Referendum Negara Vietnam 1955
Artikel atau sebagian dari artikel ini mungkin diterjemahkan dari State of Vietnam referendum, 1955 di en.wikipedia.org. Isinya masih belum akurat, karena bagian yang diterjemahkan masih perlu diperhalus dan disempurnakan. Jika Anda menguasai bahasa aslinya, harap pertimbangkan untuk menelusuri referensinya dan menyempurnakan terjemahan ini. Anda juga dapat ikut bergotong royong pada ProyekWiki Perbaikan Terjemahan. (Pesan ini dapat dihapus jika terjemahan dirasa sudah cukup tepat. Lihat pula: panduan penerjemahan artikel) |
Referendum Negara Vietnam 1955 menentukan masa depan bentuk pemerintahan dari Negara Vietnam, negara yang merupakan cikal bakal Republik Vietnam (secara luas dikenal sebagai Vietnam Selatan). Referendum ini menjadi pertarungan antara Perdana Menteri Ngô Đình Diệm, yang mengajukan bentuk pemerintahan republik, melawan mantan kaisar yang bernama Bảo Đại. Bảo Đại telah turun tahta sejak 1945 dan pada waktu itu memegang jabatan kepala negara. Meskipun perhitungan yang diumumkan menunjukkan Diệm memenangi pemilihan dengan 98.2% suara, referendum ini dikotori oleh kecurangan pemungutan suara. Di ibu kota, Saigon, Diệm mendapatkan lebih dari 600,000 suara, meskipun hanya ada 450,000 orang yang masuk ke daftar pemilih.[1][2] Dia mengumpulkan perhitungan melampaui 90% dari pemilih yang terdaftar, bahkan di kawasan pedalaman yang kelompok oposisi mencegah pemungutan suara.
Referendum ini merupakan fase terakhir dalam perebutan kekuasaan antara Bảo Đại dan perdana menterinya. Bảo Đại tidak menyukai Diệm dan beberapa kali mencoba untuk melemahkannya, menunjuknya hanya karena dia sebagai penghubung untuk bantuan Amerika. Pada waktu itu, negara ini sedang mengalami masa ketidakamanan, sebagaimana Vietnam untuk sementara dipecah sebagai hasil dari Kesepakatan Jenewa 1954 yang menghentikan Perang Indochina Pertama. Negara Vietnam menguasai setengah negara bagian selatan, menunda pemilihan nasional yang dimaksudkan untuk menyatukan kembali negara ini di bawah pemerintahan umum. Ditambah lagi, Vietnamese National Army tidak menguasai penuh bagian selatan Vietnam; sekte keagamaan Cao Đài dan Hòa Hảo menjalankan administrasi mereka sendiri di daerah mereka didukung oleh tentara swasta, sementara Bình Xuyên mengatur sindikat kriminal menguasai jalan-jalan di Saigon. Meskipun ada gangguan dari kelompok-kelompok ini, Bảo Đại, dan bahkan pejabat Prancis, Diệm berhasil menaklukkan tentara swasta dan mengkonsolidasikan kekuasaan pemerintah atas negara tersebut pertengahan 1955.
Atas kesuksesannya Diệm mendapat keberanian dan mulai merencanakan kejatuhan Bảo Đại. Dia menjadwalkan referendum pada tanggal 23 Oktober 1955 dan memaksa Bảo Đại keluar dari panggung politik, menghalangi usaha dari bekas kaisar itu untuk menggelincirkan pemungutan suara. Pada masa menjelang pemungutan suara, kampanye untuk Bảo Đại dilarang, sementara kampanye Diệm berfokus pada serangan personal terhadap Bảo Đại. Ini termasuk kartun pornografi dari kepala negara itu dan rumor yang menyebutkan bahwa kekuasaan dia tidak sah dan penghubungan dia terhadap beberapa gundik. Media yang dikuasai pemerintah melancarkan serangan polemik kepada Bảo Đại, dan polisi dari pintu ke pintu mengingatkan masyarakat akan konsekuensi jika tidak mau memilih. Setelah saudaranya Ngô Đình Nhu dengan sukses mencurangi pemungutan suara, Diệm mengumumkan dia sebagai presiden dari negara yang baru dibuat Republik Vietnam.
Latar belakang
suntingKekalahan Tentara Prancis di Điện Biên Phủ pada 1954, diikuti oleh Persetujuan Jenewa, mengarah kepada pembagian Vietnam. Negara Vietnam yang didukung Prancis dipimpin oleh Kaisar Bảo Đại, untuk sementara waktu menguasai bagian selatan dari garis paralel ke-17. Viet Minh Hồ Chí Minh menguasai bagian utara atas nama Republik Demokratik Vietnam, yang Hồ Chí Minh umumkan pada 1945. Persetujuan menyatakan bahwa pemilihan berskala nasional akan dilaksanakan pada 1956 untuk menyatukan negara di bawah pemerintahan umum. Pada Juli 1954, selama masa transisi, Bảo Đại menunjuk Diệm sebagai Perdana Menteri Negara Vietnam.[3]
Pada 11 Oktober 1954, perbatasan ditutup oleh International Control Commission (Komisi Kontrol Internasional), setelah selama 300 hari di kedua belah negara diperbolehkan melintas secara bebas. Di bawah Persetujuan Jenewa, personel militer anti-komunis diharuskan mengungsi ke selatan, sementara pasukan komunis dipindahkan ke utara. Masyarakat sipil boleh berpindah ke tempat yang mereka inginkan dengan bebas. Selama 300 hari, Diệm dan penasihat dari CIA Amerika Serikat Kolonel Edward Lansdale melancarkan kampanye untuk meyakinkan masyarakat untuk pindah ke Vietnam Selatan. Kampanye khususnya ditujukan kepada Katolik Vietnam, yang akan memberikan basis kekuatan untuk Diệm pada tahun-tahun berikutnya, dengan menggunakan slogan "Tuhan telah pergi ke selatan". Antara 800.000 dan 1.000.000 orang berpindah ke selatan, sebagian besar Katolik. Di awal 1955, Indochina Prancis dibubarkan, meninggalkan Diệm dalam kekuasaan sementara di selatan.[4][5]
Pada waktu itu, Diệm memiliki kewenangan yang sedikit di luar gerbang istananya. Bảo Đại memiliki kepercayaan yang kecil untuknya dan memberikan dukungan yang sedikit—pasangan ini telah berselisih di masa lalu, dengan Diem mengundurkan diri sebagai Menteri Dalam Negeri Bảo Đại dua dekade sebelumnya, menganggap kepala negara itu lemah dan tidak efektif.[6][7] Banyak sejarawan mempercayai bahwa Bảo Đại boleh jadi memilih Diệm atas kemampuan yang terakhir ini untuk menarik dukungan dan pendanaan Amerika Serikat.[8][9] Selama masa transisi, French Expeditionary Corps mempertahankan keberadaannya di Vietnam Selatan.[10] Hal ini berujung pada ketegangan antara Prancis dan Negara Vietnam. Diệm, seorang nasionalis yang penuh semangat, membenci Prancis, yang membalasnya dengan berharap dia gagal, bahkan menyerukan penurunannya dalam beberapa kesempatan.[11][12]
Diệm menghadapi tantangan untuk kewenangannya dari empat kelompok lain. Sekte keagamaan Hòa Hảo dan Cao Đài memiliki tentara swasta yang menguasai Delta Mekong dan daerah di barat Saigon berturut-turut. Bình Xuyên adalah kelompok kriminal yang terorganisasi dan bersenjata yang menguasai sebagian besar Saigon dengan tentara swasta sebesar 40,000 orang, sementara Vietminh masih menguasai sebagian besar daerah pedalaman. Vietnamese National Army (VNA) Diệm dipimpin oleh Jenderal Nguyễn Văn Hinh, seorang warga negara Prancis yang membenci dan beberapa kali tidak mematuhinya. Bảo Đại menjual izin usaha kepolisian nasional ke Bình Xuyên, secara efektif memberikan kuasa administratif kepolisian ke tangan sindikat kriminal.[13]
Di tengah tumbuhnya skeptisisme Prancis dan Amerika Serikat atas kemampuannya untuk menyediakan kekuasaan yang stabil, Diệm memaksa masalah ini ke puncaknya pada April 1955. Dia memerintahkan Bình Xuyên untuk melepaskan kekuasaan Kepolisian Nasional dan tunduk kepada perintahnya dengan menggabungkannya ke dalam VNA atau membubarkan dan mengancam menghancurkan mereka jika mereka menolak. Dia menyogok komandan Hòa Hảo dan Cao Đài untuk bergabung dengan VNA, secara bertahap menghasilkan pembelotan beberapa komandan dan satuan mereka, sementara lainnya melanjutkan untuk memimpin pasukan mereka melawan Saigon. Bình Xuyên menantang ultimatum Diệm. Pada 27 April, VNA memulai Pertempuran Saigon. Setelah pertempuran yang singkat tetapi ganas yang mengakibatkan antara 500 dan 1.000 orang tewas dan sekitar 20.000 kehilangan tempat tinggal, Bình Xuyên dapat dihancurkan. Diệm mendapatkan kembali kepercayaan Amerika Serikat dan kekuasaan atas kepolisian. Masyarakat banyak gembira memuji Diệm dan mencela Bảo Đại, yang telah mencoba untuk menghentikannya di tengah pertempuran untuk mencegahnya dari menaklukkan Bình Xuyên.[14] Sebagai tambahan, Jenderal Paul Ely, kepala kehadiran Prancis di Vietnam, mencoba untuk to menghalangi Diệm;[15] pasukannya melakukan blokade jalan terhadap VNA dan memberikan intelijen kepada Bình Xuyên.[16]
Didukung oleh keberhasilannya, dan ditambah meningkatnya rasa benci dia kepada Prancis dan Bảo Đại setelah kegiatan mereka mencegahnya dari pencopotan Bình Xuyên,[17] Diệm semakin percaya diri sebagaimana dia berkeliling mengkonsolidasikan kekuasan yang dia pegang. Pada 15 Mei, Diệm menghilangkan posisi Pasukan Pengawal Bảo Đại; pasukannya yang berjumlah 5.000 itu dimasukkan ke Resimen Infantri 11 dan 42 VNA. Diệm mencopoti Bảo Đại dari tanah warisannya yang luas. Pada 15 Juni, Diệm membuat Dewan Keluarga Kerajaan di Huế menyatakan bahwa Bảo Đại akan dilucuti dari kekuasaannya, dan bahwa Diệm akan dijadikan presiden.[18] Keluarga Bảo Đại mengutuknya atas turun tahtanya dari kepala negara, dan atas hubungannya dengan Prancis dan Bình Xuyên.[19] Sejarawan berspekulasi bahwa keluarga kerajaan setuju untuk menyerahkan Bảo Đại sehingga Diệm tidak merebut harta mereka.[19]
Penyelenggaraan referendum
suntingPada 7 Juli 1955, tepat setahun sejak pengangkatannya sebagai perdana menteri, Diệm mengumumkan bahwa referendum nasional akan diadakan untuk menentukan masa depan negara itu.[18] Pada 16 Juli, Diệm mengumumkan secara terbuka keinginannya untuk tidak ikut andil dalam pemilihan reunifikasi: "Kami tidak akan terikat oleh perjanjian [Jenewa] yang ditandatangani melawan keinginan masyarakat Vietnam."[a][20]
Diệm berpendapat bahwa Komunis tidak akan pernah memperkenankan pemilihan yang bebas di daerah utara, jadi Vietnam Selatan harus menciptakan dan mendirikan negara sendiri yang terpisah, negara non-komunis.[20] Hal ini diumumkan oleh pers di Saigon, yang membuat artikel yang menyerang pemilihan komunis sebagai sesuatu yang kacau, dicurangi, dan tak ada artinya;[20] ketika itu, separuh bagian utara Vietnam memiliki populasi yang lebih besar dibanding bagian selatan. Sebulan sebelumnya, Perdana Menteri Vietnam Utara Phạm Văn Đồng menulis ke Saigon menanyakan untuk membuka negosiasi atas rincian spesifik pemilihan itu. Sementara Amerika lebih senang untuk menghindari pemilihan karena takut akan kemenangan komunis, mereka berharap Diệm akan memasuki dialog atas hal perencanaan dan menunggu untuk Vietnam Utara berkeberatan terhadap proposalnya, dan kemudian menggunakannya untuk menyalahkan Ho karena menyalahi Persetujuan Jenewa.[20] Amerika sebelumnya memberi tahu Diệm, yang telah bertindak bertentangan dengan Bảo Đại, bahwa bantuan selanjutnya bergantung pada usaha Diệm menyusun dasar hukum untuk merebut kekuasaan kepala negara.[21]
Pada 6 Oktober 1955, Diệm mengumumkan bahwa referendum akan dilaksanakan pada 23 Oktober.[22] Pemilihan terbuka untuk pria dan wanita di atas umur 18 tahun, dan pemerintah mengatur agar ada satu tempat pemungutan suara untuk setiap 1.000 pemilih terdaftar.[22][23] Pemungutan suara diperebutkan oleh Bảo Đại, yang telah menghabiskan banyak waktunya di Prancis dan mengajukan bentuk monarki, dan Diệm, yang setuju pada bentuk republik.[1] Menurut sejarawan Jessica Chapman, itu adalah pilihan antara "kaisar usang negara itu dan perdana menterinya yang jauh dari populer, Ngo Dinh Diem".[b][24] Dalam pengumuman referendum, Diệm menggambarkan keputusannya sebagai hal yang termotivasi oleh cintanya terhadap demokrasi dan ketidakpuasan rakyat terhadap kekuasaan Bảo Đại. Perdana menteri itu mengutip banyak petisi dari berbagai macam kelompok sosial, keagaamaan, dan politik meminta dia untuk menyelenggarakan jajak pendapat untuk menurunkan Bảo Đại, mengklaim dia termotivasi oleh sentimen yang "absah dan demokratis" ini.[25] Lansdale memperingatkan Diệm atas kecurangan pemilu, yakin bahwa Diệm akan memenangkan pemilihan bebas: "Selagi aku pergi aku tidak ingin tiba-tiba membaca bahwa kau telah menang 99,99%. Aku tahu bahwa itu dicurangi."[c] Pejabat Amerika Serikat berpendapat bahwa pemilihan yang jujur membuat Diệm mendapatkan suara antara 60% hingga 70%.[1]
Di bawah Persetujuan Elysee dan undang-undang setelahnya yang membuat Negara Vietnam pada 1949, posisi Bảo Đại sebagai kepala negara tidak permanen dan tidak pasti. Kedaulatan dianggap ada hanya pada rakyatknya, dengan Bảo Đại hanya sebagai terusan. Hasilnya, referendum itu sendiri berada dalam koridor hukum.[26] Diệm ketika itu tidak dipilih untuk posisinya, sehingga dia melihat referendum sebagai peluang untuk menampik lawan-lawannya, yang mengklaim bahwa dia tidak demokratis dan otokratis. Peristiwa ini juga memberikan Diệm peluang untuk meningkatkan martabatnya dengan mengalahkan Bảo Đại dalam kompetisi satu lawan satu.[26] Sebelumnya hal ini disetujui bahwa Majelis Nasional akan dipilih terlebih dahulu, tetapi Diệm langsung melanjutkan pemungutan suara, yang berarti bahwa dia akan mendapatkan kekuasaan total jika dia menyingkirkan Bảo Đại sebelum lembaga legislatif dibentuk.[27]
Diplomat Amerika Serikat khawatir aksi ini akan dilihat sebagai perebutan kekuasaan, sebagaimana Diệm mengatur dan megnarahkan proses pemilihan yang padahal dia adalah salah satu calon. Mereka merasa bahwa lembaga legislatif seharusnya dibentuk terlebih dahulu dan bahwa lembaga itu seharusnya mengawasi referendum, tetapi Diệm mengabaikan saran ini.[23][28] Duta Besar G. Frederick Reinhardt memberi tahu Washington bahwa Diệm tidak ada niatan untuk membiarkan permainan ini jujur dan adil terhadap oposisinya, dan bahwa media luar negeri telah membuat banyak pernyataan demokratis Diệm menjadi facade.[28] Departemen Luar Negeri setuju dan memilih untuk menghindari menyiarkan referendum ini sebagai sebuah latihan dalam demokrasi karena takut akan memancing reaksi negatif untuk kebijakan luar negeri mereka.[29] Meksipun begitu, pejabat Amerika Serikat di Vietnam senang dengan referendum ini, sebagaimana mereka melihat hal ini sebagai peluang untuk memperkuat Vietnam Selatan dan menghindari kekalahan terhadap komunis karena mereka melihat republik sebagai bentuk yang lebih kuat.[30]
Setelah menyatakan penghinaannya terhadap pemilihan reunifikasi 1956, Diệm melihat referendum inni sebagai langkah awal dalam membuat negara jangka panjang untuk menguasai seluruh Vietnam Selatan. Dia berulang kali berkata bahwa pembuatan lembaga legislatif dan konstitusi untuk negara barunya ini menyusul setelah referendum.[28]
Diệm dilaporkan menganggap pemungutan suara ini sebagai peluang untuk melegitimasi dirinya sebagai simbol demokrasi Vietnam, sehingga dia dapat menyusun dan membenarkan penolakannya untuk terlibat dalam pemilihan nasional sebagai perjuangan antara kebebasan dan otoritarianisme komunis. Diệm menegaskan bahwa Vietnam Selatan pada akhirnya akan menyatukan diri dalam sebuah negara di bawah admisintrasi demokratis dan membebaskan teman sebangsa mereka di utara dari cengkraman komunis, dan memenangkan referendum sebagai langkah awal dalam memelihara demokrasi. Dasar dukungannya adalah untuk menggunakan hal ini sebagai sarana pembenaran atas penyingkiran Bảo Đại, mengutip keputusan yang lalu bahwa menurut mereka, pro-komunis.[20]
Salah satu tema utama Diệm adalah bahwa referendum akan mengantarkan ke dalam era demokrasi yang sebelumnya belum ada: "Hal ini hanyalah langkah awal yang dibuat rakyat kami dalam penggunaan bebas hak-hak politik kami."[d][25] Sehari sebelum pemungutan suara, Diệm berkata: "Tanggal 23 Oktober ini, untuk pertama kalinya dalam sejarah negara kita, pria dan wanita akan belajar satu dari banyak hak-hak sipil dasar dalam demokrasi, hak untuk memilih."[e][31] Pernyataan pemerintah empat hari sebelum pemungutan suara berisi: "Rekan-rekan yang terhormat, nyatakan keinginan Anda dengan tegas! Maju dengan sungguh-sungguh di jalan Kebebasan, Kemerdekaan, dan Demokrasi!"[f][31]
Kampanye
suntingDiệm menjalankan kampanye hitam berupa serangan pribadi kepada kepala negara, yang kampanyenya dilarang.[32] Tentara dan kepolisian negara berkeliling memaksakan pelarangan atas kegiatan pro-Bảo Đại dan anti-Diệm.[33] Polisi berkeliling ke rumah-rumah, menjelaskan konsekuensi yang mengancam masyarakat jika tidak memilih.[18] Mereka menyelenggarakan pertemuan-pertemuan di desa terpencil dan memanggil khalayak ramai dengan pengeras suara. Pada umumnya, bentuk serangan Diệm adalah menggambarkan Bảo Đại sebagai mata keranjang pemabuk yang disibukkan dengan kesenangan tak bermoral dan tidak peduli dengan masalah masyarakat.[32][33][34] Tradisi monarkis Vietnam dibangun di atas Konghuchu dan Mandat Surga sang kaisar, dan kampanye Diệm mengklaim Bảo Đại telah kehilangan mandatnya melalui gaya hidupnya yang bejat.[34] Menurut Joseph Buttinger, yang ditempatkan di Vietnam sebagai orang penting kedua di International Rescue Committee (Komite Penyelamatan Internasional), cara yang digunakan untuk mempengaruhi pemilihan "memalukan".[18] Donald Lancaster, wartawan yang memberitakan pemilihan itu, berkata "Meskipun Bao Dai diberikan kesempatan untuk mempertahankan dirinya, media yang dikuasai pemerintah melanjutkan untuk meliputi dia dengan caci maki yang keji."[g][35] Diệm kemudian melarang Bảo Đại memasuki Negara Vietnam.[36]
Iklan Diệm termasuk memamerkan karnaval raksasa terapung Bảo Đại melalui jalan-jalan di Saigon, digambarkan dengan kantong uang di bahunya, setumpuk kartu di tangannya, dan dengan wanita berambut pirang telanjang dan botol konyak di lengannya. Ini merujuk ke reputasi kepala negara tersebut atas kekayaan, suka berjudi, dan main perempuan.[32][33] Secara khusus, rambut pirang merujuk kepada kecondongan yang diakui Bảo Đại atas simpanannya yang dia berkomplot dengannya di French Riviera. Tiruan Bảo Đại ditemani oleh seorang pria Prancis yang memasukkan emas ke sakunya, dengan demikian mempertanyakan identitas nasionalisnya.[33] Poster dan Posters and gambar yang menghubungkan Bảo Đại dengan kepala babi disebarluaskan,[18] sementara surat kabar terkemuka membuat lagu yang menyinggung Bảo Đại dan mendorong untuk masyarakat menyanyikannya.[37]
Dinding dan kendaraan umum ditempel dengan slogan-slogan, termasuk "Hati-hati terhadap kesukaan raja jahat Bảo Đại akan perjudian, wanita, anggur, susu, dan mentega. Barangsiapa yang memilihnya mengkhianati negara mereka."[h][33] Di samping pengacuan kepada gaya hidup mewahnya, slogan lain seperti "Bao Dai, raja boneka yang menjual negaranya",[i] dan "Bao Dai, tuan penjaga sarang perjudian dan rumah bordil",[j][34] mengacu kepada tuduhan akan kelembutannya terhadap komunis. Radio digunakan untuk menyerang Bảo Đại secara lisan, yang dituduh atas pengkhianatan dan korupsi di siaran ini.[36]
Di sisi lain, Diệm digambarkan sebagai "pahlawan rakyat" dan "bapak seluruh anak-anak".[33] Slogan-slogan memaksa khalayak ramai untuk memilih perdana menteri ini karena "Memilih manusia revolusioner Ngo Dinh Diem adalah untuk membangun masyarakat yang sejahtera dan adil".[k] Mereka menggambarkan Diệm sebagai patriot dan anti-komunis nasionalis, menyatakan "Membunuh komunis, menyingkirkan raja, [dan] berjuang melawan kolonialis adalah tugas warga negara di Vietnam yang Bebas."[l][34]
Media yang dikuasai pemerintahan Diệm tak habis-habisnya melakukan penyerangan propaganda personal Bảo Đại, dengan edisi spesial surat kabar dikhususkan untuk membahas laporan biografis yang bermasalah dari mantan kaisar itu.[18] Hal ini menjadikan kampanye Diệm mengutuk Bảo Đại dengan lebih banyak detail tak senonoh daripada yang seharusnya hanya melalui slogan-slogan. Ini dimulai di bulan Agustus ketika harian Thoi Dai memulai seri tiga pekan yang menyebarkan detail tak berdasar dan memalukan tentang kehidupan Bảo Đại. Berita ini ditulis oleh Hong Van, yang menyebut Bảo Đại sebagai "kumbang kotoran yang menjual negaranya untuk kejayaan pribadi".[m][34] Van mengklaim Bảo Đại bukan anak yang sah dari Kaisar Khải Định, menuduh Khải Định tidak subur dan menikah dengan pelayan wanita, sebelum mengklaim anak sang pelayan dari pria lain sebagai anaknya.[38] Surat kabar ini juga mengklaim Bảo Đại "bertubuh besar seperti seorang pemalas, memiliki banyak anak, dan sangat menyukai wanita"[n] sementara Khải Định tidak nyaman berdekatan dengan wanita, menunjukkan bahwa perbedaan kepribadian ini tidak sejalan dengan garis keturunan biologis pada umumnya.[37]
Memanfaatkan sentimen anti-Prancis, harian itu mendiskusikan pendidikan Bảo Đại di Prancis, mengklaim bahwa dia telah main perempuan ketika remaja karena pendidikan Eropanya itu.[39] Bảo Đại kemudian menikahi warga negara Prancis beretnis Vietnam, yang kemudian menjadi Permaisuri Nam Phương, yang dibesarkan sebagai Katolik. Redaksi itu menuduhnya sebagai agen Prancis dan mengklaim dia memperlakukan ibu ratu dengan buruk,[39] suatu kekurangan watak yang serius sebagaimana Konghucu sangat menekankan rasa hormat kepada orang tua. Hong Van melanjutkan klaimnya bahwa beberapa kekasih Prancis Bảo Đại menunjukkan bahwa pejabat kolonial dengan sukses membuat kepala negara itu menjadi boneka Prancis.[40]
Puncak dari kampanye surat kabar itu adalah kartun pornografis satiris, berjudul "The Story of Bảo Đại".[41] Kartun itu merangkup penggambaran memalukan kepala negara yang dibuat oleh Thoi Dai di pekan-pekan sebelumnya dan diterbitkan pada 19 Oktober, empat hari sebelum referendum.[42] Kartun itu menampilkan Bảo Đại telanjang bulat dari depan dan selirnya, dengan alat kelamin yang dengan jelas terlihat, termasuk satu frame menampilkan wanita pirang telanjang mempertontonkan tarian erotis kepada kepala negara itu.[41]
Selain penggambaran Bảo Đại sebagai seorang yang rakus dan tak pernah puas secara seksual, kampanye Diệm juga menyerang identitas nasionalis kepala negara tersebut. Mereka mengkritiknya karena terlalu lembut dalam urusannya dengan otoritas kolonial Prancis, dan karena menjabat sebagai kepala negara Kekaisaran Vietnam, rezim boneka yang dibuat oleh Kekaisaran Jepang setelah mereka menginvasi selama Perang Dunia II.[40][43] Mereka juga menuduhnya menyerahkan setengah negara itu ke komunis.[40] Komunis telah mencaplok lebih dari setengah negara itu di medan perang,[44] dan Diệm mengklaim dia tidak memiliki pilihan, tetapi kampanye Diệm menggambarkannya sebagai orang yang inkompeten dan tidak ingin mau disalahkan.[41]
Diệm memanfaatkan kampanye edukasi pemilihan dari Kementerian Informasi sebagai alat politik partisan. Alih-alih menggunakannya secara murni untuk menjelaskan proses demokratis, kampanye itu digunakan untuk memuji Diệm.[45] Setelah menjelaskan masalah demokrasi, ada sebuah pamflet menguraikan alasan Pennyingkiran kepala negara adalah tindakan penting.[31] Setelah menguraikan tentang kekuasaan kepala negara, pamflet itu melanjutkan untuk menjagokan Diệm sebagai seorang anti-komunis yang dapat mempertahankan kebebasan masyarakat, sementara menjelaskan alasan Bảo Đại tidak pantas memimpin, mengatakan bahwa dia tidak memiliki kehormatan di antara komunitas internasional.[31]
Pada 15 Oktober, Bảo Đại mengeluarkan pernyataan yang memprotes referendum. Dia mendesak pemerintahan Prancis, Britania Raya, Amerika Serikat, India dan bahkan Uni Soviet untuk tidak mengakui Diệm, menagaskan bahwa dia adalah hambatan bagi penyatuan kembali Vietnam di bawah Persetujuan Jenewa.[18] Dia menuduh pemungutan suara Diệm sebagai "suatu kegiatan pemerintah yang tidak sesuai dengan sentimen yang mendalam dari rakyat Vietnam maupun penyebab umum perdamaian".[o][21]
Pada 18 Oktober, dia menampilkan sikap token secara resmi menolak Diệm. Hari berikutnya, dia mencela "metode polisi" dari "kediktatoran" Diệm dan memperingatkan warga Vietnam untuk "berhadapan dengan rezim yang terikat untuk memimpin mereka kepada kehancuran, kelaparan, dan peperangan".[p] Bảo Đại menuduh Diệm atas percobaan untuk memuci konflik antara Prancis dan Amerika.[46] Di malam hari sebelum pemilihan, Bảo Đại menyatakan "Saya bahkan bisa memberi tahu Anda bahwa saya tahu persentase suara yang menguntungkan yang Tuan Diem memilih untuk menerimanya."[q][18]
Oposisi lain
suntingPenyelenggaraan pemilihan ini didanai oleh asing. Pemerintah Amerika Serikat dan gabungan lembaga amal Katolik Roma Amerika masing-masing mendanai US$2 juta.[47] Ba Cụt, pemimpin sekte religius Hòa Hảo yang anti-pemerintah, menyebarkan pamflet yang mengutuk Diệm sebagai boneka Amerika, mengutip pendanaan sebagai bukti dan penegasan lebih lanjut bahwa Diệm akan "meng-Katolik-kan" negara itu.[48] Partai Sosialis Vietnam, yang berafiliasi dengan Hòa Hảo, mengklaim Diệm telah "menyuap dunia pekerja dan pelajar muda untuk mengajukan permohonan dalam mendukung kenaikan Diem sebagai kepala negara dan permohonan yang mendukung penyingkiran Bao Dai",[r] menggunakan pemilihan yang didanai Amerika.[49] Pemimpin pemberontak Hòa Hảo lainnya, Jenderal Trần Văn Soái, menyerang rezim Diệm yang tidak demokratis dan menyatakan referendum itu ilegal. Dia mengundang "negara-negara sahabat dan rakyat Vietnam untuk tidak mempercayai manuver politik ini".[s] Diệm sebelumnya telah memberi tahu menteri kabinet bahwa akan hanya ada satu partai politik – Nhu, dan akan melenyapkan oposisi dengan paksa.[49] Para penentang mengklaim pernyataan Diệm tentang nilai demokrasi sebagai omong kosong.[48]
Logistik dan pemungutan suara
suntingLansdale menyarankan Diệm untuk mencetak surat suaranya berwarna merah, sementara surat suara Bảo Đại dicetak berwarna hijau. Di Vietnam, merah terkait dengan keberuntungan dan kemakmuran, sebaliknya hijau sering dikaitkan dengan ketidaksetiaan dan nasib buruk.[1][33][50] Surat suara merah Diệm bergambar dirinya yang seperti orang berjiwa muda dan tampak modern, sementara Bảo Đại bergambar dia mengenakan jubah kuno yang dia tidak pernah pakai.[18] Sebagai tambahan, foto Bảo Đại menunjukkan dia tampak bingung dan gemuk, sementara Diệm dan orang-orang yang mengelilinginya tersenyum dan tampak bersemangat.[51] Surat suara tertulis bahwa siapa yang memilih Diệm sama dengan memilih demokrasi, dengan pernyataan "Saya memberhentikan Bảo Đại dan mengakui Ngô Đình Diệm sebagai Kepala Negara, dibebankan dengan komisi pendirian suatu rezim demokratis."[t][18][23][51] Surat suara Bảo Đại tertulis "Saya tidak memberhentikan Bảo Đại dan tidak menganggap Ngô Đình Diệm sebagai Kepala Negara, dibebankan dengan komisi pendirian suatu rezim demokratis."[u][18][51] Pemilih akan meenempatkan surat suara merah atau hijau ke dalam kotak suara, menurut pilihan mereka, sementara membuang yang lainnya, yang berarti pemilihan tersebut sebenarnya tidak rahasia.[23]
Logistik referendum diatur dan diawasi oleh saudara Diệm dan orang kepercayaannya, Nhu, yang merupakan pemimpin Partai Can Lao rahasia keluarganya, yang memasok basis pemilihan anggota keluarga Ngô. Laporan atas tindak kekerasan dan intimidasi tersebar luas. Selama referendum, staf Nhu memerintahkan pemilih untuk membuang surat suara hijau. Siapapun yang membangkang biasanya dikejar dan dipukuli, terkadang dengan saus pedas dan air dimasukkan ke lubang hidung mereka dengan paksa.[1][32] Pelanggaran ini khususnya terlihat sekali di Vietnam bagian tengah,[52] daerah yang dikuasai oleh adik Diệm yang lain Ngô Đình Cẩn.[53] Cẩn ditempatkan di bekas ibu kota kekaisaran, Huế, pusat Dinasti Nguyễn dan sumber dukungan Bảo Đại. Dia menahan dukungan ini dengan memerintahkan polisi untuk menangkap 1.200 orang atas dasar politis sepekan sebelum pemilihan.[52] Di kota Hội An, beberapa orang terbunuh karena kekerasan ketika hari pemilihan.[54] Pemungutan suara dimulai pada pukul 07:00 dan berakhir pada pukul 17:00.[55]
Perhitungan suara dan hasil
suntingPemerintahan Diệm merumuskan peraturan prosedural yang kelihatannya dirancang untuk memastikan hasil dan surat suara dilaporkan dengan benar untuk mencegah kecurangan pemilihan. Namun, kenyataannya suara dihitung tanpa pengawasan independen, yang hasilnya Diệm mendapatkan 98,2% suara. Perdana menteri itu mendapatkan 605.025 suara di Saigon, meskipun hanya ada 450.000 pemilih yang terdaftar di ibu kota tersebut. Perolehan Diệm melampaui nomor registrasi di distrik lainnya.[1][32] Surat kabar Prancis mengklaim bahwa hanya ada setengah pemilih terdaftar yang sebenarnya memilih, dan bahwa sisanya memboikot pemilihan,[56] yang berarti bahwa lebih dari 60% suara di ibu kota itu tidak sahih. Pembela Diệm mengklaim bahwa ini disebabkan oleh pengungsi yang baru saja datang, sebagian besar Katolik, dari Vietnam Utara yang tidak didaftarkan, bukan kecurangan pemilu berskala besar.[54]
Rezim Diệm telah mengumumkan bahwa 5.335.668 orang memenuhi syarat untuk memilih, tetapi ketika hasil diumumkan, ada 5.784.752 surat suara.[55] Pemerintahan Diệm mengklaim pencalonan telah disetujui oleh ibu Bảo Đại, meskipun Diệm telah memerintahkan militer untuk menyita kekayaan keluarganya dan mengusirnya.[57] Kehadiran dan dukungan pemilih yang hampir semuanya memilih Diệm terjadi juga di daerah dataran tinggi dan rawa-rawa Delta Mekong, yang bahkan tidak di bawah kekuasaan pemerintah dan Vietnamese National Army.[58] Di beberapa distrik di Delta Mekong, tercatat suara yang didapatkan Diệm luar biasa, melampaui 90% pemilih terdaftar,[59] bahkan meskipun pemimpin Hòa Hảo Ba Cụt dan tentaranya telah mencegah pemungutan suara.[18]
Referendum ini secara luas dikecam karena kecurangan.[52] Sejarawan dan penulis Jessica Chapman berkata "Bahkan para pembela Diệm seperti Anthony Trawick Bouscaren dan pejabat CIA berkebangsaan Amerika Edward Lansdale setuju dengan kritik paling keras perdana menteri itu dengan kesimpulan bahwa pemerintahan Vietnam Selatan antara tidak mampu atau enggan untuk mengadakan pemungutan suara yang benar-benar bebas dan representatif".[v][35] Sebuah laporan CIA yang ditulis pada 1966 memutuskan pemilihan itu sebagai pemilihan yang paling dimanipulasi dalam 11 tahun pertama sejarah Vietnam Selatan.[45] Pemerintah Amerika Serikat menyimpulkan bahwa monopoli yang dilakukan Diệm pada media dan kampanye pemilihan adalah faktor yang lebih besar dalam kemenangannya dibanding intimidasi dan fakta bahwa pemilihan itu effectively public. Reinhardt mengirim telegram kepada Washington, berkata bahwa "referendum itu terbukti sukses besar untuk pemerintahan Diem".[w][45] Dia menunjukkan bahwa hasil pemilihan belum tentu menggambarkan realitas dengan menambahkan bahwa hasil tidak menunjukkan bahwa Diệm memiliki dukungan mayoritas, tetapi dia dapat menguasai negara itu, secara efektif tidak tertandingi. Pemerintah Amerika Serikat sendiri sedikit gembira oleh kemampuan nyata Diệm melawan komunis dan oposisi lain.[45]
Akademis Bernard B. Fall menyatakan bahwa "tidak ada sedikitpun keraguan bahwa pemungutan suara ini hanya sedikit lebih curang dibanding sebagian besar tes pemilihan di bawah suatu kediktatoran".[x][58] Wartawan Stanley Karnow mengutip pemilihan yang kurang dapat dipercaya ini sebagai bukti "mentalitas Mandarin" Diệm.[1] Chapman menuliskan bahwa "... tidak ada kampanye sepihak, sentimen anti-Bảo Đại, atau or pengekangan politik Konghuchu yang dapat menjelaskan beda kemenangan Diệm sebesar 98 persen di Vietnam Selatan yang heterogen secara politis. Korupsi dan intimidasi pasti memainkan peran signifikan."[y][60] Buttinger berkata bahwa sementara monarki adalah "barang peninggalan busuk lain masa lalu Vietnam"[z] dan Bảo Đại "perwakilan terakhirnya yang tidak layak"[aa], kecurangan dan intimidasi tidak diperlukan sebagaimana Diệm akan menang mudah di peristiwa apapun.[35] Sejarawan David Anderson berkata bahwa kemenangan itu "bukan gambaran yang benar dari kekuatan atau popularitas Diệm. Kelemahan kaisar, kekacauan oposisi politik, dan faktor lain yang serupa menjelaskan kemenangannya".[ab][30]
Pilihan | Jumlah suara | Persentase |
---|---|---|
Monarki | 63,017 | 1.09 |
Republik | 5,721,735 | 98.91 |
Tidak valid/suara kosong | 0 | – |
Total | 5,784,752 | 100 |
Pemilih terdaftar/turnout | 5,335,668 | 108.42 |
Sumber: Direct Democracy |
Tanggapan dan sesudahnya
suntingTiga hari setelah pemilihan, Diệm mengumumkan pembentukan Republik Vietnam, menunjuk dirinya sendiri sebagai presiden.[50] Dia berkata "Pemilihan 23 Oktober yang [rakyat Vietnam Selatan] mengambil bagian antusias itu, merupakan persetujuan dari kebijakan yang dikejar sejauh itu dan pada saat yang sama menandakan suatu era baru secara keseluruhan untuk masa depan negara kita."[ac][46] Diệm mengulangi bahwa dia tidak akan mengambil bagian dalam pemilihan reunifikasi, mengatakan bahwa mereka akan sia-sia kecuali "kebebasan sejati" mendatangi komunis Vietnam Utara, yang mengesankan pengamat Amerika, yang khawatir akan pengambilalihan komunis secara total.[60]
Setelah mengklaim pemilihan ini secara keseluruhan beres,[54] pemerintah Amerika Serikat memuji Diệm sebagai pahlawan baru "dunia bebas".[18] Senator Mike Mansfield mengklaim referendum ini "adalah gambaran dari pencarian mereka [rakyat Vietnam] untuk seorang pemimpin yang akan menanggapi kebutuhan mereka ... mereka merasakan bahwa Diệm dapat menyediakan kepemimpinan semacam itu."[ad][61] Mansfield sudah menjadi profesor di bidang sejarah Asia sebelum memasuki politik; sebagai hasilnya, pendapat dia tentang Vietnam lebih berpengaruh dan mendapatkan junjungan tinggi oleh rekannya sesama senator.[62] Arsip diskusi kebijakan menunjukkan bahwa orang Amerika lebih khawatir tentang citra negatif yang dibuat oleh gaya otokratis dan anti-demkratis Diem di tengah masyarakat internasional, dibanding efek yang mungkin atas kesatuan nasional.[63] Juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat berkata "masyarakat Viet-Nam telah berbicara, dan kami, tentu saja, mengakui pilihan mereka".[ae][61] Sebuah pernyataan resmi yang berisi ucapan selamat tertulis "Department Luar Negeri berterima kasih bahwa menurut beberapa laporan referendum dilakukan dengan cara yang efisien dan tertib dan bahwa masyarakat Viet-Nam telah membuat pilihan mereka dengan sangat jelas ... kami mengharapkan keberlanjutan hubungan persahabatan antara Pemerintah Viet-Nam dan Amerika Serikat."[af][64]
Tanggapan atas kemenangan Diệm di tengah-tengah media Amerika bervariasi tergantung lokasi geografis.[45] Surat kabar di bagian Barat-Tengah memuji kemenangan Diệm sebagai keberhasilan untuk demokrasi dan juga memuji presiden baru ini sebagai juara demokrasi. Namun, The New York Times mengatakan bahwa beda kemenangan yang ekstrem membuat "kontrol administratif Diem lebih terlihat menyeluruh dibanding yang diperkirakan menjadi kasus oleh sejumlah pengamat di sini."[ag][60] Namun, koran itu juga dengan ramah mengklaim pemilihan itu suatu "prosedur yang terdengar demokratis"[ah] dan suatu "penghormatan publik untuk pemimpin yang berkeinginan kuat".[ai] Reader's Digest menyebut pemilihan itu suatu "dukungan luar biasa"[aj] dan menjuluki Diệm suatu "suar cahaya, menunjukkan jalan untuk membebaskan masyarakat".[ak][61]
Kemenangan Diệm dianggap sebagai pukulan untuk keberadaan Prancis di Vietnam, sebagai bekas kekuatan kolonial yang telah membantu merencanakan Negara Vietnam Bảo Đại pada 1949.[60] Mereka terus-menerus menentang Diệm dan kebijakannya, dan mencoba untuk mencegahnya.[65] Media Amerika Serikat menganggap kemenangan Diệm sebagai tanda bahwa Amerika Serikat akan menjadi satu-satunya kekuatan Barat di Vietnam Selatan. Beberapa merasa bahwa hal ini akan memungkinkan Diệm untuk berkuasa secara efektif tanpa halangan Prancis, sementara lainnya merasa bahwa ini akan meninggalkan beban yang terlalu banyak pada pemerintah Amerika.[60] Media Prancis dan korps diplomatik melihat hasil ini sebagai suatu penghinaan. Sebelum pemilihan, pejabat Prancis telah memperkirakan Diệm akan membubarkan French High Command (Komando Tinggi Prancis dan menggunakan kemenangan apapun sebagai pembenaran untuk membatalkan pemilihan reunifikasi nasional. Media Prancis menganggap pemilihan ini sebagai tidak demokratis dan suatu rencana oleh Amerika untuk menyabotase harapan penyatuan kembali nasional, tetapi kemudian Prancis tetap mengakui Republik Vietnam.[56]
Diệm memutuskan hubungan ekonomi dengan Prancis pada 9 Desember 1955, dan menarik diri dari Uni Prancis sesaat setelahnya. Baik Uni Soviet maupun Republik Rakyat Tiongkok tidak menolak secara terus terang terhadap tindakan Diệm membentuk negara baru di separuh bagian selatan Vietnam.[66] Namun, pada saat penyingkiran dan pembunuhan Diệm pada 1963, Prancis membeli 46,3% ekspor dari Vietnam Selatan dan dilaporkan sebagai investasi luar negeri terbesar di negara itu.[67] Pengaruh budaya dan bahasa Prancis tetap lazim.[67]
Pada Januari 1956, tanpa lembaga legislatif dan konstitusi, Diệm menggunakan kekuasaan absolutnya untuk membubarkan Dewan Revolusioner dengan meluncurkan serangan kepada para anggota, memaksa mereka yang dari Cao Đài dan Hòa Hảo yang telah berhimpun ke pihaknya melarikan diri. Hasilnya, mereka berbalik melawannya.[49]
Catatan
sunting- ^ Asli: "We will not be tied down by the [Geneva] treaty that was signed against the wishes of the Vietnamese people."
- ^ Asli: "the country's obsolete emperor and its far-from-popular prime minister, Ngo Dinh Diem".
- ^ Asli: "While I'm away I don't want to suddenly read that you have won by 99.99%. I would know that it's rigged then."
- ^ Asli: "This shall be but the first step made by our people in the free use of our political rights.""
- ^ Asli: "This 23 October, for the first time in our country's history, our men and women will exercise one of many basic civil rights of a democracy, the right to vote."
- ^ Asli: "Dear compatriots, proclaim your will forcefully! Go forward firmly in the path of Freedom, Independence and Democracy!"
- ^ Asli: "Whereas Bao Dai was given no opportunity to defend himself, the government-controlled press proceeded to overwhelm him with scurrilous abuse."
- ^ Asli: "Beware of the evil king Bảo Đại's preference for gambling, women, wine, milk, and butter. Those who vote for him betray their country."
- ^ Asli: "Bao Dai, puppet king selling his country"
- ^ Asli: "Bao Dai, master keeper of gambling dens and brothels"
- ^ Asli: "To vote for the revolutionary man Ngo Dinh Diem is to build a society of welfare and justice".
- ^ Asli: "To kill communists, depose the king, [and] struggle against colonialists is a citizen's duty in Free Vietnam."
- ^ Asli: "dung beetle who sold his country for personal glory".
- ^ Asli: "big like a lubber, had many children, and was very fond of women"
- ^ Asli: "a governmental activity which conforms neither to the profound sentiment of the Vietnamese people nor to the common cause of peace"
- ^ Asli: "against a regime that was bound to lead them to ruin, famine, and war"
- ^ Asli: "I can even tell you that I know the percentage of favourable votes that Mr. Diem has decided to obtain."
- ^ Asli: "bribed the world of laborers and young students to petition in support of Diem's rise to chief-of-state and to petition in favor of deposing Bao Dai"
- ^ Asli: "friendly countries and the people of Vietnam to distrust this political maneuver".
- ^ Asli: "I depose Bảo Đại and recognise Ngô Đình Diệm as Head of State, charged with the commission of setting up a democratic regime."
- ^ Asli: "I do not depose Bảo Đại and do not regard Ngô Đình Diệm as the Head of State charged with the commission of setting up a democratic regime."
- ^ Asli: "Even Diệm apologists like Anthony Trawick Bouscaren and American CIA officer Edward Lansdale concur with the prime minister's harshest critics on the conclusion that the South Vietnamese government was either incapable of or unwilling to hold a truly free, representative plebiscite".
- ^ Asli: "referendum proved [a] resounding success for [the] Diem government".
- ^ Asli: "there is not the slightest doubt that this plebiscite was only a shade more fraudulent than most electoral tests under a dictatorship".
- ^ Asli: "... no amount of unilateral campaigning, anti-Bảo Đại sentiment, or Confucian political restraint could explain Diệm's 98 percent margin of victory in a politically heterogeneous South Vietnam. Corruption and intimidation must have played a significant role."
- ^ Asli: "another rotten relic of Vietnam's past"
- ^ Asli: "its last, unworthy representative"
- ^ Asli: "was not a true representation of Diệm's power or popularity. The emperor's weakness, the disarray of the political opposition, and other such factors explain his triumph".
- ^ Asli: "The October 23rd plebiscite in which [the people of South Vietnam] took such an enthusiastic part, constitutes an approval of the policies pursued thus far and at the same time augurs a whole new era for the future of our country."
- ^ Asli: "was a reflection of their [the Vietnamese people's] search for a leader who would respond to their needs ... they sensed that Diệm could provide that kind of leadership."
- ^ Asli: "the people of Viet-Nam have spoken, and we, of course, recognise their decision".
- ^ Asli: "The Department of State is gratified that according to reports the referendum was conducted in such an orderly and efficient manner and that the people of Viet-Nam have made their choice unmistakably clear ... we look forward to a continuation of the friendly relations between the Government of Viet-Nam and the United States."
- ^ Asli: "Diem's administrative control look more pervasive than is thought to be the case by a number of observers here."
- ^ Asli: "sound democratic procedure"
- ^ Asli: "public tribute to a strong-willed leader"
- ^ Asli: "overwhelming endorsement"
- ^ Asli: "beacon of light, showing the way to free people".
Referensi
sunting- ^ a b c d e f g Karnow, p. 239.
- ^ Tucker, p.366.
- ^ Jacobs, pp. 37–42.
- ^ Maclear, pp. 65–68.
- ^ Jacobs, pp. 43–53.
- ^ Jacobs, pp. 20–26.
- ^ Karnow, p. 231.
- ^ Jacobs, p. 39.
- ^ Karnow, p. 234.
- ^ Jacobs, p. 61.
- ^ Jacobs, pp. 22–25, 43, 60–61.
- ^ Karnow, p. 236.
- ^ Jacobs, pp. 61–62.
- ^ Jacobs, pp. 71–79.
- ^ Moyar, pp. 47–51.
- ^ Karnow, p. 238.
- ^ Chapman, p. 677.
- ^ a b c d e f g h i j k l m Buttinger, pp. 890–92.
- ^ a b Chapman, p. 678.
- ^ a b c d e Chapman, p. 694.
- ^ a b Chapman, p. 679.
- ^ a b Chapman, p. 697.
- ^ a b c d Miller, p. 206.
- ^ Chapman, p. 671.
- ^ a b Chapman, p. 691.
- ^ a b Miller, p. 205.
- ^ Miller, pp. 204–06.
- ^ a b c Chapman, p. 695.
- ^ Chapman, pp. 695–96.
- ^ a b Chapman, p. 673.
- ^ a b c d Chapman, p. 692.
- ^ a b c d e Jacobs, p. 95.
- ^ a b c d e f g Moyar, p. 54.
- ^ a b c d e Chapman, p. 684.
- ^ a b c Chapman, p. 672.
- ^ a b Brownell, p. 153.
- ^ a b Chapman, p. 685.
- ^ Chapman, pp. 684–85.
- ^ a b Chapman, p. 687.
- ^ a b c Chapman, p. 688.
- ^ a b c Chapman, p. 689.
- ^ Chapman, pp. 688–89.
- ^ Jacobs, pp. 21–22.
- ^ Jacobs, p. 40.
- ^ a b c d e Chapman, p. 698.
- ^ a b Chapman, p. 680.
- ^ Chapman, pp. 701–02.
- ^ a b Chapman, p. 701.
- ^ a b c Chapman, p. 702.
- ^ a b Langguth, p. 99.
- ^ a b c Chapman, p. 696.
- ^ a b c Miller, p. 207.
- ^ Karnow, p. 246.
- ^ a b c Miller, p. 208.
- ^ a b Brownell, p. 154.
- ^ a b Chapman, p. 700.
- ^ Brownell, p. 157.
- ^ a b Fall, p. 257.
- ^ Moyar, p. 55.
- ^ a b c d e Chapman, p. 699.
- ^ a b c Brownell, p. 158.
- ^ Jacobs, p. 31.
- ^ Chapman, p. 703.
- ^ Brownell, p. 159.
- ^ Jacobs, pp. 22–25, 43, 60, 61, 71–79.
- ^ Roberts, p. 115.
- ^ a b Roberts, p. 159.
Sumber
sunting- Brownell, William (1963). The American Mandarin: a study of the life of Diem and of the origins of the American involvements. Ithaca, New York: Cornell University.
- Buttinger, Joseph (1967). Vietnam: A Dragon Embattled. Praeger Publishers.
- Chapman, Jessica (September 2006). "Staging Democracy: South Vietnam's 1955 Referendum to Depose Bao Dai". Diplomatic History. 30 (4). doi:10.1111/j.1467-7709.2006.00573.x.
- Fall, Bernard B. (1963). The Two Viet-Nams. Praeger Publishers. ISBN 0-8133-0092-4.
- Jacobs, Seth (2006). Cold War Mandarin: Ngo Dinh Diem and the Origins of America's War in Vietnam. Lanham, Maryland: Rowman & Littlefield. ISBN 0-7425-4447-8.
- Karnow, Stanley (1997). Vietnam: A history. New York City: Penguin Books. ISBN 0-670-84218-4.
- Langguth, A. J. (2000). Our Vietnam. Simon & Schuster. ISBN 0-684-81202-9.
- Maclear, Michael (1981). Vietnam: The ten thousand day war. Methuen. ISBN 0-423-00580-4.
- Miller, Edward (2004). Grand Designs, Vision, Power and Nation Building in America's Alliance with Ngo Dinh Diem, 1954–1960. UMI.
- Moyar, Mark (2006). Triumph Forsaken: The Vietnam War, 1954–1965. New York City: Cambridge University Press. ISBN 0-521-86911-0.
- Roberts, Priscilla (ed) (2006). Behind the bamboo curtain: China, Vietnam, and the world beyond Asia. Stanford University Press. ISBN 0-8047-5502-7.
- Tucker, Spencer C. (2000). Encyclopedia of the Vietnam War. ABC-CLIO. ISBN 1-57607-040-9.