Jalan Raya Bogor

jalan raya di Indonesia

Jalan Raya Bogor atau juga disebut sebagai Jalan Raya Jakarta–Depok–Bogor adalah sebuah nama jalan nasional[1] yang menghubungkan DKI Jakarta, Depok hingga Bogor. Sebelum ada Jalan Tol Jagorawi orang-orang yang menuju Bogor atau menuju Jakarta dari Bogor melewati jalan ini. Jalan ini merupakan bagian dari Jalan Raya Pos (atau lebih dikenal sebagai Jalan Raya Anyer-Panarukan) yang dibangun masa pemerintahan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Herman Willem Daendels.

Penampakan Jalan Raya Bogor di kawasan sekitar Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Jalan sepanjang 45 km ini bahkan melewati 2 provinsi, 3 kotamadya serta 1 kabupaten yakni Jakarta Timur, Kota Depok, Kota Bogor dan Kabupaten Bogor. Menurut mitos, jalan ini rawan kecelakaan lalu lintas.

Sejarah

sunting

Pada masa Daendels memimpin, ia membangun benteng di daerah Mester yang dipenuhi pohon Jati dan sekarang menjadi bagian dari Jatinegara. Dari benteng itu, ia membangun jalan yang lurus hingga Kota Bogor yang ada Istana Gubernur Jenderal di tengahnya (sekarang Istana Bogor).

Pada masa itu, Jakarta dan Bogor dihubungkan dengan Sungai Ciliwung. Sebagaimana diabadikan Pramoedya Ananta Toer dalam novelnya, Ciliwung merupakan sungai yang sibuk. Orang dari selatan membawa dagangan ke pelabuhan di utara, dan sebaliknya. Di beberapa tempat masihlah rimba, sementara di tempat lain adalah jurang yang dalam, namun airnya sangat jernih.

Oleh Daendels, jalan utama ini dibangun menyusuri kali irigasi dan memotong hutan jati di Kramat Jati, tempat Datuk Tonggara bertahan dan dimakamkan. Dengan begitu, fungsi Sungai Ciliwung sedikit digantikan dan pelan-pelan sebatas menjadi tempat berwisata orang masa dulu.

Seterusnya, membelah Cimanggis. Dulu di daerah Cisalak, kira-kira KM 30 terdapat pangkalan kuda, yang berfungsi untuk mengganti kuda-kuda setelah perjalanan jauh dari Batavia. Pangkalan kuda ini hilang perlahan setelah orang mengganti dengan kendaraan bermotor, sedikit ke arah selatan dari pangkalan kuda tersebut terdapat simpangan jalan makadam yang mengarah ke pedesaan di Kawasan Gunung Putri hingga Jonggol.

Mendekati daerah Tapos, jalan ini dibangun bersisian dengan Setu Jatijajar dan situs makam Ki Langkap Kahfidatu, pembangun daerah Cilangkap. Rute ini sejak zaman Mataram dan Demak memang menjadi rute utama dari Sunda Kalapa menuju Pajajaran.

Jalan ini terus dibangun Daendels membelah hutan di kawasan Cibinong, hingga berakhir di Jambu Dua, KM 44 hingga 45. Saat ini, ia bersambung lurus hingga Gadok dan di utara, bersambung dengan Jl. Jend. Ahmad Yani di Cililitan hingga Cawang.

Orang tua zaman dulu menyebut jalan ini dengan Jalan Raya Jakarta. Versi lain mengatakan, Jalan Raya Bogor juga mencakup Jalan Raya Pasar Minggu hingga Jalan Margonda di Depok, namun ini kurang bisa diterima. Besar kemungkinan, Daendels juga membangun cabang jalan ini, hingga ada rute alternatif menuju pedesaan di Pondok Terong kala itu, yang merupakan pemukiman lama.

 

Saat ini, sesuai keputusan Pemerintah Indonesia, jalan ini ditingkatkan statusnya menjadi jalan nasional yang sebelumnya hanya jalan lintas provinsi. Bagi warga Jabodetabek hampir semuanya tau akan jalan ini, terkecuali warga luar daerah yang baru tinggal di Jabodetabek.[2]

Referensi

sunting
  1. ^ Rivalino, Boy (2022-10-19). "Revitalisasi Jalan, Pemkot Depok Bangun Komunikasi dengan Pusat dan Provinsi". MONITOR. Diakses tanggal 2022-11-05. 
  2. ^ "Sejarah Jalan Raya Bogor". bogordaily.net. Diakses tanggal 2021-07-26.