Semenanjung Onin

bagian dari semenanjung Bomberai di Papua Barat, Indonesia
(Dialihkan dari Semenanjung onin)

Semenanjung Onin adalah sebuah semenanjung bagian dari Semenanjung Bomberai yang lebih besar dan membentuk wilayah Kabupaten Fakfak di Papua Barat, juga merupakan sebuah rumpun bahasa atau rumpun etnik yang saling memengaruhi antara daratan Papua Barat dengan Kepulauan Maluku.

Semenanjung Onin
Julukan: Jazirah Onim
Semenanjung Onin di Papua Barat
Semenanjung Onin
Semenanjung Onin
Semenanjung Onin di Papua Barat
Semenanjung Onin di Papua wilayah Indonesia
Semenanjung Onin
Semenanjung Onin
Semenanjung Onin di wilayah Papua
Semenanjung Onin di Indonesia
Semenanjung Onin
Semenanjung Onin
Semenanjung Onin di Indonesia
Geografi
Koordinat02°49′54.84″S 132°5′5.82″E / 2.8319000°S 132.0849500°E / -2.8319000; 132.0849500
Dibatasi olehLaut Seram
Teluk Bintuni
Pemerintahan
Negara Indonesia
Provinsi Papua Barat
KabupatenFakfak
Kota terbesarKota Fakfak
Peta

Etimologi

sunting

"Onin" oleh beberapa ahli sejarah dianggap sebagai tempat yang disebut sebagai "Wanin" dalam Naskah Negarakertagama[1][2]

Ikang sakasanusasanusa Makasar Butun Banggawai Kuni Ggaliyao mwang i [ng] Salaya Sumba Solot Muar muwah tigang i Wandan Ambwan Athawa maloko Ewanin ri Sran ini Timur ning angeka nusatutur.[3]

Salah satu contoh penggunaan Wanin sebagai nama tempat lokal dapat ditemukan di lagu lokal dan puisi lokal Onim di kampung Wersar, Teminabuan, Kabupaten Sorong Selatan sebagai berikut:

Wndindi wdo wska wana Wanin woro are wdo whriak naima afaaf vein eeehhh [4]

Yang artinya: Semoga petir membawa perubahan, sehingga cuaca Wanin (Onin) akan baik-baik saja, sehingga kita bisa berlayar menyeberang ke Wanin (Onin).

Penyebutan nama "Wanin" seiring berubah menjadi "Onin" menjadi salah satu nama asli lokal tertua yang mengacu pada wilayah di pulau Papua, di seberang pesisir selatan Semenanjung Doberai, yaitu pesisir utara Semenanjung Bomberai.[1] Berdasarkan catatan Rumphius, orang Ternate juga menyebut "Onin" dengan nama Woni.[2]

Sejarah

sunting

Hubungan lain yang kemungkinan menunjukan hubungan Kondjol/Onim dengan pulau Jawa adalah adanya kepemilikan yang menyerupai Keris dan patung Buddha yang merupakan Qya-trifan sebagai simbol keret/klen suku Tehit,[5] beserta legenda lokal berupa:

Ada leluhur bernama Onain kabur dari Jawa karena peperangan dari Hindhu-Buddha dan Islam ke Bali. Dia menyimpan Keris dan patung Buddha tersebut dan kabur ke Ternate dan sampai di sore hari. Pada malam hari, orang Onain diterima dengan baik oleh orang Anggiluly dan hari berikutnya mereka membuat rumah bersama untuk masing-masing. Lalu terdapat peperangan lagi sehingga pada orang Anggiluly dan orang Onain kabur ke pulau Papua. Mereka mengetahuinya karena pernah berburu burung cendrawasih. Lalu mereka berpamitan dengan Sultan dan berangkat pada pagi hari, saat malam tiba, mereka kehilangan satu sama yang lainnya karena gelap. Orang Anggiluly pergi ke pulau Ega, dimana mereka menemukan pulau menyerupai huruf 'O' sehingga dinamai Onin. Sedangkan orang Onain pergi ke pulau yang bentuknya menyerupai songkok, sehingga mereka menamakan pulau ini dengan kata dalam bahasa Tidore untuk topi ini yaitu: Kowiai.[Catatan 1][6][7]

Orang-orang Kondjol/Onim juga mengenal tokoh 'Raja Angguok' dimana ia dianggap berperan aktif dalam penyebaran agama Kristen di Teminabuan, Ayamaru, Aitinyo dan Aifat. Menurut catatan petugas sipil Belanda, Dumas, di Memorandum for the Afdeeling West Nieuw-Guinea (1911), Angg(u)ok adalah perantara Belanda dengan orang Papua di sungai Kaibus. Banyak beberapa lagu lokal yang menceritakan kisah perjalanan Angg(u)ok sebagai pahlawan dari sungai Kaibus ke sungai Seremuk. Dia orang kuat yang berkuasa atas wilayah pesisir dari Inanwatan sampai Tanjung Sele. Dia juga sukses menangkap budak yang kemudian dijual kepada kerajaan-kerajaan di Onin maupun terkadang kepada kerajaan di Salawati.[8]

Kerajaan di wilayah ini

sunting
 
Atiati di Semenanjung Onin, 1904, Ekspedisi Siboga

Di Semenanjung Onin terdapat tiga kerajaan tradisional (petuanan), kerajaan Fatagar dengan marga Uswanas, dan kerajaan Atiati dengan marga Kerewaindżai, dan Kerajaan Rumbati, di Rumbati dan sekitarnya dan marga Rajanya adalah Bauw. Pada mulanya pusat-pusat kekuasaan ketiga kerajaan tersebut berdampingan letaknya di ujung barat Semenanjung Onin, tetapi oleh karena peperangan yang timbul antara kerajaan Rumbati di satu pihak melawan kerajaan Fatagar dan kerajaan Atiati pada pihak yang lain pada tahun 1878. Maka kerajaan Fatagar dan kerajaan Atiati memindahkan pusat kekuasaannya ke pulau Ega. Beberapa waktu kemudian terjadi lagi perselisihan antara raja Fatagar dengan raja Atiati, menyebabkan raja Atiati memindahkan pusat kekuasaannya ke suatu tempat di pantai daratan Semenanjung Onin, yang kemudian disebut Atiati, letaknya berseberangan dengan pulau Ega. Sedangkan raja Fatagar oleh karena perselisihan tersebut memindahkan pusat kekuasaannya ke suatu tempat bernama Merapi, terletak di sebelah timur kota Fakfak sekarang.[9]

Di samping tiga kerajaan tersebut di atas ada pula beberapa kerajaan lain yaitu kerajaan-kerajaan yang pada mulanya berada di bawah kekuasaan kerajaan Rumbati, tetapi kemudian berhasil memperoleh pengakuan sebagai kerajaan tersendiri terutama pada masa awal pax neerlandica (1898).

Catatan

sunting
  1. ^ Sumber menulis Kowiai, kemungkinan yang dimaksud adalah Pulau Namatota. Nama aslinya Kob'jai (Kobiyai) yang kemudian dikenal pedagang Seram dengan nama Kowiai, lalu lebih dikenal dengan nama kampung yang berada di pulau tersebut.

Referensi

sunting
  1. ^ a b Mansoben, Johszua Robert (1995). Sistem Politik Tradisional Di Irian Jaya. Jakarta: LIPI - RUL 1995. hlm. 69. ISBN 979-8258-06-1. 
  2. ^ a b Fraassen, Ch. F. Van (1976). "DRIE PLAATSNAMEN UIT OOST-INDONESIË IN DE NAGARA-KERTAGAMA: GALIYAO, MUAR EN WWANIN EN DE VROEGE HANDELS-GESCHIEDENIS VAN DE AMBONSE EILANDEN". Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde. [Brill, KITLV, Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies]. 132 (2/3): 293–305. ISSN 0006-2294. JSTOR 27863057. Diakses tanggal 2023-11-03. 
  3. ^ Mashad, Dhurorudin. Muslim Papua: Membangung Harmoni Berdasar Sejarah Agama di Bumi Cendrawasih. Pustaka Al-Kautsar. 
  4. ^ Martin Slama and Jenny Munro, ed. (2015). From 'Stone Age' to 'Real Time' Exploring Papuan Temporalities, Mobilities, and Religiosities. Canberra: Australian National University Press. hlm. 110. ISBN 978-1-925022-43-8. 
  5. ^ Flassy, Marlina (2020-06-09). "Membangun Jati Diri Suku Tehit Kabupaten Sorong Selatan Papua Barat". CENDERAWASIH: Jurnal Antropologi Papua. Universitas Cenderawasih. 1 (1): 1–7. doi:10.31957/jap.v1i1.1377. ISSN 2774-552X. 
  6. ^ Martin Slama and Jenny Munro, ed. (2015). From 'Stone Age' to 'Real Time' Exploring Papuan Temporalities, Mobilities, and Religiosities. Canberra: Australian National University Press. hlm. 112. ISBN 978-1-925022-43-8. 
  7. ^ Mawara, Agustinus (2021-12-31). "PULAU MIWARA PUSAT NIAGA MASA LAMPAU: Tinjauan Sejarah Perdagangan Tradisional di Teluk Triton". Kebudayaan. Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (Kemendikbud). 16 (2). doi:10.24832/jk.v16i2.379. ISSN 2685-8088. 
  8. ^ Martin Slama and Jenny Munro, ed. (2015). From 'Stone Age' to 'Real Time' Exploring Papuan Temporalities, Mobilities, and Religiosities. Canberra: Australian National University Press. hlm. 111. ISBN 978-1-925022-43-8. 
  9. ^ Maga, Anwar (2018-02-14). "Kerajaan Atiati Fakfak memiliki raja baru". ANTARA News. Diakses tanggal 2022-04-30. 
  10. ^ "Mengenal Pertuanan Arguni di Fakfak, Papua Barat, yang Dipimpin oleh Raja". kumparan. 2020-05-26. Diakses tanggal 2022-05-09. 

Pranala luar

sunting
  • Video di YouTube TRADISI PETUANAN RAJA ARGUNI KAB FAKFAK MENGANTAR HATIB