Ramaria botrytis
Ramaria botrytis
| |||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Jamur | |||||||||
Taksonomi | |||||||||
Superkerajaan | Eukaryota | ||||||||
Kerajaan | Fungi | ||||||||
Divisi | Basidiomycota | ||||||||
Kelas | Agaricomycetes | ||||||||
Ordo | Gomphales | ||||||||
Famili | Gomphaceae | ||||||||
Genus | Ramaria | ||||||||
Spesies | Ramaria botrytis Bourdot, 1918 | ||||||||
Tata nama | |||||||||
Basionim | Clavaria botrytis (mul) | ||||||||
Sinonim takson |
Ramaria botrytis | |
---|---|
Karakteristik mikologi | |
Himenium lembut | |
tidak memiliki tudung | |
Tangkai gundul | |
Jejak spora berwarna kuning | |
Jenis ekologi mikoriza | |
Edibilitas: dapat dimakan atau tidak direkomendasikan |
Ramaria botrytis adalah spesies jamur karang dari famili Gomphaceae yang dapat dimakan. Tubuh buahnya dapat tumbuh hingga mencapai diameter 15 cm dan tinggi 20 cm. Di mana jamur ini menyerupai karang laut. Cabang-cabangnya yang tebal berasal dari pembengkakan ujung dasar yang besar sehingga membentuk cabang-cabang kecil. Cabang-cabang tersebut mulanya berwarna keputih-putihan. Namun, berangsur-angsur setelahnya akan berwarna bungalan atau sawo matang. Sementara itu, ujung cabangnya berwarna merah muda hingga kemerahan. Daging buahnya tebal dan berwarna putih. Sporanya serupa lapisan kekuningan, berbentuk elips, dan lurik memanjang berukuran sekitar 13,8 kali 4,7 mikrometer.
R. botrytis[1] merupakan salah satu spesies dalam genus Ramaria yang pertama kali dideskripsikan secara ilmiah oleh ahli mikologi bernama Christiaan Hendrik Persoon pada tahun 1797. Spesies ini ditemukan di Amerika Utara, Afrika Utara, Eropa tengah dan timur, Australia, dan Asia. Jamur ini bermikoriza dengan pohon berdaun lebar dan buah-buahan yang berada di tanah di daerah berhutan. Ada beberapa spesies jamur karang yang sekilas mirip dengan R. botrytis. Untuk itu, perbandingan habitat atau karakteristik seperti warna atau morfologi percabangan kerap digunakan saat proses identifikasi jamur tersebut. Sementara itu, mikroskop juga terkadang diperlukan guna memberikan perbedaan yang valid antara spesies-spesies tersebut. Tubuh buah R. botrytis dapat dimakan, sementara buah mudanya menghasilkan rasa buah yang lembut. Fergus (2003) mengingatkan bahwa konsumsi jamur ini akan menimbulkan efek pencahar terhadap individu yang sensitif. Lebih lanjut, R. botrytis mengandung beberapa senyawa kimia dengan aktivitas biologis in vitro. Sedangkan, tubuh buahnya memiliki efek antimikroba terhadap beberapa spesies dan strain bakteri resisten obat yang menyebabkan penyakit pada manusia.
Taksonomi dan klasifikasi
suntingPada tahun 1797, ahli mikologi Jerman bernama Christian Hendrik Persoon memberi nama spesies ini dengan nama Clavaria botrytis.[2] Di tahun 1821, Elias Magnus Fries menyetujui nama genus Clavaria dan memperlakukan Ramaria sebagai bagian dari Clavaria.[3] Barulah pada tahun 1918, Adalbert Ricken melakukan klasifikasi jamur dan menamai spesies R. botrytis seperti saat ini.[4] Taksonomi kuno pernah mencatat bahwa Gotthold Hahn menggagas nama Corallium botrytis[5] pada tahun 1883, sementara Arthur Anselm Pearson mengusulkan varietas Clavaria botrytis var. alba.[6] Sayangnya, kedua nama tersebut saat ini tidak lagi diakui sebagai sebuah takson independen.[1] Currie Marr dan Daniel Stuntz mendeskripsikan varietas R. botrytis var. aurantiiramosa dalam monografi Ramaria Washington barat tahun 1973.[7] Sementara itu, Edwin Schild dan G. Ricci mendeskripsikan varietas compactospora asal Italia pada tahun 1998.[8] Di tahun 1950, EJH Corner mengumumkan Clavaria holorubella yang ditemukan George F. Atkinson pada tahun 1908 sebagai R. botrytis var. holorubella.[9] Kini, takson tersebut dikenal sebagai spesies independen Ramaria holorubella.[10]
Nama spesifik "botrytis" berasal dari Bahasa Yunani yakni kata βότρυς (botrus) yang berarti "seikat anggur".[11] Spesies ini umumnya disebut dengan "karang kembang kol",[12] "jamur karang dengan ujung merah muda",[13] atau "karang rosso".[14] Di wilayah Cofre de Perote di Veracruz, Meksiko, R. botrytis memiliki nama lokal yakni escobea yang berarti "sapu kecil" atau pechuga yang berarti "dada ayam".[15]
R. botrytis ditetapkan sebagai spesies tipe dari Ramaria oleh Marinus Anton Donk pada tahun 1933.[16] Analisis molekuler modern menunjukkan bahwa Ramaria adalah kumpulan spesies polifiletik dengan tubuh buah klavarioid.[17][18] Berdasarkan taksonomi infragenerik yang diusulkan oleh Marr dan Stuntz, R. botrytis termasuk dalam subgenus Ramaria dan mencakup spesies yang memiliki spora beralur, sambungan pengapit yang dibentuk oleh hifa, dan tubuh buah berbentuk kembang kol yang besar dan bercabang banyak.[7] Analisis filogenetik DNA ribosom telah menunjukkan bahwa R. botrytis berkerabat dekat dengan R. rubripermanens dan R. rubrievanescens. Spesies tersebut juga membentuk klad yang berarti memiliki kekerabatan takson (nenek moyang bersam)) dengan truffle palsu bergenus Gautieria sehingga memiliki sifat turunan berdasarkan taksonominya.[17]
Deskripsi
suntingJamur ini menghasilkan tubuh buah dengan tinggi 6-20 cm dan lebar 6-30 cm.[9][19] Strukturnya serupa dengan kembang kol dengan batang tengah kokoh yang terdiri dari percabangan yang lebih rendah. Batang tersebut berukuran kerdil dan tebal dengan ukuran diameter sebesar 1,5-6 cm yang meruncing ke arah bawah. Batang dan cabang jamur ini mulanya berwarna putih, tetapi seiring bertambahnya usia warnanya berubah menjadi kuning pucat, lalu bungalan hingga sawo matang.[13] Warna tubuh buah yang sudah tua akan memudar hingga seluruhnya menjadi putih[20] atau berwarna oker akibat spora yang jatuh.[14] Pola percabangan jamur ini tidak teratur. Cabang utamanya sedikit dan tebal (2-3 cm), sementara cabang ujungnya tipis (2-3 mm),[13] dan biasanya berakhir dengan 5-7 cabang.[7] Ujung cabang berwarna merah muda hingga merah keunguan. Bagian berdagingnya padat, berwarna putih,[13] dan memiliki aroma yang samar[21] hingga aroma sedap.[22] Setetes reagen Melzer yang diaplikasikan ke jaringan batang menunjukkan reaksi pewarnaan amiloid yang rendah dengan waktu reaksi lebih dari 30 menit. Reaksi ini dapat digunakan untuk membantu membedakan R. botrytis dengan jamur sejenis lainnya.[7]
Spora dihasilkan oleh basidium di area permukaan luar cabang. Dari lapisannya terlihat bahwa spora berwarna kuning pucat. Secara mikroskopis, spora memiliki garis-garis memanjang atau berbentuk lurik miring terpadu layaknya pembuluh darah. Bentuknya seperti silinder kasar hingga sigmoid (melengkung seperti huruf "S") dengan dimensi berkisar antara 12–16 kali 4–5 µm.[9][23] Basidium berspora empat (kadang-kadang berspora dua) dan berukuran 59–82 kali 8–11 µm. Sterigmata (garis tipis basidium yang menempel pada spora) memiliki panjang yakni 4–8 µm. Himenium dan subhimenium (jaringan di bawah himenium) yang bergabung memiliki tebal sekitar 80 µm. Hifa yang terdiri dari subhimenium terjalin dengan diameter berukuran 2,5–4,5 µm; berdinding tipis; dan mengapit.[7]
Varietas R. botrytis var. aurantiiramosa dapat dibedakan dari varietas umum melalui warna oranye yang terdapat pada cabang atas.[24] Varietas compactospora cenderung menunjukkan warna merah anggur, ungu, atau kemerahan di ujung cabang, dan memiliki spora yang lebih kecil dengan ukuran 9,2-12,8 kali 4-5,4 µm.[8]
Spesies serupa
suntingCiri khas dari R. botrytis terletak pada ukurannya yang besar, cabang kecil dengan warna oranye, kemerahan atau bahkan keunguan, spora berbentuk lurik dengan dimensi rata-rata 13,8 kali 4,7 µm, dan reaksi pewarnaan amiloid yang lemah pada jaringan batang. R. rubripermanens memiliki cabang terminal berwarna kemerahan, bentuk yang kokoh, dan spora berbentuk lurik. R. rubripermanens dapat dibedakan dari R. botrytis berdasarkan sporanya yang jauh lebih kerdil.[7] Spesies lain yang cukup sulit dibedakan dengan R. botrytis meliputi R. formosa yang memiliki ujung berwarna kuning dengan cabang berwarna merah muda pekat dibandingkan R. botrytis; R. caulifloriformis atau spesies yang ditemukan di wilayah Great Lakes, Amerika Serikat yang dapat dibedakan dari R. botrytis melalui ujung cabangnya yang berwarna gelap seiring bertambahnya usia; R. strasseri memiliki ujung cabang berwarna kuning hingga cokelat; R. rubrievanescens dengan cabang berwarna merah muda yang akan memudar setelah dipetik atau saat jamur tersebut matang; dan R. botrytoides yang paling mudah dibedakan dari R. botrytis melalui sporanya yang halus.[12]
Spesies Eropa yakni R. rielii seringkali sulit dibedakan dengan R. botrytis, tetapi dapat dibedakan melalui pengamatan karakteristik mikroskopisnya. Dalam hal ini, R. rielii memiliki beberapa ciri, diantaranya: tidak memiliki hifa pengapit seperti R. botrytis, sporanya lebih panjang dan lebar, serta memiliki tonjolan alih-alih lurik.[25] Sedangkan, spesies Amerika Utara yakni R. araiospora sekilas memiliki kemiripan dengan R. botrytis. Namun, tetap saja R. araiospora memiliki pembedanya, antara lain ialah: tumbuh di bawah hemlock, memiliki cabang kemerahan-magenta dengan ujung oranye-kekuningan, tidak memiliki aroma mencolok, memiliki tonjolan, spora silindris dengan ukuran 9,9 kali 3,7 µm, dan memiliki jaringan batang non-amiloid.[7] Selain itu, terdapat juga spesies serupa lainnya yakni R. subbotrytis yang berwarna merah muda hingga kemerahan dan memiliki spora berukuran 7–9 kali 3–3,5 µm.[26]
R. araiospora | R. formosa | R. subbotrytis |
Habitat dan persebaran
suntingSpesies ektomikoriza yakni R. botrytis membentuk asosiasi mutualistik dengan pohon berdaun lebar, khususnya beech. Sebuah penelitian dengan tujuan mengetahui efektivitas beberapa jamur ektomikoriza yang dapat dimakan dalam mendorong pertumbuhan dan akumulasi nutrisi mahoni merah (Eucalyptus pellita) menunjukkan bahwa R. botrytis memberikan hasil terbaik terkait meningkatnya kolonisasi akar dan penyerapan makronutrien.[27] Catatan asosiasi dengan tumbuhan runjung bisa jadi mewakili spesies serupa.[14] Sementara itu, tubuh buah tumbuh di tanah dengan sendirinya dan tersebar atau mengelompok di antara dedaunan hutan.[9] Jamur ini juga bisa tumbuh di cincin peri.[22] R. botrytis disebut dengan " jamur salju", yang berarti seringkali berbuah di area tepian tumpukan salju yang mencair pada musim semi.[13] Di Korea, hal tersebut lazim terjadi di lokasi yang juga menghasilkan spesies Tricholoma matsutake yang dapat dimakan.[28]
Lebih lanjut, R. botrytis telah tersebar di beragam negara. Seperti misalnya, Afrika (Tunisia),[29] Australia,[30] Chili, Asia (termasuk Himalaya timur India,[31] Nepal,[32] Jepang,[33] Korea,[28] Pakistan,[34] Cina,[32] Timur Jauh Rusia,[35] dan Turki),[36] dan Eropa (termasuk Belanda, Prancis,[37] Portugal,[38] Italia,[39] Bulgaria,[32] dan Spanyol[40]). Jamur tersebut juga terdapat di Meksiko dan Guatemala,[32] serta tersebar luas di Amerika Utara[12] di mana dominasinya berada di wilayah tenggara dan di sepanjang Pantai Pasifik.[22] Varietas R. botrytis var. aurantiiramosa didistribusikan secara terbatas menuju Lewis County, Washington- wilayah yang terasosiasi dengan cemara Douglas (Pseudotsuga menziesii) dan hemlock barat (Tsuga heterophylla). Varietas compactospora diketahui berasal dari Sardinia, Italia dan ditemukan tumbuh di tanah berpasir di area hutan yang dihuni oleh pohon stroberi (Arbutus unedo), pohon semak (Erica arborea), dan holm oak (Quercus ilex).[8]
Penggunaan
suntingR. botrytis adalah spesies yang dapat dimakan dan beberapa orang menilainya sebagai sebuah pilihan.[13][41] Jamur ini memiliki rasa yang "ringan" atau "seperti buah-buahan".[21] Rasa tersebut digambarkan seperti rasa sauerkraut, kacang tanah segar atau kacang polong.[20] Sementara, untuk tubuh buahnya yang lebih tua menghasilkan rasa asam.[22] Jamur tersebut dijual di pasar bahan makanan yang ada di Jepang dengan nama Nedzumi-take.[33] Sedangkan di negara Korea dan Nepal,[42] jamur tersebut dapat diperoleh secara bebas di alam liar.
Bagian pangkal dan cabang utama yang tebal jamur ini membutuhkan waktu pemasakan yang lebih lama dibandingkan dengan cabang yang lebih kecil. Di wilayah Garfagnana di Italia tengah, jamur ini diolah dengan cara direbus atau diasamkan dalam minyak.[39][43] Tubuh buah dapat diawetkan dengan cara diiris tipis dan dikeringkan.[44] Di sisi lainnya, McKnight & McKnight (1987) meragukan jamur ini dapat dimakan. Mereka bahkan memperingatkan kemungkinan bahaya yang ditimbulkan dari spesies R. formosa yang beracun.[12] Fergus (2003) juga memperingatkan bahwa beberapa individu mungkin mengalami efek pencahar setelah mengonsumsi jamur tersebut.[13][45] Sikap waspada lantas dianjurkan ketika hendak mengumpulkan tubuh buah jamur ini di dekat area yang tercemar. Hal ini dikarenakan spesies tersebut mampu mengakumulasi arsenik yang beracun secara biologis.[46]
Analisis kimia menunjukkan bahwa R. botrytis memiliki nilai energi makanan sebesar 154 kilojoule per 100 gram tubuh buah segar.[47] Nilai tersebut sebanding dengan energi makanan dari jamur komersial yakni sebesar 120-150 kJ. Untuk persentase bahan keringnya, tubuh buah mengandung 39,0% protein kasar, 1,4% lipid, 50,8% karbohidrat, dan 8,8% abu. Sebagian besar kandungan lipid terdiri dari asam lemak oleat (43,9%), linoleat (38,3%), dan palmitat (9,9%).[48]
Struktur kimia
suntingEkstrak tubuh buah dari R. botrytis telah terbukti mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan sel HeLa yang ditumbuhkan dalam kultur jaringan.[49] Jamur ini mengandung senyawa nikotinamin yakni sebuah inhibitor ACE atau enzim pengubah angiotensin.[50] Nikotinamin adalah senyawa pengkelat logam penting dalam metabolisme besi yang juga digunakan oleh tanaman.[51] Beberapa sterol telah diisolasi dari tubuh buah jamur ini. Di antaranya ialah: 5α,6α-epoksi-3β-hidroksi-(22 E )-ergosta-8(14),22-dien-7-1, ergosterol peroksida, cerevisterol, dan 9α-hidroksicerevisterol. Sebagai tambahan, terdapat juga kandungan ceramide yang dahulu belum teridentifikasi (2 S,2'R,3R,4E,8E)-N-2'-hidroksioktadekanol-2-amino-9-metil-4,8-hepta-cadiene-1,3-diol.[33]
Melalui uji laboratorium, tubuh buah jamur ini menunjukkan adanya aktivitas antimikroba terhadap beberapa strain bakteri resisten obat yang bersifat patogen terhadap manusia. Ekstrak jamur tersebut mampu menghambat pertumbuhan bakteri gram positif yakni Enterococcus faecalis dan Listeria monocytogenes. Juga mampu membunuh spesies gram positif yakni Pasteurella multocida, Streptococcus agalactiae, dan S. pyogenes.[52]
Dalam sebuah studi tahun 2009 terhadap 16 spesies jamur liar Portugis yang dapat dimakan, R. botrytis menunjukkan konsentrasi asam fenolat tertinggi yakni sebesar 356,7 mg per kg tubuh buah segar. Kandungan asamnya, sebagian besar terdiri dari asam protocatechuic (PCA) yang memiliki kapasitas antioksidan tertinggi. Di mana senyawa fenolik sendiri adalah suatu senyawa yang umum terdapat dalam buah dan sayuran dan saat ini sedang diselidiki secara ilmiah guna mengetahui potensi kesehatannya terkait dengan penurunan risiko penyakit kronis dan degeneratif.[38]
Referensi
sunting- ^ a b Kew Mycology (2015). "Ramaria botrytis (Pers.) Ricken". Species Fungorum. Diakses tanggal 20 Januari 2022.
- ^ Persoon CH (1797). Commentatio de Fungis Clavaeformibus. Leipzig: Petrum Phillippum Wolf. hlm. 42.
- ^ Fries EM (1821). Systema Mycologicum. Lund: Ex Officina Berlingiana. hlm. 466.
- ^ Fillinger & Elad (2016). Botrytis – the Fungus, the Pathogen and its Management in Agricultural Systems. New York: Springer International Publishing. hlm. 1–489. ISBN 9783319233710. [pranala nonaktif permanen]
- ^ Hahn G (1883). Der Pilzsammler. Gera: Kanitz. hlm. 72.
- ^ Pearson, A. A. (1946). "New records and observations. III". Transactions of the British Mycological Society. 29 (4): 209. doi:10.1016/S0007-1536(46)80001-9.
- ^ a b c d e f g Marr & Stuntz (1973). Ramaria of Western Washington. Lehre: Bibliotheca Mycologica. hlm. 38. ISBN 978-3-7682-0902-1.
- ^ a b c Daniëls & Gorjón (2009). "Notas en Gomphales IV. Ramaria mediterranea, nuevas citas para la Península Ibérica". Boletín de la Sociedad Micológica de Madrid. 33 (2): 75–79.
- ^ a b c d Burt EA (1922). "The North American species of Clavaria with illustrations of the type specimens". Annals of the Missouri Botanical Garden. 9 (1): 7–8. doi:10.2307/2989963.
- ^ Kew Mycology (2015). "Ramaria holorubella (G.F. Atk.) Corner". Species Fungorum. Diakses tanggal 20 Januari 2022.
- ^ Rea C (1922). British Basidiomycetae: A Handbook to the Larger British Fungi. Cambridge: Cambridge University Press. hlm. 709.
- ^ a b c d McKnight & McKnight (1987). A Field Guide to Mushrooms: North America. Boston: Houghton Mifflin. hlm. 75. ISBN 978-0-395-91090-0.
- ^ a b c d e f g Arora D (1986). Mushrooms Demystified: A Comprehensive Guide to the Fleshy Fungi. Berkeley: Ten Speed Press. hlm. 656. ISBN 978-0-89815-169-5.
- ^ a b c Roberts & Evans (2011). The Book of Fungi (PDF). Chicago: University of Chicago Press. hlm. 500. ISBN 978-0-226-72117-0.
- ^ Glasenhardt dkk (2004). "Edible Wild Mushrooms of the Cofre De Perote Region, Veracruz, Mexico: An Ethnomycological Study of Common Names and Uses". Economic Botany. 58 (1): 111–115. doi:10.1663/0013-0001(2004)58%5BS111:EWMOTC%5D2.0.CO;2.
- ^ Petersen RH (1968). "Ramaria (Holmskjold) S. F. Gray versus Ramaria (Fries) Bonorden". Taxon. 17 (3): 279–280. doi:10.2307/1217708.
- ^ a b Humpert dkk (2001). "Molecular phylogenetics of Ramaria and related genera: Evidence from nuclear large subunit and mitochondrial small subunit rDNA sequences". Mycologia. 93 (3): 465–477. doi:10.2307/3761733.
- ^ Hosaka dkk (2006). "Molecular phylogenetics of the gomphoid-phalloid fungi with an establishment of the new subclass Phallomycetidae and two new orders". Mycologia. 98 (6): 949–959. doi:10.3852/mycologia.98.6.949.
- ^ Davis (2012). Field Guide to Mushrooms of Western North America. Berkeley: University of California Press. hlm. 295–296. ISBN 978-0-520-95360-4. OCLC 797915861. [pranala nonaktif permanen]
- ^ a b Coker WC (1923). The Clavarias of the United States and Canada. Chapel Hill: The University of North Carolina Press. hlm. 111–115.
- ^ a b Cooke, M. C.; Berkeley, M. J. (1888). Fungi; their nature, influence, and uses;. Cornell University Library. New York: New York, D. Appleton and Co. hlm. 1–338. ISBN 9785518427426.
- ^ a b c d Lee dkk (2005). "Cultural Characteristics for the Enhanced Mycelial Growth of Ramaria botrytis". Mycobiology. 33 (1): 12–14. doi:10.4489/MYCO.2005.33.1.012. ISSN 1229-8093. PMC 3774850 . PMID 24049467.
- ^ Ellis & Ellis (1990). Fungi Without Gills (Hymenomycetes and Gasteromycetes): An Identification Handbook. London: Chapman and Hall. hlm. 167. ISBN 978-0-412-36970-4.
- ^ Castellano dkk (1999). Handbook to Strategy 1: Fungal Species in the Northwest Forest Plan (PDF). Northwest Pacific: United States Department of Agriculture. hlm. 1–205.
- ^ Daniëls & Tellería (2000). "Notes on Gomphales: Ramaria rielii". Mycotaxon. 70 (1): 423–427.
- ^ Martín dkk (2020). "Figures of merit and statistics for detecting faulty species identification with DNA barcodes: A case study in Ramaria and related fungal genera". PLOS ONE. 15 (1): 1–22. doi:10.1371/journal.pone.0237507.
- ^ Aggangan dkk (2013). "Growth and nutrient accumulation of Eucalyptus pellita F. Muell. in response to inoculation with edible ectomycorrhizal mushrooms". Asia Life Sciences. 22 (1): 95–112. Archived from the original on 2013-10-14. Diakses tanggal 2022-01-21.
- ^ a b Palmén, J (2016). "Matsutake: mushroom of the year - or millenium?". Fungi Magazine. 8 (1): 40–48.
- ^ Palahí dkk (2007). Modeling, valuing and managing Mediterranean forest ecosystems for non-timber goods and services (PDF). Palencia: European Forest Institute. hlm. 185. ISBN 978-952-5453-27-0.
- ^ May dkk (2008). Fungi of Australia. 2B. Melbourne: CSIRO Publishing. hlm. 65. ISBN 978-0-643-06907-7.
- ^ Das dkk (2016). "Ramaria subalpina (Gomphaceae): A new edible fungus from India". Phytotaxa. 246 (2): 137–144. doi:10.11646/phytotaxa.246.2.5.
- ^ a b c d Boa E (1995). Wild edible fungi a global overview of their use and importance to people (PDF). Roma: FAO. hlm. 107–147. ISBN 978-92-5-105157-3.
- ^ a b c Yaoita dkk (2007). "A new ceramide from Ramaria botrytis (Pers.) Ricken". Journal of Natural Medicine. 61 (2): 205–207. doi:10.1007/s11418-006-0121-8.
- ^ Wani (2015). "Two new records of mushrooms from Kashmir Valley". Mycopath. 13 (1): 21–23.
- ^ Shiryaev (2007). "Clavarioid fungi of the Urals. II. The nemoral zone" (PDF). Karstenia. 47 (1): 5–16.
- ^ Sesli (2006). "Concentrations of trace elements in fruiting bodies of wild growing fungi in Rize Province of Turkey". Asian Journal of Chemistry. 18 (3): 2179–2184.
- ^ MNHN & OFB (2003). "Sheet of Ramaria botrytis (Pers.) Bourdot 1894". Inventaire national du patrimoine naturel (INPN). Diakses tanggal 20 Januari 2022.
- ^ a b Barros dkk (2009). "Phenolic acids determination by HPLC-DAD-ESI/MS in sixteen different Portuguese wild mushrooms species". Food and Chemical Toxicology. 47 (6): 1076–1079. doi:10.1016/j.fct.2009.01.039.
- ^ a b Pieroni, A (1999). "Gathered wild food plants in the upper valley of the Serchio River (Garfagnana), central Italy". Economic Botany. 53 (3): 327–341. doi:10.1007/BF02866645.
- ^ Rivera dkk (2007). "Gathered food plants in the mountains of Castilla–La Mancha (Spain): Ethnobotany and multivariate analysis" (PDF). Economic Botany. 61 (3): 269–289. doi:10.1663/0013-0001(2007)61[269:GFPITM]2.0.CO;2.
- ^ Bessette dkk (1997). Mushrooms of Northeastern North America. New York: Syracuse University Press. hlm. 421–422. ISBN 978-0-8156-0388-7.
- ^ Rosanna, L (2012). "Review of Conspectus of World Ethnomycology: Fungi in Ceremonies, Crafts, Diets, Medicines, and Myths". Journal of Agricultural & Food Information. 13 (2): 302–303. doi:10.1080/10496505.2012.695726.
- ^ Wright, CA (2001). Mediterranean Vegetables: A Cook's ABC of Vegetables and their Preparation. Boston: Harvard Common Press. hlm. 228. ISBN 978-1-55832-196-0.
- ^ Lyle, K (2016). The Complete Guide to Edible Wild Plants, Mushrooms, Fruits, and Nuts: Finding, Identifying, and Cooking. Montana: Falcon Guides. hlm. 1–240. ISBN 9781493018659. [pranala nonaktif permanen]
- ^ Fergus, CL (2003). Common Edible and Poisonous Mushrooms of the Northeast. Pennsylvania: Stackpole Books. hlm. 68. ISBN 978-0-8117-2641-2.
- ^ Slekovec & Irgolic (1996). "Uptake of arsenic by mushrooms from soil". Chemical Speciation and Bioavailability. 8 (3–4): 67–73. doi:10.1080/09542299.1996.11083271.
- ^ Barros dkk (2008). "Chemical composition and biological properties of Portuguese wild mushrooms: A comprehensive study". Journal of Agricultural and Food Chemistry. 56 (10): 3856–3862. doi:10.1021/jf8003114.
- ^ Kalač, P (2009). "Chemical composition and nutritional value of European species of wild growing mushrooms: A review" (PDF). Food Chemistry. 113 (1): 9–16. doi:10.1016/j.foodchem.2008.07.077.
- ^ Chung, KS. "The effects of mushroom components on the proliferation of HeLa cell line in vitro". Archives of Pharmacal Research. 2 (1): 25–34. doi:10.1007/BF02856430.
- ^ Izawa & Aoyagi (2006). "Inhibition of angiotensin converting enzyme by mushroom". Journal of the Japanese Society for Food Science and Technology-Nippon Shokuhin Kagaku Kogaku Kaishi. 53 (9): 459–465. doi:10.3136/nskkk.53.459.
- ^ Briat dkk (2007). "Iron utilization and metabolism in plants". Current Opinion in Plant Biology. 10 (3): 276–282. doi:10.1016/j.pbi.2007.04.003. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-01-26. Diakses tanggal 2022-01-26.
- ^ Alves dkk (2012). "Antimicrobial activity of wild mushroom extracts against clinical isolates resistant to different antibiotics". Journal of Applied Microbiology. 113 (2): 466–475. doi:10.1111/j.1365-2672.2012.05347.x. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-01-27. Diakses tanggal 2022-01-27.