Staatsspoorwegen
Staatsspoorwegen (SS)—nama lengkapnya yakni Staatsspoor en Tramwegen in Nederlandsch–Indië (SS en T)—(bahasa Indonesia: Perusahaan Jalur Kereta Api Negara dan Jalur Trem di Hindia Belanda) adalah nama sebuah perusahaan kereta api di Hindia Belanda. Perusahaan ini sepenuhnya dimiliki oleh Pemerintah Hindia Belanda. Pesaing dari perusahaan ini adalah Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij. Perusahaan ini merupakan salah satu perusahaan kolonial Belanda yang saat ini menjadi PT Kereta Api Indonesia.
Ikhtisar | |
---|---|
Kantor pusat | Bandung, Hindia Belanda |
Lokal | Hindia Belanda |
Tanggal beroperasi | 6 April 1875–1950 |
Penerus | PT Kereta Api Indonesia |
Teknis | |
Lebar sepur | 1.067 mm (3 ft 6 in) 750 mm (2 ft 5+1⁄2 in) (trem Aceh) 600 mm (1 ft 11+5⁄8 in) (trem SS di Jawa) |
Panjang jalur | 2.742,5 km (1928) |
Namanya harus dibedakan dengan Maatschappij tot Exploitatie van Staatssporwegen (MtEvSS), perusahaan kereta api di Belanda.
Perusahaan ini mengusung tiga lebar sepur, yaitu 1.067 mm, 750 mm, dan 600 mm. Sepur 1.067 mm merupakan sepur untuk rel berat, sedangkan 750 dan 600 mm hanya digunakan untuk jalur trem.
Sejarah
suntingLatar belakang dan pembentukan
suntingDengan merujuk pada Verslag der Handelingen van Staten-Generaal, terdapat pengajuan penyambungan dua jalur kereta api NIS yang kemudian diperpanjang ke Surabaya lalu dilanjut ke Pasuruan serta jalur dari Depok menuju wilayah timur Kabupaten Bogor yang dikatakan subur. Proposal itu dibuat oleh Mr. P.P. van Bosse di hadapan Parlemen Belanda pada November 1873 sekaligus mengevaluasi dua jalur kereta api Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS), yaitu Batavia–Buitenzorg dan Samarang–Vorstenlanden (beroperasi sejak 21 Mei 1873).[1][2]
Akan tetapi, NIS mengalami defisit suntikan modal semenjak beroperasinya dua jalur kereta api yang dibangun tersebut. Bahkan perusahaan ini berkali-kali terancam bangkrut.[1]
Meski Jawa dikatakan sebagai pulau termaju di Hindia Belanda, akses transportasi pada saat itu masih terbatas karena masih menggunakan moda jalan raya yang hanya ditopang oleh pedati, kereta kuda, serta sampan untuk mengarungi sungai. Biaya pengangkutan dengan moda-moda tersebut sangat mahal karena produk-produk pertanian dan perkebunan yang dijual ke kota besar sangat tidak laku, karena tidak lagi higienis sedangkan pengangkutan lama.[1]
Pada akhirnya, dengan dikukuhkannya Staatsblad No. 141, atas permohonan dari penerus P.P. van Bosse yaitu Fransen van der Putte dan Baron van Goldstein, maka pemerintah resmi turun tangan membangun jalur kereta api tersebut dan dibentuklah perusahaan yang kemudian dikenal dengan nama Staatsspoorwegen Nederlandsch-Indië (Perusahaan Kereta Api Negara Hindia Belanda). Perusahaan ini berdiri pada tanggal 6 April 1875 berdasarkan pengukuhan staatsblad tersebut.[2][3]
Direktur Staatsspoorwegen 1875 s.d. 1924
suntingBerikut adalah nama-nama direktur atau pimpinan perusahaan Staatsspoorwegen dari tahun 1875 sampai dengan 1924.
Riwayat pembangunan lintas di Jawa
suntingPeriode pertama (hingga tahun 1900)
suntingPembangunan jalur kereta api periode pertama ini terbagi menjadi, yaitu lintas Bogor (Buitenzorg)–Bandung–Banjar–Kutoarjo–Yogyakarta, Surabaya Kota–Sidoarjo–Tulangan–Mojokerto–Madiun–Solo Jebres, Sidoarjo–Pasuruan, Bangil–Malang, dan Probolinggo-Klakah.
Tokoh yang menjadi pemegang kunci sukses jalur kereta api tersebut adalah David Maarschalk, mantan perwira Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger (KNIL), yang kemudian beralih profesi menjadi teknisi perkeretaapian. Bersama Johannes Groll sebagai rekan sejawatnya yang juga ditunjuk oleh Belanda menjadi petinggi SS (Maarschalk adalah Kepala Jawatan SS yang pertama), Maarschalk mendesain peta rute jalur-jalur kereta api tersebut sampai turun dari jabatannya pada tahun 1880.[1][4] DI samping menjadi pemimpin pembangunan lintas tersebut, Maarschalk juga pernah menyusun ide membangun jalur kereta api Transvaal di Afrika Selatan pada tahun 1884, dengan mendapat inspirasi dari jalur-jalur ini.[4]
Periode kedua (1900–1920)
suntingJalur-jalur yang diakuisisi
suntingJalur kereta api | Tanggal akuisisi | Akuisisi dari |
---|---|---|
Batavia–Karawang | 4 Agustus 1898 | Bataviasche Oosterspoorweg Maatschappij |
Jombang–Babat | 1 Desember 1916 1 November 1918 |
Babat–Djombang Stoomtram Maatschappij Kediri Stoomtram Maatschappij |
Batavia–Buitenzorg | 20 Juni 1913(?) | Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij |
Struktur organisasi perusahaan
suntingPerusahaan ini awalnya merupakan jawatan terpisah. Namun pada tanggal 1 Maret 1888 SS dilebur ke dalam Burgerlijke Openbare Werken (Departemen Pekerjaan Umum Hindia Belanda). Pada masa itu, SS dipimpin Inspektur Jenderal. Akan tetapi pada tanggal 1 Juli 1909 Jawatan Kereta Api dan Trem Negara (Staatsspoor en Tramwegen) dilebur dalam Departemen Perusahaan Negara (Gouvernements Bedrijven) dan dipimpin oleh Kepala Inspektur.[5]
Strukturisasi dilakukan tanggal 1 November 1917 ketika Jawatan ini terorganisasi menjadi bagian-bagian yang dipimpin oleh Kepala Bagian. Kepala Jawatan Kereta Api dan Trem dipimpin oleh Direktur Perusahaan Negara yang memegang pimpinan dalam pemasangan, persediaan, dan lingkungan eksploitasi jalan kereta api dan trem. Pengawasan umum terhadap kereta dan trem ditangani oleh Jawatan tersendiri, dan telah melakukan pengawasan terhadap perusahaan kereta api milik pemerintah dan swasta, serta dipimpin oleh Kepala Dinas Pengawasan Kereta Api dan Trem yang berada di bawah Departemen Perusahaan Negara.[5]
Pada tanggal 15 Maret 1924 Kepala Dinas Pengawasan Kereta Api dan Trem yang dijabat oleh Ir. Staargard seizin Pemerintah Belanda membagi wilayah pengawasan SS menjadi tiga: Eksploitasi Barat, Tengah, dan Timur, dipimpin oleh Kepala Inspektur. Akan tetapi pada awal pelaksanaanya, Kepala Inspektur ini hanya sekadar pelaksana saja dan tunduk kepada Kepala Inspektur di Bandung. Restrukturisasi dilakukan kembali pada 1 April 1934.[5]
Perkembangan di luar Jawa
suntingDalam mengembangkan perkeretaapian di luar Pulau Jawa, Staatsspoorwegen membentuk beberapa divisi-divisi untuk wilayah Pulau Sumatra dan Pulau Sulawesi, yakni:
- Wilayah Pulau Sumatra
- Atjeh Tram untuk lintas Aceh
- Staatsspoorwegen ter Sumatra's Westkust untuk lintas Sumatera Barat
- Zuid-Sumatra Staatsspoorwegen untuk lintas Sumatera Selatan dan Lampung
- Staatstramwegen in Tapanoeli untuk lintas Tapanuli (gagal dioperasikan)
- Wilayah Pulau Sulawesi
- Staatstramwegen op Celebes untuk wilayah keseluruhan Pulau Sulawesi
Peringatan 50 tahun SS, 1925
suntingUntuk merayakan 50 tahun perusahaan ini, Penerbit Topografische Inrichting menerbitkan karya S.A. Reitsma, Wali kota Bandung yang menjabat saat itu, Gedenkboek van Staatsspoor-en-Tramwegen in Nederlandsch-Indië yang mulai ditulis pada akhir tahun 1924. Dalam buku ini terlampir sejarah singkat dari perusahaan tersebut, rangkuman laporan-laporan tahunan SS, serta sejumlah foto kereta api SS. Buku ini kemudian disediakan dalam dua bahasa, yaitu bahasa Belanda dan bahasa Melayu Rendah. Versi yang berbahasa Belanda lebih panjang, tebalnya 216 halaman, sedangkan yang berbahasa Melayu Rendah tebalnya sebesar 94 halaman.[1]
Pada tahun yang sama, Stasiun Bandung yang menjadi stasiun utama di jalur SS juga dipasangi tugu peringatan 50 tahun SS. Kini tugu tersebut telah diganti dengan monumen lokomotif TC10 yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan stasiun ini.[6]
Beberapa stasiun ada yang dibuka lagi dengan bangunan baru untuk memperingati ulang tahun perusahaan ini, yaitu Stasiun Tanjung Priuk dan Stasiun Pasar Senen.
Penggabungan perusahaan
suntingSetelah pemerintah Hindia Belanda menyatakan mundur dan menyerah kepada Jepang pada tahun 1942, sejak saat itu, perusahaan kereta api di Indonesia langsung diambil alih oleh Pemerintah Jepang dengan merubah nama menjadi Rikuyu Sokyuku (Dinas Kereta Api). Pada saat kekuasaaan Jepang, kegiatan operasional kereta api difokuskan untuk kepentingan perang dan pengangkutan hasil tambang batu bara guna menjalankan mesin-mesin perang mereka. Indonesia sudah memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Lalu, beberapa hari kemudian stasiun dan kantor pusat kereta api didaulat secara langsung dari kekuasaan Pemerintah Jepang. Pada tanggal 28 September 1945 merupakan puncak pengambil alihan Kantor Pusat Kereta Api di Bandung. Maka dari itu diperingati sebagai Hari Kereta Api Indonesia dan sekaligus ditandai sebagai berdirinya Djawatan Kereta Api Indonesia Republik Indonesia (DKARI). Pada tahun 1946, Belanda kembali ke Indonesia dan membentuk kembali perusahaan kereta api di Indonesia yang bernama Staatsspoorwegen/Verenigde Spoorwegbedrif (SS/VS), yaitu gabungan SS dan seluruh perusahaan kereta api swasta, kecuali Deli Spoorweg Maatschappij.[7]
Referensi
sunting- ^ a b c d e Reitsma, S.A. (1925). Boekoe peringetan dari Staatsspoor-en-Tramwegen di Hindia Belanda. Weltevreden: Topografische Inrichting.
- ^ a b Verslag der handelingen van Staten-Generaal (1873-1877). Ned. Staten-Generaal. 1874.
- ^ Nusantara., Tim Telaga Bakti; Indonesia., Asosiasi Perkeretaapian (1997). Sejarah perkeretaapian Indonesia (edisi ke-Cet. 1). Bandung: Angkasa. ISBN 9796651688. OCLC 38139980.
- ^ a b P.,, Bossenbroek, M. The Boer War (edisi ke-First Seven Stories Press edition). New York, NY. ISBN 9781609807474. OCLC 956957507.
- ^ a b c "Staatsspoorwegen (SS) Bukan yang Tertua Tapi Milik Pemerintah!". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-11-07. Diakses tanggal 2014-09-27.
- ^ Unit Heritage KAI. "Lokomotif TC10". heritage.kai.id. Diakses tanggal 2018-10-25.
- ^ Ayu Larasati, Adinda Sekar. "Pengaruh Kepercayaan dan Kemudahan Penggunaan Terhadap Minat Beli Tiket Kereta Api Melalui Aplikasi KAI Access". Universitas Diponegoro Institutional Repository. Diakses tanggal 16 November 2022. Ringkasan (PDF).