Aksara Brahmi

jenis aksara untuk menuliskan sebuah bahasa
(Dialihkan dari Aksara Brāhmī)

Aksara Brahmi (IAST: Brāhmī, /ˈbrɑːmi/; 𑀩𑁆𑀭𑀸𑀳𑁆𑀫𑀻; ISO: Brāhmī) adalah aksara yang berkembang pada pertengahan milenium pertama sebelum Masehi, adalah aksara India Kuno tertua yang dikenal, dengan kemungkinan pengecualian aksara Indus yang sukar dipecahkan.[2] Aksara Brahmi, berjenis abugida, tumbuh di anak benua India dan menggunakan sistem diakritik untuk melambangkan perubahan bunyi vokal pada sistem konsonan. Aksara ini terus berkembang dan diturunkan sebagai rumpun Brahmi, yang terus digunakan hingga saat ini di Asia Selatan dan Tenggara.[3][4][5]

Aksara Brāhmī
Aksara Brahmi pada tugu batu Asoka (k. 250 SM)
Jenis aksara
BahasaBahasa Tamil, Sanskerta, Prakerta, Saka, dan bahasa Tokharia
Periode
Abad ke-4 atau ke-3 SM[1][a] hingga abad ke-5 M
Arah penulisanKiri ke kanan
Aksara terkait
Silsilah
Aksara turunan
Aksara Gupta dan banyak lagi aksara turunan
Aksara kerabat
Aksara Kharosthi
ISO 15924
ISO 15924Brah, 300 Sunting ini di Wikidata, ​Brahmi
Pengkodean Unicode
Nama Unicode
Brahmi
U+11000–U+1107F
[a] Klaim terbaru mengenai fragmen prasasti tertua dalam pecahan tembikar masih dipertentangkan, lihat Aksara Brahmi#Sejarah [b] Asal muasal aksara Brahmi dari aksara Semit tidak mesti disetujui oleh ahli paleografi
 Artikel ini mengandung transkripsi fonetik dalam Alfabet Fonetik Internasional (IPA). Untuk bantuan dalam membaca simbol IPA, lihat Bantuan:IPA. Untuk penjelasan perbedaan [ ], / / dan  , Lihat IPA § Tanda kurung dan delimitasi transkripsi.
Prasasti tembaga Sohgaura yang ditulis dalam aksara Brahmi, k. abad ke-3 SM

Prasasti beraksara Brahmi yang paling awal dan terkenal adalah maklumat-maklumat Asoka yang ditemukan di wilayah India tengah-utara, yang dipahat di atas batu dan berasal dari tahun 250-232 SM. Upaya memecahkan teka-teki aksara ini telah berhasil untuk pertama kalinya pada tahun 1836 oleh sarjana Norwegia, Christian Lassen, menggunakan koin dwibahasa Yunani-Brahmi dari raja-raja Indo-Yunani Agathokles dan Pantaleon untuk mengidentifikasi huruf-huruf Brahmi dengan benar.[6] Aksara itu kemudian diuraikan seluruhnya pada tahun 1837 oleh James Prinsep, seorang arkeolog, filolog, dan pegawai Perusahaan Hindia Timur Britania, atas bantuan Alexander Cunningham.[7] Asal mula aksara ini masih diperdebatkan, dengan sebagian besar sarjana menyatakan bahwa aksara ini berasal dari oleh satu atau lebih aksara Semit kontemporer, sementara yang lain menganggap bahwa aksara ini berasal dari aksara Indus yang jauh lebih tua dan sukar ditafsirkan, yang bertumbuh dari Peradaban Lembah Indus.[8][9]

Dalam bahasa Inggris, aksara Brahmi sering kali disebut secara tak resmi sebagai aksara pin-man,[10] yaitu aksara "sketsa garis". Bahkan aksara ini memiliki banyak julukan,[11] hingga 1880-an, Albert Étienne Jean Baptiste Terrien de Lacouperie, berdasarkan pengamatan oleh Gabriel Devéria, menyebutnya sebagai aksara Brahmi, pertama kalinya dalam daftar aksara yang disebutkan pada Lalitawistara. Oleh karena itu, nama Brahmi diadopsi dalam karya Georg Bühler yang sangat berpengaruh, berasal dari varian "Brahma". [12] Aksara Gupta yang muncul pada abad ke-5 terkadang disebut "Brahmi Akhir".

Aksara Brahmi mengalami diversifikasi menjadi banyak ragam lokal yang dikelompokkan menjadi satu sebagai rumpun aksara Brahmi. Belasan aksara modern yang digunakan di seluruh Asia Selatan diturunkan dari Brahmi, dan menjadikannya salah satu tradisi penulisan paling berpengaruh di dunia.[13] Sebuah survei telah menemukan 198 aksara yang diturunkan dari aksara Brahmi[14] Aksara ini dikaitkan dengan angka Brahmi, yang pada akhirnya mengilhami bentuk grafis untuk sistem bilangan Hindu-Arab yang sekarang digunakan di hampir seluruh belahan dunia. [15]

Bukti teks

sunting
 
Pahatan terakota kuno karya Sugh "Belajar aksara Brahmi", abad ke-2 SM.[16]

Aksara Brahmi disebutkan dalam naskah-naskah India kuno baik dari Hindu, Jainisme, dan Buddha, termasuk terjemahannya dalam bahasa Tionghoa.[17][18] Sebagai contoh, Lipisala samdarshana parivarta mencatat 64 lipi (aksara), dengan aksara Brahmi masuk dalam urutan pertama. Lalitawistara Sūtra menuliskan bahwa Siddhartha muda, calon Buddha Gautama (~500 SM), menguasai ilmu filologi, aksara Brahmi, dan aksara-aksara lain dari Brahmana Lipikāra dan Deva Vidyāiṃha saat menjalani pendidikannya.[19]

Daftar 18 aksara kuno India juga ditemukan dalam kitab-kitab Jaina, seperti Sutra Pannavana (abad ke-2 SM) dan Sutra Samavayanga (abad ke-3 SM).[20][21] Aksara yang disebutkan dalam kitab-kitab tersebut mencakup Brahmi pada no. 1 dan Kharosthi pada no. 4 tetapi juga Javanaliya (mungkin alfabet Yunani) dan ada aksara lain yang tidak ditemukan dalam daftar aksara pada kitab-kitab Buddha.[21]

Asal usul

sunting

Meski aksara Kharosthi benar-benar diyakini diturunkan dari abjad Aram, asal usul aksara Brahmi sangat kurang jelas. Salomon meninjau teori yang telah muncul pada tahun 1998,[3] sedangkan Falk memberikan ikhtisarnya pada tahun 1993.[22]

Teori-teori awal menyebutkan bahwa aksara Brahmi diturunkan dari aksara piktograf-akrofonik menurut model hieroglif Mesir. Namun, gagasan tersebut sudah tidak bisa dipercaya lagi, karena aksara itu "murni imajinatif dan spekulatif".[18] Gagasan serupa juga mencoba mengaitkan aksara Brahmi dengan aksara Indus, tetapi akhirnya juga tidak terbukti, dan terbentur fakta bahwa aksara Indus sampai hari ini masih sukar dipecahkan.

 
Teori piktograf-akrofonik dari aksara Brahmi, menurut model hieroglif Mesir (Alexander Cunningham, abad ke-19).

Asal usul aksara Semit (abjad Fenisia dan abjad Aram) telah diusulkan oleh beberapa sarjana sejak terbitnya publikasi Albrecht Weber (1856) dan On the origin of the Indian Brahma alphabet karya Georg Bühler tahun 1895.[23][4] Ide-ide Bühler telah berpengaruh besar, meskipun karya mengenai subjek tersebut terbit pada tahun 1895, ia telah mampu mengidentifikasi tidak kurang dari lima teori yang terus diperdebatkan tentang asal usul aksara Brahmi, yang satu mengemukakan bahwa aksara tersebut asli pribumi dan yang lain diturunkan dari model Semit. [24]

Poin yang paling diperdebatkan tentang asal muasal aksara Brahmi adalah apakah aksara itu murni dibuat pribumi atau diserap atau diturunkan dari aksara yang berasal dari luar India. Goyal (1979)[25] mencatat bahwa mayoritas yang mendukung bahwa 'aksara Brahmi diciptakan sendiri oleh pribumi' adalah cendekiawan India, sedangkan 'teori aksara Semit' didukung "hampir semua" cendekiawan Barat, dan Salomon menyatakan setuju dengan Goyal bahwa telah ada "prasangka kaum nasionalis" dan "prasangka kaum imperialis" dalam perdebatan tersebut.[26] Meskipun demikian, pandangan bahwa 'Brahmi diciptakan oleh penduduk asli' telah lazim di kalangan sarjana Inggris yang menulis sebelum Bühler: Tulisan Alexander Cunningham, salah satu pendukung teori ini yang paling awal, menunjukkan bahwa pada masa itu, penduduk asli adalah pilihan cendekiawan Inggris yang menentang "teori Barat" yang disukai oleh cendekiawan Eropa daratan.[24] Cunningham dalam seminal Corpus Inscriptionum Indicarum tahun 1877 menganggap bahwa huruf-huruf Brahmi berasal dari piktograf yang didasarkan pada bentuk tubuh manusia,[27] tetapi Bühler menulis tahun 1891, bahwa Cunningham mempertimbangkan asal-usul aksara tersebut dengan tidak teliti.

Mayoritas sarjana meyakini bahwa aksara Brahmi kemungkinan berasal dari atau dipengaruhi oleh model aksara Semit, dengan aksara Aram sebagai calon induk aksara tersebut.[2] Namun, masalah ini sukar dipecahkan seutuhnya karena minimnya bukti tulisan dan perbandingan yang tidak dijelaskan terkait abjad Aram, aksara Kharosthi, dan Brahmi.[28] Meskipun aksara Brahmi dan Kharosthi memiliki banyak fitur umum, tetapi perbedaan antara aksara Kharosthi dan Brahmi "jauh lebih besar daripada kesamaannya," dan "perbedaan keseluruhan antara keduanya membuat koneksi pengembangan linear langsung tidak mungkin", begitu kata Richard Salomon.[18]

Terlepas dari asal-usulnya, banyak penulis menyepakati bahwa perbedaan antara aksara India, turunan-turunannya, dan pengaruh-pengaruhnya adalah signifikan. Tingkat perkembangan aksara Brahmi di India baik dalam bentuk grafis maupun struktural sangat luas. Juga, telah diterima secara luas bahwa teori tata bahasa Weda mungkin memiliki pengaruh kuat pada perkembangan ini. Sejumlah penulis – baik Barat maupun India – menyatakan bahwa aksara Brahmi diserap atau terilhami dari aksara Semit, dan diciptakan dalam waktu yang amat singkat selama masa pemerintahan Asoka dan kemudian digunakan secara luas dalam prasasti-prasasti Asoka.[28] Sebaliknya, ada beberapa penulis menolak gagasan yang diciptakan oleh asing itu.[29][30]

Bruce Trigger mengakui bahwa aksara Brahmi kemungkinan diturunkan dari abjad Aram tetapi dengan pengembangan lokal yang cukup besar tetapi tidak ada bukti umum langsung yang menyatakan hal itu.[31] Menurut Trigger, pada zaman kuno, aksara Brahmi telah digunakan sebelum tugu batu Asoka dibuat, setidaknya pada abad ke-4 atau ke-5 SM di Sri Lanka dan India, sementara aksara Kharosthi hanya digunakan di barat laut Asia Selatan (wilayah timur Afganistan modern dan sekitar negara tetangga Pakistan) dalam waktu yang tak lama hingga akhirnya punah. Menurut Salomon, bukti adanya aksara Kharosthi ditemukan paling banyak dalam naskah-naskah Buddhis dan catatan orang-orang dari zaman dinasti Indo-Yunani, Indo-Skithia, Indo-Parthia, dan Kushana. Aksara Kharosthi kemungkinan besar sudah tak lagi digunakan pada sekitar abad ke-3 Masehi.[18]

Justeson dan Stephens mengusulkan bahwa vokal dalam aksara Brahmi dan Kharosthi berkembang melalui transmisi abjad Semit melalui pembacaan per huruf. Orang yang belajar alfabet Semit akan melafalkan bunyi-bunyi bahasa dengan menggabungkan konsonan dengan vokal tanpa tanda, misalnya /kə/, /kʰə/, /gə/. Bila aksara ini digunakan dalam bahasa lain, suku-suku kata ini dianggap sebagai satu lambang suara. Mereka juga menerima gagasan bahwa aksara Brahmi dibuat berdasarkan model aksara Semit Utara.[32]

Hipotesis model Semit

sunting
 
Pilar No. 9 dari Catya Besar di Gua Karla. Pilar ini disumbangkan oleh seorang Yavana (orang Indo-Yunani), k. 120 M, bersama lima pilar lainnya. Bunyi tulisan pilar ini adalah: "dhenukākaṭa yavanasa / yasavadhanānaṃ / thabo danaṃ. Artinya: "Pilar (ini) (adalah) hadiah Yavana Yasavadhana dari Denukakata".[33] Bawah: detail dari kata "Ya-va-na-sa" (𑀬𑀯𑀦𑀲, bentuk kata sifat "Yavana", dalam aksara Brahmi).

Banyak cendekiawan mengaitkan asal usul aksara Brahmi dengan model aksara Semit, khususnya aksara Aram.[23] Penjelasan bagaimana hal ini dapat terjadi, aksara Semit dan kronologi sejarahnya telah menjadi bahan perdebatan. Bühler mengikuti teori Max Weber, mengaitkannya dengan abjad Fenisia dan mengusulkan bahwa aksara ini diserap dari awal abad ke-8 SM.[34] Usulan keterkaitan aksara ini dengan aksara Semit Selatan, cabang yang kurang menonjol dari rumpun aksara Semit, terkadang diusulkan tetapi belum diterima secara luas.[35] Akhirnya, hipotesis abjad Aram sebagai induk dari aksara Brahmi lebih disukai karena kedekatan geografisnya dengan anak benua India. Pengaruhnya mungkin terjadi karena bahasa Aram adalah bahasa resmi Kekaisaran Akhemeniyah. Namun hipotesis ini masih menjadi tanda tanya, mengapa dua aksara yang bentuknya sangat berbeda, Kharosthi dan Brahmi, diturunkan dari abjad Aram yang sama. Penjelasan yang mungkin bisa menjawab hal itu adalah Asoka menciptakan sendiri aksara resmi kekaisaran untuk maklumat-maklumatnya, tetapi tidak ada bukti yang mendukung dugaan tersebut.[36]

Teori Bühler

sunting

Menurut hipotesis Semit yang digagas Bühler pada tahun 1898, prasasti Brahmi tertua diturunkan dari abjad Fenisia.[37][catatan 1] Salomon menganggap bahwa pendapat Bühler adalah "pembenaran historis, geografis, dan kronologi sejarah yang lemah untuk purwarupa abjad Fenisia". Penemuan bukti-bukti tertulis telah dilakukan untuk menjawab teori Bühler, seperti penemuan 6 buah prasasti Maurya yang ditulis dalam abjad Aram, dan darinya dapat disimpulkan bahwa pendapat Bühler tentang abjad Fenisia sangat lemah. Mungkin juga, abjad Aram, yang hampir pasti merupakan induk dari aksara Kharosthi, mungkin menjadi landasan penciptaan aksara Brahmi. Namun sayangnya, sampai saat ini belum ada kejelasan mengapa orang India kuno menciptakan dua aksara yang sangat berbeda.[36]

Menurut Bühler, abjad Brahmi menambahkan simbol suara tertentu yang tidak ditemukan dalam bahasa-bahasa berumpun Semit, serta menghapus simbol-simbol suara dalam abjad Aram yang tidak ditemukan dalam bahasa Prakerta. Sebagai contoh, bahasa Aram sama sekali tidak memiliki konsonan tarik-belakang (retrofleks) seperti yang ada dalam bahasa Prakerta, seperti . Dalam aksara Brahmi, simbol konsonan retrofleks dan non-retrofleks secara grafis terlihat sangat mirip, seolah-olah keduanya diturunkan dari satu purwarupa huruf. (Lihat aksara Tibet untuk perkembangan selanjutnya.) Abjad Aram tidak mengenal konsonan aspirat Brahmi (kh, th, dll.), sedangkan aksara Brahmi tidak mengenal konsonan emfatis Aram (q, ṭ, ṣ), dan hal ini dapat dibuktikan bahwa huruf-huruf emfatis Aram ini kemudian dijadikan sebagai huruf aspirat Brahmi: huruf Aram q digunakan untuk huruf Brahmi kh, huruf Aram (Θ) untuk huruf Brahmi th (ʘ), dll. Karena huruf Aram tidak mengenal konsonan labial henti emfatis p, huruf Brahmi tampaknya telah membagi bunyi tersebut menjadi dua: hal ini terbukti bahwa huruf Brahmi p dan ph secara grafis sangat mirip, seolah-olah diturunkan dari satu huruf Aram p. Bühler juga menemukan adanya turunan sistematis untuk konsonan aspirat lainnya, ch, jh, ph, bh, dan dh, seperti adanya penambahan lengkung atau kait pada huruf (diyakini diturunkan dari h,  ), sementara d dan (jangan dikelurukan dengan emfatis Semit ) diturunkan dari bentuk belakang dari dh dan ṭh. [39]

Teori Bühler tentang penurunan konsonan aspirat
IAST -aspirat +aspirat asal usul menurut Bühler
k / kh     emfatis Semit (qoph)
g / gh     emfatis Semit (heth) (Kait ditambahkan dalam aksara Bhattiprolu)
c / ch     penambahan lengkung
j / jh     penambahan kait dengan beberapa perubahan bentuk huruf
p / ph     penambahan kurva
b / bh     penambahan kait dengan beberapa perubahan bentuk huruf
t / th     emfatis Semit (teth)
d / dh     konsonan henti diciptakan dengan membuat formasi belakang dari dh
ṭ / ṭh     konsonan henti diciptakan dengan membuat separuh dari ṭh
ḍ / ḍh     penambahan kurva

Tabel di bawah ini mencantumkan hubungan antara abjad Brahmi dan Semit Utara.[40] [41]

Perbandingan bentuk huruf abjad Semit dan aksara Brahmi[41][catatan 2]
Fenisia Aram Pengucapan Brahmi Pengucapan
    tidak dilambangkan   a
    b [b]   ba
    g [ɡ]   ga
    d [d]   dha
    h [h], M.L.   ha
    w [w], M.L.   va
    z [z]   ja
    [ħ]   gha
    []   tha
    y [j], M.L.   ya
    k [k]   ka
    l [l]   la
    m [m]   ma
    n [n]   na
    s [s]   ṣa
    ʿ [ʕ], M.L.   e
    p [p]   pa
    []   ca
    q [q]   kha
    r [r]   ra
    š [ʃ]   śa
    t [t]   ta

Bühler menyatakan bahwa baik abjad Fenisia maupun Brahmi memiliki tiga konsonan desis (sibilan), tetapi karena urutan abjadnya hilang, hubungan di antara ketiganya menjadi tidak jelas. Bühler mampu mencocokkan bentuk huruf Brahmi dengan seluruh 22 huruf Semit Utara, dan mampu melihat kemiripannya dengan jelas. Ia menekankan kepada kekongruenan fonetis sebagai pedoman penentuan asal huruf, misalnya mengaitkan c   dengan tsade   bukannya kaph  , sebagaimana usulan oleh pendahulunya.

Masalah yang dialami oleh penurunan langsung dari abjad Fenisia adalah kurangnya bukti kontak historis dengan bangsa Fenisia pada periode itu.[36] Bühler memberi keterangan bahwa penyerapan huruf-huruf Brahmi bermula jauh lebih dahulu dari bukti paling awal yang diketahui, kira-kira 800 SM, sezaman dengan bentuk guratan abjad Fenisia yang ia cocokkan. Bühler mengutip praktik penulisan lebih modern dari aksara Brahmi yang secara informal tidak menyediakan diakritik vokal sebagai kemungkinan kelanjutan dari tahapan mirip abjad saat pengembangan aksara ini.[34]

Hipotesis Semit yang paling lemah mirip dengan pandangan difusi trans-budaya oleh Gnanadesikan tentang pengembangan aksara Brahmi dan Kharosthi, yang ide representasi suara alfabetisnya dipelajari dari orang Persia yang menuturkan bahasa Aram, tetapi aksaranya adalah sebuah pengembangan baru yang disesuaikan dengan fonologi Prakerta.[43]

 
Varian huruf dalam aksara Brahmi

Bukti lain terkait dengan pengaruh Persia adalah proposal Hultzsch pada tahun 1925 bahwa kata bahasa Prakerta/Sanskerta untuk "menulis", lipi, mirip dengan kata dalam bahasa Persia Kuno dipi, yang diyakini merupakan kata serapan.[44][45] Beberapa maklumat Asoka yang ditemukan di wilayah yang dekat dengan kekaisaran Persia menggunakan dipi sebagai kata bahasa Prakerta untuk "menulis", tetapi kata lipi muncul di tempat lain, dan persebaran geografis kosakata ini telah lama menyebar, setidaknya kembali ke masa Bühler, sebagai penanda bahwa bentuk standar lipi muncul karena perubahan yang menjauh dari pengaruh Persia. Dipi dalam kata bahasa Persia sendiri dianggap sebagai kata serapan bahasa Elam.[46]

Teori Falk

sunting

Buku Falk yang terbit tahun 1993, Schrift im Alten Indien, berisi mengenai studi definitif terkait tulis-menulis di India kuno.[47][48] Bagian mengenai asal usul aksara Brahmi [22] menampilkan tinjauan luas literatur kala itu. Namun, Falk juga menyusun gagasannya sendiri. Seperti halnya beberapa penulis lain, Falk menganggap bahwa sistem penulisan Brahmi didasarkan dari aksara Kharosthi, yang diturunkan dari abjad Aram. Saat tulisan itu dibuat, maklumat-maklumat Asoka adalah fragmen tertua dari aksara Brahmi yang dapat dipercaya, dan ia merasakan bahwa ada "perkembangan bahasa dari gaya linguistik yang tak teratur menjadi serba terasah"[49] dari waktu ke waktu, dan menunjukkan bahwa aksara tersebut telah dikembangkan.[22][50] Falk juga menyimpang dari teori arus utama bahwa abjad Yunani sebagai salah satu penyumbang yang signifikan dalam pengembangan aksara Brahmi. Sayang sekali, Salomon tidak setuju dengan pendapat Falk, dan setelah menunjukkan bukti metodologi yang sangat berbeda antara notasi vokal Brahmi dan Yunani, ia menyatakan "sangat diragukan kalau Brahmi menurunkan konsep dasar dari purwarupa Yunani". [51] Lebih lanjut, tambah Salomon, dalam "pengertian terbatas, Brahmi dapat dikatakan diturunkan dari Kharosthi, tetapi terkait bentuk-bentuk hurufnya, perbedaan antara kedua aksara India itu jauh lebih banyak daripada kesamaannya". [52]

Falk juga memperkirakan asal usul aksara Kharosthi tidak lebih dari 325 SM, berdasarkan adanya usulan pengaitan terhadap penaklukan Yunani.[53] Salomon mempertanyakan argumen Falk tentang waktu penciptaan aksara Kharosthi dan menulis bahwa "sangat spekulatif dan bukan merupakan alasan kuat terkait waktu penciptaan aksara Kharosthi yang cukup lambat. Justru pendapat yang lebih kuat adalah bahwa kita sampai saat ini tidak memiliki spesimen aksara yang lebih tua daripada maklumat Asoka, maupun bukti langsung dari tahap-tahap perantara dalam perkembangannya. Akan tetapi, bukan berarti bentuk-bentuk awal semacam itu tidak ada, setidaknya kalau itu ada, bukti itu tidak bertahan lama, mungkin saja karena bukti itu tidak digunakan untuk tujuan monumental sebelum Asoka".[50]

 
Koin Agatokles dari Baktria dengan gambar dewa-dewa Hindu, ditulis dalam huruf Yunani dan Brahmi.
Sisi depan Balarama- Samkarshana dengan tulisan huruf Yunani: ΒΑΣΙΛΕΩΣ ΑΓΑΘΟΚΛΕΟΥΣ.
Sisi belakang Basudewa Kresna dengan tulisan Brahmi: 𑀭𑀸𑀚𑀦𑁂 𑀅𑀕𑀣𑀼𑀓𑁆𑀮𑀬𑁂𑀲 Rājane Agathukleyesa "Raja Agatokles". Sekitar 180 SM.
 
Koin suku Vemaka atau Audumbaras. Depan: Bhagavata mahadevasa rajarana dalam aksara Kharosthi. Belakang: Bhagavata-mahadevasa rajarana dalam aksara Brahmi. Abad pertama SM.[54] [butuh sumber yang lebih baik]
 
Prasasti Brahmi Tamil dari abad ke-2 SM dari Arittapatti, Distrik Madurai. Distrik di selatan negara bagian Tamil Nadu, India ini telah muncul sebagai sumber utama prasasti Brahmi yang bertanggal antara abad ke-3 hingga pertama SM.[55][56]

Tidak seperti Bühler, Falk tidak memberikan rincian mana dan bagaimanakah purwarupa huruf dugaan yang dikaitkan dengan tiap huruf Brahmi. Lebih lanjut, kata Salomon, Falk mengakui bahwa ada penyimpangan fonetis dan diakritik dalam aksara Brahmi yang tidak ditemukan dalam dugaan sumber aksara Kharosthi. Falk mencoba menjelaskan penyimpangan ini dengan menghidupkan lagi hipotesis pengaruh Yunani, sebuah hipotesis yang sebelumnya tidak disukai.[50][57]

Hartmut Scharfe, dalam ulasannya tentang aksara Kharosthi dan Brahmi pada tahun 2002, sependapat dengan pertanyaan Salomon terhadap proposal Falk, dan menyatakan, "pola analisis fonemik bahasa Sanskerta yang telah dikaji oleh para sarjana Weda lebih dekat dengan aksara Brahmi daripada alfabet Yunani".[9]

Teori pribumi

sunting

Teori pribumi India seperti keterkaitan aksara Brahmi dengan aksara Indus didukung oleh beberapa sarjana dan penulis Barat dan India. Kemiripan aksara Brahmi dengan aksara Indus telah dikaji oleh para sarjana Eropa awal seperti arkeolog John Marshall [58] dan Assyriolog Stephen Langdon,[59] dan kemudian turun-temurun hingga para sarjana dan penulis antara lain ilmuwan komputer Subhash Kak, Indologis Jerman Georg Feuerstein, guru agama Hindu Amerika David Frawley, arkeolog Inggris Raymond Allchin, dan antropolog sosial Jack Goody.[60][61][62]

Raymond Allchin mengakui bahwa ada pendapat yang dengan tegas menentang gagasan bahwa aksara Brahmi diserap dari abjad Semit karena keseluruhan struktur dan konsepnya sangat berbeda. Dia menganggap bahwa asal usul aksara Brahmi kemungkinan adalah aksara Indus sebagai pendahulunya.[63] Namun, Allchin dan Erdosy kemudian pada tahun 1995 menyanggah bahwa masih belum memiliki bukti yang lengkap untuk menjawab hal tersebut.[64] G.R. Hunter dalam bukunya, The Script of Harappa dan Mohenjodaro and Its Connection with Other Scripts (1934) juga mengajukan bahwa aksara Brahmi diturunkan dari aksara Indus, yang memiliki kecocokan lebih banyak daripada abjad Aram dalam perkiraannya.[65]

 
Hubungan yang diajukan antara aksara Brahmi dan Indus, dibuat pada abad ke-19 oleh Alexander Cunningham .

Subhash Kak menyatakan tidak setuju dengan asal usul aksara Brahmi dari abjad Semit,[66] alih-alih menyatakan bahwa hubungan antara dunia India dan Semit sebelum berkembangnya abjad Semit diakui sebagai proses yang terbalik.[67] Namun, kronologi yang dipaparkan dan adanya gagasan tradisi melek huruf yang turun-temurun ditentang oleh sebagian besar akademisi yang mendukung teori pribumi. Bukti kontinuitas antara aksara Indus dan Brahmi juga terlihat dalam kemiripan grafis aksara Brahmi dan Indus akhir, dengan sepuluh ligatur yang paling banyak muncul ternyata cocok dengan bentuk salah satu dari sepuluh glif dalam aksara Brahmi.[68] Ada anggapan bukti kontinuitas dalam penggunaan angka Brahmi.[69] Dukungan terkait kontinuitas aksara ini berasal dari analisis statistik keterkaitan yang dilakukan oleh Das.[70] Salomon menganggap kesamaan grafis antara huruf-huruf tersebut merupakan bukti yang tidak cukup untuk menghubungkan aksara Indus dan Brahmi tanpa mengetahui nilai-nilai fonetis dari aksara Indus, meskipun ia menemukan kesamaan dalam peracikan dan modifikasi tanda diakritis yang cukup "menarik." Namun, ia mengakui bahwa masih terlalu dini untuk menjelaskan dan mengevaluasinya karena kesenjangan kronologis yang besar antara kedua aksara itu dan sejauh ini sifat aksara Indus yang sukar dipecahkan.[71]

Hambatan terhadap teori ini adalah kurangnya bukti tertulis selama milenium tersebut dan antara runtuhnya Peradaban Lembah Indus sekitar 1500 SM hingga hadirnya aksara Brahmi tertulis pada abad ke-3 atau ke-4 SM. Iravathan Mahadevan menegaskan bahwa kalau seseorang menganggap aksara Indus punah pada tahun 1500 SM dan aksara Brahmi muncul pada tahun 500 SM, artinya terjadi kekosongan sistem penulisan selama seribu tahun.[72] Sayangnya, teka-teki tulisan beraksara Indus belum bisa dipecahkan maknanya secara valid, yang membuat teori berdasarkan pemecahan teka-teki ini menjadi lemah. Hubungan yang menjanjikan antara aksara Indus dan tradisi penulisan selanjutnya dituangkan dalam simbol grafiti megalitik dari budaya megalitikum India Selatan, yang kemungkinan tumpang-tindih dengan inventaris huruf-huruf Indus dan terus dipergunakan melalui penampilan aksara Brahmi dan aksara Brahmi Tamil hingga abad ke-3 Masehi. Grafiti ini biasanya muncul sendiri-sendiri, meski terkadang dapat ditemukan dalam satu kelompok dengan dua atau tiga gambar, dan kemungkinan dianggap sebagai simbol sebuah keluarga, trah, atau agama.[73] Pada tahun 1935, CL Fábri mengajukan bahwa simbol-simbol yang ditemukan pada koin Maurya adalah sisa-sisa aksara Indus yang selamat dari keruntuhan peradaban Lembah Indus.[74] Iravatham Mahadevan, ahli tafsir terkemuka aksara Tamil-Brahmi dan Indus, telah mendukung gagasan bahwa kedua tradisi semiotik tersebut mungkin terus berkesinambungan dengan aksara Indus, tetapi terkait dengan Brahmi, ia dengan tegas menyatakan bahwa ia tidak percaya teori itu "sama sekali".

Bentuk lain dari teori pribumi adalah bahwa aksara Brahmi diciptakan ex nihilo, betul-betul lepas dari pengaruh abjad Semit atau aksara Indus, meskipun Salomon berpendapat bahwa teori ini sepenuhnya spekulatif. [75]

Asal usul asing

sunting
 
Kata Lipī ( 𑀮𑀺𑀧𑀻 ) digunakan oleh Asoka untuk menggambarkan " maklumatnya"-nya. Aksara Brahmi (Li = 𑀮 La + 𑀺 i; pī = 𑀧 Pa + 𑀻 ii). Kata itu diturunkan dari bahasa Persia Kuno dipi.

Pāṇini (abad ke 6 hingga 4 SM) menggunakan lipi, kata India untuk "aksara" dalam karya tulisnya yang mengupas tata bahasa Sanskerta, Astadhyayi. Menurut Scharfe, dua kata lipi dan libi diserap dari dipi Persia Lama, yang kemudian diserap dari kata bahasa Sumeria dup.[45][76] Untuk menggambarkan maklumatnya sendiri, Asoka menggunakan kata Lipī, yang sekarang secara umum diterjemahkan sebagai "tulisan" atau "prasasti". Diperkirakan kata lipi, termasuk juga ditulis dipi dalam dua tugu batu dalam versi aksara Kharosthi,[catatan 3] berasal kata bahasa Persia Kuno dipî, juga berarti "prasasti", yang digunakan misalnya oleh Darius I dalam prasasti Behistun-nya,[catatan 4] sehingga kata tersebut dianggap serapan.[77][78][79]

Scharfe menambahkan dalam tinjauannya bahwa bukti terbaik adalah tidak ada aksara yang digunakan atau pernah dikenal di India, selain aksara dari wilayah barat laut yang dikuasai Persia tempat bahasa Aram dipertuturkan, sebelum sekitar 300 SM karena tradisi India "masih menekankan warisan budaya dan sastra lisan."[45]

Pengamatan Megastene

sunting

Megastenes, utusan Yunani untuk Maurya di India Timur Laut hanya seperempat abad sebelum Asoka, membuat berita bahwa dirinya berada di antara orang-orang yang tidak memiliki hukum tertulis, yang bahkan bodoh menulis, dan mengatur semuanya dengan ingatan.[80] Ini telah ditafsirkan dengan beragam dan kontroversial oleh banyak penulis. Ludo Rocher hampir sepenuhnya menganggap Megastenes tidak dapat diandalkan, mempertanyakan kata-kata yang digunakan oleh informan Megastenes dan interpretasi Megastenes tentang mereka. [81] Timmer menganggap bahwa ada kesalahpahaman bahwa orang-orang Maurya buta huruf "berdasarkan fakta bahwa Megastenes dengan tepat mengamati bahwa hukum diatur secara tidak tertulis dan tradisi lisan memainkan peranan yang sangat penting di India." [82]

Beberapa pendukung teori pribumi[siapa?] mempertanyakan keandalan dan interpretasi komentar yang dibuat oleh Megastenes (seperti dikutip oleh Strabo dalam Geographica XV.i.53). Pertama, pengamatan kemungkinan berada dalam lingkup Kerajaan "Sandrakottos" (Candragupta). Kedua menurut Strabo (Strab. XV.i.39), Megastenes disebutkan sudah mencatat bahwa hal tersebut sudah menjadi kebiasaan umum bagi kasta "filsuf" di India (mungkin Brahmana) untuk menyerahkan "sesuatu yang bermanfaat dan mereka telah berkomitmen untuk menulisnya" kepada raja,[83] tetapi perincian ini tidak muncul dalam kutipan Megasthenes oleh Arrianos dan Diodoros Sikolos.[84][85] Implikasi penulisan pada hakikatnya juga tidak sepenuhnya dijelaskan dalam bahasa Yunani sebagaimana istilah συντάξῃ (serumpun dengan kata bahasa Inggris syntax) dapat dibaca sebagai "komposisi" atau "susunan" umum, daripada komposisi tertulis dalam bentuk khusus. Nearkhos sempat mencatat beberapa dekade sebelumnya, mengenai penggunaan kain katun untuk menulis di India Utara. Para ahli Indologi berspekulasi dengan berbagai cara bahwa ini mungkin antara aksara Kharosthi atau abjad Aram. Salomon menganggap bukti dari sumber-sumber Yunani tidak dapat ditarik kesimpulannya.[86] Strabo sendiri mencatat inkonsistensi terkait penggunaan tulisan di India (XV.i.67).

Perdebatan terkait waktu

sunting
 
Hubungan abjad Fenisia (kolom ke-4) dan aksara Brahmi (kolom ke-5). Perhatikan bahwa abjad Aram dari abad ke-6 hingga ke-4 SM (tidak diperlihatkan) muncul sebagai peralihan dalam bentuk di antara keduanya.

Kenneth Norman (2005) menyatakan bahwa aksara Brahmi kemungkinan dibuat jauh sebelum pemerintahan Asoka:[87]

"Dukungan untuk gagasan pengembangan pra-Asoka ini telah diberikan baru-baru ini oleh penemuan pecahan tembikar di Anuradhapura di Sri Lanka, ditulis dengan sejumlah kecil huruf yang diduga adalah aksara Brāhmī. Pecahan tembikar ini, baik menggunakan radiokarbon-14 dan penanggalan termoluminesensi, diketahui berasal dari sebelum zaman Asoka, mungkin 2 abad sebelum Asoka." [88]

Jack Goody (1987) juga menganggap bahwa India kuno mungkin sudah memiliki "budaya tulis-menulis yang sangat kuno" bersama dengan tradisi lisan dalam menyusun dan menyebarluaskan pengetahuan, karena karya sastra Weda terlalu luas, konsisten, dan rumit untuk dibuat, dihafalkan, disimpan, disebarluaskan, maupun dilestarikan tanpa sistem tertulis.[89][90]

Terkait pendapat tersebut, dimungkinkan tidak ada sistem tulisan apa pun termasuk Brahmi pada periode Weda, mengingat kuantitas dan kualitas literatur Weda, dibagi. Bila Falk (1993) tidak setuju dengan Goody,[91] Walter Ong dan John Hartley (2012) setuju, bahwa tidak mesti didasarkan atas kesulitan melestarikan nyanyian Weda secara lisan, tetapi bahwa sangat sukar tata bahasa Panini disusun.[92] Johannes Bronkhorst (2002) memilih netral; ia menganggap bahwa antara bahwa Weda mungkin bisa dinyanyikan turun-temurun secara lisan, tetapi pengembangan tata bahasa Sanskerta oleh Panini sudah mengandalkan tulisan (hal ini konsisten dengan perkembangan penulisan India pada abad ke-4 SM).[47]

Asal usul nama "Brahmi"

sunting

Tulisan mengenai asal usul nama "Brahmi" telah termuat dalam sejarah dan legenda. Beberapa sutra Jain seperti Sutra Vyakhya Pragyapti, Sutra Samvayanga, dan Sutra Pragyapna menyertakan daftar 18 aksara yang telah digunakan dan diketahui oleh para guru Jain sebelum Mahawira lahir, dengan aksara Brahmi (bambhī dalam bahasa Prakerta asli) menjadi nomor urut 1 dalam daftar tersebut. Namun, aksara ini justru tidak ada dalam daftar 18 aksara pada versi yang masih bertahan dari sutra Jain berikutnya, yaitu Vishesha Avashyaka dan Kalpa Sutra. Mitologi Jain menceritakan bahwa 18 aksara diajarkan oleh Tirthankara pertama, Rishabhanatha, kepada putrinya Brahmi, ia menekankan aksara Brahmi sebagai aksara utama kala ia mengajari orang lain, sehingga nama Brahmi untuk aksara tersebut berasal dari namanya.[93]

Ada tulisan Buddha Tionghoa yang dibuat pada abad ke-6 Masehi mengkaitkan penciptaan aksara itu dengan Dewa Brahma, meskipun Monier Monier-Williams, Sylvain Lévi dan yang lainnya mengira bahwa nama Brahmi mungkin diberikan karena aksara itu ditatah oleh para Brahmana.[94][95]

Kata Brahmi muncul dalam tulisan-tulisan India kuno dalam artian yang berlainan. Dengan merujuk pada kaidah penulisan bahasa Sanskerta, kata itu adalah bentuk feminin yang secara harfiah berarti "Brahma" atau "energi feminin dari Brahman".[96] Dalam naskah lain seperti Mahabharata, kata itu merujuk pada dewi, terutama untuk Saraswati, dewi yang merupakan simbol dari kekuatan feminin dan aspek pengetahuan — sakti — dari Brahma.[97]

Sejarah

sunting
 
Kata bahasa Prakerta "Dha-ṃ-ma" (Dharma) dalam aksara Brahmi, sebagaimana ditulis oleh Asoka dalam Maklumat-maklumatnya. Ditemukan pada pilar kuni di Topra Kalan, sekarang dipindah ke New Delhi (abad ke-3 SM).

Prasasti beraksara Brahmi paling awal yang diketahui dituliskan dalam bahasa Prakerta, berasal dari abad ke-3 hingga pertama SM, termasuk di antaranya maklumat-maklumat Asoka, k. 250 SM.[98] Bahasa Prakerta ini menjadi bahasa yang banyak digunakan dalam prasasti yang ditemukan di anak benua India hingga sekitar abad ke-1 Masehi.[98] Prasasti berbahasa Sanskerta yang dituliskan dalam aksara Brahmi berasal dari abad ke-1 SM, seperti sejumlah prasasti yang ditemukan di Ayodhya, Ghosundi, dan Hathibada (keduanya dekat Chittorgarh).[99][catatan 5] Prasasti kuno juga telah ditemukan di banyak situs bersejarah India Utara dan Tengah, terkadang di India Selatan, dituliskan dalam campuran bahasa Sanskerta-Prakerta.[catatan 6] Dengan teknik modern, prasasti ini kemungkinan dibuat antara abad ke-1 dan ke-4 Masehi.[102][103] Aksara Brahmi banyak dipahatkan/dituliskan pada pilar, dinding kuil, pelat logam, tanah liat, uang koin, kristal, dan naskah-naskah lembaran.[104][103]

Salah satu perkembangan baru-baru ini yang terpenting terkait asal usul aksara Brahmi adalah ditemukannya huruf-huruf Brahmi yang tertulis pada pecahan-pecahan tembikar dari kota dagang Anuradhapura di Sri Lanka, yang berasal dari abad ke-6 hingga ke-4 SM.[105] Coningham dkk. pada tahun 1996,[106] menyatakan bahwa aksara yang dituliskan pada prasasti Anuradhapura adalah Brahmi, dan bahasa yang digunakan adalah bahasa Prakerta bukan bahasa berumpun Dravida. Pengurutan spesimen dilakukan dalam rangka membuktikan adanya evolusi perbaikan gaya menulis selama berabad-abad, dan mereka menyimpulkan bahwa aksara Brahmi kemungkinan "terlibat dalam perdagangan" dan bahwa pertumbuhan jaringan perdagangan di Sri Lanka berkaitan dengan hadirnya aksara Brahmi di daerah tersebut. Salomon dalam ulasannya tahun 1998 menyatakan bahwa adanya prasasti Anuradhapura mendukung teori bahwa aksara Brahmi bertumbuh di Asia Selatan sebelum zaman Maurya, dengan penelitian yang mendukung abad ke-4 SM, tetapi masih diragukan apakah prasasti tersebut dituliskan pada pecahan tembikar pada waktu belakangan.[105] Pakar Indologi Harry Falk berpendapat bahwa maklumat-maklumat Asoka mewakili tahap yang lebih tua dari Brahmi, sedangkan bukti paleografis tertentu bahkan termasuk prasasti Anuradhapura yang paling awal kemungkinan muncul belakangan, sehingga pecahan tembikar ini mungkin berasal dari setelah 250 SM.[107]

Baru-baru ini pada tahun 2013, Rajan dan Yatheeskumar menerbitkan publikasinya tentang penggalian di Porunthal dan Kodumanal, Tamil Nadu, tempat ditemukannya banyak prasasti beraksara Brahmi Tamil dan "Brahmi Prakerta".[108] Analisis yang dilakukan dengan stratigrafi digabungkan dengan uji radiokarbon terhadap sampel bulir padi dan arang menunjukkan bahwa prasasti ini muncul pada antara abad ke-6 dan mungkin abad ke-7 SM.[109] Karena masih merupakan terbitan baru, temuan mereka belum dikomentari secara luas dalam literatur. Ahli Indologi Harry Falk telah mengkritik klaim Rajan "sangat minim informasi"; Falk berpendapat bahwa prasasti yang ditemukan tersebut sama sekali tidak menggunakan aksara Brahmi, tetapi disalahartikan sebagai simbol grafiti Megalitikum yang bersifat nonlinguistik, yang digunakan di India Selatan selama beberapa abad selama era pra-literasi.[110]

Pemecahan

sunting
 
Sarjana Norwegia Christian Lassen menggunakan koin dwibahasa Yunani-Brahmi dari raja Indo-Yunani Agatokles dari Baktria dengan tepat pada tahun 1836. Penafsiran aksara Brahmi kemudian disempurnakan oleh James Prinsep.[6]
 
Konsonan dalam aksara Brahmi, beserta evolusinya hingga ke aksara Dewanagari modern, menurut James Prinsep, sebagaimana diterbitkan dalam Journal of the Asiatic Society of Bengal, pada Maret 1838. Huruf-huruf tersebut telah berhasil diuraikan dengan benar, kecuali dua huruf yang hilang di kanan: 𑀰 (ś) dan 𑀱 (ṣ).[111] Vokal dan sandangan berada di sini. Aksara yang diturunkan dari Brahmi dikelompokkan dalam satu rumpun sebagai rumpun aksara Brahmi.

Selain dari beberapa prasasti dalam bahasa Yunani dan Aram (yang hanya ditemukan pada abad ke-20), Maklumat-maklumat Asoka ditulis dalam aksara Brahmi dan kadang-kadang dalam aksara Kharosthi di barat laut, yang keduanya telah punah sekitar abad ke-4 M, dan belum diuraikan pada saat maklumat ini ditemukan dan diselidiki pada abad ke-19.[112][6]

Pada tahun 1834, upaya untuk mengidentifikasi huruf-huruf Brahmi oleh Rev. J. Stevenson telah dilakukan di Gua Karla (sekitar abad ke-1 M) berdasarkan kemiripan dengan aksara Gupta dari tulisan Samudragupta tentang pilar Allahabad (abad ke-4 M) yang baru saja dipecahkan, tetapi baru dapat dipecahkan dengan baik dalam sepertiganya, sehingga pemecahan aksara Brahmi belum seutuhnya.[113][114]

Upaya mengidentifikasi aksara Brahmi dari abad ke-3 hingga ke-2 SM akhirnya berhasil pada tahun 1836 oleh sarjana Norwegia Christian Lassen, yang menggunakan koin dwibahasa Yunani-Brahmi dari raja Indo-Yunani Agathokles dari Baktria dan kemiripan dengan aksara Pali untuk mengidentifikasi sejumlah huruf-huruf Brahmi dengan benar dan tepat.[6][115] Kecocokan tersebut dapat dibuktikan sebagai berikut:

Keterangan dalam aksara Yunani: ΒΑΣΙΛΕΩΣ / ΑΓΑΘΟΚΛΕΟΥΣ (Basileōs Agathokleous, "Raja Agathokles")
Keterangan dalam aksara Brahmi:𑀭𑀚𑀦𑁂 / 𑀅𑀕𑀣𑀼𑀼𑀓𑁆𑀮𑁂𑀬𑁂𑀲 (Rajane Agathukleyesa, "Raja Agathokle").[116]

James Prinsep, seorang arkeolog, filolog, dan pegawai Perusahaan Hindia Timur Britania, yang turut bekerja bersama Alexander Cunningham, dianggap telah berhasil sepenuhnya menguraikan aksara Brahmi.[6][7] Setelah membenarkan pemecahan pertama oleh Lassen, Prinsep menggunakan koin dwibahasa raja Indo-Yunani Pantaleon untuk menguraikan huruf-huruf lainnya.[115] James Prinsep kemudian menganalisis sejumlah besar prasasti berisi tentang adanya pendanaan pada relief di Stupa Sanchi, dan menemukan banyak sekali kalimat yang berakhir dengan dua huruf Brahmi yang sama: "𑀤𑀦𑀁". Prinsep menebak dengan benar bahwa kata tersebut dibaca sebagai danam, kata dalam bahasa Sanskerta untuk "hadiah", "sumbangan", atau "pendanaan", sehingga terus meningkatkan jumlah huruf yang dikenal.[117] Dengan bantuan Ratna Pala, seorang Sinhala, sarjana bahasa dan ahli bahasa Pali, Prinsep berhasil sepenuhnya menguraikan aksara Brahmi.[118][119][120][121] Dalam hasil penelitian yang diterbitkan pada bulan Maret 1838 Prinsep berhasil menerjemahkan prasasti pada sejumlah besar maklumat batu yang ditemukan di seluruh India, dan sejak saat itu menurut Richard Salomon, aksara Brahmi benar-benar berhasil dipecahkan dengan sempurna.[122][123]

Aksara Brahmi Selatan

sunting

Prasasti Asoka ditemukan di seluruh India dan varian regionalnya telah diteliti. Aksara Bhattiprolu, dengan bukti awal adalah prasasti yang berasal dari beberapa dekade masa pemerintahan Asoka, diyakini berevolusi dari aksara Brahmi yang bertumbuh di India selatan. Bahasa yang digunakan dalam prasasti-prasasti ini adalah bahasa Prakerta, hampir seluruhnya ditemukan pada relik-relik Buddha, meskipun nama-nama diri dalam bahasa Telugu telah diidentifikasi dalam beberapa prasasti. Dua puluh tiga aksara telah diidentifikasi. Huruf ga dan sa mirip dengan aksara Brahmi Maurya, sementara bha dan da mirip dengan aksara Telugu modern.

Aksara Tamil-Brahmi adalah varian dari aksara Brahmi yang digunakan di India Selatan sekitar abad ke-3 SM, khususnya di negara bagian Tamil Nadu dan Kerala. Pada periode yang sama, ada sebuah prasasti yang membuktikan penggunaannya di Sri Lanka. Bahasa yang digunakan di sekitar 70 prasasti Brahmi selatan yang ditemukan pada abad ke-20 telah diidentifikasi sebagai bahasa Prakerta.[55][56]

Dalam bahasa Inggris, banyak reproduksi naskah beraksara Brahmi di Sri Lanka muncul di Epigraphia Zeylanica. Dalam volume pertamanya (1976), banyak prasasti yang berangka tahun dari abad ke-3 hingga ke-2 SM.

Berbeda dengan maklumat-maklumat Asoka, kebanyakan prasasti di Sri Lanka ditemukan di atas gua. Bahasa prasasti Brahmi di Sri Lanka sebagian besar adalah Prakerta meskipun beberapa prasasti Brahmi Tamil juga telah ditemukan, seperti segel Annaicoddai.[124] Contoh-contoh tulisan beraksara Brahmi paling awal yang diterima secara luas ditemukan di Anuradhapura, Sri Lanka.[106]

Perkembangan di tepi Laut Merah dan Asia Tenggara

sunting

Prasasti Khuan Luk Pat ditemukan di Thailand dalam aksara Brahmi Tamil. Angka tahunnya tidak dipastikan dan diusulkan berasal dari abad-abad permulaan pada era yang sama.[125] Menurut Frederick Asher, prasasti Brahmi Tamil pada pecahan tembikar telah ditemukan di Quseir al-Qadim dan di Berenike, Mesir yang menunjukkan bahwa telah ada kegiatan perdagangan yang berkembang pada zaman kuno di antara India dan wilayah Laut Merah. Bukti tambahan berupa prasasti Brahmi Tamil juga telah ditemukan di situs purbakala Khor Rori di Oman.[126]

Karakteristik

sunting

Aksara Brahmi ditulis dari kiri ke kanan, termasuk keturunan-keturunannya. Namun, koin yang ditemukan di Eran menuliskan huruf Brahmi dari kanan ke kiri, seperti dalam abjad Aram. Ragam arah penulisan lainnya juga telah diketahui, meskipun inkonsistensi arah penulisan cukup banyak ditemukan dalam sistem penulisan kuno.[127]

Konsonan

sunting

Sebagai abugida, huruf-huruf Brahmi adalah konsonan, sedangkan vokal harus ditulis dengan tanda diakritik yang disebut mātrā dalam bahasa Sanskerta, kecuali ketika kata tersebut diawali dengan huruf vokal (vokal mandiri). Bila karakter diakritik vokal tidak ada, otomatis huruf tersebut memiliki nilai vokal /a/. Karakteristik ini juga mirip dengan Kharosthi, meskipun perlakuan vokalnya berbeda.

 
Konsonan dalam aksara Brahmi.

"Pasangan"

sunting
 
Pasangan dalam aksara Brahmi

"Pasangan" (mirip konsepnya dengan aksara Jawa) digunakan untuk menulis gugus konsonan seperti /pr/ atau /rv/. Dalam aksara Dewanagari modern, "pasangan" ditulis di sebelah kanan konsonan yang dimatikan bila memungkinkan ('tiang' pada konsonan yang dimatikan dihilangkan), sedangkan dalam Brahmi pasangan ditulis di bawah huruf yang dimatikan.

 
Tanda diakritis vokal Brahmi
 
Huruf /ka/ dalam Brahmi, yang kemudian diberi tanda diakritis untuk menunjukkan nilai vokal yang berbeda

Vokal (sandangan swara) dituliskan pada konsonan sebagai tanda diakritis, tetapi vokal mandiri memiliki huruf khusus. Ada tiga vokal "primer" dalam aksara Brahmi Asoka yang memiliki perbedaan panjang-pendek: /a/, /i/, /u/; vokal panjang diturunkan dari dua grafem vokal pendek. Ada empat vokal "sekunder" yang tidak memiliki perbedaan panjang-pendek, /e/, /ai/, /o/, /au/.[128] Akan tetapi perlu diketahui bahwa grafem /ai/ diturunkan dari /e/ dengan cara yang sama dengan perbedaan pendek-panjang dari vokal primer. Hanya ada sembilan tanda diakritis vokal; huruf-huruf yang tidak diberi tanda diakritis akan dibaca dengan vokal /a/. Simbol vokal mandiri untuk /au/ juga tampaknya kurang cukup bukti sejarah awalnya, meskipun memiliki diakritik. Sumber-sumber kuno menunjukkan ada 11 atau 12 vokal yang disebutkan pada permulaan daftar huruf Brahmi pada era Asoka, mungkin menambahkan aṃ atau aḥ.[129] Aksara Brahmi kemudian menyertakan vokal untuk empat konsonan alir silabis, /ṛ/ dan /ḷ/ pendek dan panjang. Sumber-sumber Tionghoa menunjukkan bahwa ini adalah penemuan baru oleh Nagarjuna atau Śarvavarman, seorang menteri Raja Hāla.[130]

Telah diketahui bahwa penggunaan diakritis untuk menandai vokal dalam aksara Brahmi dan Kharosthī, sangat cocok dengan bahasa Prakerta,[131] tetapi karena aksara Brahmi diadaptasi ke bahasa lain, sebuah notasi khusus yang disebut virāma diperkenalkan sebagai pemati konsonan pada kata terakhir sebuah kalimat. Yang membuat aksara Kharoṣṭhī berbeda adalah vokal di awal kalimat menggunakan satu huruf sebagai simbol vokal generik yang diberi diakritik sebagai pembeda, dan vokal panjang tidak dibedakan.

Urutan aksara Brahmi diyakini sama dengan turunan-turunannya, yang didasarkan pada Siksha, teori fonologi tradisional bahasa Sanskerta. Huruf dikelompokkan mulai dari vokal (dimulai dengan a), kemudian daftar lima konsonan berturut-turut velar, palatal, retrofleks, dental, labial, dan diakhiri dengan 4 semivokal, 3 konsonan sibilan, dan satu konsonan celah. Thomas Trautmann menyebutkan bahwa huruf-huruf rumpun aksara Brahmi berdasarkan "pengurutan yang cukup beralasan" ini. [132]

k- kh- g- gh- ṅ- c- ch- j- jh- ñ- ṭ- ṭh- ḍ- ḍh- ṇ- t- th- d- dh- n- p- ph- b- bh- m- y- r- l- v- ś- ṣ- s- h- ḷ-
-a 𑀓 𑀔 𑀕 𑀖 𑀗 𑀘 𑀙 𑀚 𑀛 𑀜 𑀝 𑀞 𑀟 𑀠 𑀡 𑀢 𑀣 𑀤 𑀥 𑀦 𑀧 𑀨 𑀩 𑀪 𑀫 𑀬 𑀭 𑀮 𑀯 𑀰 𑀱 𑀲 𑀳 𑀴
𑀓𑀸 𑀔𑀸 𑀕𑀸 𑀖𑀸 𑀗𑀸 𑀘𑀸 𑀙𑀸 𑀚𑀸 𑀛𑀸 𑀜𑀸 𑀝𑀸 𑀞𑀸 𑀟𑀸 𑀠𑀸 𑀡𑀸 𑀢𑀸 𑀣𑀸 𑀤𑀸 𑀥𑀸 𑀦𑀸 𑀧𑀸 𑀨𑀸 𑀩𑀸 𑀪𑀸 𑀫𑀸 𑀬𑀸 𑀭𑀸 𑀮𑀸 𑀯𑀸 𑀰𑀸 𑀱𑀸 𑀲𑀸 𑀳𑀸 𑀴𑀸
-i 𑀓𑀺 𑀔𑀺 𑀕𑀺 𑀖𑀺 𑀗𑀺 𑀘𑀺 𑀙𑀺 𑀚𑀺 𑀛𑀺 𑀜𑀺 𑀝𑀺 𑀞𑀺 𑀟𑀺 𑀠𑀺 𑀡𑀺 𑀢𑀺 𑀣𑀺 𑀤𑀺 𑀥𑀺 𑀦𑀺 𑀧𑀺 𑀨𑀺 𑀩𑀺 𑀪𑀺 𑀫𑀺 𑀬𑀺 𑀭𑀺 𑀮𑀺 𑀯𑀺 𑀰𑀺 𑀱𑀺 𑀲𑀺 𑀳𑀺 𑀴𑀺
𑀓𑀻 𑀔𑀻 𑀕𑀻 𑀖𑀻 𑀗𑀻 𑀘𑀻 𑀙𑀻 𑀚𑀻 𑀛𑀻 𑀜𑀻 𑀝𑀻 𑀞𑀻 𑀟𑀻 𑀠𑀻 𑀡𑀻 𑀢𑀻 𑀣𑀻 𑀤𑀻 𑀥𑀻 𑀦𑀻 𑀧𑀻 𑀨𑀻 𑀩𑀻 𑀪𑀻 𑀫𑀻 𑀬𑀻 𑀭𑀻 𑀮𑀻 𑀯𑀻 𑀰𑀻 𑀱𑀻 𑀲𑀻 𑀳𑀻 𑀴𑀻
-u 𑀓𑀼 𑀔𑀼 𑀕𑀼 𑀖𑀼 𑀗𑀼 𑀘𑀼 𑀙𑀼 𑀚𑀼 𑀛𑀼 𑀜𑀼 𑀝𑀼 𑀞𑀼 𑀟𑀼 𑀠𑀼 𑀡𑀼 𑀢𑀼 𑀣𑀼 𑀤𑀼 𑀥𑀼 𑀦𑀼 𑀧𑀼 𑀨𑀼 𑀩𑀼 𑀪𑀼 𑀫𑀼 𑀬𑀼 𑀭𑀼 𑀮𑀼 𑀯𑀼 𑀰𑀼 𑀱𑀼 𑀲𑀼 𑀳𑀼 𑀴𑀼
𑀓𑀽 𑀔𑀽 𑀕𑀽 𑀖𑀽 𑀗𑀽 𑀘𑀽 𑀙𑀽 𑀚𑀽 𑀛𑀽 𑀜𑀽 𑀝𑀽 𑀞𑀽 𑀟𑀽 𑀠𑀽 𑀡 𑀢𑀽 𑀣𑀽 𑀤𑀽 𑀥𑀽 𑀦𑀽 𑀧𑀽 𑀨𑀽 𑀩𑀽 𑀪𑀽 𑀫𑀽 𑀬𑀽 𑀭𑀽 𑀮𑀽 𑀯𑀽 𑀰𑀽 𑀱𑀽 𑀲𑀽 𑀳𑀽 𑀴𑀽
-e 𑀓𑁂 𑀔𑁂 𑀕𑁂 𑀖𑁂 𑀗𑁂 𑀘𑁂 𑀙𑁂 𑀚𑁂 𑀛𑁂 𑀜𑁂 𑀝𑁂 𑀞𑁂 𑀟𑁂 𑀠𑁂 𑀡 𑀢𑁂 𑀣𑁂 𑀤𑁂 𑀥𑁂 𑀦𑁂 𑀧𑁂 𑀨𑁂 𑀩𑁂 𑀪𑁂 𑀫𑁂 𑀬𑁂 𑀭𑁂 𑀮𑁂 𑀯𑁂 𑀰𑁂 𑀱𑁂 𑀲𑁂 𑀳𑁂 𑀴𑁂
-o 𑀓𑁄 𑀔𑁄 𑀕𑁄 𑀖𑁄 𑀗𑁄 𑀘𑁄 𑀙𑁄 𑀚𑁄 𑀛𑁄 𑀜𑁄 𑀝𑁄 𑀞𑁄 𑀟𑁄 𑀠𑁄 𑀡 𑀢𑁄 𑀣𑁄 𑀤𑁄 𑀥𑁄 𑀦𑁄 𑀧𑁄 𑀨𑁄 𑀩𑁄 𑀪𑁄 𑀫𑁄 𑀬𑁄 𑀭𑁄 𑀮𑁄 𑀯𑁄 𑀰𑁄 𑀱𑁄 𑀲𑁄 𑀳𑁄 𑀴𑁄

Tanda baca

sunting
 
Prasasti abad pertama dari abad ke-1 SM/M dari Stupa Sanchi: "Vedisakehi daṃtakārehi rupakaṃmaṃ kataṃ" (𑀯𑁂𑀤𑀺𑀲𑀓𑁂𑀨𑀺 𑀤𑀁𑀢𑀓𑀸𑀭𑁂𑀨𑀺 𑀭𑀼𑀧𑀓𑀁𑀫𑀁 𑀓𑀢𑀁, "Pekerja dari Vidisha telah memahatnya dengan gading").[133]

Tanda baca[134] dapat dikecualikan dari aturan umum dalam penulisan aksara Brahmi Asoka. Misalnya, spasi yang di antara kata-kata sering ada dalam maklumat pilar Asoka tetapi ada juga yang tidak memakainya. ("Maklumat Pilar Asoka" yang merujuk pada teks-teks pada pilar-pilar batu sering kali bertujuan agar membuatnya mudah dibaca publik.) Penulisan per kata menggunakan spasi tidak digunakan secara konsisten.

Pada periode awal Brahmi, tanda baca sangat tidak banyak ditampilkan. Huruf-huruf telah ditulis secara mandiri dengan menggunakan spasi antarkata.

Pada periode pertengahan, penulisan tanda baca mulai dikembangkan. Tanda pisah dan garis horizontal melengkung mulai dipergunakan. Tanda lotus (bunga) tampaknya menandai akhir dari sebuah bab atau wacana, dan tanda lingkaran dimaknai sebagai tanda titik.

Pada akhir periode Brahmi, sistem tanda baca menjadi lebih rumit. Misalnya, ada empat bentuk berbeda dari dua garis miring vertikal (seperti "//") untuk menandai akhir dari penulisan. Terlepas dari semua tanda baca dekoratif yang tersedia selama periode akhir, tanda-tanda itu tetap cukup sederhana dalam prasasti. Alasan yang mungkin adalah bahwa penatahan di atas batu memiliki batasan sedangkan penulisan tidak.

Baums mengidentifikasi tujuh jenis tanda baca berbeda yang diperlukan untuk representasi komputer dari aksara Brahmi:[135]

  • tanda vertikal tunggal dan ganda (danda) – membatasi klausa/kalimat dan ayat
  • titik, titik berganda, dan garis horizontal – menandai awal/akhir satuan teks yang lebih pendek (pasal, paragraf)
  • bulan sabit dan bunga lotus – membatasi awal/akhir teks yang lebih besar (bab, wacana)

Evolusi aksara Brahmi

sunting

Aksara Brahmi diklasifikasikan dalam tiga jenis utama, menurut tahapan historis dari evolusinya selama hampir satu milenium:[136]

  • Aksara Brahmi Kuno atau "Aksara Brahmi Asoka" (abad ke-3 SM)
  • Aksara Brahmi Pertengahan atau "Aksara Brahmi Kushana" (abad pertama hingga ke-3 M)
  • Aksara Brahmi Baru atau "Aksara Brahmi Gupta", juga disebut aksara Gupta (abad ke-4 hingga ke-6 M)
Evolusi aksara Brahmi[137]
k- kh- g- gh- ṅ- c- ch- j- jh- ñ- ṭ- ṭh- ḍ- ḍh- ṇ- t- th- d- dh- n- p- ph- b- bh- m- y- r- l- v- ś- ṣ- s- h-
Asoka[138] 𑀓 𑀔 𑀕 𑀖 𑀗 𑀘 𑀙 𑀚 𑀛 𑀜 𑀝 𑀞 𑀟 𑀠 𑀡 𑀢 𑀣 𑀤 𑀥 𑀦 𑀧 𑀨 𑀩 𑀪 𑀫 𑀬 𑀭 𑀮 𑀯 𑀰 𑀱 𑀲 𑀳
Girnar[139]                                                           𑀰 𑀱    
Kushan[140]                                                                  
Gujarat                                                                  
Gupta[141]                                                                  

Aksara Brahmi Kuno

sunting

Aksara Brahmi Asoka (abad ke-3 SM) tampil sebagai aksara yang geometris dengan tampilan yang cukup rapi

 
Tanda diakritik vokal pada aksara Brahmi kuno
Huruf IAST dan
IPA Sanskerta
Mātrā IAST dan
IPA Sanskerta
Huruf IAST dan
IPA Sanskerta
Mātrā IAST dan
IPA Sanskerta
𑀅 a /ə/ 𑀓 ka /kə/ 𑀆 ā /aː/ 𑀓𑀸  /kaː/
𑀇 i /i/ 𑀓𑀺 ki /ki/ 𑀈 ī /iː/ 𑀓𑀻  /kiː/
𑀉 u /u/ 𑀓𑀼 ku /ku/ 𑀊 ū /uː/ 𑀓𑀽  /kuː/
𑀏 e /eː/ 𑀓𑁂 ke /keː/ 𑀑 o /oː/ 𑀓𑁄 ko /koː/
𑀐 ai /əi/ 𑀓𑁃 kai /kəi/ 𑀒 au /əu/ 𑀓𑁅 kau /kəu/

Konsonan

sunting
Plosif Nasal Semivokal Frikatif
Suara nirsuara bersuara nirsuara bersuara
Aspirasi tidak ya tidak ya tidak ya
Velar 𑀓 ka /k/ 𑀔 kha /kʰ/ 𑀕 ga /g/ 𑀖 gha /ɡʱ/ 𑀗 ṅa /ŋ/ 𑀳 ha /ɦ/
Palatal 𑀘 ca /c/ 𑀙 cha /cʰ/ 𑀚 ja /ɟ/ 𑀛 jha /ɟʱ/ 𑀜 ña /ɲ/ 𑀬 ya /j/ 𑀰 śa /ɕ/
Retrofleks 𑀝 ṭa /ʈ/ 𑀞 ṭha /ʈʰ/ 𑀟 ḍa /ɖ/ 𑀠 ḍha /ɖʱ/ 𑀡 ṇa /ɳ/ 𑀭 ra /r/ 𑀱 ṣa /ʂ/
Dental 𑀢 ta /t̪/ 𑀣 tha /t̪ʰ/ 𑀤 da /d̪/ 𑀥 dha /d̪ʱ/ 𑀦 na /n/ 𑀮 la /l/ 𑀲 sa /s/
Labial 𑀧 pa /p/ 𑀨 pha /pʰ/ 𑀩 ba /b/ 𑀪 bha /bʱ/ 𑀫 ma /m/ 𑀯 va /w, ʋ/

Huruf yang tidak cocok dengan daftar di atas adalah 𑀴 ḷa .

Unicode dan digitalisasi

sunting

Aksara Brahmi Asoka kini disertakan dalam Standar Unicode pada Oktober 2010 dengan merilis versi 6.0.

Blok Unicode untuk Brahmi adalah U+11000 – U+1107F. Penempatannya berada di dalam Supplementary Multilingual Plane. Pada Agustus 2014 ada dua rupa huruf nonkomersial yang mendukung aksara Brahmi, yaitu Noto Sans Brahmi dikembangkan di bawah pengawasan Google yang mencakup semua huruf,[142] dan Adinatha yang hanya mencakup aksara Brahmi Tamil.[143] Segoe UI Historic, yang terinstal bersama dengan Windows 10, juga menampilkan glif aksara Brahmi.

Kata dalam bahasa Sanskerta untuk Brahmi, ब्राह्मी ( IAST Brāhmī ) dalam aksara Brahmi akan ditampilkan sebagai berikut: 𑀩𑁆𑀭𑀸𑀳𑁆𑀫𑀻 .

Brahmi[1][2]
Official Unicode Consortium code chart (PDF)
  0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A B C D E F
U+1100x 𑀀 𑀁 𑀂 𑀃 𑀄 𑀅 𑀆 𑀇 𑀈 𑀉 𑀊 𑀋 𑀌 𑀍 𑀎 𑀏
U+1101x 𑀐 𑀑 𑀒 𑀓 𑀔 𑀕 𑀖 𑀗 𑀘 𑀙 𑀚 𑀛 𑀜 𑀝 𑀞 𑀟
U+1102x 𑀠 𑀡 𑀢 𑀣 𑀤 𑀥 𑀦 𑀧 𑀨 𑀩 𑀪 𑀫 𑀬 𑀭 𑀮 𑀯
U+1103x 𑀰 𑀱 𑀲 𑀳 𑀴 𑀵 𑀶 𑀷 𑀸 𑀹 𑀺 𑀻 𑀼 𑀽 𑀾 𑀿
U+1104x 𑁀 𑁁 𑁂 𑁃 𑁄 𑁅 𑁆 𑁇 𑁈 𑁉 𑁊 𑁋 𑁌 𑁍
U+1105x 𑁒 𑁓 𑁔 𑁕 𑁖 𑁗 𑁘 𑁙 𑁚 𑁛 𑁜 𑁝 𑁞 𑁟
U+1106x 𑁠 𑁡 𑁢 𑁣 𑁤 𑁥 𑁦 𑁧 𑁨 𑁩 𑁪 𑁫 𑁬 𑁭 𑁮 𑁯
U+1107x  BNJ 
Catatan
1.^Per Unicode versi 8.0
2.^Abu-abu berarti titik kode kosong

Prasasti terkenal

sunting

Aksara Brahmi digunakan untuk menuliskan prasasti paling terkenal dari India kuno, dimulai dengan Maklumat-maklumat Asoka, sekitar 250 SM.

Tempat kelahiran Buddha

sunting

Dalam maklumat Rummindei di Lumbini, Nepal, Asoka menjelaskan kunjungannya saat 21 tahun bertakhta, dan menetapkan Lumbini sebagai tempat kelahiran Sang Buddha. Pertama kalinya dalam sejarah, ia juga memberi nama "Sakyamuni" (orang bijak dari Sakya), untuk menyebut Sang Buddha.[144]

Pilar Rummindei, prasasti Ashoka (sekitar 248 SM)
Terjemahan Transliterasi
(aksara Brahmi asli)
Prasasti

(Bahasa Prakerta dalam aksara Brahmi)

Kala Raja Devanampriya Priyadarsin telah bertakhta dua puluh tahun, ia datang ke sini dan menyembah (di tempat ini) karena Buddha Sakyamuni lahir di sini. (Ia) mampu melahirkan seekor kuda dari batu (?) dan mendirikan sebuah pilar, (untuk menunjukkan) bahwa Sang Bhagawan lahir di sini. (Ia) membebaskan upeti bagi desa Lummini, dan (cukup) membayar seperdelapan (dari hasil panen).

— Maklumat Rummindei, bagian Maklumat-maklumat Pilar Asoka.[145]

𑀤𑁂𑀯𑀸𑀦𑀁𑀧𑀺𑀬𑁂𑀦 𑀧𑀺𑀬𑀤𑀲𑀺𑀦 𑀮𑀸𑀚𑀺𑀦𑀯𑀻𑀲𑀢𑀺𑀯𑀲𑀸𑀪𑀺𑀲𑀺𑀢𑁂𑀦
Devānaṃpiyena Piyadasina lājina vīsati-vasābhisitena
𑀅𑀢𑀦𑀆𑀕𑀸𑀘 𑀫𑀳𑀻𑀬𑀺𑀢𑁂 𑀳𑀺𑀤𑀩𑀼𑀥𑁂𑀚𑀸𑀢 𑀲𑀓𑁆𑀬𑀫𑀼𑀦𑀺𑀢𑀺
atana āgāca mahīyite hida Budhe jāte Sakyamuni ti
𑀲𑀺𑀮𑀸𑀯𑀺𑀕𑀥𑀪𑀺𑀘𑀸𑀓𑀸𑀳𑀸𑀧𑀺𑀢 𑀲𑀺𑀮𑀸𑀣𑀪𑁂𑀘 𑀉𑀲𑀧𑀸𑀧𑀺𑀢𑁂
silā vigaḍabhī cā kālāpita silā-thabhe ca usapāpite
𑀳𑀺𑀤𑀪𑀕𑀯𑀁𑀚𑀸𑀢𑀢𑀺 𑀮𑀼𑀁𑀫𑀺𑀦𑀺𑀕𑀸𑀫𑁂 𑀉𑀩𑀮𑀺𑀓𑁂𑀓𑀝𑁂
hida Bhagavaṃ jāte ti Luṃmini-gāme ubalike kaṭe
𑀅𑀞𑀪𑀸𑀕𑀺𑀬𑁂𑀘
aṭha-bhāgiye ca

-   Diadaptasi dari transliterasi oleh E. Hultzsch,
 
Pilar Rummindei di Lumbini .

Prasasti Heliodorus

sunting

Pilar Heliodorus adalah pilar batu yang didirikan sekitar 113 SM di India tengah[146] di Vidisha yang saat ini terletak di dekat Besnagar, oleh Heliodorus, seorang utusan Indo-Yunani dari raja Indo-Yunani Antialcidas di Taxila yang dipersembahkan kepada istana Raja Shunga Bhagabhadra. Secara historis, prasasti ini adalah salah satu prasasti terawal yang diyakini berhubungan dengan Waisnawaisme di India.[147][148][149]

Prasasti pilar Heliodorus (sekitar 113 SM)
Terjemahan Transliterasi
(aksara Brahmi asli)
Prasasti
(Bahasa Prakerta dalam aksara Brahmi)

Patung Garuda, kendaraan Basudewa, Dewa dari para dewa
telah didirikan oleh Yang Mulia Heliodoros,
putra Dion, orang Taksasila,
dipersembahkan oleh Raja Yona Antialkidas, melalui utusannya
kepada Raja Kasiputra, Bhagabhadra,
sang Juru Selamat, putra seorang putri dari Varanasi,
saat ia bertakhta selama empat belas tahun.

[150]

Tiga Sila (langkah kaki) Abadi... untuk meraih surga-Nya: pengendalian diri, amal, kesadaran

𑀤𑁂𑀯𑀤𑁂𑀯𑀲 𑀯𑀸(𑀲𑀼𑀤𑁂)𑀯𑀲 𑀕𑀭𑀼𑀟𑀥𑁆𑀯𑀚𑁄 𑀅𑀬𑀁
Devadevasa Vā[sude]vasa Garuḍadhvaje ayaṃ
𑀓𑀭𑀺𑀢𑁄 𑀇(𑀅) 𑀳𑁂𑀮𑀺𑀉𑁄𑀤𑁄𑀭𑁂𑀡 𑀪𑀸𑀕
karito i[a] Heliodoreṇa bhāga-
𑀯𑀢𑁂𑀦 𑀤𑀺𑀬𑀲 𑀧𑀼𑀢𑁆𑀭𑁂𑀡 𑀢𑀔𑁆𑀔𑀲𑀺𑀮𑀸𑀓𑁂𑀦
vatena Diyasa putreṇa Takhkhasilākena
𑀬𑁄𑀦𑀤𑀢𑁂𑀦 𑀅𑀕𑀢𑁂𑀦 𑀫𑀳𑀸𑀭𑀸𑀚𑀲
Yonadatena agatena mahārājasa
𑀅𑀁𑀢𑀮𑀺𑀓𑀺𑀢𑀲 𑀉𑀧𑀁𑀢𑀸 𑀲𑀁𑀓𑀸𑀲𑀁𑀭𑀜𑁄
Aṃtalikitasa upa[ṃ]tā samkāsam-raño
𑀓𑀸𑀲𑀻𑀧𑀼𑀢𑁆𑀭𑀲 𑀪𑀸𑀕𑀪𑀤𑁆𑀭𑀲 𑀢𑁆𑀭𑀸𑀢𑀸𑀭𑀲
Kāsīput[r]asa [Bh]āgabhadrasa trātārasa
𑀯𑀲𑁂𑀦 (𑀘𑀢𑀼)𑀤𑀲𑁂𑀁𑀦 𑀭𑀸𑀚𑁂𑀦 𑀯𑀥𑀫𑀸𑀦𑀲
vasena [catu]daseṃna rājena vadhamānasa

𑀢𑁆𑀭𑀺𑀦𑀺 𑀅𑀫𑀼𑀢𑁋𑀧𑀸𑀤𑀸𑀦𑀺 (𑀇𑀫𑁂) (𑀲𑀼)𑀅𑀦𑀼𑀣𑀺𑀢𑀸𑀦𑀺
Trini amuta𑁋pādāni (i me) (su)anuthitāni
𑀦𑁂𑀬𑀁𑀢𑀺 𑀲𑁆𑀯(𑀕𑀁) 𑀤𑀫 𑀘𑀸𑀕 𑀅𑀧𑁆𑀭𑀫𑀸𑀤
neyamti sva(gam) dama cāga apramāda

-   Diadaptasi dari transliterasi oleh EJ Rapson, Sukthankar, Richard Salomon, dan Shane Wallace.
 
Pilar Heliodorus (warna dibalik). Teksnya ditulis dengan aksara Brahmi pada periode Sunga. Untuk foto terkini




Aksara Brahmi Pertengahan (abad ke-1 hingga abad ke-3 M)

sunting

Aksara Brahmi Pertengahan, disebut juga "Brahmi Kushana" mulai dipergunakan sejak abad pertama hingga abad ke-3 M. Huruf-hurufnya agak membulat daripada pendahulunya, dan memperkenalkan sejumlah variasi bentuk huruf yang signifikan. Beberapa karakter (r̩ dan l̩), dimasukkan sebagai 'vokal', mulai dipergunakan untuk mengakomodasi transkripsi bahasa Sanskerta.[151][152]

 
Tanda diakritis vokal aksara Brahmi pertengahan
Huruf IAST dan
IPA Sanskerta
Huruf IAST dan
IPA Sanskerta
  a /ə/   ā /aː/
  i /i/ ī /iː/
  u /u/ ū /uː/
  e /eː/   o /oː/
ai /əi/   au /əu/
𑀋  /r̩/ 𑀌  /r̩ː/
𑀍  /l̩/ 𑀎  /l̩ː/

Konsonan

sunting
Plosif Nasal Semivokal Frikatif
Suara nirsuara bersuara nirsuara bersuara
Aspirasi tidak ya tidak ya tidak ya
Velar   ka /k/   kha /kʰ/   ga /g/   gha /ɡʱ/   ṅa /ŋ/   ha /ɦ/
Palatal   ca /c/   cha /cʰ/   ja /ɟ/   jha /ɟʱ/   ña /ɲ/   ya /j/   śa /ɕ/
Retrofleks   ṭa /ʈ/   ṭha /ʈʰ/   ḍa /ɖ/   ḍha /ɖʱ/   ṇa /ɳ/   ra /r/   ṣa /ʂ/
Dental   ta /t̪/   tha /t̪ʰ/   da /d̪/   dha /d̪ʱ/   na /n/   la /l/   sa /s/
Labial   pa /p/ pha /pʰ/   ba /b/   bha /bʱ/   ma /m/   va /w, ʋ/

Contoh

sunting

Aksara Brahmi Baru (Gupta, abad ke-4 hingga abad ke-6 M)

sunting
Huruf vokal Brahmi Baru
Tanda diakritis aksara Gupta (standar Allahabad).[156][157]
Contoh pemakaiannya.[156][157]
Huruf IAST dan
IPA Sanskerta
Huruf IAST dan
IPA Sanskerta
  a /ə/   ā /aː/
  i /i/ ī /iː/
  u /u/ ū /uː/
  e /eː/   o /oː/
ai /əi/   au /əu/
𑀋  /r̩/ 𑀌  /r̩ː/
𑀍  /l̩/ 𑀎  /l̩ː/

Konsonan

sunting
Plosif Nasal Semivokal Frikatif
Suara nirsuara bersuara nirsuara bersuara
Aspirasi tidak ya tidak ya tidak ya
Velar   ka /k/   kha /kʰ/   ga /g/   gha /ɡʱ/   ṅa /ŋ/   ha /ɦ/
Palatal   ca /c/   cha /cʰ/   ja /ɟ/   jha /ɟʱ/   ña /ɲ/   ya /j/   śa /ɕ/
Retrofleks   ṭa /ʈ/   ṭha /ʈʰ/   ḍa /ɖ/   ḍha /ɖʱ/   ṇa /ɳ/   ra /r/   ṣa /ʂ/
Dental   ta /t̪/   tha /t̪ʰ/   da /d̪/   dha /d̪ʱ/   na /n/   la /l/   sa /s/
Labial   pa /p/   pha /pʰ/   ba /b/   bha /bʱ/   ma /m/   va /w, ʋ/

Contoh

sunting

Keturunan

sunting
 
Aksara Brahmi abad ke-3 SM (Maklumat-maklumat Asoka), dan turunannya, aksara Dewanagari dari abad ke-16 M (1524 M), telah terpisah selama 1.800 tahun. Tulisan pada pilar Delhi-Topra.

Selama kurang lebih satu milenium, aksara Brahmi berkembang menjadi banyak aksara regional dan lokal, umumnya diklasifikasikan menjadi kelompok Selatan yang cenderung kursif dan melengkung dan kelompok Utara yang bersudut-sudut. Seiring waktu, aksara regional tersebut kemudian dijadikan sebagai aksara penulisan bahasa terkait. Aksara Brahmi Utara melahirkan aksara Gupta yang tumbuh pada Kekaisaran Gupta, terkadang juga disebut "Brahmi Baru" (digunakan selama abad ke-5), yang pada gilirannya terdiversifikasi menjadi sejumlah aksara kursif selama Abad Pertengahan, seperti aksara Siddhaṃ (abad ke-6), Śāradā (abad ke-9), dan Dewanagari (abad ke-10).

Aksara Brahmi Selatan menurunkan aksara Grantha (abad ke-6), aksara Vatteluttu (abad ke-8), dan adanya pengaruh masuknya Hindu-Buddha di Asia Tenggara selama abad-abad awal Masehi, juga menurunkan aksara Baybayin di Filipina, aksara Jawa di Indonesia, aksara Khmer di Kamboja, dan aksara Mon Kuno di Burma.

Aksara yang juga tergolong rumpun Brahmi adalah sejumlah aksara Asia Tengah seperti aksara Tibet, aksara Tokharia, dan aksara yang digunakan untuk menuliskan bahasa Saka.

Beberapa penulis berpendapat bahwa bentuk huruf dasar dari hangeul dimodelkan pada aksara Phagspa dari Kekaisaran Mongol, yang merupakan turunan dari aksara Tibet, yang juga tergolong rumpun Brahmi.[162][163]

Urutan aksara ini juga mempengaruhi aksara kana Jepang, meskipun asal usul aksara tersebut tidak ada hubungannya.[164]

Evolusi aksara Brahmi, Gupta, dan Dewanagari[137]
k- kh- g- gh- ṅ- c- ch- j- jh- ñ- ṭ- ṭh- ḍ- ḍh- ṇ- t- th- d- dh- n- p- ph- b- bh- m- y- r- l- v- ś- ṣ- s- h-
Aksara Brahmi 𑀓 𑀔 𑀕 𑀖 𑀗 𑀘 𑀙 𑀚 𑀛 𑀜 𑀝 𑀞 𑀟 𑀠 𑀡 𑀢 𑀣 𑀤 𑀥 𑀦 𑀧 𑀨 𑀩 𑀪 𑀫 𑀬 𑀭 𑀮 𑀯 𑀰 𑀱 𑀲 𑀳
Aksara Gupta                                                                  
Aksara Dewanagari

Catatan kaki

sunting
  1. ^ Abjad Aram ditulis dari kanan ke kiri, seperti bentuk awal dari aksara Brahmi.[38][halaman dibutuhkan] Misalnya, huruf Brahmi dan Aram untuk g (  dan  ) serta t (  dan  ) sangat identik, serta masih banyak lagi pasangannya. Bühler juga menemukan pola penurunan huruf, yang kemudian mengalami perubahan seperti pembalikan bentuk huruf, seperti pe   dan   pa.
  2. ^ Bühler mengatakan bahwa sejumlah penulis menganggap bahwa huruf   (cha) diturunkan dari qoph. "M.L." berarti huruf tersebut adalah mater lectionis dalam abjad Fenisia dan Aram. Mater lectionis berfungsi sebagai penanda vokal untuk menunjukkan vokal tengah dan akhir pada aksara yang hanya terdiri atas konsonan. Huruf aleph   dan juga ʿayin   mulai digunakan dalam fungsi tersebut pada periode akhir Fenisia dan aksara terkait, meski   juga menandai vokal protesis pada awal penggunaannya.[42]
  3. ^
     
    "Dhrama-Dipi" ditulis dalam aksara Kharosthi.
    Sebagai contoh, menurut Hultzsch, baris pertama pada Maklumat Pertama Shahbazgarhi (atau Mansehra) terbaca: "(Ayam) Dhrama-dipi Devanapriyasa Raño likhapitu" ("Maklumat Dharma ini ditulis oleh Raja Dewanampriya" Inscriptions of Asoka. New Edition by E. Hultzsch (dalam bahasa Sanskrit). 1925. hlm. 51. 
    Ini muncul dalam pembacaan guratan asli prasasti Kharosthi oleh Hultzsch pada baris pertama Maklumat Shahbazgarhi (perhatikan, itu terbaca "Di"   bukan "Li"  ).
  4. ^ Misalnya kolom IV, baris ke-89
  5. ^ Lebih banyak tulisan berbahasa Sanskerta dalam aksara Brahmi telah ditemukan di dekat Mathura dan sekitarnya, tetapi diperkirakan berasal dari abad pertama Masehi ke atas.[100]
  6. ^ Situs purbakala yang terletak di Kota Mathura, India menjadi salah satu sumber sejarah prasasti kuno. Andhau (Gujarat) dan Nasik (Maharashtra) adalah sumber penting lain prasasti Brahmi pada abad pertama Masehi.[101]

Referensi

sunting
  1. ^ Salomon 1998, hlm. 11–13.
  2. ^ a b Brahmi, Encyclopedia Britannica (1999), Quote: "Brāhmī, writing system ancestral to all Indian scripts except Kharoṣṭhī. Of Aramaic derivation or inspiration, it can be traced to the 8th or 7th century BC, when it may have been introduced to Indian merchants by people of Semitic origin. (...) a coin of the 4th century BC, discovered in Madhya Pradesh, is inscribed with Brāhmī characters running from right to left."
  3. ^ a b Salomon 1998, hlm. 19–30.
  4. ^ a b Salomon, Richard, On The Origin Of The Early Indian Scripts: A Review Article. Journal of the American Oriental Society 115.2 (1995), 271–279, diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-05-22, diakses tanggal 2019-11-19 
  5. ^ Brahmi, Encyclopedia Britannica (1999), Quote: "Among the many descendants of Brāhmī are Devanāgarī (used for Sanskrit, Hindi and other Indian languages), the Bengali and Gujarati scripts and those of the Dravidian languages"
  6. ^ a b c d e Ray, Himanshu Prabha (2017). Buddhism and Gandhara: An Archaeology of Museum Collections (dalam bahasa Inggris). Taylor & Francis. hlm. 181. ISBN 9781351252744. 
  7. ^ a b Asiatic Society of Bengal (1837). Journal of the Asiatic Society of Bengal (dalam bahasa English). Oxford University. 
  8. ^ Salomon 1998, hlm. 20.
  9. ^ a b Scharfe, Hartmut (2002). "Kharosti and Brahmi". Journal of the American Oriental Society. 122 (2): 391–393. doi:10.2307/3087634. 
  10. ^ Keay 2000, hlm. 129–131.
  11. ^ including "lath", "Laṭ", "Southern Aśokan", "Indian Pali" or "Mauryan" (Salomon 1998)
  12. ^ Falk 1993, hlm. 106.
  13. ^ Rajgor 2007.
  14. ^ Trautmann 2006, hlm. 64.
  15. ^ Salomon 1998, hlm. 56–63.
  16. ^ Chhabra, B. Ch. (1970). Sugh Terracotta with Brahmi Barakhadi: appears in the Bulletin National Museum No. 2. New Delhi: National Museum. 
  17. ^ Georg Bühler (1898). On the Origin of the Indian Brahma Alphabet. K.J. Trübner. hlm. 6, 14–15, 23, 29. , Quote: "(...) a passage of the Lalitavistara which describes the first visit of Prince Siddhartha, the future Buddha, to the writing school..." (page 6); "In the account of Prince Siddhartha's first visit to the writing school, extracted by Professor Terrien de la Couperie from the Chinese translation of the Lalitavistara of 308 AD, there occurs besides the mention of the sixty-four alphabets, known also from the printed Sanskrit text, the utterance of the Master Visvamitra[.]"
  18. ^ a b c d Salomon 1998
  19. ^ Nado, Lopon (1982). "The Development of Language in Bhutan". The Journal of the International Association of Buddhist Studies. 5 (2): 95. Under different teachers, such as the Brahmin Lipikara and Deva Vidyasinha, he mastered Indian philology and scripts. According to Lalitavistara, there were as many as sixty-four scripts in India. 
  20. ^ Tsung-i, Jao (1964). "CHINESE SOURCES ON BRĀHMĪ AND KHAROṢṬHĪ". Annals of the Bhandarkar Oriental Research Institute. 45 (1/4): 39–47. doi:10.2307/41682442. JSTOR 41682442. 
  21. ^ a b Salomon 1998, hlm. 9.
  22. ^ a b c Falk 1993, hlm. 109–167.
  23. ^ a b Salomon 1996, hlm. 378.
  24. ^ a b Bühler 1898, hlm. 2.
  25. ^ S. R. Goyal in: S.P.Gupta, K.S.Ramachandran (eds.), The Origin of Brahmi Script (1979), cited after Salomon (1998).
  26. ^ Salomon (1998), p. 19, fn. 42: "there is no doubt some truth in Goyal's comment that some of their views have been affected by 'nationalist bias' and 'imperialist bias,' respectively."
  27. ^ Cunningham, Alexander (1877). Corpus Inscriptionum Indicarum v. 1: Inscriptions of Asoka. Calcutta: Superintendent of Government Printing. hlm. 54. 
  28. ^ a b Salomon 1998, hlm. 18–24.
  29. ^ Salomon 1998, hlm. 19-21 with footnotes.
  30. ^ Annette Wilke & Oliver Moebus 2011, hlm. 194 with footnote 421.
  31. ^ Trigger, Bruce G. (2004), "Writing Systems: a case study in cultural evolution", dalam Stephen D. Houston, The First Writing: Script Invention as History and Process, Cambridge University Press, hlm. 60–61 
  32. ^ Justeson, J.S.; Stephens, L.D. (1993). "The evolution of syllabaries from alphabets". Die Sprache. 35: 2–46. 
  33. ^ Epigraphia Indica Vol.18 p.328 Inscription No10
  34. ^ a b Bühler 1898, hlm. 84–91.
  35. ^ Salomon 1998, hlm. 23–24.
  36. ^ a b c Salomon 1998, hlm. 28.
  37. ^ Bühler 1898, hlm. 59,68,71,75.
  38. ^ Salomon 1996.
  39. ^ Bühler 1898, hlm. 76-77.
  40. ^ Bühler 1898, hlm. 82-83.
  41. ^ a b Salomon 1998, hlm. 25.
  42. ^ Andersen, F.I.; Freedman, D.N. (1992). "Aleph as a vowel in Old Aramaic". Studies in Hebrew and Aramaic Orthography. Winona Lake, Indiana: Eisenbrauns. hlm. 79–90. 
  43. ^ Gnanadesikan, Amalia E. (2009), The Writing Revolution: Cuneiform to the Internet, John Wiley and Sons Ltd., hlm. 173–174 
  44. ^ Hultzsch, E. (1925). Corpus Inscriptionum Indicarum v. 1: Inscriptions of Asoka. Oxford: Clarendon Press. hlm. xlii. Diakses tanggal 8 April 2015. 
  45. ^ a b c Scharfe, Hartmut (2002), Education in Ancient India, Handbook of Oriental Studies, Leiden, Netherlands: Brill Publishers, hlm. 10–12 
  46. ^ Tavernier, Jan (2007). "The Case of Elamite Tep-/Tip- and Akkadian Tuppu". Iran. 45: 57–69. Diakses tanggal 8 April 2015. 
  47. ^ a b "Falk goes too far. It is fair to expect that we believe that Vedic memorisation — though without parallel in any other human society — has been able to preserve very long texts for many centuries without losing a syllable. (...) However, the oral composition of a work as complex as Pāṇini’s grammar is not only without parallel in other human cultures, it is without parallel in India itself. (...) It just will not do to state that our difficulty in conceiving any such thing is our problem." Bronkhorst, Johannes (2002). "Literacy and Rationality in Ancient India". Asiatische Studien / Études Asiatiques. 56 (4): 803–804, 797–831. 
  48. ^ Falk 1993.
  49. ^ Annette Wilke & Oliver Moebus 2011, hlm. 194, footnote 421.
  50. ^ a b c Salomon, Richard (1995). "Review: On the Origin of the Early Indian Scripts". Journal of the American Oriental Society. 115 (2): 271–278. doi:10.2307/604670. 
  51. ^ Salomon 1998, hlm. 22.
  52. ^ Salomon 1998, hlm. 23.
  53. ^ Falk 1993, hlm. 104.
  54. ^ CNG Coins
  55. ^ a b Iravatham Mahadevan (2003). Early Tamil Epigraphy. Harvard University Department of Sanskrit and Indian Studies. hlm. 91–94. ISBN 978-0-674-01227-1. ;

    Iravatham Mahadevan (1970). Tamil-Brahmi Inscriptions. State Department of Archaeology, Government of Tamil Nadu. hlm. 1–12. 
  56. ^ a b Bertold Spuler (1975). Handbook of Oriental Studies. BRILL Academic. hlm. 44. ISBN 90-04-04190-7. 
  57. ^ Salomon 1998, hlm. 19–24.
  58. ^ John Marshall (1931). Mohenjo-daro and the Indus civilization: being an official account of archaeological excavations at Mohenjo-Daro carried out by the government of India between the years 1922 and 1927. Asian Educational Services. hlm. 423. ISBN 978-81-206-1179-5. , Quote: "Langdon also suggested that the Brahmi script was derived from the Indus writing, (...)".
  59. ^ Senarat Paranavitana; Leelananda Prematilleka; Johanna Engelberta van Lohuizen-De Leeuw (1978). Studies in South Asian Culture: Senarat Paranavitana Commemoration Volume. BRILL Academic. hlm. 119. ISBN 90-04-05455-3. 
  60. ^ Georg Feuerstein; Subhash Kak; David Frawley (2005). The Search of the Cradle of Civilization: New Light on Ancient India. Motilal Banarsidass. hlm. 136–137. ISBN 978-81-208-2037-1. 
  61. ^ Jack Goody (1987). The Interface Between the Written and the Oral. Cambridge University Press. hlm. 301 footnote 4. ISBN 978-0-521-33794-6. , Quote: "In recent years, I have been leaning towards the view that the Brahmi script had an independent Indian evolution, probably emerging from the breakdown of the old Harappan script in the first half of the second millennium BC".
  62. ^ Senarat Paranavitana; Leelananda Prematilleka; Johanna Engelberta van Lohuizen-De Leeuw (1978). Studies in South Asian Culture: Senarat Paranavitana Commemoration Volume. BRILL Academic. hlm. 119–120 with footnotes. ISBN 90-04-05455-3. 
  63. ^ Goody, Jack (1987), The Interface Between the Written and the Oral, Cambridge University Press, hlm. 301–302 (note 4) 
  64. ^ Allchin, F.Raymond; Erdosy, George (1995), The Archaeology of Early Historic South Asia: The Emergence of Cities and States, Cambridge University Press, hlm. 336 
  65. ^ Hunter, G.R. (1934), The Script of Harappa and Mohenjodaro and Its Connection with Other Scripts, Studies in the history of culture, London:K. Paul, Trench, Trubner 
  66. ^ Kak, Subhash (1994), "The evolution of early writing in India" (PDF), Indian Journal of History of Science, 28: 375–388 
  67. ^ Kak, S. (2005). Akhenaten, Surya, and the Rigveda. in "The Golden Chain" Govind Chandra Pande (editor), CRC, 2005. http://www.ece.lsu.edu/kak/Akhenaten.pdf
  68. ^ Kak, S. (1988). A frequency analysis of the Indus script. Cryptologia 12: 129–143. http://www.ece.lsu.edu/kak/IndusFreqAnalysis.pdf
  69. ^ Kak, S. (1990) Indus and Brahmi – further connections, Cryptologia 14: 169–183
  70. ^ Das, S. ; Ahuja, A. ; Natarajan, B. ; Panigrahi, B.K. (2009) Multi-objective optimization of Kullback-Leibler divergence between Indus and Brahmi writing. World Congress on Nature & Biologically Inspired Computing, 2009. NaBIC 2009.1282 – 1286. ISBN 978-1-4244-5053-4
  71. ^ Salomon 1998, hlm. 20–21.
  72. ^ Khan, Omar. "Mahadevan Interview: Full Text". Harappa. Diakses tanggal 4 June 2015. 
  73. ^ Ray, Himanshu Prabha (2006), "Inscribed pots, emerging identities", dalam Patrick Olivelle, Between the Empires : Society in India 300 BCE to 400 CE, Oxford University Press, hlm. 121–122 
  74. ^ Fábri, C. L. (1935). "The Punch-Marked Coins: A Survival of the Indus Civilization". The Journal of the Royal Asiatic Society of Great Britain and Ireland (2): 307–318. doi:10.2307/25201111. JSTOR 25201111. 
  75. ^ Salomon 1998, hlm. 21.
  76. ^ Masica 1993, hlm. 135.
  77. ^ Hultzsch, E. (1925). Corpus Inscriptionum Indicarum v. 1: Inscriptions of Asoka. Oxford: Clarendon Press. hlm. xlii. 
  78. ^ Sharma, R. S. (2006). India's Ancient Past (dalam bahasa Inggris). Oxford University Press. hlm. 163. ISBN 9780199087860. 
  79. ^ "The word dipi appears in the Old Persian inscription of Darius I at Behistan (Column IV. 39) having the meaning inscription or "written document" in Congress, Indian History (2007). Proceedings – Indian History Congress (dalam bahasa Inggris). hlm. 90. 
  80. ^ Strabo (1903). Hamilton, H.C.; Falconer, W., ed. The Geography of Strabo. Literally translated, with notes, in three volumes. London: George Bell and Sons. hlm. 15.1.53. 
  81. ^ Rocher 2014.
  82. ^ Timmer 1930, hlm. 245.
  83. ^ Strabo (1903). Hamilton, H.C.; Falconer, W., ed. The Geography of Strabo. Literally translated, with notes, in three volumes. London: George Bell and Sons. hlm. 15.1.39. 
  84. ^ Sterling, Gregory E. (1992). Historiography and Self-Definition: Josephos, Luke-Acts, and Apologetic Historiography. Brill. hlm. 95. 
  85. ^ McCrindle, J.W. (1877). Ancient India As Described By Megasthenes And Arrian. London: Trübner and Co. hlm. 40,209. Diakses tanggal 14 April 2015. 
  86. ^ Salomon 1998, hlm. 11.
  87. ^ Oskar von Hinüber (1989). Der Beginn der Schrift und frühe Schriftlichkeit in Indien. Akademie der Wissenschaften und der Literatur. hlm. 241–245. OCLC 22195130. 
  88. ^ Kenneth Roy Norman (2005). Buddhist Forum Volume V: Philological Approach to Buddhism. Routledge. hlm. 67, 56–57, 65–73. ISBN 978-1-135-75154-8. 
  89. ^ Jack Goody (1987). The Interface Between the Written and the Oral. Cambridge University Press. hlm. 110–124. ISBN 978-0-521-33794-6. 
  90. ^ Jack Goody (2010). Myth, Ritual and the Oral. Cambridge University Press. hlm. 42–47, 65–81. ISBN 978-1-139-49303-1. 
  91. ^ Annette Wilke & Oliver Moebus 2011, hlm. 182–183.
  92. ^ Walter J. Ong; John Hartley (2012). Orality and Literacy: The Technologizing of the Word. Routledge. hlm. 64–69. ISBN 978-0-415-53837-4. 
  93. ^ Nagrajji, Acharya Shri (2003), Āgama Aura Tripiṭaka, Eka Anuśilana: Language and literature, New Delhi: Concept Publishing 
  94. ^ Levi, Silvain (1906), "The Kharostra Country and the Kharostri Writing", The Indian Antiquary, XXXV: 9 
  95. ^ Monier Monier-Williams (1970). Sanskrit-English dictionary. Motilal Banarsidass (Reprint of Oxford Claredon). hlm. xxvi with footnotes. ISBN 978-5-458-25035-1. 
  96. ^ Arthur Anthony Macdonell (2004). Sanskrit English Dictionary (Practical Hand Book). Asian Educational Services. hlm. 200. ISBN 978-81-206-1779-7. 
  97. ^ Monier Monier Willians (1899), Brahmi, Oxford University Press, page 742
  98. ^ a b Salomon 1998, hlm. 72–81.
  99. ^ Salomon 1998, hlm. 86–87.
  100. ^ Salomon 1998, hlm. 87–89.
  101. ^ Salomon 1998, hlm. 82.
  102. ^ Salomon 1998, hlm. 81–84.
  103. ^ a b Salomon 1996, hlm. 377.
  104. ^ Salomon 1998, hlm. 122–123, 129–131, 262–307.
  105. ^ a b Salomon 1998, hlm. 12–13.
  106. ^ a b Coningham, R.A.E.; Allchin, F.R.; Batt, C.M.; Lucy, D. (22 December 2008). "Passage to India? Anuradhapura and the Early Use of the Brahmi Script". Cambridge Archaeological Journal. 6 (01): 73. doi:10.1017/S0959774300001608. 
  107. ^ Falk, H. (2014). "Owner's graffiti on pottery from Tissamaharama", in Zeitchriftfür Archäeologie Aussereuropäischer Kulturen. 6. pp.45–47.
  108. ^ Rajan prefers the term "Prakrit-Brahmi" to distinguish Prakrit-language Brahmi inscriptions.
  109. ^ Rajan, K.; Yatheeskumar, V.P. (2013). "New evidences on scientific dates for Brāhmī Script as revealed from Porunthal and Kodumanal Excavations" (PDF). Prāgdhārā. 21–22: 280–295. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 13 October 2015. Diakses tanggal 12 January 2016. 
  110. ^ Falk, H. (2014), p.46, with footnote 2
  111. ^ Journal of the Asiatic Society of Bengal. Calcutta : Printed at the Baptist Mission Press [etc.] 1838. 
  112. ^ Salomon 1998, hlm. 204–206.
  113. ^ Journal of the Asiatic Society of Bengal. Calcutta : Printed at the Baptist Mission Press [etc.] 1834. hlm. 495–499. 
  114. ^ Salomon, Richard (1998). Indian Epigraphy: A Guide to the Study of Inscriptions in Sanskrit, Prakrit, and the other Indo-Aryan Languages (dalam bahasa Inggris). Oxford University Press. hlm. 206. ISBN 9780195356663. 
  115. ^ a b Four Reports Made During the Years 1862-63-64-65 by Alexander Cunningha M: 1/ by Alexander Cunningham. 1 (dalam bahasa Inggris). Government central Press. 1871. hlm. XII. 
  116. ^ Journal of the Asiatic Society of Bengal Vol V 1836 (dalam bahasa English). hlm. 723. 
  117. ^ Four Reports Made During the Years 1862-63-64-65 by Alexander Cunningha M: 1/ by Alexander Cunningham. 1 (dalam bahasa Inggris). Government central Press. 1871. hlm. XI. 
  118. ^ Keay, John (2011). To cherish and conserve the early years of the archaeological survey of India. Archaeological Survey of India. hlm. 30–31. 
  119. ^ Four Reports Made During the Years 1862-63-64-65 by Alexander Cunningha M: 1/ by Alexander Cunningham. 1 (dalam bahasa Inggris). Government central Press. 1871. hlm. XIII. 
  120. ^ Salomon 1998, hlm. 207.
  121. ^ Ashoka: The Search for India's Lost Emperor, Charles Allen, Little, Brown Book Group Limited, 2012
  122. ^ Journal of the Asiatic Society of Bengal. Calcutta : Printed at the Baptist Mission Press [etc.] 1838. hlm. 219–285. 
  123. ^ Salomon 1998, hlm. 208.
  124. ^ Raghupathy, Ponnambalam (1987). Early settlements in Jaffna, an archaeological survey. Madras: Raghupathy. 
  125. ^ P Shanmugam (2009). Hermann Kulke; et al., ed. Nagapattinam to Suvarnadwipa: Reflections on the Chola Naval Expeditions to Southeast Asia. Institute of Southeast Asian Studies. hlm. 208. ISBN 978-981-230-937-2. 
  126. ^ Frederick Asher (2018). Matthew Adam Cobb, ed. The Indian Ocean Trade in Antiquity: Political, Cultural and Economic Impacts. Taylor & Francis Group. hlm. 158. ISBN 978-1-138-73826-3. 
  127. ^ Salomon 1998, hlm. 27–28.
  128. ^ Salomon 1996, hlm. 373–4.
  129. ^ Bühler 1898, hlm. 32.
  130. ^ Bühler 1898, hlm. 33.
  131. ^ Daniels, Peter T. (2008), "Writing systems of major and minor languages", Language in South Asia, Cambridge University Press, hlm. 287 
  132. ^ Trautmann 2006, hlm. 62–64.
  133. ^ Chakrabarti, Manika (1981). Mālwa in Post-Maurya Period: A Critical Study with Special Emphasis on Numismatic Evidences (dalam bahasa Inggris). Punthi Pustak. hlm. 100. 
  134. ^ Ram Sharma, Brāhmī Script: Development in North-Western India and Central Asia, 2002
  135. ^ Stefan Baums (2006). "Towards a computer encoding for Brahmi". Dalam Gail, A.J.; Mevissen, G.J.R.; Saloman, R. Script and Image: Papers on Art and Epigraphy. New Delhi: Shri Jainendra Press. hlm. 111–143. 
  136. ^ Singh, Upinder (2008). A History of Ancient and Early Medieval India: From the Stone Age to the 12th Century (dalam bahasa Inggris). Pearson Education India. hlm. 43. ISBN 9788131711200. 
  137. ^ a b Evolutionary chart, Journal of the Asiatic Society of Bengal Vol 7, 1838 [1]
  138. ^ Inscriptions of the Edicts of Ashoka
  139. ^ Inscriptions of Western Satrap Rudradaman I on the rock at Girnar circa 150 CE
  140. ^ Kushan Empire inscriptions circa 150-250 CE.
  141. ^ Gupta Empire inscription of the Allahabad Pillar by Samudragupta circa 350 CE.
  142. ^ Google Noto Fonts – Download Noto Sans Brahmi zip file
  143. ^ Adinatha font announcement
  144. ^ Hultzsch, E. /1925). Inscriptions of Asoka. Oxford: Clarendon Press, pp. 164–165
  145. ^ Hultzsch, E. (1925). Inscriptions of Asoka. Oxford: Clarendon Press, pp. 164–165
  146. ^ Avari, Burjor (2016). India: The Ancient Past: A History of the Indian Subcontinent from C. 7000 BCE to CE 1200 (dalam bahasa Inggris). Routledge. hlm. 167. ISBN 9781317236733. 
  147. ^ Osmund Bopearachchi, 2016, Emergence of Viṣṇu and Śiva Images in India: Numismatic and Sculptural Evidence
  148. ^ Burjor Avari (2016). India: The Ancient Past: A History of the Indian Subcontinent from C. 7000 BCE to CE 1200. Routledge. hlm. 165–167. ISBN 978-1-317-23673-3. 
  149. ^ Romila Thapar (2004). Early India: From the Origins to AD 1300. University of California Press. hlm. 216–217. ISBN 978-0-520-24225-8. 
  150. ^ Archaeological Survey of India, Annual report 1908-1909 p.129
  151. ^ Brahmi Unicode (PDF). hlm. 4–6. 
  152. ^ James Prinsep table of vowels
  153. ^ Seaby's Coin and Medal Bulletin: July 1980. Seaby Publications Ltd. 1980. hlm. 219. 
  154. ^ "The three letters give us a complete name, which I read as Ṣastana (vide facsimile and cast). Dr. Vogel read it as Mastana but that is incorrect for Ma was always written with a circular or triangular knob below with two slanting lines joining the knob" in Journal of the Bihar and Orissa Research Society (dalam bahasa Inggris). The Society. 1920. 
  155. ^ Burgess, Jas (1883). Archaeological Survey Of Western India. hlm. 103. 
  156. ^ a b Das Buch der Schrift: Enthaltend die Schriftzeichen und Alphabete aller ... (dalam bahasa German). K.K. Hof- und Staatsdruckerei. 1880. hlm. 126. 
  157. ^ a b "Gupta Unicode" (PDF). 
  158. ^ The "h" ( ) is an early variant of the Gupta script, seen for example in the Chandragupta type
  159. ^ Verma, Thakur Prasad (2018). The Imperial Maukharis: History of Imperial Maukharis of Kanauj and Harshavardhana (dalam bahasa Hindi). Notion Press. hlm. 264. ISBN 9781643248813. 
  160. ^ Sircar, D. C. (2008). Studies in Indian Coins (dalam bahasa Inggris). Motilal Banarsidass. hlm. 376. ISBN 9788120829732. 
  161. ^ Tandon, Pankaj (2013). Notes on the Evolution of Alchon Coins Journal of the Oriental Numismatic Society, No. 216, Summer. Oriental Numismatic Society. hlm. 24–34.  also Coinindia Alchon Coins (for an exact description of this coin type)
  162. ^ Ledyard 1994, hlm. 336–349.
  163. ^ Daniels, Peter T. (Spring 2000). "On Writing Syllables: Three Episodes of Script Transfer" (PDF). Studies in the Linguistic Sciences. 30 (1): 73–86. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2021-10-08. Diakses tanggal 2019-11-19. 
  164. ^ Smith, Janet S. (Shibamoto) (1996). "Japanese Writing". Dalam Daniels, Peter T.; Bright, William. The World's Writing Systems. Oxford University Press. hlm. 209–17. ISBN 0-19-507993-0. 

Daftar pustaka

sunting

Pranala luar

sunting