n-Butanol

senyawa kimia
(Dialihkan dari N-butanol)

n-Butanol atau n-butil alkohol atau normal butanol adalah alkohol primer dengan struktur 4-karbon, dan memiliki rumus kimia C4H9OH. Isomernya antara lain isobutanol, 2-butanol, dan tert-butanol. Butanol adalah salah satu dari kelompok "alkohol fusel" (dari bahasa Jerman untuk "en: bad liquor"), yang memiliki lebih dari dua atom karbon dan mudah larut dalam air.

n-Butanol
Rumus kerangkan n-butanol
Rumus kerangkan n-butanol
Model ruang n-butanol
Model ruang n-butanol
Formula rangka n-butanol dengan penggambaran lengkap seluruh atom hidrogennya
Nama
Nama IUPAC (sistematis)
Butan-1-ol[1]
Nama lain
Butalkohol

Butanol
1-Butanol
Butil alkohol
Butil hidrat
Butilat alkohol
Butiralkohol
Butirat alkohol
Butiril alkohol
n-Butil alkohol
1-Hidroksibutana

n-Propilkarbinol
Penanda
Model 3D (JSmol)
3DMet {{{3DMet}}}
Referensi Beilstein 969148
ChEBI
ChEMBL
ChemSpider
DrugBank
Nomor EC
Referensi Gmelin 25753
KEGG
MeSH 1-Butanol
Nomor RTECS {{{value}}}
UNII
Nomor UN 1120
  • InChI=1S/C4H10O/c1-2-3-4-5/h5H,2-4H2,1H3 YaY
    Key: LRHPLDYGYMQRHN-UHFFFAOYSA-N YaY
  • InChI=1/C4H10O/c1-2-3-4-5/h5H,2-4H2,1H3
  • CCCCO
Sifat
C4H10O
Massa molar 74,12 g·mol−1
Penampilan Tak berwarna, cairan kental
Bau seperti pisang,[2] menyengat, manis beralkohol
Densitas 0,81 g cm−3
Titik lebur −89,8 °C
Titik didih 117,7 °C
73 g L−1 at 25 °C
Kelarutan sangat mudah larut dalam aseton
bercampur dengan etanol, etil eter
log P 0,839
Tekanan uap 6 mmHg (20 °C)[3]
Keasaman (pKa) 16,10
Indeks bias (nD) 1,3993 (20 °C)
Viskositas 2,573 mPa×s (at 25 °C) [4]
1,66 D
Termokimia
Entropi molar standar (So) 225,7 J K−1 mol−1
Entalpi pembentukan standarfHo) −328(4) kJ mol−1
Entalpi
pembakaran
standar
ΔcHo298
−2.670(20) kJ mol−1
Bahaya
Lembar data keselamatan ICSC 0111
Berbahaya Xn
Frasa-R R10, R22, R37/38, R41, R67
Frasa-S S2, S7/9, S13, S26, S37/39, S46
Titik nyala 35 °C
343 °C
Ambang ledakan 1,45–11,25%
Dosis atau konsentrasi letal (LD, LC):
790 mg/kg (mencit, oral)
3.484 mg/kg (kelinci, oral)
790 mg/kg (mencit, oral)
1700 mg/kg (anjing, oral)[5]
9.221 ppm (mamalia)
8.000 ppm (mencit, 4 hr)[5]
Batas imbas kesehatan AS (NIOSH):
PEL (yang diperbolehkan)
TWA 100 ppm (300 mg/m3)[3]
REL (yang direkomendasikan)
C 50 ppm (150 mg/m3) [skin][3]
IDLH (langsung berbahaya)
1.400 ppm[3]
Senyawa terkait
Kecuali dinyatakan lain, data di atas berlaku pada suhu dan tekanan standar (25 °C [77 °F], 100 kPa).
Referensi

n-Butanol secara natural berada sebagai produk minor fermentasi gula dan karbohidrat lainnya,[6] dan terdapat dalam kebanyakan bahan makanan dan minuman.[7][8] Ini juga merupakan zat perisa buatan yang diizinkan di Amerika Serikat,[9] digunakan dalam mentega, krim, buah, rum, whiskey, es krim, kembang gula, dan produk bakeri.[10] Senyawa ini juga digunakan luas untuk produk-produk konsumen.[7]

Penggunaan terbesar n-butanol sebagai produk antara dalam industri, terutama pada pabrikasi butil asetat (suatu zat perisa buatan dan pelarut industrial). Ini merupakan suatu petrokimia, dibuat dari propilena dan biasanya dimanfaatkan oleh industri. Perkiraan jumlah produksi tahun 1997 adalah: AS 784.000 ton, Eropa Barat 575.000 ton, Jepang 225.000 ton.[8]

Produksi

sunting

n-Butanol diproduksi secara industri dari bahan baku petrokimia propilena. Propilena diberi perlakuan hidroformilasi menjadi butiraldehida (proses okso) dengan keberadaan katalis homogen berbasis rhodium, mirip dengan katalis Wilkinson. Butiraldehida kemudian diberi perlakuan hidrogenasi untuk menghasilkan n-butanol.[8]

Penggunaan industrial

sunting

n-Butanol merupakan produk antara pada produksi butil akrilat, butil asetat, dibutil ftalat, dibutil sebakat, dan butil ester lainnya,[11][12] butil eter seperti etilen glikol monobutil eter, di- dan trietilen glikol monobutil eter, dan butil eter asetat terkait. Penggunaan industrial lainnya mencakup pabrikasi farmasi, polimer, plastik piroksilin, ester herbisida, printing (misal: 2,4-D; 2,4,5-T)[13] dan butil xantat. Ini juga digunakan sebagai diluen/pereaksi dalam pembuatan ureaformaldehida dan melamin–resin formaldehida.[8]

Penggunaan lain

sunting

n-Butanol digunakan sebagai bahan aktif dalam parfum dan sebagai pelarut untuk ekstraksi minyak atsiri.[11] n-Butanol juga digunakan sebagai pengekstrak pada industri antibiotika, hormon, dan vitamin;[11][12] pelarut untuk cat, pelapis, resin alami, getah, resin sintetis, pewarna, alkaloid, dan camphor.[11][12] Aplikasi minor lainnya antara lain sebagai zat pengembang dalam tekstil, komponen hidraulis dalam minyak rem, formulasi pembersih, penghilang gemuk pelumas,[7] sebagai komponen zat pengapung batuan,[13] dan sistem perlakuan kayu.[14]

n-Butanol telah diusulkan sebagai pengganti untuk minyak solar dan bensin. Senyawa ini diproduksi dalam jumlah kecil dari hampir seluruh fermentasi (lihat minyak fusel), tetapi spesies Clostridium memproduksi lebih banyak rendemen butanol, dan penelitian terkini sedang menjajagi untuk meningkatkan rendemen biobutanol dari biomassa.

Produksi atau, dalam beberapa kasus, penggunaan senyawa berikut berdampak pada eksposur n-butanol: kulit buatan, butil ester, semen karet, pewarna, perisa/pewarna buah, lak/pernis, industri film, film fotografi, jas hujan, parfum, plastik piroksilin, rayon, kacamata pengaman, dan pakaian tahan air.[7]

Keberadaan di alam

sunting

Lebah madu menggunakan n-butanol sebagai feromon siaga (En: alarm pheromone).

Keberadaan dalam makanan

sunting

n-Butanol berada di alam sebagai hasil fermentasi karbohidrat dalam sejumlah minuman beralkohol, termasuk bir,[15] brandy anggur,[16] wine,[17] dan whisky.[18] Terdeteksi pula terdapat dalam uapan hop (Humulus lupulus),[19] nangka,[20] susu yang diberi perlakukan panas,[21] melon musk,[22] keju,[23] biji kacang,[24] dan nasi.[25] n-Butanol juga terbentuk selama deep fry minyak jagung, minyak biji kapas, trilinolein, dan triolein.[26]

n-Butanol digunakan sebagai bahan aktif dalam pemrosesan dan perisa buatan,[11] dan untuk ekstraksi protein bebas lemak dari kuning telor,[27] bahan perisa alami dan minyak sayur, produksi ekstrak hop untuk pembuatan bir, dan sebagai pelarut untuk menghilangkan pigmen dari konsentrat protein daun.[28]

Metabolisme dan toksisitas

sunting

n-Butanol mudah diserap melalui saluran penceraan dan pernapasan, dan juga melalui kulit.[29] Senyawa ini dimetabolisme lengkap dalam vertebrata dengan jalur yang sama dengan metabolisme etanol: alkohol dehidrogenase mengubah n-butanol menjadi butiraldehida; kemudian dikonversi menjadi asam butirat oleh aldehida dehidrogenase. Asam butirat dapat dimetabolisme sempurna menjadi karbon dioksida dan air melalui jalur oksidasi-β. Dalam mencit, hanya 0,03% dari dosis oral 2.000 mg/kg yang dikeluarkan melalui urine.[30]

Toksisitas akut n-butanol relatif rendah, nilai LD50 oral adalah 790–4.360 mg/kg (mencit; nilai yang sebanding untuk etanol adalah 7.000–15.000 mg/kg).[8][31] Tidak ada kematian yang dilaporkan pada kasus menghirup senyawa ini dengan konsentrasi 8.000 ppm (mencit, terpapar selama 4-jam). Pada dosis sub-letal, n-butanol bertindak sebagai depresan pada sistem saraf pusat, mirip dengan etanol: satu penelitian pada mencit menunjukkan bahwa potensi intoksikasi n-butanol 6 kali lebih besar daripada etanol, penyebabnya kemungkinan akibat dari transformasinya yang lebih lambat dilakukan oleh alkohol dehidrogenase.[32]

n-Butanol adalah komponen alami dalam kebanyakan minuman beralkohol, walaupun dalam konsentrasi rendah (namun bervariasi).[33][34] Senyawa ini (bersama-sama dengan alkohol fusel) memiliki reputasi sebagai "memabukkan" yang parah, meskipun percobaan dalam model binatang menunjukkan bahwa tidak ditemukan bukti ini.[35] Dosis n-butanol yang tidak diketahui dikonsumsi oleh seorang pria berusia 47 tahun tanpa sejarah medis, menyebabkan sejumlah pengaruh kesehatan yang merugikan.

Bahaya lainnya

sunting

Cairan n-butanol, sebagaimana layaknya pelarut organik, sangat mengiritasi terhadap mata; sentuhan berulang dengan kulit dapat juga menyebabkan iritasi.[8] Senyawa ini diyakini memiliki pengaruh generik "defatting" (a.k.a: menghilangkan lemak dari makanan). Tidak ada sensitisasi kulit yang teramati. Iritasi jalur pernapasan hanya terjadi pada konsentrasi yang sangat tinggi (>2.400 ppm).[36]

Dengan titik sambar (en: flash point) 35 °C, n-butanol memiliki bahaya kebakaran moderat: sedikit lebih mudah terbakar daripada kerosin atau minyak disel, tetapi lebih susah terbakar daripada kebanyakan pelarut organik lainnya. Efek depresannya pada sistem saraf pusat (sama dengan intoksikasi etanol) merupakan bahaya potensial ketika bekerja dengan n-butanol dalam ruangan tertutup, meski ambang batas bau (0,2–30 ppm) jauh di bawah konsentrasi yang dapat mempengaruhi saraf.[36][37]

n-Butanol bertoksisitas rendah terhadap lingkungan perairan. Senyawa ini cepat terbiodegradasi dalam air, meskipun sekitar 83% bagian di udara di mana didegradasi oleh radikal hidroksil memiliki waktu paruh 1,2–2,3 hari. Memiliki potensial rendah mengalami bioakumulasi. Bahaya potensial pembuangan limbah n-butanol ke perairan adalah peningkatan kebutuhan oksigen kimia (en: chemical oxygen demand, COD) karena terkait dengan biodegradasinya.

Lihat juga

sunting

Pranala luar

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ "1-Butanol - Compound Summary". The PubChem Project. USA: National Center of Biotechnology Information. 
  2. ^ [n-Butanol Product Information, The Dow Chemical Company, Form No. 327-00014-1001, page 1]
  3. ^ a b c d "NIOSH Pocket Guide to Chemical Hazards #0076". National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH). 
  4. ^ Dubey, Gyan (2008). "Study of densities, viscosities, and speeds of sound of binary liquid mixtures of butan-1-ol with n-alkanes (C6, C8, and C10) at T = (298.15, 303.15, and 308.15) K". The Journal of Chemical Thermodynamics. 40 (2): 309–320. doi:10.1016/j.jct.2007.05.016. 
  5. ^ a b "N-butyl alcohol". Immediately Dangerous to Life and Health. National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH). 
  6. ^ Hazelwood, Lucie A.; Daran, Jean-Marc; van Maris, Antonius J. A.; Pronk, Jack T.; Dickinson, J. Richard (2008), "The Ehrlich pathway for fusel alcohol production: a century of research on Saccharomyces cerevisiae metabolism", Appl. Environ. Microbiol. 74 (8): 2259–66, doi:10.1128/AEM.02625-07, PMC 2293160, PMID 18281432.
  7. ^ a b c d Butanols: four isomers, Environmental Health Criteria monograph No. 65, Geneva: World Health Organization, 1987, ISBN 92-4-154265-9.
  8. ^ a b c d e f n-Butanol Diarsipkan 2015-09-24 di Wayback Machine. (PDF), SIDS Initial Assessment Report, Geneva: United Nations Environment Programme, April 2005 .
  9. ^ 21 C.F.R. § 172.515; 42 FR 14491, Mar. 15, 1977, as amended.
  10. ^ Hall, R. L.; Oser, B. L. (1965), "Recent progress in the consideration of flavouring ingredients under the food additives amendement. III. Gras substances", Food Technol.: 151, cited in Butanols: four isomers, Environmental Health Criteria monograph No. 65, Geneva: World Health Organization, 1987, ISBN 92-4-154265-9.
  11. ^ a b c d e Mellan, I. (1950), Industrial Solvents, New York: Van Nostrand Reinhold, pp. 482–88 , cited in Butanols: four isomers, Environmental Health Criteria monograph No. 65, Geneva: World Health Organization, 1987, ISBN 92-4-154265-9 .
  12. ^ a b c Doolittle, A. K. (1954), The Technology of Solvents and Plasticizers, New York: Wiley, hlm. 644–45 , cited in Butanols: four isomers, Environmental Health Criteria monograph No. 65, Geneva: World Health Organization, 1987, ISBN 92-4-154265-9 .
  13. ^ a b Monich, J. A. (1968), Alcohols: Their Chemistry, Properties, and Manufacture, New York: Chapman and Reinhold, cited in Butanols: four isomers, Environmental Health Criteria monograph No. 65, Geneva: World Health Organization, 1987, ISBN 92-4-154265-9.
  14. ^ ZA 7801031, Amundsen, J.; R. J. Goodwin & W. H. Wetzel, "Water-soluble pentachlorophenol and tetrachlorophenol wood-treating systems", diterbitkan tanggal 28 Feb. 1979 .
  15. ^ Bonte, W. (1979), "Congener substances in German and foreign beers", Blutalkohol, 16: 108–24 , cited in Butanols: four isomers, Environmental Health Criteria monograph No. 65, Geneva: World Health Organization, 1987, ISBN 92-4-154265-9 .
  16. ^ Schreier, Peter; Drawert, Friedrich; Winkler, Friedrich (1979), "Composition of neutral volatile constituents in grape brandies", J. Agric. Food Chem., 27 (2): 365–72, doi:10.1021/jf60222a031 
  17. ^ Bonte, W. (1978), "Congener content of wine and similar beverages", Blutalkohol, 15: 392–404 , cited in Butanols: four isomers, Environmental Health Criteria monograph No. 65, Geneva: World Health Organization, 1987, ISBN 92-4-154265-9 .
  18. ^ Postel, W.; Adam, L. (1978), "Gas chromatographic characterization of whiskey. III. Irish whiskey", Branntweinwirtschaft, 118: 404–7 
  19. ^ Tressl, Roland; Friese, Lothar; Fendesack, Friedrich; Koeppler, Hans (1978), "Studies of the volatile composition of hops during storage", J. Agric. Food Chem., 26 (6): 1426–30, doi:10.1021/jf60220a036 
  20. ^ Swords, G.; Bobbio, P. A.; Hunter, G. L. K. (1978), "Volatile constituents of jack fruit (Arthocarpus heterophyllus)", J. Food Sci., 43 (2): 639–40, doi:10.1111/j.1365-2621.1978.tb02375.x .
  21. ^ Jaddou, Haytham A.; Pavey, John A.; Manning, Donald J. (1978), "Chemical analysis of flavor volatiles in heat-treated milks", J. Dairy Res., 45 (3): 391–403, doi:10.1017/S0022029900016617 .
  22. ^ Yabumoto, K.; Yamaguchi, M.; Jennings, W. G. (1978), "Production of volatile compounds by Muskmelon, Cucumis melo", Food Chem., 3 (1): 7–16, doi:10.1016/0308-8146(78)90042-0 .
  23. ^ Dumont, Jean Pierre; Adda, Jacques (1978), "Occurrence of sesquiterpones in mountain cheese volatiles", J. Agric. Food Chem., 26 (2): 364–67, doi:10.1021/jf60216a037 
  24. ^ Fisher, Gordon S.; Legendre, Michael G.; Lovgren, Norman V.; Schuller, Walter H.; Wells, John A. (1979), "Volatile constituents of southernpea seed [Vigna unguiculata (L.) Walp.]", J. Agric. Food Chem., 27 (1): 7–11, doi:10.1021/jf60221a040 
  25. ^ Yajima, Izumi; Yanai, Tetsuya; Nakamura, Mikio; Sakakibara, Hidemasa; Habu, Tsutomu (1978), "Volatile flavor components of cooked rice", Agric. Biol. Chem., 42 (6): 1229–33, doi:10.1271/bbb1961.42.1229 [pranala nonaktif permanen]
  26. ^ Chang, S. S.; Peterson, K. J.; Ho, C. (1978), "Chemical reactions involved in the deep-fat frying of foods", J. Am. Oil Chem. Soc.: 718–27 
  27. ^ Meslar, Harry W.; White, Harold B., III (1978), "Preparation of lipid-free protein extracts of egg yolk", Anal. Biochem., 91 (1): 75–81, doi:10.1016/0003-2697(78)90817-5, PMID 9762085 
  28. ^ Bray, Walter J.; Humphries, Catherine (1978), "Solvent fractionation of leaf juice to prepare green and white protein products", J. Sci. Food Agric., 29 (10): 839–46, doi:10.1002/jsfa.2740291003 
  29. ^ Theorell, Hugo; Bonnichsen, Roger; Holtermann, Hugo; Sörensen, JöRgine Stene; Sörensen, Nils Andreas (1951), "Studies on Liver Alcohol Dehydrogenase I. Equilibria and Initial Reaction Velocities" (PDF), Acta. Chem. Scand., 5: 1105–26, doi:10.3891/acta.chem.scand.05-1105, diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2011-07-19, diakses tanggal 2015-12-07 
  30. ^ Gaillard, D.; Derache, R. (1965), "Métabilisation de différents alcools présents dans les biossons alcooliques chez le rat", Trav. Soc. Pharmacol. Montpellier, 25: 541–62 
  31. ^ Ethanol Diarsipkan 2012-01-04 di Wayback Machine. (PDF), SIDS Initial Assessment Report, Geneva: United Nations Environment Programme, August 2005 .
  32. ^ McCreery, N. J.; Hunt, W. A. (1978), "Physico-chemical correlates of alcohol intoxication", Neuropharmacology 17 (7): 451–61, doi:10.1016/0028-3908(78)90050-3, PMID 567755 .
  33. ^ Woo, Kang-Lyung (2005), "Determination of low molecular weight alcohols including fusel oil in various samples by diethyl ether extraction and capillary gas chromatography", J. AOAC Int. 88 (5): 1419–27, doi:10.5555/jaoi.2005.88.5.1419, PMID 16385992Woo, Kang-Lyung (2005), "Determination of low molecular weight alcohols including fusel oil in various samples by diethyl ether extraction and capillary gas chromatography", J. AOAC Int., 88 (5): 1419–27, doi:10.5555/jaoi.2005.88.5.1419, PMID 16385992 .
  34. ^ Lachenmeier, Dirk W.; Haupt, Simone; Schulz, Katja (2008), "Defining maximum levels of higher alcohols in alcoholic beverages and surrogate alcohol products", Regul. Toxicol. Pharmacol., 50 (3): 313–21, doi:10.1016/j.yrtph.2007.12.008, PMID 18295386 
  35. ^ Hori, Hisako; Fujii, Wataru; Hatanaka, Yutaka; Suwa, Yoshihide (2003), "Effects of fusel oil on animal hangover models", Alcohol Clin. Exp. Res., 27 (8 Suppl): 37S–41S, doi:10.1097/01.ALC.0000078828.49740.48, PMID 12960505 
  36. ^ a b Wysocki, C. J.; Dalton, P. (1996), Odor and Irritation Thresholds for 1-Butanol in Humans, Philadelphia: Monell Chemical Senses Center , cited in n-Butanol Diarsipkan 2015-09-24 di Wayback Machine. (PDF), SIDS Initial Assessment Report, Geneva: United Nations Environment Programme, April 2005 .
  37. ^ Cometto-Muñiz, J. Enrique; Cain, William S. (1998), "Trigeminal and Olfactory Sensitivity: Comparison of Modalities and Methods of Measurement", Int. Arch. Occup. Environ. Health, 71 (2): 105–10, doi:10.1007/s004200050256, PMID 9580447