Sensō-ji

bangunan kuil di Jepang
(Dialihkan dari Senso-ji)

Sensō-ji (金龍山浅草寺, Kinryū-zan Sensō-ji) adalah sebuah kuil Buddha kuno yang terletak di Asakusa, Tokyo, Jepang. Bangunan ini adalah kuil tertua di Tokyo, dan salah satu yang paling penting. Dahulu, kuil ini terafiliasi dengan sekte Tendai dari Buddha Mahayana, tetapi setelah Perang Dunia II menjadi kuil yang independen. Di dekatnya terdapat sebuah pagoda lima lantai dan kuil Shinto Asakusa,[1] serta sejumlah toko yang menjual barang-barang tradisional di jalan Nakamise-dōri.[2]

Sensō-ji
浅草寺
PetaKoordinat: 35°42′52″N 139°47′48″E / 35.71444°N 139.79667°E / 35.71444; 139.79667
Agama
AfiliasiBuddha
DewaShō Kannon Bosatsu
(Āryāvalokiteśvara)
Lokasi
Lokasi2-3-1 Asakusa, Taitō-ku, Tokyo
NegaraJepang
Sensō-ji di Jepang
Sensō-ji
Shown within Jepang
Koordinat35°42′53″N 139°47′48″E / 35.714722°N 139.79675°E / 35.714722; 139.79675
Arsitektur
Dibangun olehKaishō
Rampung645
Situs web
www.senso-ji.jp

Kuil Sensoji Kannon didedikasikan untuk Kannon Bosatsu, Bodhisatwa welas asih, dan menjadi rumah ibadah yang paling banyak dikunjungi di dunia dengan lebih dari 30 juta pengunjung setiap tahunnya.[3][4]

Sejarah

sunting

Kuil ini didedikasikan untuk Bodhisatwa Kannon (Awalokiteswara). Menurut legenda, patung Kannon ditemukan di Sungai Sumida pada tahun 628 M oleh dua bersaudara nelayan, Hinokuma Hamanari dan Hinokuma Takenari. Kepala desa mereka, Hajino Nakamoto, mengakui kesucian patung tersebut dengan mengubah rumahnya sendiri menjadi sebuah kuil kecil di Asakusa dan menempatkan patung itu di sana, sehingga penduduk desa dapat berdoa pada Kannon.[5]

Kuil Sensō-ji didirikan pada 645 M, menjadikannya kuil tertua di Tokyo.[5] Pada tahun-tahun awal Keshogunan Tokugawa, Tokugawa Ieyasu menetapkan Sensō-ji sebagai kuil pelindung klan Tokugawa.[6]

Kuil Shinto Nishinomiya Inari terletak di dalam kompleks Sensō-ji dan sebuah torii menjadi penanda masuk ke kawasan suci kuil Shinto. Sebuah plakat perunggu pada bangunan gerbang mencantumkan nama-nama donatur pembangunan torii pada tahun 1727 (Kyōhō 12, bulan ke-11).[7]

Selama Perang Dunia II, Sensō-ji dibom dan hancur selama serangan udara 10 Maret di Tokyo. Kuil ini lalu kembali dibangun dan menjadi simbol kelahiran kembali dan perdamaian bagi rakyat Jepang.

Halaman kuil

sunting
 
Pelataran kuil Sensō-ji

Pelataran kuil Sensō-ji adalah pusat festival terbesar dan terpopuler di Tokyo, Sanja Matsuri. Festival ini berlangsung selama 3-4 hari di akhir musim semi. Selama festival berlangsung, lalu lintas di jalan-jalan sekitar ditutup sejak fajar hingga larut malam.

Pintu masuk ke kompleks kuil bernama Kaminarimon atau "Gerbang Guntur". Gerbang ini dilengkapi dengan lentera kertas raksasa dan dihiasi warna merah-hitam yang menggambarkan awan badai dan guntur. Setelah Kaminarimon terdapat Nakamise-dori, yaitu jalan yang dilengkapi toko-toko di sepanjang sisinya, lalu diikuti oleh Hōzōmon atau "Gerbang Rumah Harta Karun" yang menyediakan akses masuk ke halaman dalam. Di dalam kawasan itu berdiri sebuah pagoda setinggi lima lantai yang megah dan aula utama yang didedikasikan untuk Dewi Kannon.[8]

Banyak turis, baik dari Jepang maupun dari luar negeri, mengunjungi Sensō-ji setiap tahun. Untuk melayani para wisatawan, kawasan sekitar kuil menyediakan banyak toko tradisional dan rumah makan yang menyuguhkan hidangan tradisional (mi, sushi, tempura, dll.). Nakamise-Dori, jalan yang membentang dari Kaminarimon ke kuil dipenuhi toko-toko kecil yang menjual aneka cendera mata mulai dari kipas tradisional, ukiyo-e (lukisan cukil kayu), kimono, teks-teks suci Buddha, permen, mainan, dan kaus. Keberadaan toko-toko ini merupakan bagian dari tradisi menjual barang kepada para peziarah yang berkunjung ke Sensō-ji.

Kaminarimon

sunting
 
Kaminarimon. Patung Fūjin terdapat di sisi kanan sedangkan Raijin di sisi kiri

Kaminarimon (雷門, "Gerbang Guntur") adalah gerbang terluar dari dua gerbang besar Sensō-ji (gerbang dalam disebut Hōzōmon). Gerbang yang dilengkapi lentera dan patung ini terkenal di kalangan turis. Tingginya 11,7 meter (38 kaki), lebarnya 11,4 meter (37 kaki) dan mencakup area seluas 69,3 meter persegi (746 kaki persegi).[9] Gerbang ini pertama kali dibangun pada tahun 941, tetapi gerbang yang bertahan sampai sekarang berasal dari tahun 1960, setelah gerbang ini hancur beberapa kali.

Sejarah

sunting

Kaminarimon pertama kali dibangun pada 941 M oleh Taira no Kinmasa, seorang panglima militer.[10] Pintu gerbang ini awalnya terletak di dekat Komagata, tetapi dibangun kembali di lokasinya sekarang pada tahun 1635. Gerbang Kaminarimon telah hancur berkali-kali selama beberapa abad. Empat tahun setelah pemindahannya, Kaminarimon terbakar habis, dan pada tahun 1649 M, Tokugawa Iemitsu membangun kembali gerbang tersebut bersama dengan beberapa struktur utama lain di kompleks kuil.[11] Kaminarimon kembali terbakar dan rata dengan tanah pada tahun 1757 M dan terbakar sekali lagi pada tahun 1865 M. Bangunan Kaminarimon yang dapat dilihat saat ini diresmikan pada bulan Desember 1960 M.[9] Sembilan puluh lima tahun setelah kebakaran terakhir, Konosuke Matsushita, pendiri Perusahaan Alat Listrik Matsushita (sekarang Panasonic), diminta untuk membangun kembali gerbang tersebut. Melalui pendanaan dari Matsushita, gerbang itu selesai dipugar pada tahun 1960.[12]

 
Ukiran kayu berbentuk naga di bagian bawah lentera besar di Kaminarimon

Empat patung ditempatkan di Kaminarimon, dua di ceruk depan dan dua di sisi lain. Di depan gerbang, patung dewa Shinto Fūjin dan Raijin dipasang. Patung Fūjin sang dewa angin, terletak di sisi timur gerbang, sedangkan Raijin sang dewa halilintar, diletakkan di sisi barat. Patung-patung tersebut rusak parah dalam kebakaran tahun 1865, dengan hanya bagian kepala yang tersisa, dan patung-patung itu kembali dibuat saat pemugaran tahun 1960.[13]

Dua patung tambahan berdiri di balik gerbang: dewa Buddha Tenryū di timur, dan dewi Kinryū di sisi barat. Patung ini disumbangkan pada tahun 1978 untuk memperingati 1350 tahun kemunculan patung Kannon di Asakusa, yang menjadi cikal bakal pendirian Sensō-ji. Patung-patung itu diukir oleh ahli pahat berusia 106 tahun, Hirakushi Denchū.[13]

Sebuah lentera merah raksasa (chōchin) tergantung di bawah tengah gerbang. Tingginya 3,9 meter (13 kaki), lebar 3,3 meter (11 kaki) dan beratnya sekitar 700 kilogram (1.500 lb). Lentera yang ada saat ini dibangun oleh Takahashi Chōchin K.K pada tahun 2013 dan memiliki bagian bawah yang terbuat dari logam sama seperti lentera sebelumnya. Bagian dasarnya dilengkapi pelat nama yang bertuliskan "Matsushita Denki", singkatan dari nama lama Panasonic dalam bahasa Jepang, Matsushita Denki Sangyo Kabushiki Gaisha.[12] Pada bagian depan lentera ditulis nama gerbang, Kaminarimon (雷門). Kata yang ditulis di bagian belakang adalah nama resmi gerbang, Fūraijinmon (風雷神門).[14] Selama pelaksanaan festival seperti Sanja Matsuri, lentera ini dilepas agar benda-benda berukuran besar dapat diarak melalui gerbang.

Karakter 金龍山 (Kinryū-zan) pada papan di atas lentera dibaca dari kanan ke kiri dan merujuk pada kuil Sensō-ji.

Hōzōmon

sunting
 
Bagian selatan gerbang Hōzōmon

Hōzōmon (宝蔵門, "Gerbang Harta Karun") adalah gerbang terdalam dari dua gerbang Sensō-ji. Lantai kedua gerbang ini menyimpan banyak properti berharga kuil. Lantai pertama menyimpan dua patung, tiga lentera, dan sepasang sandal raksasa. Tingginya 22,7 meter (74 kaki), panjangnya 21 meter (69 kaki) dan lebarnya 8 meter.[15]

Sejarah

sunting
 
Bagian utara gerbang Hōzōmon

Hōzōmon pertama kali dibangun pada tahun 942 M oleh Taira no Kinmasa.[16] Setelah hangus terbakar pada tahun 1631, gerbang ini dibangun kembali oleh Tokugawa Iemitsu pada tahun 1636. Bangunan ini berhasil bertahan selama 300 tahun sampai terbakar habis akibat serangan udara Tokyo tahun 1945. Pada tahun 1964, struktur beton bertulang baja yang bertahan hingga kini dibangun dari sumbangan 150 juta yen oleh Yonetarō Motoya.[15]

Karena gerbang dibangun dengan bahan tahan api, lantai atas Hōzōmon menyimpan sutra Sensō-ji yang berharga. Termasuk di antaranya adalah salinan Sutra Teratai yang diakui sebagai Pusaka Nasional Jepang dan Issai-kyō, koleksi lengkap kitab suci Buddha yang telah ditetapkan sebagai Properti Kebudayaan Penting.[11]

 
Salah satu patung Niō di bagian selatan gerbang

Tidak seperti Kaminarimon yang menyimpan empat patung berbeda, Hōzōmon hanya dilengkapi dua patung penjaga yang terletak di kedua sisi selatan gerbang. Patung setinggi 5,45 meter (17,9 kaki) ini melambangkan Niō, dewa pelindung Buddha.[15][16] Karena keberadaan kedua patung ini, gerbang Hōzōmon awalnya disebut Niōmon (仁王門, "Gerbang Niō") sebelum diubah namanya menjadi Hōzōmon.[11]

Gerbang ini juga memiliki tiga lentera besar. Lentera terbesar dan paling menonjol adalah chōchin merah yang tergantung di bawah tengah bukaan gerbang. Dengan tinggi 3,75 meter (12,3 kaki), diameter 2,7 meter (8,9 kaki) dan berat 400 kilogram (880 lb), lentera menampilkan nama kota Kobunachō (小舟町).[15] Lentera yang ada sekarang mulai dibuat pada tahun 2003 melalui sumbangan 5 juta yen dari warga Kobunachō. Sumbangan ini merupakan bagian dari peringatan 400 tahun dimulainya zaman Edo.[15] Di kedua sisi chōchin tergantung dua tōrō tembaga setinggi 2,75 meter (9,0 kaki) dengan berat masing-masing sekitar 1.000 kilogram (2.200 lb). Ketiga lentera tersebut dilepas dari tempatnya selama festival Sanja Matsuri.

Di sisi utara (belakang) Hōzōmon terdapat waraji, sepasang sandal jerami dengan panjang 4,5 meter (15 kaki), lebar 1,5 meter (4,9 kaki) yang beratnya masing-masing 400 kilogram (880 pon).[17]

Nakamise-dōri

sunting
 
Nakamise-dōri di malam hari
 
Nakamise-dōri semasa keadaan darurat pandemi koronavirus di Jepang tahun 2020

Nakamise-dōri (仲見世通り) adalah jalan yang mengarah ke kuil. Toko-toko di Nakamise-dōri mulai berdiri sejak awal abad ke-18. Namun, pada Mei 1885 pemerintah Tokyo membongkar seluruh toko di sana. Pada bulan Desember di tahun yang sama, daerah itu dipugar dengan batu bata bergaya Barat. Gempa Besar Kanto 1923 meluluhlantakkan toko-toko di Nakamise-dōri, dan baru dibangun kembali pada tahun 1925 dengan konstruksi beton. Kawasan Nakamise-dōri kembali porak-poranda akibat serangkaian pengeboman di Perang Dunia II.

Panjang jalan sekitar 250 meter (820 kaki) dan menampung sekitar 89 toko.[18]

Galeri

sunting

Catatan kaki

sunting
  1. ^ "Sensō-ji". GoJapanGo. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-03-28. Diakses tanggal 2022-05-30. 
  2. ^ "Sensoji Temple - Tokyo Travel Guide | Planetyze". Planetyze (dalam bahasa Inggris). 
  3. ^ "World's Most-Visited Sacred Sites". 
  4. ^ "Asakusa paints traditional Tokyo in a popular light". 7 Juli 2014. 
  5. ^ a b Davis, James P. (September 2001). "Senso-ji (Pure Land) Buddhist Temple, Asakusa, Tokyo, Japan". University of South Carolina. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-07-29. Diakses tanggal 2022-05-30. 
  6. ^ McClain, James et al. (1997). Edo and Paris, p. 86.
  7. ^ McClain, p. 403.
  8. ^ "Senso-ji Temple (Kinryuzan Senso-ji) Guide". World Travel Guide. 
  9. ^ a b 雷門 (dalam bahasa Jepang). Diarsipkan dari versi asli tanggal February 24, 2008. 
  10. ^ "Kaminarimon Gate". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-03-18. Diakses tanggal 2022-05-30. 
  11. ^ a b c "Glossary of Terms". 
  12. ^ a b "Famed Kaminarimon lantern gets rare makeover". The Japan Times. Kyodo News. 18 November 2013. 
  13. ^ a b Enbutsu, Sumiko. Old Tokyo: Walks in the City of the Shogun. Tokyo: Tuttle, 2012
  14. ^ "Sensoji Temple". 
  15. ^ a b c d e 宝蔵門・五重搭・不動尊 (dalam bahasa Jepang). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-02-29. 
  16. ^ a b "Sensoji Temple". asakusa-e.com. 
  17. ^ 浅草神社と浅草寺の説明 (dalam bahasa Jepang). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-02-07. 
  18. ^ Asakusa-Nakamise: History of Nakamise.

Referensi

sunting