupannya.[2] Dalam Surah Fussilat ayat 46 dinyatakan bahwa Allah tidak menganiaya hamba-hamba-Nya. Amal saleh yang dikerjakan seseorang akan memperoleh pahala untuk dirinya sendiri.[3] Seseorang yang mengerjakan kebaikan akan mendapatkan pahala dari Allah yang berguna bagi dirinya sendiri.[4]

Suatu amal dalam Islam hanya dapat memperoleh pahala jika berbentuk amal saleh yang dilandasi oleh keimanan. Nilai amal saleh itu sendiri didasarkan kepada akidah Islam yang diyakini oleh seorang muslim yang mengerjakan suatu amalan.[5] Pahala diberikan oleh Allah hanya kepada orang yang beriman dan bertakwa kepada Alllah. Pernyataan ini disebutkan dalam Surah Muhammad ayat 36.[6]

Perolehan pahala dari niat baik atau perbuatan baik pada seorang muslim bersifat pasti meskipun terlambat diperoleh. Kepastian ini berdasarkan kepada pernyataan Allah di dalam Surah Yusuf ayat 90. Ayat ini menegaskan bahwa Allah tidak menyia-nyiakan amalan dari orang yang berbuat baik dengan kondisi bertakwa dan bersabar.[7]

Hukum perolehan

sunting

Hukum berkaitan dengan pahala dikaitkan dengan dosa melalui hukum taklif. Dalam hukum taklif terdapat tuntutan dan pilihan dalam melaksanakan atau meninggalkan yang terbagi menjadi lima macam yaitu hukum wajib, hukum sunnah, hukum haram, hukum makruh dan hukum mubah. Hukum wajib ialah tuntutan Allah untuk mengerjakan dan tidak boleh meninggalkan. Pada hukum wajib, seseorang memperoleh pahala jika mengerjakan dan memperoleh dosa jika meninggalkan. Hukum sunnah ialah tuntutan Allah untuk melakukan tetapi boleh meninggalkan. Pada hukum sunnah, seseorang memperoleh pahala jika mengerjakan dan tidak memperoleh dosa jika meninggalkan. Hukum haram ialah tuntutan Allah untuk harus meninggalkan dan tidak boleh mengerjakan. Pada hukum haram, mengerjakan perbuatan mendapatkan siksaan. Hukum makruh ialah tuntutan Allah untuk meninggalkan tetapi tidak dilarang untuk mengerjakan. Pada hukum makruh, meninggalkan perbuatan mendapatkan pahala tetapi mengerjakannya tidak mendapat dosa. Hukum mubah ialah tuntutan Allah yang membolehkan sesuatu ditinggalkan ataupun dikerjakkan. Jika dikerjakan tidak dapat pahala dan jika ditinggalkan tidak mendapat dosa.[8]

Pelipatgandaan nilai

sunting

Dalil pelipatgandaan

sunting

Suatu perbuatan yang bernilai kebaikan akan menjadi amal dalam Islam yang mendapat ganjaran berupa pelipatan pahala menjadi 10 kali. Ganjaran ini diberikan langsung oleh Allah dan dinyatakan dalam Surah Al-An'am ayat 60.[9] Pelipatan pahala ini dinyatakan pula bersama nilai dari suatu perbuataan jahat yaitu sama dengan nilai kejahatannya. Sehingga suatu perbuatan dalam ayat ini ditegaskan tidak merugikan siapapun secara zalim.[10] Dalam Surah An-Nisa' ayat 162 menyatakan bahwa pahala yang besar akan diberikan kepada orang yang beriman kepada Allah dan beriman kepada hari kiamat.[11]

Pelipatgandaan melalui ibadah

sunting

Shalat berjemaah

sunting

Shalat berjamaah memiliki pahala yang nilainya lebih tinggi 27 derajat dibandingkan dengan salat sendirian. Perbedaan nilai pahala ini dinyatakan dalam Muttafaq Alaih.[12]

Pembacaan dan penghafalan Al-Qur'an

sunting

Salah satu jenis ibadah yang memperoleh pahala dari Allah ialah pembacaan dan penghafalan Al-Qur'an.[13] Pelipat-gandaan pahala telah dijanjikan oleh Allah atas setiap huruf yang dibaca dari Al-Qur'an.[14] Sementara itu, penghafalan Al-Qur'an memperoleh pahala yang besar. Pahala yang besar telah menjadi motivasi bagi umat Islam untuk menghafalkan Al-Qur'an dari waktu ke waktu. Penghafalan Al-Qur'an telah dimulai dilakukan oleh para Sahabat Nabi sejak diturunkannya Al-Qur'an.[15]

Infak dan sedekah dengan harta yang halal

sunting

Pelipatgandaan pahala hingga 700 kali lipat terjadi pada amalan berupa infak atau sedekah dengan menggunakan harta yang halal. Allah mengumpamakan pelipatgandaannya dengan sebutir benih yang menjadi 7 butir dan masing-masing kemudian menghasilkan 100 butir. Pelipatgandaan pahala hingga 700 kali lipat tidak berlaku untuk infak atau sedekah yang berasal dari harta yang haram.[16]

Salat jenazah

sunting

Seorang Muslim memperoleh pahala yang besar dari Allah ketika melakukan salat jenazah menurut sebuah hadis periwaayatan Imam Muslim dari Abu Hurairah. Jika seseorang hanya mensalati jenazah tanpa ikut memakamkan, maka ia memperoleh pahala sebesar Gunung Uhud. Jika seseorang mensalatkan jenazah dan ikut memakamkan, maka ia memperoleh pahala sebesar dua bukit.[17]

Pelipatgandaan melalui cobaan

sunting

Suatu cobaan yang menimpa seorang Muslim menentukan besarnya pahala yang diterimanya dari Allah.[18] Sebuah hadis yang diriwayatkan dari Anas bin Malik menyebutkan bahwa Pemberian pahala dari Allah kepada manusia akan semakin besar ketika manusia mengalami cobaan yang semakin besar.[19]

Penambahan dari syafaat

sunting

Di dalam hadis terdapat pernyataan yang menjelaskan bahwa salah satu syafaat yang diizinkan oleh Allah untuk diterima oleh Muhammad adalah pengangkatan derajat bagi orang yang menjadi penghuni surga. Seorang penghuni surga yang diberi syafaat akan memasuki surga yang melebihi dari balasan yang seharusnya diperoleh dari pahala amalnya.[20]

Pelestarian

sunting

Kondisi perolehan pahala secara terus-menerus dapat terjadi pada seseorang yang memberikan wakaf. Setelah pemberi wakaf meninggal, pahala akan terus diterimanya selama benda yang diwakafkan digunakan untuk kepentingan kebaikan.[21]

Perwujudan

sunting

Pahala merupakan salah satu hal yang akan ditampakkan kepada manusia ketika manusia dalam kondisi sekarat menjelang kematian. Kondisi ini dinyatakan dalam Surah Qaf ayat 19–22. Perwujudan nyata dari pahala akan diketahui pada hari kiamat.[22]

Penolakan

sunting

Dalam ajaran Islam, pahala tidak akan diterima oleh orang yang melakukan ibadah dengan niat yang tidak ikhlas karena Allah. Pernyataan ini tersirat dalam Surah Hud ayat 15–16.[23] Suatu kebaikan yang dilakukan dengan mengharapkan pujian dari orang lain akan dihapuskan pahalanya oleh Allah.[24]

Referensi

sunting

Catatan kaki

sunting
  1. ^ Abror 2019, hlm. 6-7.
  2. ^ Yani 2008, hlm. 68.
  3. ^ Al-Hanbali, Ibnu Rajab (2019). Negeri Kebinasaan: Seburuk-buruk Tempat Kembali [At-Takhwif minan Naar wat Ta'rif bi Haali Daril Bawar]. Diterjemahkan oleh Daeng Ngempo, M. Tashwir. Jakarta Timur: Griya Ilmu. hlm. 7. ISBN 978-623-92097-0-4. 
  4. ^ Hamid 2014, hlm. 787.
  5. ^ Bakhtiar 2018, hlm. 86-87.
  6. ^ Hamid 2014, hlm. 525.
  7. ^ Al-Jauzi, Ibnu (Oktober 2015). Hizbullah, N., dan Utomo, P., ed. Shaidul Khatir: Cara Manusia Cerdas Menang dalam Hidup [Shaid al-Khatir]. Diterjemahkan oleh Rahman, Samson. Jakarta Timur: Maghfirah Pustaka. hlm. 14. ISBN 979-98464-4-7. 
  8. ^ Abdullah dan Darmini 2021, hlm. 112.
  9. ^ Yani 2008, hlm. 69.
  10. ^ Yani 2008, hlm. 39-40.
  11. ^ Al-Mahlawi 2013, hlm. 24.
  12. ^ Abror 2019, hlm. 98.
  13. ^ Abdullah dan Darmini 2021, hlm. 64.
  14. ^ Bakhtiar 2018, hlm. 48.
  15. ^ Bakhtiar 2018, hlm. 44.
  16. ^ Bakhtiar 2018, hlm. 153.
  17. ^ Abror 2019, hlm. 118.
  18. ^ Zuhdi 2019, hlm. 186.
  19. ^ Jawas, Yazid bin Abdul Qadir (12 April 2020). Dunia Ini adalah Tempat Cobaan dan Ujian (PDF). Tangerang: Mahad Tahfizh Qur'an Ummahatul Mu'minin. hlm. 17–18. 
  20. ^ Abu Aziz, Sa'ad Yusuf Mahmud (Januari 2021). Semua Ada Haknya. Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar. hlm. 51. ISBN 978-979-592-919-2. 
  21. ^ Nasrudin, M., ed. (2016). Pengantar Hukum Islam: Dari Semenanjung Arabia hingga Indonesia (PDF). Bantul: Lintang Rasi Aksara Books. hlm. 208. ISBN 978-602-7802-30-8. 
  22. ^ Al-Mahlawi 2013, hlm. 2.
  23. ^ Zuhdi 2019, hlm. 125.
  24. ^ Zuhdi 2019, hlm. 219.

Daftar pustaka

sunting