Senyawa ionik

senyawa kimia yang melibatkan ikatan ionik

Dalam kimia, senyawa ionik adalah senyawa kimia yang tersusun dari ion-ion yang disatukan oleh gaya elektrostatik yang disebut ikatan ionik. Senyawa ini netral secara keseluruhan, tetapi terdiri dari ion bermuatan positif yang disebut kation dan ion bermuatan negatif yang disebut anion. Masing-masing ion bisa berupa ion sederhana seperti natrium (Na+) dan klorida (Cl) dalam natrium klorida, atau spesies poliatomik seperti ion amonium (NH+4) dan karbonat (CO2−3) dalam amonium karbonat. Masing-masing ion dalam senyawa ionik biasanya memiliki beberapa tetangga terdekat; dengan kata lain bukan tersusun dalam molekul, tetapi tersusun dalam sebuah jaringan tiga dimensi kontinu; ini biasanya dalam struktur kristal.

Struktur kristal natrium klorida, NaCl, tipikal senyawa ionik. Bulatan ungu mewakili kation natrium, Na+, dan bulatan hijau mewakili anion klorida, Cl.

Senyawa ionik yang mengandung ion hidrogen (H+) diklasifikasikan sebagai asam, sedangkan yang mengandung ion basa hidroksida (OH) atau oksida (O2−) diklasifikasikan sebagai basa. Senyawa ionik tanpa ion-ion di atas juga dikenal sebagai garam dan dapat terbentuk melalui reaksi asam basa. Senyawa ionik juga dapat dihasilkan dari ion konstituennya melalui penguapan pelarutnya, pengendapan, pembekuan, reaksi zat padat, atau reaksi transfer elektron logam reaktif dengan nonlogam reaktif, seperti gas halogen.

Senyawa ionik biasanya memiliki titik leleh dan titik didih yang tinggi, dan bersifat keras serta rapuh. Sebagai padatan senyawa-senyawa ionik hampir selalu menyekat listrik, tapi saat meleleh atau larut senyawa-senyawa ini menjadi sangat konduktif, karena ion-ionnya menjadi dapat bergerak.

Sejarah penemuan

sunting

Kata ion berasal dari istilah Yunani ἰόν (ion) (bahasa Indonesia: "sedang pergi"), bentuk neuter kata kerja partisipel kala kini (setara dengan makna "sedang mengerjakan") dari kata ἰέναι (ienai) "pergi". Istilah ini diperkenalkan oleh fisikawan dan kimiawan Michael Faraday pada tahun 1834 untuk spesies yang tidak dikenal yang berpindah dari satu elektrode ke elektrode lainnya melalui media berair.[1][2]

 
Spektrometer sinar-X yang dikembangkan oleh Bragg

Pada tahun 1913, struktur kristal natrium klorida ditemukan oleh William Henry Bragg dan William Lawrence Bragg.[3][4][5] Penemuan ini mengungkapkan bahwa terdapat enam tetangga terdekat yang sama untuk masing-masing atom. Hal ini menunjukkan bahwa unsur-unsur tersebut tidak tersusun sebagai molekul atau agregat terbatas, melainkan sebagai jaringan kristal dengan tatanan jarak jauh.[5] Banyak senyawa anorganik lainnya juga dijumpai memiliki ciri struktural yang serupa.[5] Senyawa ini segera digambarkan tersusun dari ion-ion, dan bukan dari atom-atom netral, tetapi hipotesis ini tidak dapat dibuktikan sampai pertengahan 1920-an, yaitu saat dilakukan percobaan refleksi sinar-X (yang mendeteksi kerapatan elektron).[5][6]

Ilmuwan utama yang berperan mengembangkan pengetahuan teoretis tentang struktur kristal ion adalah Max Born, Fritz Haber, Alfred Landé, Erwin Madelung, Paul Peter Ewald, dan Kazimierz Fajans.[7] Born memprediksi energi kristal berdasarkan asumsi bahwa konstituennya adalah ion; hasil prediksi ini cukup cocok dengan pengukuran-pengukuran termokimia, sehingga mendukung asumsi tersebut.[5]

Pembentukan

sunting
 
Halit, bentuk mineral natrium klorida, terbentuk saat air asin menguap meninggalkan ion yang tidak menguap.

Senyawa ionik dapat dibuat dari ion konstituennya dengan penguapan, presipitasi, atau pembekuan. Logam reaktif seperti logam alkali dapat bereaksi langsung dengan gas halogen yang sangat elektronegatif membentuk produk ionik.[8] Senyawa-senyawa ini juga dapat disintesis sebagai hasil reaksi antar padatan dalam suhu tinggi.[9]

Jika senyawa ionik larut dalam pelarut, senyawa ini dapat diperoleh sebagai padatan dengan menguapkan pelarutnya dari larutan elektrolit ini.[10] Saat pelarut diuapkan, ion tidak ikut menguap melainkan tetap berada di larutan yang tertinggal, dan bila sudah cukup pekat, terjadilah nukleasi sehingga senyawa ionik tersebut mengkristal. Proses ini terjadi secara luas di alam, dan merupakan cara pembentukan mineral-mineral evaporit.[11] Metode lain untuk mendapatkan kembali senyawa dari larutannya adalah dengan membuat larutan hingga mencapai batas kelarutannya pada suhu tinggi dan kemudian menurunkan suhu sehingga kelarutannya berkurang, larutan tersebut menjadi superjenuh, dan senyawa padat ternukleasi.[10]

Senyawa ion yang tidak larut dapat diendapkan dengan mencampur dua larutan, satu dengan kation dan satu lagi dengan anion di dalamnya. Oleh karena semua larutan bersifat netral secara kelistrikan, kedua larutan yang dicampur juga harus mengandung ion lawan dari muatan yang berlawanan. Untuk memastikan bahwa ion lawan ini tidak mencemari senyawa ionik yang diendapkan, penting untuk dipastikan agar ion lawan tidak ikut mengendap.[12] Jika kedua larutan tersebut menggunakan ion hidrogen dan ion hidroksida sebagai ion lawan, mereka akan bereaksi satu sama lain dalam reaksi asam–basa atau reaksi netralisasi membentuk air.[13] Sebagai alternatif, ion lawan dapat dipilih untuk memastikan bahwa bahkan jika digabungkan dalam satu larutan tunggal, mereka akan tetap larut sebagai ion tribun [en].[12]

Jika pelarutnya adalah air, baik dalam metode penguapan atau reaksi pengendapan, kristal ionik yang terbentuk sering mengandung air kristal, sehingga produk tersebut dikenal sebagai hidrat, dan dapat memiliki sifat kimia yang sangat berbeda.[14]

Lelehan garam cair akan memadat pada pendinginan sampai di bawah titik bekunya.[15] Ini kadang-kadang digunakan untuk sintesis benda padat senyawa ion kompleks dari reaktan padat, yang terlebih dahulu dicairkan bersamaan.[16] Dalam kasus lain, reaktan padat tidak perlu dicairkan, tetapi bisa bereaksi melalui jalur reaksi benda padat. Dalam metode ini, reaktan digiling berulang-ulang sampai halus dan menjadi pasta, kemudian dipanaskan hingga suhu yang memungkinkan difusi ion-ion reaktan yang berdekatan selama campuran reaktan tetap berada dalam oven.[9] Jalur sintesis lainnya menggunakan prekursor padat ion non-volatil dengan rasio stoikiometri yang tepat, yang dipanaskan untuk menghilangkan spesies lainnya.[9]

Dalam beberapa reaksi antara logam yang sangat reaktif (biasanya dari Golongan 1 atau Golongan 2) dan gas halogen yang sangat elektronegatif, atau air, atom-atom dapat diionisasi melalui transfer elektron,[17] sebuah proses yang secara termodinamika dapat dipahami dengan menggunakan siklus Born–Haber.[18]

Ikatan

sunting
 
Diagram skematik kelopak elektron dari atom natrium dan fluor yang mengalami reaksi redoks membentuk natrium fluorida. Natrium kehilangan elektron terluarnya untuk mendapatkan konfigurasi elektron yang stabil, dan elektron ini memasuki atom fluor secara eksotermik. Ion dengan muatan berlawanan – biasanya cukup banyak – kemudian tertarik satu sama lain membentuk padatan.

Ion dalam senyawa ionik terutama disatukan oleh gaya elektrostatik antar muatan-muatan yang ada di dalamnya, terutama gaya Coulomb, gaya tarik jarak jauh antara muatan negatif anion dan muatan positif kation.[19] Terdapat pula gaya tarik tambahan dari interaksi van der Waals yang hanya menyumbang sekitar 1–2% energi kohesi untuk ion kecil.[20] Ketika sepasang ion terlalu dekat kelopak elektron terluarnya mengalami tumpangsuh (kebanyakan ion sederhana memiliki kelopak tertutup), terjadi gaya tolak jarak pendek[21] akibat prinsip pengecualian Pauli.[22] Keseimbangan antara gaya-gaya tarik dan tolak ini menyebabkan adanya jarak kesetimbangan tertentu yang stabil saat energi potensial berada di titik minimum.[21]

Jika struktur elektron dari kedua badan yang saling berinteraksi dipengaruhi oleh adanya satu sama lain, interaksi kovalen (non-ionik) juga berkontribusi pada energi keseluruhan senyawa yang terbentuk.[23] Senyawa ionik jarang murni ionik, yaitu disatukan hanya dengan gaya elektrostatik. Ikatan antara pasangan paling elektronegatif/elektropositif seperti yang ada pada sesium fluorida menunjukkan tingkat kovalensi yang kecil.[24][25] Sebaliknya, ikatan kovalen antara atom yang tidak sejenis sering menunjukkan pemisahan muatan dan dapat dianggap memiliki sifat ionik sebagian.[23] Keadaan yang menentukan sifat ionik atau kovalen suatu senyawa biasanya dapat dipahami dengan menggunakan aturan Fajans. Aturan ini menggunakan muatan dan ukuran masing-masing ion. Menurut aturan ini, senyawa dengan karakter paling ionik akan memiliki ion positif berukuran besar dengan muatan rendah, yanh terikat pada ion negatif berukuran kecil dengan muatan tinggi.[26] Lebih umum lagi, teori HSAB dapat diterapkan, untuk senyawa dengan karakter paling ionik adalah yang terdiri dari asam kuat dan basa kuat: ion kecil bermuatan sangat tinggi dengan perbedaan elektronegativitas yang tinggi antara anion dan kation.[27][28] Perbedaan dalam elektronegativitas ini berarti bahwa pemisahan muatan dan momen dipol yang dihasilkan, tetap bertahan bahkan ketika ion-ion tersebut bersentuhan (elektron berlebih pada anion tidak ditransfer dan tidak terpolarisasi untuk menetralkan kation).[29]

Struktur

sunting
 
Unit sel struktur zinkblende.

Ion biasanya tersusun dalam struktur kristal reguler, dengan bentuk bangun yang meminimalkan energi kisi (memaksimalkan daya tarik dan meminimalkan tolakan). Energi kisi adalah penjumlahan dari interaksi semua situs dengan semua situs lainnya. Untuk ion berbentuk bola yang tak terpolarisasi, energi interaksi elektrostatik dapat dihitung hanya dari muatan dan jarak ion-ion tersebut. Dengan struktur kristal ideal, semua jarak antar penyusun memiliki kaitan geometris dengan jarak terkecil antar inti. Jadi, untuk setiap struktur kristal yang mungkin, gaya elektrostatik total dapat dihitung dari gaya elektrostatik muatan satuan pada jarak tetangga terdekat dengan konstanta perkalian yang disebut konstanta Madelung[21] yang dapat dihitung secara efisien dengan menggunakan penjumlahan Ewald.[30] Bila bentuk yang wajar diasumsikan untuk energi repulsif tambahan, energi kisi total dapat dimodelkan dengan menggunakan persamaan Born–Landé,[31] persamaan Born–Mayer, atau jika tidak ada informasi struktur, menggunakan persamaan Kapustinskii.[32]

Dengan menggunakan model yang lebih sederhana yaitu ion sebagai bola keras yang tak tertembus, susunan anion dalam sistem ini sering dikaitkan dengan pengaturan bola tetal-rapat (close-packed), dengan kation yang menempati interstisi tetrahedral atau oktahedral.[33][34] Bergantung pada perbandingan stoikiometri senyawa ionik yang terlibat, dan bilangan koordinasi (terutama ditentukan oleh rasio jari-jari) kation dan anion, berbagai struktur dapat diamati,[35] dan secara teoretis dirasionalisasi oleh aturan Pauling.[36]

Struktur senyawa ionik umum dengan anion tetal-rapat[35]
Stoikiometri Koordinasi kation:anion Titik interstisi Tetal rapat kubus anion Tetal rapat heksagonal anion
penempatan rasio jari-jari kritis nama konstanta Madelung nama konstanta Madelung
MX 6:6 semua oktahedral 0,4142[33] natrium klorida 1,747565[37] nikelin <1,73[a][38]
4:4 selang-seling tetrahedral 0.2247[39] zinkblende 1,6381[37] wurtzit 1,641[5]
MX2 8:4 semua tetrahedral 0,2247 fluorit 5,03878[40]
6:3 setengah oktahedral (lapisan berseling terisi penuh) 0,4142 kadmium klorida 5,61[41] kadmium iodida 4,71[40]
MX3 6:2 sepertiga oktahedral 0,4142 rodium(III) bromida[b][42][43] 6,67[44][c] bismut iodida 8,26[44][d]
M2X3 6:4 dua pertiga oktahedral 0,4142 korundum 25,0312[40]
ABO3 dua pertiga oktahedral 0,4142 ilmenit tergantung pada muatan dan struktur [e]
AB2O4 seperdelapan tetrahedral dan satu setengah oktahedral rA/rO = 0,2247; rB/rO = 0,4142[f] spinel, spinel terbalik tergantung pada distribusi situs kation[47][48][49] olivin tergantung pada distribusi situs kation[50]

Dalam beberapa kasus anion mengambil tetal kubus sederhana, dan struktur umum yang dihasilkan teramati adalah:

Struktur senyawa ionik umum dengan anion tetal kubus sederhana[43]
Stoikiometri Koordinasi kation:anion Pengisian titik interstisi Contoh struktur
nama rasio jari-jari kritis konstanta Madelung
MX 8:8 seluruhnya terisi sesium klorida 0,7321[51] 1,762675[37]
MX2 8:4 setengah terisi kalsium fluorida
M2X 4:8 setengah terisi litium oksida

Beberapa cairan ionik, terutama dengan campuran anion atau kation, dapat didinginkan dengan cukup cepat sehingga tidak cukup waktu terjadi nukleasi kristal, maka terbentuklah kaca ionik (tanpa tatanan jarak jauh).[52]

cacat Frenkel
cacat Schottky

Dalam kristal ionik, biasanya akan ada beberapa titik cacat, yang hadir berpasangan untuk mempertahankan kenetralan muatan.[53] Cacat Frenkel terdiri dari kekosongan kation yang berpasangan dengan interstisi kation dan dapat dihasilkan di manapun dalam ruah kristal,[53] terjadi paling umum pada senyawa dengan bilangan koordinasi rendah dan kation yang jauh lebih kecil daripada anion.[54] Cacat Schottky terdiri dari satu kekosongan masing-masing muatan, dan dihasilkan pada permukaan kristal,[53] terjadi paling umum pada senyawa dengan bilangan koordinasi tinggi dan bila anion dan kation memiliki ukuran yang mirip.[54] Jika kation memiliki beberapa kemungkinan tingkat oksidasi, maka kekosongan kation dapat mengompensasi kekurangan elektron pada lokasi kation dengan bilangan oksidasi lebih tinggi, menghasilkan senyawa yang tidak mengikuti perbandingan stoikiometri.[53] Kemungkinan non-stoikiometri lainnya adalah pembentukan pusat-F, elektron bebas yang menempati kekosongan anion.[55] Bila senyawa memiliki tiga atau lebih komponen ionik, semakin banyak jenis cacat yang mungkin terjadi.[53] Semua titik cacat ini dapat dihasilkan melalui vibrasi termal dan memiliki konsentrasi kesetimbangan. Karena cacat-cacat ini membutuhkan energi lebih tinggi tetapi menguntungkan secara entropis, mereka terjadi dalam konsentrasi yang lebih besar saat suhu lebih tinggi. Setelah terbentuk, pasangan cacat ini dapat berdifusi secara terpisah satu sama lain, dengan melompat antar situs kisi. Mobilitas cacat ini adalah sumber fenomena transportasi paling banyak dalam kristal ionik, termasuk difusi dan konduktivitas ionik benda padat [en].[53] Ketika kekosongan bertabrakan dengan interstisi (Frenkel), mereka dapat bergabung kembali dan saling memusnahkan. Demikian pula kekosongan akan hilang saat mereka mencapai permukaan kristal (Schottky). Cacat pada struktur kristal umumnya memperluas parameter kisi, mengurangi keseluruhan densitas kristal.[53] Cacat juga menghasilkan ion-ion di lingkungan lokal yang berbeda, sehingga mengalami simetri medan kristal yang berbeda, terutama dalam kasus kation berbeda yang bertukar situs kisi.[53] Hal ini menghasilkan pemisahan orbital elektron-d yang berbeda, sehingga penyerapan optik (dan juga warna) senyawa ion dapat berubah seiring dengan konsentrasi defek.[53]

Sifat-sifat

sunting

Keasaman/Alkalinitas

sunting

Senyawa ionik yang mengandung ion hidrogen (H+) diklasifikasikan sebagai asam, dan yang mengandung kation elektropositif[56] dan anion basa ion hidroksida (OH) atau ion oksida (O2−) diklasifikasikan sebagai basa. Senyawa ion lainnya dikenal sebagai garam dan dapat terbentuk melalui reaksi asam–basa.[57] Jika senyawa tersebut merupakan hasil reaksi antara asam kuat dan basa lemah, hasilnya adalah garam asam. Reaksi antara basa kuat dan asam lemah, menghasilkan garam basa. Hasil reaksi antara asam kuat dan basa kuat, menghasilkan garam netral. Asam lemah yang direaksikan dengan basa lemah dapat menghasilkan senyawa ionik dengan ion basa konjugat maupun ion asam konjugat, seperti amonium asetat.

Beberapa ion dikelompokkan sebagai amfoter, mampu bereaksi dengan asam atau basa.[58] Hal ini juga berlaku untuk beberapa senyawa dengan sifat ionik, biasanya oksida atau hidroksida dari logam-logam yang kurang elektropositif (sehingga senyawa tersebut juga memiliki sifat kovalen yang signifikan), seperti seng oksida, aluminium hidroksida, aluminium oksida dan timbal(II) oksida.[59]

Titik lebur dan titik didih

sunting

Gaya elektrostatik antar partikel semakin kuat ketika muatan listriknya tinggi dan jarak antar inti ion kecil. Senyawa dengan sifat ini umumnya memiliki titik leleh dan titik didih yang sangat tinggi dan tekanan uap rendah.[60] Tinggi atau rendahnya titik lebur bisa dijelaskan dengan lebih baik bila struktur dan rasio ukuran ion diperhitungkan.[61] Di atas titik leburnya, padatan ionik meleleh dan menjadi garam cair (dengan pengecualian beberapa senyawa ionik seperti aluminium klorida dan besi(III) klorida yang menunjukkan struktur seperti molekul dalam fase cairnya).[62] Senyawa anorganik dengan ion sederhana biasanya memiliki ion kecil, dan dengan demikian memiliki titik lebur yang tinggi dan berwujud padatan pada suhu kamar. Sebaliknya, beberapa zat dengan ion yang lebih besar memiliki titik leleh di bawah suhu kamar atau mendekatinya (sering didefinisikan sampai dengan 100 °C), dan disebut cairan ionik.[63] Ion dalam cairan ionik sering kali memiliki distribusi muatan yang tidak rata, atau substituen besar seperti rantai hidrokarbon, yang juga berperan dalam menentukan kekuatan interaksi dan kecenderungan untuk meleleh.[64]

Dalam bentuk lelehan, sekalipun struktur lokal dan ikatan padatan ionik telah cukup terganggu, masih ada gaya tarik elektrostatik jarak jauh yang kuat yang menahan cairan bersama-sama dan mencegah ion-ion penyusunnya mendidih untuk membentuk fasa gas.[65] Ini berarti bahwa senyawa ionik berwujud cair memiliki tekanan uap rendah dan memerlukan suhu yang jauh lebih tinggi untuk mendidih, termasuk bahkan cairan ionik suhu kamar.[65] Titik didih menunjukkan kecenderungan seperti titik leleh dalam hubungannya dengan ukuran ion dan kekuatan interaksi lainnya.[65] Bila senyawa ionik diuapkan, ion-ionnya masih belum terpisah satu sama lain. Misalnya, dalam fase uap natrium klorida berada sebagai "molekul" diatomik.[66]

Kerapuhan

sunting

Sebagian besar senyawa ionik sangat rapuh. Begitu mencapai batas kekuatannya, senyawa-senyawa ini tidak dapat diubah bentuknya dengan jalan ditempa, karena keteraturan posisi ion positif dan negatif tidak bisa dijaga lagi. Akibatnya, material mengalami fraktur melalui pembelahan.[67] Ketika suhu dinaikkan (biasanya mendekati titik leleh) terjadi transisi lentur–rapuh, dan aliran plastis menjadi mungkin terjadi akibat gerak dislokasi.[67][68]

Kompresibilitas

sunting

Kompresibilitas (ketermampatan) senyawa ion sangat ditentukan oleh strukturnya, dan khususnya bilangan koordinasinya. Misalnya, senyawa halida dengan struktur cesium klorida (bilangan koordinasi 8) kurang termampatkan dibandingkan dengan struktur natrium klorida (bilangan koordinasi 6), dan kurang lagi dibandingkan dengan bilangan koordinasi 4.[69]

Kelarutan

sunting

Bila senyawa ion larut, ion individu terdisosiasi (tersebar), tersolvasi (berinteraksi dengan pelarut), dan tersebar di seluruh larutan yang dihasilkan.[70] Karena ion menjadi lepas di dalam larutan saat dilarutkan dan dapat membawa muatan, larutannya senyawa ion memiliki konduktivitas listrik tinggi, dan senyawa tersebut adalah jenis elektrolit kuat yang paling umum.[71]

 
Kelarutan berbagai senyawa ion dalam air sebagai fungsi suhu. Telah disertakan beberapa senyawa yang menunjukkan perilaku kelarutan yang tidak biasa.

Senyawa ionik paling mudah larut dalam pelarut polar (seperti air) atau cairan ionik, tetapi cenderung sulit larut pada pelarut nonpolar (seperti bensin).[72] Kelarutan yang tinggi terutama diakibatkan oleh interaksi ion–dipol dalam larutan yang secara signifikan lebih kuat daripada interaksi dipol yang diinduksi ion, sehingga entalpi larutan lebih tinggi. Ketika ion-ion yang dalam kisi ionik padat dikelilingi oleh kutub yang berlawanan dari molekul polar, ion-ion padat ditarik keluar dari kisi tersebut dan masuk ke dalam cairan pelarut. Jika energi solvasi melebihi energi kisi, perubahan entalpi larutannya adalah negatif sehinga memberikan dorongan termodinamika untuk melepaskan ion dari posisi mereka di dalam kristal dan larut dalam cairan. Selain itu, perubahan entropi larutan biasanya positif untuk zat terlarut padat seperti senyawa ionik, yang berarti kelarutannya meningkat saat suhu meningkat.[73] Ada pengecualian yaitu perubahan entropi negatif dalam beberapa senyawa ionik yang tidak biasa seperti serium(III) sulfat. Hal ini diakibatkan adanya keteraturan tambahan yang diinduksi dalam air saat larut, sehingga kelarutannya berkurang seiring dengan suhu.[73]

Konduktivitas listrik

sunting

Meskipun senyawa ionik mengandung atom atau gugus bermuatan, bahan ini biasanya tidak mengalirkan listrik secara berarti dalam bentuk padatannya. Konduktivitas rendah ini terjadi karena ion-ionnya hanya hanya diam dalam kisi kristal, sedangkan untuk mengalirkan listrik partikel bermuatan harus dalam kondisi bergerak. Konduktivitas dapat dicapai sampai tingkat tertentu pada suhu tinggi ketika konsentrasi cacat meningkatkan mobilitas ionik dan konduktivitas ionik benda padat [en] dapat diamati. Ketika dilarutkan dalam cairan atau dilebur menjadi cairan, senyawa ionik dapat menghantarkan listrik karena ionnya dapat bergerak bebas.[74] Konduktivitas yang diperoleh pada saat dilarutkan atau dilelehkan ini kadang-kadang digunakan sebagai ciri khas senyawa-senyawa ionik.[75]

Pada beberapa senyawa ionik yang tidak umum: konduktor ion cepat, dan kaca ionik,[52] satu atau lebih komponen ioniknya memiliki mobilitas yang signifikan, sehingga memungkinkan konduktivitas meskipun material tetap dalam kondisi padat.[76] Sifat ini sering tergantung kepada suhu, dan mungkin merupakan hasil dari perubahan fase atau konsentrasi defek yang tinggi.[76] Bahan-bahan ini digunakan di semua superkapasitor benda padat, baterai, dan sel bahan bakar, dan dalam berbagai jenis sensor kimia.[77][78]

Kobalt(II) klorida heksahidrat,
CoCl2·6H2O

Warna senyawa ionik sering kali berbeda dengan warna larutan berair yang mengandung ion-ion yang sama,[79] atau dengan bentuk hidrat dari senyawa yang sama.[14]

Anion dalam senyawa dengan ikatan dengan karakter ionik kuat cenderung tidak berwarna (dengan pita serapan di bagian spektrum ultraviolet).[80] Semakil lemah karakter ionik senyawa, warnanya semakin tajam, mulai dari kuning, oranye, merah dan hitam (karena pita serapan bergeser ke panjang gelombang yang lebih panjang ke dalam spektrum sinar tampak).[80]

Pita absorpsi kation sederhana memiliki kecenderungan bergeser ke arah panjang gelombang yang lebih pendek saat lebih banyak terlibat dalam interaksi kovalen.[80] Hal ini terjadi selama hidrasi ion logam, sehingga senyawa ionik anhidrat yang tidak berwarna dengan anion yang menyerap inframerah dapat menjadi beraneka warna dalam larutannya.[80]

Kegunaan

sunting

Senyawa-senyawa ionik telah lama memiliki beragam kegunaan dan aplikasi. Banyak mineral adalah senyawa ionik.[81] Manusia telah mengolah garam dapur (natrium klorida, sebuah senyawa ionik) selama lebih dari 8000 tahun, awalnya sebagai bumbu makanan dan pengawet, dan sekarang juga digunakan di pabrik-pabrik, di bidang pertanian, pengkondisian air, untuk mencairkan es di jalan saat musim dingin, dan banyak kegunaan lainnya.[82] Banyak senyawa ionik begitu umum digunakan oleh masyarakat sehingga dikenal dengan nama-nama umum yang tidak terkait dengan identitas kimia mereka. Contohnya termasuk boraks, kalomel, susu magnesia, asam muriatat, minyak vitriol, sendawa, dan kapur mati.[83]

Senyawa ionik yang mudah larut seperti garam dapat dengan mudah menghasilkan larutan elektrolit. Ini adalah cara sederhana untuk mengendalikan konsentrasi dan kekuatan ion. Konsentrasi zat terlarut mempengaruhi banyak sifat koligatif, termasuk meningkatkan tekanan osmotik, menurunkan titik beku dan menaikkan titik didih.[84] Oleh karena zat terlarutnya adalah ion bermuatan, maka konduktivitas listrik larutan juga meningkat.[85] Kekuatan ion yang meningkat ini mengurangi ketebalan lapisan ganda listrik di sekitar partikel koloid, dan juga stabilitas emulsi dan suspensi.[86]

Identitas kimia dari ion yang ditambahkan juga penting dalam banyak kegunaan. Misalnya, senyawa yang mengandung fluorida dilarutkan untuk memasok ion fluorida pada fluoridasi air.[87]

Senyawa ion padat telah lama digunakan sebagai pigmen cat, dan tahan terhadap pelarut organik, tetapi peka terhadap keasaman atau kebasaan.[88] Sejak 1801 para piroteknisi telah menggambarkan dan banyak menggunakan senyawa ionik yang mengandung logam sebagai sumber warna dalam kembang api.[89] Di bawah panas yang hebat, elektron dalam ion logam atau molekul kecil dapat tereksitasi.[90] Elektron ini kemudian kembali ke keadaan berenergi lebih rendah, sehingga melepaskan cahaya dengan spektrum warna yang merupakan ciri khas spesies yang dikandungnya.[91][92]

Dalam kimia, senyawa ionik sering digunakan sebagai prekursor untuk sintesis zat padat suhu tinggi.[93]

Di antara logam-logam yang paling melimpah di kerak bumi, banyak yang ditemukan dalam bijih yang merupakan senyawa ionik.[94] Untuk mendapatkan unsurnya, bijih ini diproses dengan peleburan atau elektrolisis, yang melibatkan reaksi redoks (sering kali dengan reduktor seperti karbon) sehingga ion logam mendapatkan elektron menjadi atom netral.[95][96]

Tata nama

sunting

Menurut tata nama yang direkomendasikan oleh IUPAC, senyawa ionik dinamai sesuai komposisi mereka, bukan strukturnya.[97] Dalam kasus yang paling sederhana, yaitu senyawa ionik biner dengan hanya satu kemungkinan muatan dan perbandingan stoikiometrinya, nama umum ditulis menggunakan dua kata.[98] Nama kation (jika kation terdiri dari satu atom, nama unsurnya saja yang disebut) muncul lebih dulu, diikuti dengan nama anion.[99][100] Sebagai contoh, MgCl2 diberi nama magnesium klorida, dan Na2SO4 diberi nama natrium sulfat (SO2−4, sulfat, adalah contoh ion poliatomik). Untuk mendapatkan rumus empiris dari nama-nama ini, perbandingan stoikiometrinya dapat disimpulkan dari muatan ion penyusunnya, dengan asumsi bahwa muatan total harus netral.

Jika ada beberapa kation dan/atau anion yang berbeda, awalan multiplikatif atau pengali (di-, tri-, tetra-, ...) sering diperlukan untuk menunjukkan komposisi relatif,[101] dan kation kemudian anion dicantumkan dalam urutan sesuai abjad.[102] Sebagai contoh, KMgCl3 diberi nama kalium magnesium triklorida untuk membedakannya dari K2MgCl4, dikalium magnesium tetraklorida[103] (perhatikan bahwa baik dalam rumus empiris dan nama tertulis, kation diurutkan sesuai abjad).[104] Bila salah satu ion sudah memiliki awalan multiplikatif dalam namanya, digunakan awalan pengali alternatif (bis-, tris-, tetrakis-, ...).[105] Sebagai contoh, Ba(BrF4)2 diberi nama barium bis(tetrafluoridobromat).[106]

Senyawa yang mengandung satu atau lebih unsur yang dapat memiliki berbagai muatan atau bilangan oksidasi akan memiliki rumus stoikiometri yang berbeda juga, bergantung pada bilangan oksidasinya. Hal ini dapat ditunjukkan dalam nama dengan menentukan tingkat oksidasi dari unsur-unsur yang ada, atau muatan ionnya.[106] Karena dapat terjadi kerancuan saat menunjukkan bilangan oksidasi, IUPAC lebih memilih menunjukkan langsung jumlah muatan ionik.[106] Ini ditulis sebagai bilangan bulat dalam angka arab diikuti oleh tanda (... , 2−, 1−, 1+, 2+, ...) dalam tanda kurung secara langsung setelah nama kation (tanpa spasi yang memisahkannya).[106] Sebagai contoh, FeSO4 diberi nama besi(2+) sulfat (karena ion Fe2+ bermuatan 2+, seimbang dengan muatan 2− ion sulfat), sedangkan Fe2(SO4)3 dinamakan besi(3+) sulfat (karena dua ion besi di setiap satuan rumus masing-masing bermuatan 3+, seimbang dengan tiga ion sulfat yang masing-masing bermuatan 2−).[106] Tata nama Stock, masih umum digunakan, menulis bilangan oksidasi dalam angka Romawi (... , −II, −I, 0, I, II, ...). Dengan tata nama ini, FeSO4 adalah besi(II) sulfat sedangkan Fe2(SO4)3 adalah besi(III) sulfat.[107] Untuk ion sederhana, muatan ion persis sama dengan bilangan oksidasi, tetapi untuk ion poliatomik kedua bilangan ini sering kali berbeda. Misalnya, ion uranil(2+), UO2+2, memiliki uranium dengan tingkat oksidasi +6, jadi akan disebut ion dioksouranium(VI) dalam tata nama Stock.[108] Ada sebuah sistem penamaan yang lebih tua untuk kation logam, juga masih banyak digunakan, yang menambahkan akhiran -o dan -i ke akar bahasa Latin dari nama tersebut, untuk memberi nama khusus untuk tingkat oksidasi rendah dan tinggi.[109] Misalnya, skema ini menggunakan "fero" dan "feri", masing-masing untuk besi(II) dan besi(III),[109] sehingga FeSO4 dinamakan fero sulfat sedangkan Fe2(SO4)3 adalah feri sulfat.

Lihat juga

sunting

Catatan

sunting
  1. ^ Jenis struktur ini memiliki parameter kisi variabel rasio c/a, dan konstanta Madelung yang tepat bergantung pada hal ini.
  2. ^ Struktur ini telah disebut dalam referensi sebagai itrium(III) klorida dan kromium(III) klorida, namun keduanya sekarang dikenal sebagai tipe struktur RhBr3.
  3. ^ Referensi tersebut mencantumkan struktur ini sebagai MoCl3, yang sekarang dikenal sebagai struktur RhBr3.
  4. ^ Referensi mencantumkan struktur ini sebagai FeCl3, yang sekarang dikenal sebagai tipe struktur BiI3.
  5. ^ Jenis struktur ini dapat menampung muatan apapun pada A dan B yang ditambahkan hingga enam. Bila keduanya adalah tiga struktur muatan yang setara dengan korundum.[45] Strukturnya juga memiliki parameter kisi variabel c/a, dan konstanta Madelung yang tepat bergantung pada hal ini.
  6. ^ Namun, dalam beberapa kasus seperti MgAl2O4 kation yang lebih besar menempati situs tetrahedral yang lebih kecil.[46]

Referensi

sunting
  1. ^ Michael Faraday (1791–1867). UK: BBC. 
  2. ^ "Online etymology dictionary". Diakses tanggal 2011-01-07. 
  3. ^ Bragg, W. H.; Bragg, W. L. (1 July 1913). "The Reflection of X-rays by Crystals". Proceedings of the Royal Society A: Mathematical, Physical and Engineering Sciences. 88 (605): 428–438. Bibcode:1913RSPSA..88..428B. doi:10.1098/rspa.1913.0040. 
  4. ^ Bragg, W. H. (22 September 1913). "The Reflection of X-rays by Crystals. (II.)". Proceedings of the Royal Society A: Mathematical, Physical and Engineering Sciences. 89 (610): 246–248. Bibcode:1913RSPSA..89..246B. doi:10.1098/rspa.1913.0082. 
  5. ^ a b c d e f Sherman, Jack (August 1932). "Crystal Energies of Ionic Compounds and Thermochemical Applications". Chemical Reviews. 11 (1): 93–170. doi:10.1021/cr60038a002. 
  6. ^ James, R. W.; Brindley, G. W. (1 November 1928). "A Quantitative Study of the Reflexion of X-Rays by Sylvine". Proceedings of the Royal Society A: Mathematical, Physical and Engineering Sciences. 121 (787): 155–171. Bibcode:1928RSPSA.121..155J. doi:10.1098/rspa.1928.0188. 
  7. ^ Pauling 1960, hlm. 505.
  8. ^ Zumdahl 1989, hlm. 312.
  9. ^ a b c Wold & Dwight 1993, hlm. 71.
  10. ^ a b Wold & Dwight 1993, hlm. 82.
  11. ^ Wenk, Hans-Rudolf; Bulakh, Andrei (2003). Minerals: their constitution and origin (edisi ke-Reprinted with corrections.). New York: Cambridge University Press. hlm. 351. ISBN 978-0-521-52958-7. 
  12. ^ a b Zumdahl 1989, hlm. 133–140.
  13. ^ Zumdahl 1989, hlm. 144–145.
  14. ^ a b Brown 2009, hlm. 417.
  15. ^ Wold & Dwight 1993, hlm. 79.
  16. ^ Wold & Dwight 1993, hlm. 79–81.
  17. ^ Zumdahl 1989, hlm. 312–313.
  18. ^ Barrow 1988, hlm. 161–162.
  19. ^ Pauling 1960, hlm. 6.
  20. ^ Kittel 2005, hlm. 61.
  21. ^ a b c Pauling 1960, hlm. 507.
  22. ^ Ashcroft & Mermin 1977, hlm. 379.
  23. ^ a b Pauling 1960, hlm. 65.
  24. ^ Hannay, N. Bruce; Smyth, Charles P. (February 1946). "The Dipole Moment of Hydrogen Fluoride and the Ionic Character of Bonds". Journal of the American Chemical Society. 68 (2): 171–173. doi:10.1021/ja01206a003. 
  25. ^ Pauling, Linus (1948). "The modern theory of valency". Journal of the Chemical Society (Resumed): 1461–1467. doi:10.1039/JR9480001461. 
  26. ^ Lalena, John. N.; Cleary, David. A. (2010). Principles of inorganic materials design (edisi ke-2nd). Hoboken, N.J: John Wiley. ISBN 978-0-470-56753-1. 
  27. ^ Pearson, Ralph G. (November 1963). "Hard and Soft Acids and Bases". Journal of the American Chemical Society. 85 (22): 3533–3539. doi:10.1021/ja00905a001. 
  28. ^ Pearson, Ralph G. (October 1968). "Hard and soft acids and bases, HSAB, part II: Underlying theories". Journal of Chemical Education. 45 (10): 643. Bibcode:1968JChEd..45..643P. doi:10.1021/ed045p643. 
  29. ^ Barrow 1988, hlm. 676.
  30. ^ Kittel 2005, hlm. 64.
  31. ^ Pauling 1960, hlm. 509.
  32. ^ Carter, Robert (2016). "Lattice Energy" (PDF). CH370 Lecture Material. Diakses tanggal 2016-01-19. 
  33. ^ a b Ashcroft & Mermin 1977, hlm. 383.
  34. ^ Zumdahl 1989, hlm. 444–445.
  35. ^ a b Moore, Lesley E. Smart; Elaine A. (2005). Solid state chemistry: an introduction (edisi ke-3.). Boca Raton, Fla. [u.a.]: Taylor & Francis, CRC. hlm. 44. ISBN 978-0-7487-7516-3. 
  36. ^ Ashcroft & Mermin 1977, hlm. 382–387.
  37. ^ a b c Kittel 2005, hlm. 65.
  38. ^ Zemann, J. (1 January 1958). "Berechnung von Madelung'schen Zahlen für den NiAs-Typ". Acta Crystallographica. 11 (1): 55–56. doi:10.1107/S0365110X5800013X. 
  39. ^ Ashcroft & Mermin 1977, hlm. 386.
  40. ^ a b c Dienes, Richard J. Borg, G.J. (1992). The physical chemistry of solids. Boston: Academic Press. hlm. 123. ISBN 978-0-12-118420-9. 
  41. ^ Brackett, Thomas E.; Brackett, Elizabeth B. (1965). "The Lattice Energies of the Alkaline Earth Halides". Journal of Physical Chemistry. 69 (10): 3611–3614. doi:10.1021/j100894a062. 
  42. ^ "YCl3 – Yttrium trichloride". ChemTube3D. University of Liverpool. 2008. Diakses tanggal 19 January 2016. 
  43. ^ a b Ellis, Arthur B. []; et al. (1995). Teaching general chemistry: a materials science companion (edisi ke-3. print). Washington: American Chemical Society. hlm. 121. ISBN 0-8412-2725-X. 
  44. ^ a b Hoppe, R. (January 1966). "Madelung Constants". Angewandte Chemie International Edition in English. 5 (1): 95–106. doi:10.1002/anie.196600951. 
  45. ^ Bhagi, Ajay; Raj, Gurdeep (2010). Krishna's IAS Chemistry. Meerut: Krishna Prakashan Media. hlm. 171. ISBN 978-81-87224-70-9. 
  46. ^ Wenk & Bulakh 2004, hlm. 778.
  47. ^ Verwey, E. J. W. (1947). "Physical Properties and Cation Arrangement of Oxides with Spinel Structures I. Cation Arrangement in Spinels". Journal of Chemical Physics. 15 (4): 174–180. Bibcode:1947JChPh..15..174V. doi:10.1063/1.1746464. 
  48. ^ Verwey, E. J. W.; de Boer, F.; van Santen, J. H. (1948). "Cation Arrangement in Spinels". The Journal of Chemical Physics. 16 (12): 1091. Bibcode:1948JChPh..16.1091V. doi:10.1063/1.1746736. 
  49. ^ Thompson, P.; Grimes, N. W. (27 September 2006). "Madelung calculations for the spinel structure". Philosophical Magazine. Vol. 36 no. 3. hlm. 501–505. Bibcode:1977PMag...36..501T. doi:10.1080/14786437708239734. 
  50. ^ Alberti, A.; Vezzalini, G. (1978). "Madelung energies and cation distributions in olivine-type structures". Zeitschrift für Kristallographie – Crystalline Materials. 147 (1–4): 167–176. doi:10.1524/zkri.1978.147.14.167. 
  51. ^ Ashcroft & Mermin 1977, hlm. 384.
  52. ^ a b Souquet, J (October 1981). "Electrochemical properties of ionically conductive glasses". Solid State Ionics. 5: 77–82. doi:10.1016/0167-2738(81)90198-3. 
  53. ^ a b c d e f g h i Schmalzried, Hermann. "Point defects in ternary ionic crystals". Progress in Solid State Chemistry. 2: 265–303. doi:10.1016/0079-6786(65)90009-9. 
  54. ^ a b Prakash, Satya (1945). Advanced inorganic chemistry. New Delhi: S. Chand & Company Ltd. hlm. 554. ISBN 978-81-219-0263-2. 
  55. ^ Kittel 2005, hlm. 376.
  56. ^ http://www.wou.edu/las/physci/ch412/oxides.html
  57. ^ Whitten, Kenneth W.; Galley, Kenneth D.; Davis, Raymond E. (1992). General Chemistry (edisi ke-4th). Saunders. hlm. 128. ISBN 0-03-072373-6. 
  58. ^ Davidson, David (November 1955). "Amphoteric molecules, ions and salts". Journal of Chemical Education. 32 (11): 550. Bibcode:1955JChEd..32..550D. doi:10.1021/ed032p550. 
  59. ^ Weller, Mark; Overton, Tina; Rourke, Jonathan; Armstrong, Fraser (2014). Inorganic chemistry (edisi ke-Sixth). Oxford: Oxford University Press. hlm. 129–130. ISBN 978-0-19-964182-6. 
  60. ^ McQuarrie & Rock 1991, hlm. 503.
  61. ^ Pauling, Linus (1928-04-01). "The Influence of Relative Ionic Sizes on the Properties of Ionic Compounds". Journal of the American Chemical Society. 50 (4): 1036–1045. doi:10.1021/ja01391a014. ISSN 0002-7863. 
  62. ^ Tosi, M. P. (2002). Gaune-Escard, Marcelle, ed. Molten Salts: From Fundamentals to Applications. Dordrecht: Springer Netherlands. hlm. 1. ISBN 978-94-010-0458-9. 
  63. ^ Freemantle 2009, hlm. 1.
  64. ^ Freemantle 2009, hlm. 3–4.
  65. ^ a b c Rebelo, Luis P. N.; Canongia Lopes, José N.; Esperança, José M. S. S.; Filipe, Eduardo (2005-04-01). "On the Critical Temperature, Normal Boiling Point, and Vapor Pressure of Ionic Liquids". The Journal of Physical Chemistry B. 109 (13): 6040–6043. doi:10.1021/jp050430h. ISSN 1520-6106. 
  66. ^ Porterfield, William W. (2013). Inorganic Chemistry a Unified Approach (edisi ke-2nd). New York: Elsevier Science. hlm. 63–67. ISBN 978-0-323-13894-9. 
  67. ^ a b Johnston, T. L.; Stokes, R. J.; Li, C. H. (December 1959). "The ductile–brittle transition in ionic solids". Philosophical Magazine. Vol. 4 no. 48. hlm. 1316–1324. Bibcode:1959PMag....4.1316J. doi:10.1080/14786435908233367. 
  68. ^ Kelly, A.; Tyson, W. R.; Cottrell, A. H. (1967-03-01). "Ductile and brittle crystals". Philosophical Magazine. Vol. 15 no. 135. hlm. 567–586. Bibcode:1967PMag...15..567K. doi:10.1080/14786436708220903. ISSN 0031-8086. 
  69. ^ Stillwell, Charles W. (January 1937). "Crystal chemistry. V. The properties of binary compounds". Journal of Chemical Education. 14 (1): 34. Bibcode:1937JChEd..14...34S. doi:10.1021/ed014p34. 
  70. ^ Brown 2009, hlm. 89–91.
  71. ^ Brown 2009, hlm. 91–92.
  72. ^ Brown 2009, hlm. 413–415.
  73. ^ a b Brown 2009, hlm. 422.
  74. ^ "Electrical Conductivity of Ionic Compound". Diakses tanggal 2 December 2012. 
  75. ^ Zumdahl 1989, hlm. 341.
  76. ^ a b Gao, Wei; Sammes, Nigel M (1999). An Introduction to Electronic and Ionic Materials. World Scientific. hlm. 261. ISBN 978-981-02-3473-7. 
  77. ^ West, Anthony R. (1991). "Solid electrolytes and mixed ionic?electronic conductors: an applications overview". Journal of Materials Chemistry. 1 (2): 157. doi:10.1039/JM9910100157. 
  78. ^ Boivin, J. C.; Mairesse, G. (October 1998). "Recent Material Developments in Fast Oxide Ion Conductors". Chemistry of Materials. 10 (10): 2870–2888. doi:10.1021/cm980236q. 
  79. ^ Pauling 1960, hlm. 105.
  80. ^ a b c d Pauling 1960, hlm. 107.
  81. ^ Wenk & Bulakh 2004, hlm. 774.
  82. ^ Kurlansky, Mark (2003). Salt: a world history (edisi ke-1st). London: Vintage. ISBN 978-0-09-928199-3. 
  83. ^ Lower, Simon (2014). "Naming Chemical Substances". Chem1 General Chemistry Virtual Textbook. Diakses tanggal 14 January 2016. 
  84. ^ Atkins & de Paula 2006, hlm. 150–157.
  85. ^ Atkins & de Paula 2006, hlm. 761–770.
  86. ^ Atkins & de Paula 2006, hlm. 163–169.
  87. ^ Reeves TG. Centers for Disease Control. Water fluoridation: a manual for engineers and technicians [PDF]; 1986 [archived 2008-10-07; cited 2016-01-18].
  88. ^ Satake, M; Mido, Y (1995). Chemistry of Colour. Discovery Publishing House. hlm. 230. ISBN 978-81-7141-276-1. 
  89. ^ Russell 2009, hlm. 14.
  90. ^ Russell 2009, hlm. 82.
  91. ^ Russell 2009, hlm. 108–117.
  92. ^ Russell 2009, hlm. 129–133.
  93. ^ Xu, Ruren; Pang, Wenqin; Huo, Qisheng (2011). Modern inorganic synthetic chemistry. Amsterdam: Elsevier. hlm. 22. ISBN 978-0-444-53599-3. 
  94. ^ Zumdahl & Zumdahl 2015, hlm. 822.
  95. ^ Zumdahl & Zumdahl 2015, hlm. 823.
  96. ^ Gupta, Chiranjib Kumar (2003). Chemical metallurgy principles and practice. Weinheim: Wiley-VCH. hlm. 359–365. ISBN 978-3-527-60525-5. 
  97. ^ IUPAC 2005, hlm. 68.
  98. ^ IUPAC 2005, hlm. 70.
  99. ^ IUPAC 2005, hlm. 69.
  100. ^ Kotz, John C.; Treichel, Paul M; Weaver, Gabriela C. (2006). Chemistry and Chemical Reactivity (edisi ke-Sixth). Belmont, CA: Thomson Brooks/Cole. hlm. 111. ISBN 0-534-99766-X. 
  101. ^ IUPAC 2005, hlm. 75–76.
  102. ^ IUPAC 2005, hlm. 75.
  103. ^ Gibbons, Cyril S.; Reinsborough, Vincent C.; Whitla, W. Alexander (January 1975). "Crystal Structures of K2MgCl4 and Cs2MgCl4". Canadian Journal of Chemistry. 53 (1): 114–118. doi:10.1139/v75-015. 
  104. ^ IUPAC 2005, hlm. 76.
  105. ^ IUPAC 2005, hlm. 76–77.
  106. ^ a b c d e IUPAC 2005, hlm. 77.
  107. ^ IUPAC 2005, hlm. 77–78.
  108. ^ Fernelius, W. Conard (November 1982). "Numbers in chemical names". Journal of Chemical Education. 59 (11): 964. Bibcode:1982JChEd..59..964F. doi:10.1021/ed059p964. 
  109. ^ a b Brown 2009, hlm. 38.

Daftar pustaka

sunting