Bahasa Melayu Kuno

bentuk Melayu tertua yang berhasil dibuktikan, dibuktikan melalui inskripsi yang terutama ditemukan di Sumatra dan Jawa

Bahasa Melayu Kuno (atau Melayu Kuno saja tanpa "bahasa", terkadang juga disebut sebagai Melayu Tua, bahasa Inggris: Old Malay, OM) adalah nama yang digunakan untuk merujuk suatu bahasa tertulis pada beberapa prasasti yang berasal dari abad ke-7 hingga abad ke-10 masehi yang ditemukan di Sumatra dan Jawa. Sebagian besar prasasti yang menjadi sumber korpus (bukti tertulis) Melayu Kuno berkaitan dengan sejarah Kerajaan Sriwijaya.[5] Nama "Melayu Kuno" menunjukkan bahwa bahasa ini adalah pendahulu dari bahasa Melayu Klasik (lalu bahasa Melayu Modern), walau beberapa ahli memiliki pandangan berbeda terhadap hal tersebut, yaitu apakah bahasa ini memang "bahasa Melayu", dan juga apakah bahasa ini memang berada di dalam rumpun bahasa Melayik. Ini disebabkan oleh bagaimana bahasa tersebut menggunakan imbuhan dan kata ganti orangnya, yang mana beberapa di antaranya tampak begitu beda dengan bahasa klasik dan modernnya.[6][7][8] [9]

Bahasa Melayu Kuno
Bahasa Melayu Kuno
Prasasti Kedukan Bukit (683) yang ditemukan di Sumatra adalah spesimen bahasa Melayu tertua yang masih ada.[1]
Wilayah
EtnisPara penutur bahasa-bahasa Malayik
EraAbad ke-7 hingga ke-14 M
Lihat sumber templat}}
Beberapa pesan mungkin terpotong pada perangkat mobile, apabila hal tersebut terjadi, silakan kunjungi halaman ini
Klasifikasi bahasa ini dimunculkan secara otomatis dalam rangka penyeragaman padanan, beberapa parameter telah ditanggalkan dan digantikam oleh templat.
  • Austronesia Lihat butir Wikidata
    • Melayu-Polinesia Lihat butir Wikidata
      • Melayu-Sumbawa atau Kalimantan Utara Raya (diperdebatkan)
Bentuk awal
Aksara Pallawa
Kode bahasa
ISO 639-3omy
Glottologoldm1243[2]
IETFomy
Informasi penggunaan templat
Status pemertahanan
Terancam

CRSingkatan dari Critically endangered (Terancam Kritis)
SESingkatan dari Severely endangered (Terancam berat)
DESingkatan dari Devinitely endangered (Terancam)
VUSingkatan dari Vulnerable (Rentan)
Aman

NESingkatan dari Not Endangered (Tidak terancam)
ICHEL Red Book: Extinct

Melayu Kuno diklasifikasikan sebagai bahasa yang telah punah (EX) pada Atlas Bahasa-Bahasa di Dunia yang Terancam Kepunahan

Referensi: [3][4]

Lokasi penuturan
Peta
Peta
Perkiraan persebaran penuturan bahasa ini.
Koordinat: 0°39′0″S 103°21′0″E / 0.65000°S 103.35000°E / -0.65000; 103.35000 Sunting ini di Wikidata
Artikel ini mengandung simbol fonetik IPA. Tanpa bantuan render yang baik, Anda akan melihat tanda tanya, kotak, atau simbol lain, bukan karakter Unicode. Untuk pengenalan mengenai simbol IPA, lihat Bantuan:IPA.
 Portal Bahasa
L • B • PW   
Sunting kotak info  Lihat butir Wikidata  Info templat

Bahasa Melayu pertama kali digunakan pada milenium pertama yang dikenal sebagai bahasa Melayu Kuno, bagian dari rumpun bahasa Austronesia. Dalam waktu dua milenium, bahasa Melayu telah mengalami berbagai lapisan pengaruh asing melalui perdagangan, antarbangsa, penyebaran agama, penjajahan, dan perkembangan tren sosial politik baru. Tahap tertua bahasa Melayu, yaitu bahasa Melayik purba, berasal dari bahasa Melayu-Polinesia Purba yang dituturkan oleh pemukim Austronesia awal di Asia Tenggara. Tahap inilah yang kemudian berkembang menjadi bahasa Melayu Kuno, ketika mulai muncul pengaruh budaya dan agama India di Nusantara, kata beberapa peneliti linguistik. Dalam prasasti-prasastinya, bahasa Melayu Kuno mengandung banyak sekali kata pinjaman dari bahasa-bahasa India (khususnya Sanskerta), yang membuatnya sulit dipahami oleh sebagian besar penutur modern, berbeda jauh dengan tahapnya yang berikut bahasa Melayu Klasik, di mana di tahap itu juga bahasanya mulai semakin dekat dengan bahasa modernnya.[10]

Bahasa Melayu Kuno yang ditemukan dalam prasasti-prasasti sumber memakai banyak kosakata bahasa Sanskerta dan ditulis menggunakan aksara Pallawa yang merupakan aksara Brahmi sehingga terdapat beberapa penyesuaian yang ditemukan untuk mengakomodasi fonologi Melayu Kuno yang berbeda dengan Sanskerta.[11]

Para arkeolog dan linguis pada awalnya tidak menggunakan nama tertentu untuk menyebut bahasa yang digunakan pada prasasti-prasasti berbahasa Melayu yang ditemukan di Sumatra dan Jawa. Linguis Charles Otto Blagden (1913) dan arkeolog George Cœdès (1930) menggunakan penyebutan seperti "bentuk kuno" atau "teks paling kuno" dari bahasa Melayu sedangkan linguis Gabriel Ferrand menggunakan nama malayo-sanscrit ("Melayu-Sanskerta") dalam tulisannya pada tahun 1932.[a][14] Indolog J. G. de Casparis mulai menggunakan nama Oud-Maleise ("Melayu Tua") dalam bukunya Prasasti Indonesia jilid pertama yang terbit tahun 1950.[15] Nama tersebut kemudian digunakan oleh sastrawan A. Teeuw dengan menulis Old Malay dalam tulisan singkatnya tahun 1959 mengenai sejarah bahasa Melayu.[16]

Sejarah

sunting
 
Perincian Aksara Rencong, sistem penulisan yang ditemukan di Sumatra bagian Tengah.[17] Teks itu berbunyi (ejaan Voorhoeve): "haku manangis ma / njaru ka'u ka'u di / saru tijada da / tang [hitu hadik sa]", yang diterjemahkan oleh Voorhoeve sebagai: "Aku menangis menyeru kau. Kau diseru tiada datang" (hitu adik sa- adalah sisa baris ke-4.)

Awal era umum menjadi saksi pengaruh peradaban India yang tumbuh di kepulauan ini. Sebelum kedatangan para pedagang India ke Kepulauan Melayu, bahasa yang digunakan masyarakat setempat dikenal dengan bahasa Melayu Purba. Dengan penyerapan dan penyebaran perbendaharaan kata Dravida dan pengaruh agama-agama besar India seperti Hindu dan Buddha, bahasa Purwa-Malayik berkembang menjadi bahasa Melayu Kuno. Prasasti Dong Yen Chau diyakini berasal dari abad ke-4 M, ditemukan di barat laut Tra Kieu, dekat ibu kota lama Campa di Indrapura, Vietnam modern.[18][19][20] Namun, bahasa ini dianggap ditulis dalam bahasa Cam Kuno daripada bahasa Melayu Kuno oleh para ahli seperti Graham Thurgood. Spesimen bahasa Melayu Kuno yang tidak menimbulkan perdebatan adalah Prasasti Sojomerto abad ke-7 M dari Jawa Tengah, Prasasti Kedukan Bukit dari Sumatera Selatan, dan beberapa prasasti lain yang berasal dari abad ke-7 hingga ke-10 yang ditemukan di Sumatra, Semenanjung Malaya, Jawa, pulau-pulau lain di Kepulauan Sunda, serta Luzon. Semua prasasti bahasa Melayu Kuno menggunakan aksara India seperti aksara Pallawa, Nagari atau aksara-aksara Sumatra Kuno yang dipengaruhi India.[21]

Tata bahasa Melayu Kuno sangat dipengaruhi oleh kitab-kitab Sanskerta dari segi fonem, morfem, kosakata, dan ciri-ciri keilmuan, terutama apabila kata-kata tersebut berkait erat dengan budaya India seperti puja, bakti, kesatria, maharaja, dan raja, serta pada agama Hindu-Buddha seperti dosa, pahala, neraka atau surga, puasa, sami, dan biara, yang bertahan hingga kini. Bahkan, beberapa orang Melayu tanpa memandang agama pribadi mempunyai nama yang berasal dari bahasa Sanskerta seperti nama-nama dewa atau pahlawan Hindu India antara lain Putri, Putra, Wira, dan Wati.

Secara populer diklaim bahwa bahasa Melayu Kuno prasasti-prasasti Sriwijaya dari Sumatera Selatan adalah leluhur bahasa Melayu Klasik. Namun, seperti yang dinyatakan oleh beberapa ahli bahasa, hubungan yang tepat antara kedua bahasa ini, baik leluhur maupun bukan, diragukan dan masih tidak pasti.[22] Hal ini disebabkan adanya sejumlah kekhasan morfologis dan sintaksis, serta imbuhan yang lazim dari bahasa Batak dan Jawa yang berkaitan, tetapi tidak ditemukan bahkan dalam manuskrip-manuskrip bahasa Melayu Klasik. Mungkin saja bahasa prasasti-prasasti Sriwijaya adalah sepupu dekat dan bukannya leluhur bahasa Melayu Klasik.[23] Selain itu, walaupun bukti terawal bahasa Melayu Klasik telah ditemukan di Semenanjung Malaya dari tahun 1303, bahasa Melayu Kuno tetap digunakan sebagai bahasa tulisan di Sumatra hingga akhir abad ke-14, dibuktikan dari Prasasti Bukit Gombak bertarikh 1357[24] dan manuskrip Tanjung Tanah zaman Adityawarman (1347–1375). Bahasa Melayu Kuno mencapai kegemilangannya dari abad ke-7 hingga abad ke-14 pada zaman kerajaan Sriwijaya sebagai bahasa perantara dan bahasa penadbiran.

Sumber-sumber bahasa Melayu Kuno

sunting

Meskipun tidak terlalu banyak, ada cukup sumber naskah atau tulisan yang dapat dipelajari sehingga orang cukup memperoleh gambaran mengenai aspek kebahasaan bahasa ini.

Bahasa Melayu Kuno ditemukan pada prasasti-prasasti berikut (tidak lengkap):

Sumber sejarah bahasa Melayu Kuno[27]
Nama Masehi Lokasi Area Afiks Catatan Referensi
Sojomerto 600-700

Abad ke-7

Desa Sojomerto, Kecamatan Reban, Batang, Jawa Tengah Jawa Tengah [28]
Sabokingking A (Telaga Batu) 680-700 Palembang ni-, mar-
Sabokingking B 680 (sekitar) Palembang
Kedukan Bukit 683 Palembang mar- 605 Saka beraksara Pallawa [29]
Talang Tuwo 684 Palembang ni-, mar- 606 Saka /

684 M huruf Pallawa, ditemukan oleh Residen Louis Constant Westenenk tanggal 17 November 1920 di sebuah kawasan bernama Talang Tuwo, di sisi barat laut Bukit Seguntang

Kota Kapur 686 Bangka ni-, mar- 608 Saka / 686 M, beraksara Pallawa. Penemuan tahun 1892 [30]
Palas Pasemah 600-700

Abad ke-7

Palas, Lampung Lampung ni-
Kambang Purun 600-700

Abad ke-7

Palembang ni-, mar-
Karang Berahi 692 Kabupaten Merangin, Jambi Jambi ni-, mar- 614 Saka / 692 M, beraksara Pallawa
Boom Baru 600-700

Abad ke-7

Palembang ni-
Bungkuk 600-700

Abad ke-7

Lampung ni-, mar-
Sambas silver foil 701-900

(Abad VIII-IX)

Kalimantan Barat
Mañjuçrighra 792 Candi Sewu, Prambanan, Klaten, Jawa Tengah Jawa Tengah mar- 2 November 792M [25]
Bukateja 800 Bukateja, Purbalingga, Jawa Tengah Jawa Tengah [25]
Dieng 801-900

Abad ke-9

Dieng Jawa Tengah
Dang Puhawang Gelis (Gandasuli I) 827 Candi Gondosuli, Desa Gondosuli, Kecamatan Bulu, Temanggung, Jawa Tengah Jawa Tengah
Sang Hyang Wintang (Gandasuli II) 832 Candi Gondosuli, Desa Gondosuli, Kecamatan Bulu, Temanggung, Jawa Tengah Jawa Tengah di-

var-/mar-

[25]
Laguna 900 Manila, Filipina Luzon di-

bar-

Bogor (Prasasti Kebon Kopi II) 932 Jawa Barat bar-/mar-
Hujung Langit 997 Hujung Langit, Lampung Lampung
Musi 901-1000

Abad ke-10

Palembang
Batu Singapura 901-1000

Abad ke-10

Singapura
Gunung Tua 1039 Padang Lawas bar-
Panai 1001-1100

(Abad XI)

Padang Lawas
Tandihat I (Si Joreng Belangah) 1179 Padang Lawas
Rokan (Porlak Dolok) 1101-1200

(Abad XII)

Padang Lawas
Padang Roco 1286 Dharmasraya di- dwibahasa, Melayu Kuno dan Jawa Kuno [31]
Bukit Gombak I 1356 Tanah Datar di-, bar-
Minye Tujoh 1380 Aceh
Gudam II 1301-1400 (Abad XIV) Tanah Datar bar-
Lubuk Layang 1301-1400 (Abad XIV) Pasaman
Si Topayan I 1401-1500 (Abad XV) Padang Lawas ba-
Si Topayan II 1401-1500 (Abad XV) Padang Lawas ba-
Ulu Belu 1401-1500 (Abad XV) Lampung
Dadak 1401-1500 (Abad XV) Lampung bar-
Ahmat Majanu Pangkalan Kempas 1467/8 Malaya bar-

Penggolongan

sunting

Bahasa Melayu Kuno merupakan sebuah bahasa Melayu–Polinesia namun belum terdapat konsensus mengenai kedudukannya di dalam rumpun bahasa tersebut. Linguis Alexander Adelaar menggunakan bahasa Melayu Kuno sebagai tambahan dalam rekonstruksi bahasa Proto-Melayik yang ia buat.[32] Adelaar serta beberapa linguis lain seperti seperti Walther Aichele dan René van den Berg telah menulis penjelasannya masing-masing mengenai perbedaan fonologi dan morfologi antara Melayu Kuno ke Melayu Modern.[33][34][35] Terdapat pula penulis-penulis lainnya yang menulis tentang morfologi Melayu Kuno sembari menyebutkan posisi bahasa tersebut terhadap rumpun bahasa Melayik. Sastrawan A. Teeuw beranggapan bahwa bahasa Melayu Kuno bukan merupakan versi terdahulu dari bahasa Melayu Modern berdasarkan perbedaan morfologi kedua bahasa tersebut meskipun ia juga menjelaskan hubungan antara kedua bahasa itu. Teeuw berpemikiran bahwa perbedaan tersebut tidak cukup dijelaskan hanya sebagai perkembangan fonologi maupun serapan seperti yang dijelaskan oleh Aichele.[36]

Imbuhan di- dan ni-

sunting

Adelaar, dalam rekonstruksi bahasa Proto-Melayik yang ia buat, tidak merekonstruksi imbuhan bahasa Melayu Modern di- salah satunya berdasarkan pertimbangan bahwa bahasa Melayu Kuno tidak memiliki di- namun menggunakan ni-. Ia mengatakan bahwa imbuhan tersebut dapat berasal dari kata depan di.[37][38] Pemikiran Adelaar ini berbeda dengan Berg yang mengungkapkan bahwa imbuhan di- dapat berkembang dari imbuhan Melayu Kuno ni-, sembari mengutip pemikiran serupa yang sebelumnya disebutkan oleh Teeuw dan Casparis.[39] Linguis Malcolm Ross, di lain pihak, menyebutkan bahwa bahasa Proto-Melayik dapat memiliki imbuhan *di-. Ia kemudian mengajukan bahwa bahasa Melayu Kuno bukan merupakan sebuah bahasa Melayik karena tidak merefleksikan imbuhan ini dan imbuhan +bAr- yang disebutkan berkembang dari imbuhan *mAr- dalam bahasa Proto-Melayik.[40] Adelaar, dalam sanggahannya, menyebutkan bahwa tidak ditemukannya di- dalam bahasa Melayu Kuno menjadikan imbuhan tersebut bukan sebuah penentu dasar dalam pengelompokan bahasa Melayik. Sementara itu, sebagian besar fonologi Melayu Kuno ditemukan berkorespondensi dengan perkembangan fonologi Melayik sementara yang tidak berkorespondensi menurutnya lebih terkait dengan sedikitnya korpus Melayu Kuno.[41]

Ciri-ciri

sunting

Dari berbagai sumber naskah dan prasasti tampak sekali pengaruh dari bahasa Sanskerta melalui banyak kata-kata yang dipinjam dari bahasa itu serta bunyi-bunyi konsonan aspiratif seperti bh, ch, th, ph, dh, kh, h (Contoh: sukhatchitta). Namun struktur kalimat jelas bersifat Malayik atau berkemelayuan, serta juga Austronesia, seperti adanya imbuhan (affix). Imbuhan-imbuhan ini dapat dilacak hubungannya dengan bentuk imbuhan bahasa Melayu Klasik atau bahasa Melayu,[42] seperti awalan mar- (ber- dalam bahasa Melayu Klasik dan Melayu), ni- (di-), nipar- (diper-), maN- (meN-), ka- (ter-, juga ke pada bahasa Betawi), dan maka- (ter-).

Pronomina (kata ganti) pribadi, seperti juga bahasa Melayu, juga terdiri dari pronomina independen dan pronomina ekliktik (genitif):[43] 1s = aku, -ku/-nku, 2p = kamu, mamu, 3s = iya, nya, 3p (hormat) = sida, -da,-nda, 2p (divinum) = kita, -ta/-nta.

Dua dialek telah diduga oleh Aichelle pada tahun 1942 dan A. Teeuw sejak 1959:[44] Dialek prasasti Sumatra: ni-/var- dan dialek luar Sumatra di-/bar-.

Kosakata

sunting

Bahasa Melayu Kuno banyak dipengaruhi oleh sistem bahasa Sanskerta. Hal ini karena kebanyakan masyarakat Melayu ketika itu beragama Hindu dan Bahasa Sanskerta telah menjadi bahasa bangsawan dan mempunyai hierarki yang tinggi. Selain itu, sifat bahasa Melayu yang mudah lentur sesuai keadaan juga menjadi salah satu penyebab bahasa asing seperti Sanskerta diterima. Hal ini dapat dibuktikan dari pengaruh tulisan atau aksara Pallawa dan Dewanagari yang berasal dari India, kata-kata pinjaman dari bahasa Sanskerta, rangkai-rangkai kata pinjaman dari bahasa Sanskerta, dan fonem-fonem Sanskerta. Pengaruh bahasa Sanskerta ini menyebabkan penambahan kosakata bahasa Melayu Kuno. Contoh kata yang diambil dari bahasa Sanskerta seperti syukasyitta, athava, karana, tatakala, dan sebagainya. Bahasa Melayu Kuno tidak mempunyai pengaruh Parsi atau Arab.

Hubungan antara Melayu Kuno dan Melayu Modern dapat dilihat dari kata-kata yang bertahan dari dahulu sampai sekarang seperti curi, makan, tanam, air, dan sebagainya, serta kata-kata yang mempunyai bentuk atau format yang serupa seperti dalam tabel-tabel dibawah:

Bahasa Melayu Kuno Bahasa Melayu Modern
wulan bulan
nasyik asyik
nayik naik
mangalap mengambil
mamava membawa
saribu seribu
dangan dengan
vanakna banyaknya
sukhacitta sukacita
ko ke
samvau sampan
datam datang
vari bari = berisekarang
rajaputra putra raja
vatu batu
tawad tabat (tebat, kolam)
vala bala (tentara)
rumwiya rumbia
haur aur
wuluh buluh
pattung betung (bambu)
niyur nyiur

Awalan ni- menjadi di-

sunting

Penggunaan awalan di- dalam Bahasa Melayu Modern sama dengan awalan ni- dalam Bahasa Melayu Kuno dan awalan diper- sama seperti nipar-.

Bahasa Melayu Kuno Bahasa Melayu Modern
nimakan dimakan
niminumna diminumnya
niparvuat diperbuat
nipaihumpa dipersumpah
nivunuh dibunuh

Awalan mar- menjadi ber-

sunting

Awalan ber- dalam Bahasa Melayu modern hampir sama dengan awalan mar- dalam Bahasa Melayu Kuno.

Bahasa Melayu Kuno Bahasa Melayu Modern
marvanum berbangun
marvuat berbuat
marlapas berlepas
marppadah berpadah
marsila bersila
marwuddhi berbudi
marjahati menjahati / berbuat jahat

Akhiran -na menjadi -nya

sunting

Akhiran -na yang digunakan dalam Bahasa Melayu Kuno sama dengan -nya pada masa kini.

Bahasa Melayu Kuno Bahasa Melayu Modern
vinina bininya
vuahna buahnya

Akhiran -ku adalah singkatan aku yang masih digunakan sampai sekarang

sunting

Contohnya:

  • catrunku
  • hulutuhanku
  • niraksanku

Ringkasan

sunting

Secara singkat, berikut ciri-ciri bahasa Melayu Kuno

  • Mengandung banyak kata serapan dari bahasa Sanskerta seperti tatkala, atau, dan sebagainya
  • Bunyi b adalah w dalam bahasa Melayu Kuno. Contohnya, bulan adalah wulan
  • Bunyi e pepet tidak ada. Contoh: dengan - dngan atau dangan
  • Awalan ber- adalah mar- dalam Bahasa Melayu Kuno (contoh: berlepas-marlapas)
  • Awalan di- adalah ni- dalam bahasa Melayu Kuno (Contoh: diperbuat - niparvuat)
  • Ada bunyi konsonan yang diembuskan seperti bh, th, ph, dh, kh, h (Contoh: sukhatshitta)
  • Huruf h hilang dalam bahasa modern (Contoh: semua - samuha; saya - sahaya)

Catatan kaki

sunting
  1. ^ "... an archaic form of speech allied to Malay." dalam Blagden (1913) dan "... les plus anciens textes malais ..." dalam Cœdès (1930).[12][13]

Rujukan

sunting
  1. ^ Guy, John (2014). Lost Kingdoms: Hindu-Buddhist Sculpture of Early Southeast Asia. Metropolitan Museum of Art. hlm. 21. ISBN 9781588395245. 
  2. ^ Hammarström, Harald; Forkel, Robert; Haspelmath, Martin, ed. (2023). "Old Malay". Glottolog 4.8. Jena, Jerman: Max Planck Institute for the Science of Human History. 
  3. ^ "UNESCO Interactive Atlas of the World's Languages in Danger" (dalam bahasa bahasa Inggris, Prancis, Spanyol, Rusia, and Tionghoa). UNESCO. 2011. Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 April 2022. Diakses tanggal 26 Juni 2011. 
  4. ^ "UNESCO Atlas of the World's Languages in Danger" (PDF) (dalam bahasa Inggris). UNESCO. 2010. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 31 Mei 2022. Diakses tanggal 31 Mei 2022. 
  5. ^ Mahdi 2005, hlm. 182.
  6. ^ Teeuw 1959, hlm. 141-142.
  7. ^ Berg 2004, hlm. 536-541.
  8. ^ Ross 2004, hlm. 98.
  9. ^ Adelaar 2008, hlm. 244-245.
  10. ^ Teeuw 1959, hlm. 149
  11. ^ Vikør 1988, hlm. 67-68.
  12. ^ Blagden 1913, hlm. 69.
  13. ^ Cœdès 1930, hlm. 30.
  14. ^ Ferrand 1932, hlm. 271.
  15. ^ Casparis 1950, hlm. 50.
  16. ^ Teeuw 1959, hlm. 141.
  17. ^ Voorhoeve, P. (1970). "Kerintji Documents". Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde. 126 (4): 369–399. doi:10.1163/22134379-90002797 . 
  18. ^ Abdul Rashid & Amat Juhari 2006, hlm. 27
  19. ^ Arkib Negara Malaysia 2012
  20. ^ Morrison 1975, hlm. 52–59
  21. ^ Molen, Willem van der (2008). "The Syair of Minye Tujuh". Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde. 163 (2/3): 356–375. doi:10.1163/22134379-90003689 . 
  22. ^ Sneddon 2003
  23. ^ Teeuw 1959, hlm. 141–143
  24. ^ Teeuw 1959, hlm. 148
  25. ^ a b c d "Situs "The History of Pasuruan Regency"". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-09-27. Diakses tanggal 2009-05-06. 
  26. ^ Casparis, J. G. de., (1992), Kerajaan Malayu dan Adityawarman, Seminar Sejarah Malayu Kuno, Jambi, 7-8 Desember 1992. Jambi: Pemerintah Daerah Tingkat I Jambi bekerjasama dengan Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jambi, hlm. 235-256.
  27. ^ Griffiths, Arlo (2018). "The Corpus of Inscriptions in the Old Malay Language". Dalam Perret, Daniel. Writing for Eternity: A Survey of Epigraphy in Southeast Asia. Paris: École française d'Extrême-Orient. hlm. 275–283. 
  28. ^ "Situs Kabupaten Batang, diakses 7 Juni 2007". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-03-27. Diakses tanggal 2009-05-06. 
  29. ^ Coedes, George, (1930), Les inscriptions malaises de Çrivijaya, BEFEO.
  30. ^ Kern 1913, hlm. 393.
  31. ^ Muljana, Slamet, 1981, Kuntala, Sriwijaya Dan Suwarnabhumi, Jakarta: Yayasan Idayu, hlm. 223.
  32. ^ Adelaar 1992, hlm. 3.
  33. ^ Adelaar 2005.
  34. ^ Berg 2004.
  35. ^ Aichele 1942-1943.
  36. ^ Teeuw 1959, hlm. 141-144.
  37. ^ Adelaar 1992, hlm. 161-163.
  38. ^ Adelaar 2005, hlm. 128.
  39. ^ Berg 2004, hlm. 549.
  40. ^ Ross 2004, hlm. 103-106.
  41. ^ Adelaar 2008, hlm. 244.
  42. ^ Mahdi W. 2005. Old Malay. Dalam: Adelaar K.A. & Himmelmann N. (penyunting) The Austronesian languages of Asia and Madagascar. Routledge. Hal. 197.
  43. ^ Mahdi W. 2005. ibid.. Hal. 196.
  44. ^ Mahdi W. 2005. ibid.. Hal. 183.

Daftar pustaka

sunting

Pranala luar

sunting