Pengepungan Bukhara

Pengepungan Bukhara terjadi pada Februari 1220, semasa invasi Mongol ke Kekaisaran Khwarazmia. Genghis Khan, penguasa Kekaisaran Mongol, melancarkan serangan multiarah terhadap wilayah yang diperintah oleh Shah Muhammad II. Sementara itu, Shah berencana mempertahankan kota-kota utamanya secara terpisah. Pasukan Mongol justru mengepung kota perbatasan Otrar dan melanjutkan gerak maju ke jantung Khwarazmia.

Pengepungan Bukhara
Bagian dari Penaklukan Kekaisaran Khwarazmia oleh Mongol
TanggalFebruari 1220
LokasiBukhara, kini Uzbekistan
39°46′40″N 64°24′37″E / 39.77778°N 64.41028°E / 39.77778; 64.41028
Hasil Kemenangan Mongol
Pihak
Kekaisaran Mongol Kekaisaran Khwarazmia
Tokoh dan pemimpin
Gür-Khan
Kekuatan
Jumlah perkiraan modern dari 30.000 sampai 50.000 Jumlah perkiraan modern dari 2.000 sampai 20.000
Korban
Tidak diketahui Sebagian besar garisun
Bukhara di Uzbekistan
Bukhara
Bukhara
Lokasi pengepungan di peta Uzbekistan modern
Bukhara di West and Central Asia
Bukhara
Bukhara
Bukhara (West and Central Asia)

Bukhara, sebagai pusat perdagangan dan budaya utama Khwarazmia, terletak jauh dari perbatasan Mongol. Oleh karena itu, Shah hanya menempatkan kurang dari 20.000 tentara untuk pertahanannya. Pasukan Mongol yang dipimpin langsung oleh Genghis Khan—dengan kekuatan sekitar 30.000 hingga 50.000 personel—berhasil melintasi Gurun Kyzylkum yang sebelumnya dianggap tak dapat dilintasi oleh pasukan besar. Pertahanan Bukhara kewalahan menghadapi serangan dadakan ini. Setelah serangan balik yang gagal, kota luar menyerah pada 10 Februari, hanya dalam tiga hari. Sementara itu, loyalis Khwarazmia bertahan di benteng kota selama kurang dari dua minggu sebelum akhirnya jatuh setelah pertahanan mereka dibobol.

Pasukan Mongol membantai seluruh penghuni benteng dan memperbudak mayoritas penduduk Bukhara. Mereka merekrut pengrajin dan tukang ahli ke dalam pasukan Mongol, sementara penduduk lain diwajibkan bergabung sebagai tentara. Meskipun kota ini dihancurkan oleh kebakaran, tingkat kerusakannya tergolong lebih ringan dibandingkan kota-kota lain yang diserang Mongol. Dalam waktu singkat, Bukhara kembali bangkit sebagai pusat perdagangan dan ilmu pengetahuan, bahkan memperoleh keuntungan besar berkat stabilitas politik di bawah Pax Mongolica.

Latar belakang

sunting

Menjelang invasi Mongol, catatan geografis Yaqut al-Hamawi menggambarkan Bukhara sebagai "salah satu kota terbesar di Asia Tengah".[1][a] Dengan populasi hampir 300.000 jiwa dan perpustakaan yang menyimpan 45.000 buku, kota ini menjadi pesaing Baghdad sebagai pusat ilmu pengetahuan dan kebudayaan.[2][3] Masjid Po-i-Kalyan, yang dibangun pada 1121, merupakan salah satu masjid terbesar di dunia dan dilengkapi dengan minaret Kalyan.[4] Bukhara juga dijaga oleh Tabut Bukhara, sebuah kastil yang didirikan pada abad ke-5 sebagai benteng pertahanan. Lahan pertanian di sekitarnya diirigasi secara luas menggunakan air dari Sungai Zeravshan.[5]

Pada abad ke-12, Bukhara berada di bawah kekuasaan Dinasti Qarakhanid, yang sebelumnya menguasai sejumlah kota terkaya di Asia Tengah seperti Samarkand, Tashkent dan Fergana.[6] Meskipun secara nominal menjadi bawahan Kekhanan Qara-Khitai, Dinasti Qarakhanid diizinkan berkuasa secara otonom karena luas wilayah dan besarnya populasi yang mereka kendalikan. Pada 1215, mereka ditaklukkan oleh Khwarazmia—yang juga pernah menjadi bawahan Qara Khitai—setelah Khwarazmia berkembang dari Gurganj ke wilayah kekosongan kekuasaan yang ditinggalkan oleh keruntuhan Kekaisaran Seljuk.[7][8] Pada 1218, Khwarazmshah Muhammad II menjadi Sultan Hamadan, Iran dan Khorasan, serta mendirikan dominasi atas Ghuriyah dan Eldiguziyah.[7] Dinasti Khwarazmia kemudian mengambil alih Qara-Khitai yang telah mengalami ketidakstabilan akibat gelombang pengungsi dari wilayah taklukan Genghis Khan, yang saat itu mulai membangun hegemoni atas suku-suku Mongol.[9]

Usai kekalahan musuh utama mereka, pangeran Naiman Kuchlug, hubungan antara Mongol dan Khwarazmiyah awalnya baik.[10] Namun, Shah Muhammad II mulai merasa khawatir terhadap kekuatan Mongol. Sejarawan al-Nasawi menyebutkan bahwa kekhawatiran ini dipicu oleh insiden sebelumnya dengan pasukan Mongol, yang bergerak cepat dan sempat bentrok secara tidak sengaja dengan pasukan Khwarazmia.[11] Pada 1218, Shah mengizinkan Inalchuq, gubernur Otrar, untuk menahan rombongan dagang Mongol dan menyita barang-barang mereka. Genghis Khan, yang ingin menyelesaikan masalah secara diplomatik, mengirim tiga utusan ke Gurganj. Namun, Muhammad justru menahan mereka dan menghukum mati salah satu utusan tersebut secara terbuka. Murka atas tindakan ini, Genghis menghentikan sementara perangnya melawan Dinasti Jin di Tiongkok, dan bergerak ke barat pada 1219 dengan membawa sebagian besar pasukannya, hanya menyisakan pasukan kecil di bawah komando Muqali.[12]

Permulaan

sunting

Terdapat laporan berseberangan terkait total jumlah pasukan invasi Mongol. Angka tertinggi dihitung oleh para sejarawan Muslim klasik seperti Juzjani dan Rashid al-Din.[13][14] Cendekiawan-cendekiawan modern seperti Morris Rossabi menyatakan bahwa jumlah pasukan invasi Mongol tak berjumlah lebih dari 200.000;[15] John Masson Smith memberikan perkiraan sekitar 130.000.[16] Angka minimum 75.000 diberikan oleh Carl Sverdrup, yang berhipotesis bahwa tumen (unit militer Mongol terbesar) seringkali dilebih-lebihkan jumlahnya.[17] Pasukan Mongol datang ke Khwarazmia secara beruntun: pertama, sebuah pasukan pimpinan putra sulung Genghis Jochi dan panglima Jebe yang melintasi perlintasan Tien Shan, dan mulai merangseki kota-kota timur Lembah Fergana. Para saudara Jochi Chagatai dan Ogedai kemudian dikerahkan ke Otrar dan mengepungnya.[18] Genghis kemudian datang dengan putra bungsunya Tolui, dan membagi pasukan invasi dalam empat divisi: kala Chagatai dan Ogedai masih mengepung Otrar, Jochi bergerak ke barat laut menuju arah Gurganj. Detasemen kecil juga dikirim untuk merebut Khujand, namun Genghis sendiri mengarahkan Tolui dan sekitar separuh pasukan — antara 30.000 dan 50.000 pasukan — dan bergerak menuju ke barat.[19]

 
Kampanye-kampanye Genghis Khan antara 1207 dan 1225.

Khwarazmshah menghadapi banyak masalah. Kekaisarannya luas dan baru dibentuk, dengan pemerintahan yang masih berkembang.[20] Ibunya Terken Khatun masih memegang kekuatan mumpuni di kerajaan tersebut—Peter Golden menganggap hubungan antara Shah dan ibunya sebagai "diarki yang tak mudah", yang seringkali bertindak kala Muhammad tak bergerak.[21] Shah tak mempercayai sebagian besar panglimanya, satu-satunya pengecualian adalah putra sulung dan pewarisnya Jalal al-Din, yang keterampilan militernya memiliki perang dalam pertikaian sungai Irghiz pada setahun sebelumnya.[22] Jikae Khwarazmshah berniat memicu pertempuran, seperti yang diharapkan sebagian besar panglimanya, ia akan kalah banding dengan pasukan Mongol, baik dalam jumlah pasukan maupun keterampilannya.[23] Shah kemudian memutuskan untuk mengerahkan pasukannya sebagai pasukan garisun di sebagian besar kota penting di kekaisaran tersebut.[12] Karena jauh dari palahan perang yang sebetulnya, Bukhara mengerahkan pasukan yang relatif sedikit. Seperti halnya pasukan Mongol, terdapat juga perdebatan soal jumlah dan komposisi pasukan Shah. Pembuat kronik Juvaini menyatakan bahwa 50.000 dikirim untuk membantu Otrar, dan bahwa ada setidaknya 20.000 di Bukhara.[24] Menurut Sverdrup, terdapat antara dua dan lima ribu pasukan di Bukhara.[25] Menghadapi strategi Shah, Genghis mengerahkan kekuatan terhadap Samarkand dan bergerak 300 mil dari Gurun Kyzylkum untuk mencapai Bukhara pada 7 Februari 1220. Seperti halnya orang-orang sezaman yang menganggap Kyzylkum dilalui oleh pasukan besar, para sejarawan modern seperti H. Desmond Martin dan Timothy May menganggap manuver tersebut sebagai kehandalan taktikal.[26][27][28]

Pengepungan

sunting

Shah didapati sepenuhnya tak sadar. Ia menganggap bahwa Genghis mula-mula akan menyerang Samarkand, tempat pasukan kerahannya dan garisun ditempatkan di Bukhara akan menindak pengepungan tersebut. Iring-iringan Khan melewati Kyzylkum telah meninggalkan pasukan kerahan Khwarazmia menjadi tak berkutik, tak dapat menindak musuh atau menolong warganya.[25] Juvaini mencatat bahwa garisun di Bukhara dikomandoi oleh seorang sosok bernama Gür-Khan.[29] Sejarawan awal abad ke-20 Vasily Bartold menyatakan bahwa ini mungkin merujuk kepada Jamukha, seorang teman lama yang beralih menjadi musuh Genghis.[30] Kebanyakan sejarawan saat ini tak menganggapnya demikian, karena Jamukha diyakini telah dihukum mati pada 1206.[25][31]

Pengerahan militer ebsar terhadap pengepungan tersebut terjadi pada hari kedua atau ketiga, kala pasukan Sultan, berjumlah antara 2.000 dan 20.000, bergerak maju. Juvaini menyatakan bahwa mereka dimusnahkan oleh Mongol di tepi sungai:

Kala pasukan tersebut mencapai tepi Oxus, pasukan penjaga dan rombongan yang dimajukan tentara Mongol jatuh kepada mereka dan tak meninggalkan jejak ... Pada keesokan harinya dari sorotan matahari, daratan tersebut nampak rata dipenuhi dengan darah.

Sejarawan Paul Buell menyatakan bahwa pengerahan tersebut, yang dilakukan sendiri oleh pasukan auksilier Sultan dan bukan oleh garisun kota, telah berniat untuk kabur. Ia mengaitkan kehendak mereka untuk kabur dengan fakta bahwa Bukhara menjadi taklukan Khwarazmia paling terkini, yang direbut dari Qarakhaniyah kurang dari satu dasawarsa sebelumnya.[32] Pada 10 Februari, kota tersebut ditaklukan. Hanya pemberontakan yang kini datang dari segerombolan kecil loyalis di benteng kota. Benteng kota tersebut dibangun dengan ukuran yang paling tinggi, namun Khan mengerahkan para pakar dalam perang pengepungan dari Tiongkok. Perangsekan dilakuakn usai sepuluh hari memakai senjata bubuk meriam dan alat bakar, dan tembok kota tersebut jatuh pada hari kedua belas.[33][34]

Dampak

sunting
Bangunan-bangunan yang selamat dalam pengepungan tersebut. Arah jarum jam dari kiri atas: Minaret Kalyan; Mausoleum Samaniyah, yang selamat karena terkubur dalam lumpur;[35] dan Masjid Magok-i-Attari.[36]

Kala memasuki kota tersebut, Genghis Khan dikatakan memberikan pidato kala salat Jumat di kota tersebut:[37]

Wahai rakyatku, ketahuilah bahwa kau melakukan dosa-dosa besar, dan bahwa sosok-sosok besar di antara engkau telah melakukan dosa-dosa tersebut. Jika kau bertanya kepadaku apa yang membuktikan kata-kataku, aku berkata bahwa ini karena akulah penghukuman Allah. Jika kau tak melakukan dosa-dosa besar, Allah takkan mengirim hukuman seperti aku terhadap kamu.

Sejumlah kecil pemberontakan dari benteng kota akan mempertaruhkan nasib sisa-sisa Bukhara. Mongol menyulut kebakaran terhadap kota tersebut dalam upaya untuk menyingkirkan para pembelot. Karena banyak struktur di kotak tersebut yang berbahan kayu, kebakaran yang tak terkendali tersebut memusnahkan sebagian besar kota tersebut, termasuk perpustakaan terkenal.[32] Kebanyakan struktur batu yang bertahan pada kebakaran tersebut di diratakan oleh Mongol, termasuk masjid Po-i-Kalyan. Minaret Kalyan dibiarkan berdiri.[39]

Walaupun setiap orang di dalam benteng kota dibantai, populasi tak sepenuhnya dimusnahkan, tak seperti kota-kota lain seperti Merv dan Gurganj. Sehingga, rakyat dievakuasi dan terbagi. Kebanyakan wanita dirudapaksa dan diambil sebagai gundik, dan pengrajin kota tersebut dikirim ke pabrik-pabrik dan diperintahkan untuk membuat persenjataan Mongol, dan semua pria yang tersisa dalam usia layak diperintahkan melakukan wajib militer dalam pasukan Mongol.[40][41] Wajib milit tersebut akan dipakai sebagai tameng manusia dalam pengepungan-pengepungan Samarkand dan Gurganj, yang menyusul pada 1220 dan 1221.[42] Shah Muhammad wafat di sebuah pulau pada Laut Kaspia, dan Mongol secara sistematis mengepung dan merebut setiap kota besar di kekaisarannya.[43] Putranya Jalal al-Din melakukan pemberontakan besar namun kemudian kalah dalam Pertempuran Indus pada November 1221.[19]

Warisan

sunting

Walau menyurut dalam jangka pendek, pengepungan tersebut bukanlah akhir dari kota tersebut. Pada kenyataannya, kota tersebut mampu bertahan menjadi pusat perdagangan Asia dalam dua dasawarsa.[44] Unsur-unsur proto-birokratik dengan cepat ditempatkan di bawah naungan daruyachi Yelü Ahai.[45] Kebanyakan lembaga yang kemudian ditempatkan membuahkan inspirasi dari Qara-Khitai, yang disebut oleh Buell sebagai 'prototipe Kekaisaran Mongol'.[32] Catatan utusan Taois ke wilayah tersebut pada 1221 menyatakan bahwa Samarkand dan Bukhara mulai diduduki dengan para pemukim tukang Tiongkok dan Khitan.[46] Wilayah tersebut masih tak stabil. Kepala bandit Khwarazmia memutuskan untuk membunuh daruyachi Bukharan pada sekitaran masa itu. Bekas kota-kota Khwarazmia kemudian menjadi sumber pendapatan utama untuk Ogedai, dan kemudian menjadi kota-kota penting Kekhanan Chagatai. Bukhara dan Samarkand kemudian menjadi kampung halaman Timur Lenk.[47] Tempat tersebut meraih kembali pengaruh keagamaannya, menjadikannya pusat Sufisme paling penting di Asia Tengah dan kuil di sekitaran makam Sayf al-Din al-Bakharzi menjadi salah satu harta benda paling kaya di wilayah tersebut.[48]

Referensi

sunting

Catatan

sunting
  1. ^ Al-Hamawi memberikan gambaran kurang mendalam dari pusat berpenduduk padat, mengutip para penyair yang mengkritik "kekotoran dan juga kenajisan di jalan-jalan rayanya".[1]

Kutipan

sunting
  1. ^ a b al-Hamawi 1955, hlm. 354–4.
  2. ^ Modelski 2007.
  3. ^ Ahmad 2000, hlm. 217.
  4. ^ Emin 1989, hlm. 8–10.
  5. ^ Nelson Frye 1997, hlm. 28–32.
  6. ^ Golden 2009, hlm. 12–15.
  7. ^ a b Abazov 2008, hlm. 43.
  8. ^ Buniyatov 2015, hlm. 32–33.
  9. ^ Biran 2009, hlm. 47.
  10. ^ Jackson 2009, hlm. 30–31.
  11. ^ al-Nasawi 1998, hlm. 13.
  12. ^ a b May 2018, hlm. 60–61.
  13. ^ Juzjani 1873, hlm. 968.
  14. ^ al-Din 1998, 346.
  15. ^ Rossabi 1994, hlm. 49–50.
  16. ^ Smith 1975, hlm. 273–274, 280–284.
  17. ^ Sverdrup 2010, hlm. 109, 113.
  18. ^ Buniyatov 2015, hlm. 114.
  19. ^ a b Sverdrup 2010, hlm. 113.
  20. ^ Barthold 1968, hlm. 373–380.
  21. ^ Golden 2009, hlm. 14–15.
  22. ^ Jackson 2009, hlm. 31.
  23. ^ Sverdrup 2013, hlm. 37.
  24. ^ Juvaini 1958, hlm. 82.
  25. ^ a b c Sverdrup 2017, hlm. 151–153.
  26. ^ Buniyatov 2015, hlm. 117.
  27. ^ Martin 1943, hlm. 63–64.
  28. ^ May 2018, hlm. 62.
  29. ^ a b Juvaini 1958, hlm. 103.
  30. ^ Barthold 1968, hlm. 119–120.
  31. ^ Mote 1999, hlm. 422.
  32. ^ a b c Buell 1979, hlm. 130–131.
  33. ^ Buniyatov 2015, hlm. 118.
  34. ^ Jackson 2009, hlm. 34.
  35. ^ Starr 2013, hlm. 236.
  36. ^ World Heritage Site: Bukhara.
  37. ^ May 2007, hlm. 1.
  38. ^ Juvaini 1958, hlm. 105.
  39. ^ Man 2005, hlm. 198–199.
  40. ^ Atwood 2004, hlm. 25.
  41. ^ Chalind, Mangin-Woods & Woods 2014, hlm. 144–145.
  42. ^ Martin 1943, hlm. 64–65.
  43. ^ Buniyatov 2015, hlm. 125.
  44. ^ Foltz 2019, hlm. 94.
  45. ^ Atwood 2004, hlm. 307.
  46. ^ Chih'ch'ang Li 1888, hlm. 327.
  47. ^ May 2019, hlm. 39.
  48. ^ Blair 2000, hlm. 347.

Sumber

sunting

Abad pertengahan

sunting

Modern

sunting