Mitanni

(Dialihkan dari Hanigalbat)

Mitanni (secara lebih tepat juga disebut Mittani) adalah nama penduduk Hurri di Asia Barat pada milenium kedua SM, di sekitar sungai Khabur, di Mesopotamia bagian atas, dan terutama juga nama sebuah dinasti yang berkuasa atas penduduk ini yang memiliki asal usul Indo-Arya pada abad ke-15 SM dan abad ke-14 SM. Negara mereka adalah sebuah negara feodal yang dipimpin oleh para bangsawan ksatria.

Peta Kerajaan Mitanni

Bahasa Mitanni (atau bahasa Hurri) merupakan nama bahasa yang dipertuturkan oleh bangsa ini. Bahasa ini diduga merupakan bahasa Indo-Eropa dari keluarga Indo-Eropa dan cabang Indo-Arya.

Para Penguasa Mitanni

sunting

Sejarah

sunting

Kerajaan Hanilgalbat menguasai Mesopotamia (termasuk Suriah), dengan ibu kota Washshukanni (vasu-khani, jika dibaca sebagai bahasa Sanskerta artinya adalah "tambang kemakmuran", tetapi dalam bahasa Luwia, vasu- artinya "baik") dan Taite.

Putri Raja Tushratta, Putri Tadukhipa, menjadi permaisuri kedua ratu Akhenaten; putrid Raja Artatama dinikahkan dengan Thutmoses IV dari Mesir, kakek Akhenaten dan putri Sutarna II (Gilukhipa) dinikahkan dengan ayahnya, Amenhotep III dari Mesir, pembangun utama kuil-kuil yang berkuasa antara 1390SM-1352 SM (khipa dari nama-nama ini dihubungkan dengan kata Sanskerta kshipa "malam"). Dalam usia tuanya, Amenhotep beberapa kali menulis kepada Tushratta, meminta untuk menikahi putrinya, Tadukhipa. Kelihatannya ketika ia telah sampai, Amenhotep III sudah meninggal. Tadukhipa kemudian menikah dengan raja baru, Akhenaten dan kemungkinan ia dikenal dengan nama ratu Kiya (kependekan Khipa?). Namun beberapa teori mengidentifikasinya dengan Nefertiti, juga permaisuri Akhenaten.

Sekitar tahun 1350 SM, kerajaan Mitanni telah menjadi lemah, dan kemudian sangat tergantung kepada orang Het, ketika itu di bawah kekuasaan raja Shuppiluliuma I. Assuriah, yang sebelumnya dikuasai Mitanni, bisa memerdekakan diri di bawah kekuasaan raja Ashuruballit I dan Mattivaza, sekitar tahun 1330 SM.

Bangsa Mitanni ternyata sangat terkenal di Kekaisaran Hitit berkat keahlian mereka karena pengetahuan mereka yang mendalam tentang kuda. Teks-teks Hitit mengenai latihan kuda dan kereta kuda, dianggap ditulis oleh Kikkuli sang Mitanni. Ada pula spekulasi bahwa kereta kuda diperkenalkan oleh orang Mitanni di Mesopotamia.

Kemungkinan hubungan dengan bahasa Sanskerta

sunting

Beberapa pakar berusaha menghubungkan nama-nama Dewa yang dipuja oleh orang Mitanni dengan Dewa-Dewa yang terdapat dalam kitab Weda. Dalam sebuah teks perjanjian antara orang Hitit dan orang Mitanni, Dewa-Dewa selanjutnya ini dipanggil Mitra, Baruna, Indra, dan Nasatya (Aswino). Teks Kikkuli mengenai pelatihan kuda memuat istilah-istilah tekhnis seperti aika (eka, satu), tera (tri, tiga), panza (pañca, lima), satta (sapta, tujuh), na (nava, sembilan), vartana (wartana, berputar). Teks lain memuat kata babru (babhru, hijau), parita (palita, abu-abu), dan pinkara (pinggala, merah). Hari raya utama mereka adalah peringatan vishuva (solstis) yang cukup umum dalam kebudayaan-kebudayaan kuno di dunia. Para ksatria Mitanni disebut marya, yang memiliki arti yang sama dalam bahasa Sanskerta.

Jika nama-nama raja-raja Mitanni ditafsirkan menggunakan bahasa Sanskerta maka Shuttarna adalah Sutarna ("matahari baik"), Baratarna adalah Paratarna ("matahari besar"), Parsatatar adalah Parasuksatra ("pemimpin dengan kapak"), Saustatar adalah Sauksatra ("putra Suksatra, "pemimpin baik"), Artatama adalah "yang paling bajik", Tushratta adalah Dasaratha ("yang memiliki sepuluh kereta"?), dan, akhirnya, Mattivaza adalah Mativaja ("kekayaan adalah doa"). Beberapa pakar berpendapat bahwa tidak hanya raja-raja saja yang memiliki nama-nama Indo-Arya, tetapi banyak nama-nama lain yang mirip dengan bahasa Sanskerta juga ditemukan di daerah ini. Sedangkan yang lain menyatakan bahwa pentafsiran nama-nama kuno ini yang berlebihan merupakan sebuah isu penting yang harus diperhatikan.

Referensi

sunting
  • Thieme, P., The 'Aryan Gods' of the Mitanni Treaties, Journal of the American Oriental Society 80, 301-317 (1960)

Pranala luar

sunting