Kaca berasal dari bahan yang bersifat cair namun memiliki kepadatan tinggi, dan struktur amorf.[1] Atom-atom di dalamnya tidak membentuk suatu jalinan yang beraturan, seperti kristal, atau biasa disebut gelas.[1] Kaca kebanyakan dibuat dari silika (SiO2), campuran batu pasir dengan fluks yang menghasilkan kekentalan dan titik leleh yang tidak terlalu tinggi, untuk kemudian dicampur lagi dengan bahan stabilisator supaya kuat.[1]

Kaca dengan pola sarang lebah

Kaca jendela, lampu, dan botol, tergolong sebagai kaca sodalime yang terbuat dari silika (SiO2), fluks soda, (Na2O) dan stabilisator lime atau tanah liat kapur (CaO) dengan magnesia MgO yang sedikit dicampur dengan alumina (Al2O2).[1] Jenis kaca yang tahan panas adalah kaca borosilikat.[1] Kaca ini terbuat dari silika, boron oksida (B2O3), alumina dan soda yang mempunyai titik leleh yang tinggi dan tidak mudah pecah jika dipanaskan,[1] karena koefisien muainya amat kecil.[1] Kaca seperti ini biasa disebut pireks.[1] Kaca silika yang dileburkan atau kuarsa yang melebur sendiri, dan 99,9% silika mempunyai titik leleh sebesar 1.580 °C, koefisien muai yang rendah, tembus radiasi ultraungu dan inframerah.[1]

Warna hijau pada kaca berfungsi untuk menunjukkan adanya ionfero.[1] Warna ini dapat dihilangkan dengan menambahkan natrium nitrat atau mangan dioksida pada tahap pembuatan.[1] Untuk membuat kaca berwarna biru kita dapat menggunakan kobalt oksida, ungu dengan mangan oksida, juga merah emas atau selen, kuning dengan uranium oksida atau petak, cokelat dengan ionfero, hitam dengan iridium oksida atau campuran unsur oksida lain (kobalt, besi nikel dan mangan).[1] Kaca susu diciptakan dari salah satu atau hasil campuran dari kalsium fluorida, arsen trioksida, aluminium oksida, seng oksida, dan kalsium fosfat.[1] Kaca aman adalah kaca yang tahan terhadap benturan.[1] Kaca ini terbuat dari dua lapis kaca yang direkatkan satu sama lainnya menggunakan lapisan tipis dari selulosa asetat atau bahan plastik lainnya.[1]

Pemakaian kaca di kehidupan sehari-hari

sunting

Kaca las

sunting
 
Pengelas memakai kaca las

Kaca ini berfungsi untuk melindungi area wajah ketika seseorang sedang mengelas.[1] Terutama pada kegiatan pengelasan listrik.[1] Secara keseluruhan kacanya berwarna gelap, karena kaca ini harus dapat mengabsorbsi semua sinar inframerah, ultraungu, sebagian besar sinar lainnya yang dapat menyebabkan penyilauan.[1] Dalam melindungi kaca gelap dari percikan api las, terdapat kaca pelindung yang bening yang dipasang di bagian luar kaca.[1] Untuk las listrik, alat ini menjadi bagian dari topeng las atau helm las.[1]

Kacamata

sunting

Adalah alat optik yang dikenakan pada area mata yang berfungsi sebagai lensa dan membantu perbaikan pada kelainan-kelainan refraksi mata.[1] Kelainan tersebut terjadi karena daya pembiasan mata yang kurang, dengan bola mata yang lebih pendek, atau pembiasan mata yang terlalu kuat, dengan bola mata yang lebih panjang.[1] Kacamata dapat dibedakan dari beberapa jenisnya, yaitu kacamata dengan lensa cembung (positif) untuk penderita rabun dekat (hipermetropi), kacamata dengan lensa cekung (negatif) untuk penderita rabun jauh (miopia).[1] Pengguna kacamata yang berusia di atas 10 tahun, memerlukan kacamata bifokus.[1] Kacamata bifokus ialah kacamata berlensa ganda, dengan lensa atas untuk melihat jauh, dan lensa bawah untuk melihat dekat.[1]

Peralatan optik

sunting

Kaca secara meluas banyak dipakai karena komposisinya yang bersifat transparan dan dapat ditembus cahaya.[2] Sifat dari polikristalin, secara bertentangan, tidak memiliki kemampuan untuk menghantarkan cahaya. Kristal, dalam bentuk yang terpisah mungkin transparan, tetapi butiran-butiran pembatas dari kristal tersebut mampu merefleksikan atau memancarkan cahaya dan menghasilkan refleksi yang menyebar. Kaca tidak mengandung bagian internal yang berasosiasi dengan butiran pembatas pada polikristal dan tidak mampu memancarkan cahaya sebagaimana polikristalin. Permukaan kaca sering kali lembut, karena semenjak tahap pembentukannya, molekul dari cairan yang didinginkan tidak dipaksa untuk membuang kristal dengan kondisi geometris yang kasar dan dapat mengikuti tekanan permukaan, sehingga secara mikroskopis menjadi lembut. Bahan-bahan tersebut yang membuat kebeningan kaca dapat bertahan meskipun beberapa bagian dari kaca dapat menyerap cahaya.[3]

Partisi kaca

sunting

Pemasangan kaca juga dipakai untuk bangunan dalam kehidupan sehari-hari. Sifat kaca yang transparan dan tembus cahaya sangat penting sebagai sirkulasi sinar matahari, serta memperluas pandangan terhadap area luar bagi orang di dalam bangunan. Contoh penggunaan kaca untuk bangunan, antara lain dapat berupa partisi yang digunakan sebagai pembagi atau penyekat sebuah ruangan. Pemakaian kaca untuk penyekat ruangan memiliki banyak manfaat bagi sebuah bangunan. Beberapa manfaat partisi kaca adalah tidak membebani struktur, lebih hemat biaya dibandingkan dengan pembuatan tembok, mudah untuk dibongkar-pasang secara berulang menyesuaikan kebutuhan, dan banyak lainnya.

Pintu Kaca

sunting

Kaca yang transparan juga digunakan sebagai salah satu bagian dari bangunan untuk memajangkan isi di dalam ruangan. Banyak bangunan perkantoran dan mall menggunakan pintu kaca yang memiliki bukaan seperti pintu kayu, yaitu bukaan dengan model diayun atau digeser. Bahkan, pintu kamar mandi pun sudah banyak yang menggunakan material kaca.

Kanopi Kaca

sunting

Kanopi kaca dimanfaatkan agar sirkulasi sinar matahari cukup untuk sebuah ruangan, dengan cara memposisikan kaca sebagai atap atau plafon. Biasanya, kanopi kaca diterapkan pada garasi mobil, void rumah, dan atap kaca.

Dinding tirai

sunting

Dinding tirai adalah pemasangan kaca untuk muka bangunan. Pemakaian kaca pada wajah bangunan contohnya adalah untuk memajang isi dalam bangunan, seperti pada ruang pamer dan dealer mobil. Selain murah dari segi biaya, penggunaan dinding tirai juga membuat bangunan terlihat mengikuti kecenderungan kekinian dan menjadi ikonik.

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y Shadily, Hassan (1984). Ensiklopedi Indonesia Volume 3. Ichtiar Baru-Van Hoeve. hlm. 1614. 
  2. ^ W. Barsoum, Michel (2003). Fundamental of ceramics (2 ed.). Bristol-IOP. ISBN 0-7503-0902-4. Periksa nilai: invalid character |isbn= (bantuan). 
  3. ^ Donald R. Uhlmann; Norbert J. Kreidl, ed. (1991). Optical properties of glass. Westerville, OH: American Ceramic Society. ISBN 0-944904-35-1.