Maria Magdalena
Maria Magdalena (bahasa Ibrani: מרים המגדלית, Miryám Ha-Magdalit; bahasa Yunani: Μαρία ἡ Μαγδαληνή, María hē Magdalēnē; harfiah: "Maria asal Magdala")[a] adalah seorang perempuan Yahudi pengikut Yesus yang ikut serta dalam pewartaan-pewartaan Yesus, dan pada kemudian hari menjadi saksi mata peristiwa penyaliban, penguburan, dan kebangkitan Yesus. Mungkin sekali ia dijuluki "Magdalena" karena berasal dari Magdala, kota nelayan di tepi barat Danau Galilea.
Lukas 8:2–3 menerangkan bahwa Maria Magdalena adalah salah seorang dari perempuan-perempuan yang ikut serta dalam pewartaan-pewartaan Yesus dan menyokong pewartaan Yesus "dengan kekayaan mereka". Keterangan ini menyiratkan bahwa mungkin sekali Maria Magdalena adalah seorang perempuan yang relatif kaya. Nas yang sama juga menerangkan bahwa Yesus mengusir tujuh roh jahat dari dalam diri Maria Magdalena. Keterangan ini diulangi dalam Markus 16. Menurut keempat injil kanonik, Maria Magdalena adalah salah seorang saksi mata peristiwa penyaliban Yesus, dan lebih lanjut juga pada penguburan Yesus berdasarkan tiga injil sinoptik. Keempat injil kanonik menyebutnya, baik secara pribadi maupun bersama sejumlah perempuan lain, sebagai orang yang pertama kali mendapati kubur Yesus sudah kosong, dan juga sebagai orang yang pertama kali bersaksi tentang kebangkitan Yesus. Karena hal-hal inilah, banyak Gereja dari berbagai mazhab menghormatinya sebagai "rasul para rasul". Maria Magdalena juga dijadikan tokoh utama dalam karya-karya tulis Kristen Gnostik yang apokrif (tidak sahih), antara lain Percakapan Juru Selamat, Pistis Sofia, Injil Tomas, Injil Filipus, dan Injil Maria. Karya-karya tulis yang dianggap tidak mengandung informasi sejarah yang akurat oleh para ahli ini menggambarkannya sebagai murid yang paling dekat dengan Yesus, sekaligus sebagai insan yang paling memahami ajaran-ajaran Yesus. Menurut injil-injil Gnostik, kedekatan Maria Magdalena dengan Yesus membangkitkan rasa tidak senang dari murid-murid Yesus lainnya, terutama Simon Petrus.
Pada Abad Pertengahan, Maria Magdalena secara keliru disamakan dengan Maria dari Betania dan "perempuan berdosa" tanpa nama yang melumuri kaki Yesus dengan minyak wangi (Lukas 7:36–50). Akibatnya, muncul keyakinan keliru yang tersebar luas di kalangan umat Kristen bahwa ia adalah seorang pelacur atau pezina yang bertobat. Pada masa yang sama, muncul berbagai kisah yang muluk-muluk di Eropa Barat tentang kekayaan dan kecantikan Maria Magdalena, serta kisah hijrahnya ke kawasan selatan Prancis. Anggapan yang menyamakan Maria Magdalena dengan Maria dari Betania dan "perempuan berdosa" tanpa nama merupakan salah satu kontroversi utama yang mencuat pada tahun-tahun menjelang Reformasi Protestan, dan ditolak oleh sejumlah pemimpin gerakan Reformasi Protestan. Pada kurun waktu Kontra Reformasi, Gereja Katolik mengedepankan sosok Maria Magdalena sebagai lambang pertobatan.
Pada tahun 1969, hari peringatan Maria Magdalena selaku tokoh yang dianggap sama dengan Maria dari Betania dan "perempuan berdosa" tanpa nama dihilangkan dari Kalender Gereja Roma, tetapi anggapan bahwa Maria Magdalena adalah seorang mantan pelacur tak kunjung lekang dari ingatan umum. Maria Magdalena dihormati sebagai orang kudus oleh Gereja Katolik, Gereja Ortodoks Timur, persekutuan gereja-gereja Anglikan, dan gereja-gereja Protestan bermazhab Lutheran. Hari peringatannya jatuh pada tanggal 22 Juli. Gereja-gereja Protestan dari mazhab selain Lutheran menghormatinya sebagai salah seorang srikandi iman. Gereja-Gereja Ortodoks Timur juga memperingatinya pada setiap hari Minggu Para Pembawa Mur. Penghormatan terhadap Para Pembawa Mur adalah tradisi Gereja Ortodoks yang setara dengan tradisi penghormatan terhadap Ketiga Maria dalam Gereja Barat. Bagi sebagian besar sejarawan, spekulasi-spekulasi yang mengatakan bahwa Maria Magdalena adalah istri Yesus atau pernah bersebadan dengan Yesus adalah pendapat-pendapat yang sangat diragukan kebenarannya.
Riwayat hidup
Sama seperti Yesus, Maria Magdalena juga diakui sebagai salah seorang tokoh nyata dalam sejarah di kalangan sejarawan sekuler pada umumnya.[1][2][3] Meskipun demikian, hanya sedikit sekali keterangan mengenai riwayat hidupnya.[4] Maria Magdalena tidak meninggalkan karya-karya tulis sendiri,[5] dan tidak ada karya-karya tulis gadungan yang mencatut namanya, sebagaimana yang umum terjadi pada murid-murid Yesus lainnya.[5] Namanya tidak pernah disebut-sebut dalam surat-surat Paulus maupun surat-surat am.[6][7] Sumber tertua dan tepercaya mengenai riwayat hidupnya adalah ketiga injil sinoptik, yakni Injil Matius, Injil Markus, dan Injil Lukas, yang semuanya ditulis pada abad pertama tarikh Masehi.[8][9][10]
Peran serta dalam pewartaan Yesus
Mungkin sekali sebutan "Magdalena" (bahasa Yunani: ἡ Μαγδαληνή, hē Magdalēnē; harfiah: "Si Orang Magdala") dilekatkan pada namanya karena ia berasal dari Magdala,[11][12][b] kota kecil di pesisir barat Danau Galilea, yang pada Abad Kuno dikenal sebagai sebuah perkampungan nelayan.[11][16][17] "Maria" adalah nama yang paling sering diberikan kepada anak-anak perempuan Yahudi pada abad pertama tarikh Masehi,[11][d] sehingga para penulis injil merasa perlu menambahkan sebutan "Magdalena" guna membedakannya dari perempuan-perempuan pengikut Yesus lainnya yang juga bernama Maria.[11] Injil Markus, injil yang paling tua, tidak menyebut-nyebut Maria Magdalena sebelum peristiwa penyaliban Yesus,[21] tetapi Injil Lukas menyajikan keterangan ringkas mengenai peran sertanya dalam pewartaan Yesus.[22]
Tidak lama sesudah itu Yesus berjalan berkeliling dari kota ke kota dan dari desa ke desa memberitakan Injil Kerajaan Allah. Kedua belas murid-Nya bersama-sama dengan Dia, dan juga beberapa orang perempuan yang telah disembuhkan dari roh-roh jahat atau berbagai penyakit, yaitu Maria yang disebut Magdalena, yang telah dibebaskan dari tujuh roh jahat, Yohana isteri Khuza bendahara Herodes, Susana dan banyak perempuan lain. Perempuan-perempuan ini melayani rombongan itu dengan kekayaan mereka.
Keterangan bahwa Maria Magdalena pernah dirasuki tujuh roh jahat diriwayatkan kembali dalam Markus 16:9,[26] yakni dalam "tambahan pada bagian penutup" Injil Markus, yang tidak terdapat dalam naskah-naskah terdahulu. Bagian ini sesungguhnya adalah ayat-ayat yang baru ditambahkan pada abad ke-2, dan mungkin sekali didasarkan pada Injil Lukas.[26][27] Pada abad pertama, roh jahat diyakini sebagai biang keladi sakit lahiriah maupun batiniah.[28][23][24] Bruce Chilton, salah seorang pengkaji sejarah Gereja Perdana, berpendapat bahwa penyebutan angka "tujuh" sebagai jumlah roh jahat yang diusir dari dalam diri Maria Magdalena berarti bahwa ia harus menjalani tujuh kali pengusiran roh jahat, yang mungkin saja berlangsung dalam jangka waktu yang lama, karena enam kali pengusiran yang terdahulu ternyata gagal atau belum tuntas.[25] Bart D. Ehrman, salah seorang pengkaji Perjanjian Baru sekaligus ahli sejarah Gereja Perdana, menyimpulkan bahwa "tujuh" mungkin hanyalah angka simbolis.[24] Dalam tradisi Yahudi, angka tujuh adalah angka sempurna,[24] sehingga keterangan bahwa Maria Magdalena pernah dirasuki tujuh roh jahat hanya berarti bahwa ia pernah sepenuhnya kerasukan roh jahat.[24] Dari sudut pandang lain, Maria Magdalena kemungkinan mengalami trauma emosional atau kejiwaan yang berat, sehingga dianggap perlu menjalani "tujuh kali pengusiran roh jahat".[23][24] Kemungkinan kesembuhan karena dilepaskan dari kuasa tujuh roh jahat inilah yang membuat Maria Magdalena menjadi sedemikian setianya berbakti pada Yesus.[11][29][30] Para penulis injil lazimnya gemar meriwayatkan keseruan pengusiran roh jahat yang dilakukan Yesus di muka umum, lengkap dengan kisah orang yang meraung-raung, memukul-mukul, dan mencabik-cabik pakaian di depan mata khalayak ramai.[31] Kenyataan bahwa tindakan pengusiran roh jahat yang merasuki Maria Magdalena tidak diriwayatkan secara panjang lebar mungkin menyiratkan bahwa tindakan itu tidak dilakukan di muka umum, atau dianggap tidak cukup menarik untuk diceritakan.[31]
Karena Maria Magdalena adalah salah seorang dari perempuan-perempuan yang menyokong pewartaan Yesus dengan kucuran dana, maka dapat disimpulkan bahwa ia tergolong relatif kaya.[11][32] Tempat-tempat dia dan perempuan-perempuan lainnya disebutkan dalam injil-injil benar-benar menunjukkan bahwa peran serta mereka sangat penting bagi pewartaan Yesus,[33][34][35][36] dan kenyataan bahwa nama Maria Magdalena selalu didahulukan bilamana disebut bersama nama-nama sekelompok perempuan dalam ketiga injil sinoptik menunjukkan bahwa ia dihargai sebagai orang yang terpenting di antara mereka.[37][38][39] Carla Ricci mengemukakan bahwa, di kalangan pengikut Yesus, Maria Magdalena menduduki tempat pertama di antara murid-murid perempuan, sebagaimana Simon Petrus menduduki tempat pertama di antara murid-murid lelaki.[39] Kenyataan bahwa kaum perempuan memainkan peranan yang sedemikian pentingnya dalam pewartaan Yesus bukanlah suatu perkara yang sungguh-sungguh radikal atau belum pernah terjadi sebelumnya;[34][36] prasasti-prasasti semasa dari sebuah rumah ibadat Yahudi di Afrodisias, Asia Kecil, membuktikan bahwa banyak donatur utama rumah ibadat itu adalah kaum perempuan.[34] Selain itu, sangat tidak mungkin Yesus dalam sejarah pernah mengajarkan kesetaraan penuh antara perempuan dan laki-laki,[40][41] malah salah satu kenyataan tersahih dari riwayat hidup Yesus adalah kenyataan bahwa kedua belas murid utamanya dipilih dari antara kaum lelaki.[42] Meskipun demikian, pewartaan Yesus memang memberi keleluasaan yang lebih besar kepada kaum perempuan dibanding keleluasaan yang mereka nikmati dalam keseharian masyarakat Yahudi kala itu.[43][36] Yesus mengajarkan bahwa di dalam Kerajaan Allah, yang kedatangannya sudah di ambang pintu itu, akan terjadi penjungkirbalikan peranan, dan orang-orang yang tertindas akan ditinggikan (Matius 19:30, 20:16).[44] Menurut Bart D. Ehrman, gagasan ini kemungkinan dapat memikat dan menggugah kaum perempuan pada zaman itu, misalnya saja Maria Magdalena, yang mungkin merasa tertindas oleh pandangan tradisional mengenai peran gender dalam masyarakat.[45]
Saksi mata penyaliban dan penguburan Yesus
Keempat injil kanonik sepakat bahwa Maria Magdalena, bersama-sama sejumlah perempuan lain, menyaksikan peristiwa penyaliban Yesus.[47] Menurut Markus 15:40, para saksi mata adalah Maria Magdalena, Maria ibu Yakobus, dan Salome.[47] Sementara itu, berdasarkan Matius 27:55–56, para saksi mata adalah Maria Magdalena, Maria ibu Yakobus dan Yusuf, dan ibu anak-anak Zebedeus yang tidak disebutkan namanya (mungkin sama dengan perempuan yang bernama Salome dalam Injil Markus).[47] Lukas 23:49 mengisahkan tentang sekelompok perempuan yang menyaksikan peristiwa penyaliban Yesus, tetapi tidak menyebutkan nama-nama mereka.[47] Menurut Yohanes 19:25, para saksi mata peristiwa penyaliban Yesus adalah Maria ibu Yesus beserta sanaknya, Maria istri Klopas, dan Maria Magdalena.[47]
Hampir semua sejarawan ternama sepakat bahwa Yesus benar-benar disalibkan oleh orang Romawi atas titah Ponsius Pilatus.[48][49][50][51][52] Kendati demikian, riwayat-riwayat injil mengenai peristiwa penyaliban Yesus justru berbeda satu sama lain,[53] dan sebagian besar sejarawan sependapat bahwa sejumlah rincian dalam riwayat-riwayat ini mungkin sudah disunting agar selaras dengan agenda-agenda teologis penulisnya.[53] Bart D. Ehrman berpendapat bahwa kehadiran Maria Magdalena dan perempuan-perempuan lain dalam peristiwa penyaliban Yesus mungkin sekali benar-benar terjadi, karena umat Kristen kemungkinan besar tidak akan mengarang-ngarang cerita bahwa saksi-saksi mata utama dalam peristiwa penyaliban Yesus adalah kaum perempuan,[54] dan juga karena kehadiran mereka diriwayatkan sendiri-sendiri dalam ketiga injil sinoptik maupun Injil Yohanes.[55] Maurice Casey sependapat bahwa kehadiran Maria Magdalena dan perempuan-perempuan lain dalam peristiwa penyaliban Yesus boleh jadi dicatat sebagai sebuah fakta sejarah.[1] Menurut E. P. Sanders, mungkin kaum perempuan tampil menjadi saksi mata peristiwa penyaliban Yesus, manakala murid-murid lelaki justru kocar-kacir melarikan diri, karena lebih kecil kemungkinan bagi para murid wanita untuk ditangkap, karena mereka lebih berani daripada kaum lelaki, atau karena kedua-duanya.[56]
Keempat injil kanonik maupun Injil Petrus yang apokrif sama-sama meriwayatkan bahwa jenazah Yesus diturunkan dari salib dan dikuburkan oleh seorang lelaki bernama Yusuf dari Arimatea.[47] Menurut Markus 15:47, Maria Magdalena dan Maria ibu Yoses adalah saksi-saksi mata peristiwa penguburan Yesus.[47], sementara berdasarkan Matius 27:61, saksi-saksi mata peristiwa itu adalah Maria Magdalena dan "Maria yang lain".[47] Menurut Lukas 23:55, saksi-saksi mata penguburan Yesus adalah "perempuan-perempuan yang datang bersama-sama dengan Yesus dari Galilea", tetapi tidak menyebutkan nama-nama mereka.[47] Yohanes 19:39–42 tidak meriwayatkan kehadiran saksi mata perempuan ketika Yusuf dari Arimatea menguburkan jenazah Yesus,[47] dan malah meriwayatkan kehadiran Nikodemus, seorang alim Farisi yang diriwayatkan pernah bertukar pikiran dengan Yesus dalam Injil Yohanes.[47] Bart D. Ehrman, yang pernah menerima riwayat penguburan Yesus sebagai sebuah fakta sejarah, kini menganggapnya sebagai sebuah kisah karangan yang baru ditambahkan di kemudian hari, dengan alasan bahwa para pembesar Romawi nyaris tidak pernah mengizinkan jenazah pelaku kriminal dikuburkan dalam bentuk apa pun,[58] dan Ponsius Pilatus bukanlah "jenis pembesar Romawi yang akan sudi melanggar tradisi dan aturan bilamana diminta secara baik-baik oleh seorang anggota majelis ulama Yahudi agar membenarkan jenazah orang yang mati disalib untuk dikubur secara layak."[59]
John Dominic Crossan malah berpendapat bahwa jenazah Yesus mungkin sekali musnah dimakan anjing-anjing liar.[59][60] Bart D. Ehrman mencermati bahwa memang nasib seperti inilah yang paling lazim dialami para korban penyaliban,[61] tetapi ia berpendapat bahwa nasib jenazah Yesus tidak mungkin dapat diketahui secara pasti begitu diturunkan dari salib.[62] Maurice Casey berpendapat bahwa jenazah Yesus benar-benar dikubur secara layak oleh Yusuf dari Arimatea,[63] karena kendati sangat langka terjadi, para pembesar Romawi pernah memperbolehkan orang untuk mengubur jenazah para terpidana yang dieksekusi mati.[64] Kendati demikian, ia menolak riwayat-riwayat injil yang menggambarkan jenazah Yesus disemayamkan di dalam sebuah kubur mewah berpintu batu gelindingan,[65] sehingga ia akhirnya berkesimpulan bahwa Maria Magdalena dan perempuan-perempuan lain kemungkinan tidak pernah benar-benar melihat kubur Yesus.[65] Namun demikian, E. P. Sanders menegaskan bahwa penguburan Yesus oleh Yusuf dari Arimatea dengan disaksikan oleh Maria Magdalena dan murid-murid perempuan lain sepenuhnya adalah fakta sejarah.[66]
Kebangkitan Yesus
Keterangan tertua mengenai penampakan Yesus pascakebangkitannya adalah petikan dari sebuah syahadat Kristen pra-Paulus yang terlestarikan dalam surat pertama Paulus kepada jemaat Kristen di kota Korintus (1 Korintus 15:3–8), yakni surat yang ditulis kurang lebih 20 tahun sebelum injil-injil ditulis.[70] 1 Korintus 15:3–8 sama sekali tidak menyebut-nyebut Maria Magdalena, perempuan-perempuan lain, maupun kisah tentang kubur yang kosong,[71][72] malah menyanjung Simon Petrus sebagai orang pertama yang melihat Yesus pascakebangkitannya.[71][73][74] Di lain pihak, keempat injil kanonik maupun Injil Petrus yang apokrif sama-sama meriwayatkan bahwa Maria Magdalena, baik seorang diri maupun bersama perempuan-perempuan lain, adalah orang pertama yang mendapati kubur Yesus sudah kosong,[55][75] kendati perincian kejadiannya berbeda-beda dari satu injil ke injil yang lain.[68]
Dalam Markus 16:1–8, yakni riwayat tertua mengenai kubur kosong, Maria Magdalena, Maria ibu Yakobus, dan Salome pergi ke kubur selepas fajar, satu setengah hari sesudah penguburan jenazah Yesus, dan mendapati bahwa batu penyumbat sudah tergelinding dari liang kubur.[68][69][76] Mereka masuk ke liang kubur dan bertemu dengan seorang pemuda berjubah putih, yang mewartakan kepada mereka bahwa Yesus sudah bangkit dari maut serta menyuruh mereka mengabari murid-murid lelaki bahwa Yesus akan menjumpai mereka di Galilea.[67][68][69] Perempuan-perempuan itu malah lari dari kubur dan tidak mengabari siapa pun karena terlampau ketakutan.[67][68][69] Riwayat injil mula-mula berakhir sampai di sini, tanpa kisah penampakan Yesus sama sekali.[67][69][77] Menurut Maurice Casey, riwayat tiba-tiba terputus begitu saja karena Injil Markus hanyalah tulisan rancangan awal yang belum rampung dikerjakan.[67]
Menurut Matius 28:1–10, perempuan-perempuan yang pergi ke kubur Yesus adalah Maria Magdalena dan "Maria yang lain".[67][68][69] Bumi berguncang dan sesosok malaikat berjubah putih turun dari langit, lalu menggelindingkan batu penyumbat dari liang kubur di depan mata mereka.[67][68][69] Malaikat itu mengabarkan bahwa Yesus sudah bangkit dari maut.[68][69][67] Yesus sendiri kemudian menampakkan diri pada perempuan-perempuan itu selagi mereka bergegas meninggalkan kubur, lalu menyuruh mereka mengabari murid-murid lain bahwa ia akan menjumpai mereka di Galilea.[67][68][69] Menurut Lukas 24:1–12, sekelompok perempuan, yang tidak disebutkan namanya, pergi ke kubur dan mendapati batu penyumbat sudah tergelinding dari liang kubur, sama seperti yang diriwayatkan dalam Injil Markus.[68][69][78] Mereka masuk ke liang kubur dan berjumpa dengan dua orang pemuda berjubah putih yang memberitahukan bahwa Yesus sudah bangkit dari maut.[68][69][78] Selanjutnya mereka bergegas memberitahukan kejadian itu kepada sebelas rasul yang tersisa, tetapi pemberitahuan mereka tidak diindahkan karena dianggap sebagai omong kosong belaka.[68][69][78] Dalam Injil Lukas, Yesus diriwayatkan menampakkan diri untuk pertama kalinya bukan kepada perempuan-perempuan yang pergi ke kubur,[68][69][79] melainkan kepada Kleopas dan seorang "murid lain" yang tidak disebutkan namanya, di jalan ke Emaus.[68][69][79] Injil Lukas juga tidak meriwayatkan bahwa perempuan-perempuan itu disuruh mengabari murid-murid Yesus untuk kembali ke Galilea, dan justru meriwayatkan bahwa Yesus menyuruh murid-muridnya tetap tinggal di daerah sekitar Yerusalem, alih-alih menyuruh mereka pulang ke Galilea.[79][80]
Peran Maria Magdalena dalam peristiwa kebangkitan Yesus sangat ditonjolkan dalam Injil Yohanes.[75][82] Menurut Yohanes 20:1–10, Maria Magdalena pergi ke kubur Yesus seorang diri ketika hari masih gelap, dan mendapati bahwa batu penyumbat sudah tergelinding dari pintu kubur.[75][81][83] Ia tidak bertemu dengan siapa pun, tetapi langsung bergegas memberi tahu Petrus dan "murid yang dikasihi Yesus".[75][83] Kedua murid ini kemudian pergi menengok kubur Yesus bersama Maria Magdalena, dan memastikan bahwa tempat itu memang sudah kosong,[75][82] tetapi keduanya kemudian pulang tanpa bertemu dengan Yesus yang sudah bangkit.[82][75] Menurut Yohanes 20:11–18, Maria Magdalena, yang tetap tinggal seorang diri di taman pekarangan kubur, melihat dua sosok malaikat duduk di bekas tempat jenazah Yesus dibujurkan.[75] Yesus kemudian menampakkan diri kepadanya.[75][84] Mula-mula ia menyangka bahwa Yesus adalah pengurus taman,[82][75] tetapi sesudah mendengar Yesus menyebut namanya, ia mengenali Yesus dan berseru "rabuni!" (kata Aram yang berarti "guruku").[75][82] Ia hendak menyentuh Yesus, tetapi Yesus berkata kepadanya, "janganlah engkau memegang Aku, sebab Aku belum pergi kepada Bapa."[77] Yesus kemudian menyuruhnya memberitakan kabar baik kebangkitannya kepada para rasul.[82][75] Dengan demikian Injil Yohanes menampilkan Maria Magdalena sebagai rasul perdana, yakni rasul yang diutus kepada para rasul.[82][75]
Karena para penyalin naskah merasa tidak puas melihat bagian penutup Injil Markus tampak seperti riwayat yang mendadak terputus begitu saja, mereka menambahkan sejumlah ayat penutup yang berbeda-beda dari satu salinan ke salinan yang lain.[85] Dalam "bagian penutup yang ringkas", yakni bagian penutup yang hanya didapati dalam segelintir naskah, perempuan-perempuan yang pergi ke kubur Yesus bergegas menemui "orang-orang yang ada bersama-sama dengan Petrus", dan mengabarkan peristiwa yang mereka saksikan di kubur Yesus, diikuti pernyataan singkat mengenai pewartaan injil dari timur sampai ke barat.[85] Bagian penutup yang terkesan "terlampau dipaksakan" ini justru bertentangan dengan ayat terakhir dalam teks asli, yakni ayat yang menyatakan bahwa perempuan-perempuan itu "tidak memberitahu siapa pun".[85] "Bagian penutup yang panjang", yakni bagian penutup yang terdapat dalam sebagian besar naskah, merupakan sekumpulan "riwayat campur aduk" yang dipetik dari injil-injil lain.[85] Bagian ini diawali dengan riwayat penampakan diri Yesus kepada Maria Magdalena seorang diri (sebagaimana yang diriwayatkan dalam Injil Yohanes),[85] kemudian diikuti uraian singkat tentang penampakan diri Yesus kepada kedua orang murid di jalan ke Emaus (sebagaimana yang diriwayatkan dalam Injil Lukas) dan kepada sebelas murid utama yang tersisa (sebagaimana yang diriwayatkan dalam Injil Matius).[85]
Dalam bukunya yang terbit pada tahun 2006, Bart D. Ehrman mengemukakan bahwa "tampaknya nyaris pasti" bahwa kisah-kisah tentang kubur yang kosong, tanpa memandang akurat tidaknya kisah-kisah itu, dapat ditelusuri kembali sampai pada sosok Maria Magdalena dalam sejarah.[86] Mengingat bahwa dalam masyarakat Yahudi, kaum perempuan dianggap sebagai saksi yang tidak andal dan tidak dibenarkan untuk bersaksi di hadapan mahkamah,[87] kemungkinan besar umat Gereja Perdana tidak punya motif untuk mengarang-ngarang sebuah cerita bahwa orang pertama yang mendapati kubur Yesus sudah kosong adalah seorang perempuan.[87] Andaikata kisah ini memang karangan belaka, umat Gereja Perdana akan sangat terdorong untuk menampilkan Petrus, murid terdekat Yesus semasa hidupnya, sebagai orang pertama yang mendapati kubur Yesus sudah kosong.[87] Bart D. Ehrman juga menjelaskan bahwa kisah tentang Maria Magdalena mendapati kubur Yesus sudah kosong diriwayatkan secara berlainan dalam injil-injil sinoptik, Injil Yohanes, dan Injil Petrus.[88] N. T. Wright berpendapat bahwa "jujur saja, sukar dibayangkan [perempuan-perempuan yang pergi ke kubur] dimasukkan ke dalam tradisi (khazanah riwayat, amalan, aturan, dan ajaran Kristen yang tidak termaktub dalam Kitab Suci) sesudah zaman Paulus."[89][1]
Argumen ini disanggah oleh Maurice Casey. Ia berpendapat bahwa perempuan-perempuan yang pergi ke kubur bukanlah saksi perkara hukum, melainkan pahlawan-pahlawan wanita yang selaras dengan tradisi lama Yahudi.[1] Menurut Maurice Casey, kisah kubur kosong hanyalah karangan penulis Injil Markus atau salah seorang narasumbernya, yang didasarkan atas kenyataan sejarah bahwa perempuan-perempuan itu hadir dalam peristiwa penyaliban dan penguburan Yesus.[1] Dalam bukunya yang terbit pada tahun 2014, Bart D. Ehrman menyanggah argumen lamanya sendiri,[90] dengan mengemukakan bahwa kisah kubur kosong kemungkinan besar hanya cerita karangan belaka yang baru muncul belakangan karena menurutnya nyaris tidak mungkin jenazah Yesus disemayamkan di dalam kubur jenis apa pun.[90] Selain itu, jika jenazah Yesus tidak pernah dikubur maka tidak ada seorang pun pada masa itu dapat mengklaim bahwa kubur Yesus yang tidak ada itu didapati sudah kosong.[90] Ia berkesimpulan, gagasan bahwa umat Gereja Perdana "tidak punya motif" untuk mengarang-ngarang cerita ini hanyalah gagasan yang "miskin imajinasi",[91] dan umat Gereja Perdana punya berbagai motif,[92] teristimewa karena kaum perempuan terlalu menonjol dalam paguyuban-paguyuban Gereja Perdana dan kaum perempuan sendiri kemungkinan sangat terdorong untuk mengarang-ngarang sebuah cerita tentang perempuan sebagai orang pertama yang mendapati kubur Yesus sudah kosong.[93] Kendati demikian, di kemudian hari Ehrman menyimpulkan bahwa Maria Magdalena pastilah salah satu di antara orang-orang yang pernah mengalami kejadian yang membuat mereka mengira telah berjumpa dengan Yesus pascakebangkitannya,[94] dengan menunjukkan bahwa sosok Maria Magdalena mengemuka dalam riwayat-riwayat injil mengenai peristiwa kebangkitan Yesus, tetapi tidak ditonjolkan sebagai saksi dalam semua riwayat injil lainnya.[94]
Karya-karya tulis apokrif Gereja Perdana
Dalam karya-karya tulis apokrif, Maria Magdalena digambarkan sebagai seorang visioner dan sosok pemimpin pergerakan perdana yang dikasihi Yesus melebihi murid-murid lain.[95] Sebagian besar karya-karya tulis ini baru disusun sesudah Maria Magdalena dalam sejarah wafat,[5][8] dan pada umumnya dianggap bukan sumber informasi yang andal mengenai riwayat hidupnya oleh para ahli.[5][8][96] Pendapat-pendapat para ahli ini dirangkum oleh Sanders dalam pernyataannya bahwa "benar-benar sedikit sekali injil apokrif yang dapat dianggap berasal dari zaman Yesus. Injil-injil ini hanyalah legenda dan mitologi. Dari semua karya tulis apokrif, hanya sejumlah ucapan dalam Injil Tomas yang layak dicermati."[96] Kendati demikian, injil-injil apokrif sudah kerap dikedepankan dalam karya-karya tulis yang ditujukan bagi masyarakat luas seakan-akan injil-injil itu dapat dipercaya, sering kali dengan maksud mendukung klaim-klaim para pencipta sensasi tentang hubungan antara Yesus dan Maria Magdalena.[97]
Percakapan Juru Selamat
Mungkin sekali tulisan tertua mengenai percakapan antara Yesus dan Maria Magdalena adalah Percakapan Juru Selamat,[26] sebuah naskah yang ditemukan dalam Kumpulan Pustaka Nag Hammadi pada tahun 1945 dalam keadaan rusak berat.[26] Naskah ini memuat teks percakapan antara Yesus dan tiga orang muridnya, yakni Yudas Tomas, Matius, dan Maria.[99] Kenyataan bahwa pengarangnya memilih Maria Magdalena alih-alih rasul-rasul lain, termasuk Simon Petrus, menunjukkan bahwa Maria Magdalena adalah tokoh yang dihormati di kalangan umat Kristen penganut ajaran gnostik.[99] Ucapan ke-53 dalam Percakapan Juru Selamat bahkan menisbahkan kepadanya tiga aforisme yang dinisbahkan kepada Yesus dalam Perjanjian Baru, yakni "kesusahan sehari cukuplah untuk sehari" (Matius 6:34), "pekerja patut mendapat upahnya" (Matius 10:10), dan "murid tidak lebih daripada gurunya" (Matius 10:24).[99] Narator memuji-muji Maria Magdalena dengan pernyataan bahwa "ia mengucapkan perkataan-perkataan ini selaku seorang perempuan yang memahami segala-galanya."[99]
Pistis Sofia
Pistis Sofia, yang mungkin sekali berasal dari abad ke-2, adalah karya tulis peninggalan kaum gnostik yang paling utuh. Karya tulis ini ditemukan pada abad ke-18 di dalam sebundel besar risalah gnostik perdana.[100] Isinya ditulis dalam bentuk percakapan panjang yang berisi jawaban-jawaban Yesus atas pertanyaan-pertanyaan para pengikutnya. Tiga puluh sembilan dari enam puluh empat pertanyaan dalam percakapan panjang ini diajukan oleh seorang perempuan yang disebut Maria atau Maria Magdalena. Pada satu bagian, Yesus berkata kepadanya, "Maria, terberkatilah engkau, yang kelak kusempurnakan dalam pengetahuan akan segala rahasia tentang perkara-perkara di tempat tinggi, bercakaplah dengan terus terang, wahai engkau, yang mengarahkan hati pada kerajaan surga melebihi saudara-saudaramu". Pada bagian lain, Yesus berkata, "Engkau telah bekerja dengan baik, wahai Maria. Terberkatilah engkau di antara semua perempuan di muka bumi, karena engkau akan menjadi yang paripurna dari yang paripurna dan yang sempurna dari yang sempurna." Simon Petrus, yang merasa kesal melihat Maria mendominasi percakapan, berkata kepada Yesus, "Guruku, kami sudah tidak tahan membiarkan perempuan ini menghalang-halangi kami dan tidak membiarkan kami berbicara, sementara dia sendiri terus-menerus berbicara." Maria Magdalena membela diri dengan berkata, "Guruku, aku mengerti dengan akal budiku bahwa setiap saat aku boleh maju menafsirkan perkataan Pistis Sofia [sosok ilahi pemberi hikmat], tetapi aku takut pada Petrus, karena ia mengancam aku dan benci pada kaumku." Yesus menenangkannya dengan berkata, "barang siapa dipenuhi roh terang, ia boleh maju menafsirkan perkataanku, tidak seorang pun akan sanggup menentangnya."[101]
Injil Tomas
Injil Tomas, yang lazim dianggap berasal dari penghujung abad pertama atau permulaan abad kedua tarikh Masehi ini, adalah salah satu dari karya-karya tulis kuno yang ditemukan dalam Kumpulan Pustaka Nag Hammadi pada tahun 1945.[103] Injil Tomas memuat 114 perkataan yang dinisbahkan kepada Yesus.[104] Banyak di antaranya yang mirip dengan perkataan-perkataan Yesus dalam injil-injil kanonik,[105] tetapi perkataan-perkataan selebihnya benar-benar tidak mirip dengan satu pun ayat Kitab Suci Perjanjian Baru.[104] Beberapa ahli meyakini bahwa setidaknya sejumlah kecil dari perkataan-perkataan ini dapat dipercaya bersumber dari Yesus dalam sejarah.[105][96] Dua di antaranya merujuk pada seorang perempuan bernama "Maria", yang pada umumnya dianggap sama dengan Maria Magdalena.[104] Pada perkataan ke-21, Maria sendiri mengutarakan sebuah pertanyaan yang sama sekali tidak menyinggung siapa-siapa. Ia bertanya kepada Yesus, "seperti apakah murid-muridmu?"[106] Yesus menjawab, "mereka seperti anak-anak yang menempati lahan kepunyaan orang lain. Ketika para pemilik lahan datang, mereka akan berkata, 'mari kita ambil kembali lahan kita.' Mereka (akan) menanggalkan pakaian di depan mata anak-anak itu agar membiarkan mereka mengambil kembali lahan mereka dan mengembalikannya kepada mereka". Sesudah itu, Yesus melanjutkan pengajarannya dengan menceritakan sebuah perumpamaan tentang tuan rumah dan pencuri, yang diakhiri dengan imbauan umum, "barang siapa bertelinga hendaklah ia mendengarkan".[106]
Kendati demikian, perkataan ke-114, yang menyebut-nyebut tentang Maria, lumayan menimbulkan kontroversi. Perkataan ke-114 berbunyi demikian:[106]
Simon Petrus berkata kepada mereka, "biarlah Maria meninggalkan kita, karena perempuan tidak layak beroleh hidup." Yesus berkata, "Lihatlah, aku akan menuntunnya, dan akan menjadikannya laki-laki, agar ia juga boleh menjadi roh yang hidup seperti kamu yang laki-laki. Karena setiap perempuan yang menjadikan dirinya laki-laki akan masuk ke dalam kerajaan surga.[107]
Pada Zaman Kuno, hampir semua bangsa di dunia menganggap perempuan lebih rendah derajatnya daripada laki-laki,[102] dan sudah digariskan untuk terlahir sebagai "manusia yang tidak sempurna", yakni manusia yang belum sempurna tumbuh kembangnya.[102] Dalam perkataan ke-114, Petrus menantang status Maria selaku murid Yesus dengan premis yang sudah lumrah di mana-mana, bahwasanya ia adalah seorang perempuan dan oleh karena itu adalah manusia yang lebih rendah derajatnya.[108] Kecaman Yesus terhadap pernyataan Petrus juga didasarkan atas premis yang sama,[108] bahwasanya Maria serta semua perempuan beriman seperti dia akan menjadi laki-laki, dan dengan demikian keselamatan tersedia bagi semua orang, termasuk kaum perempuan.[108]
Injil Filipus
Sebagian isi Injil Filipus, yang diperkirakan berasal dari abad ke-2 atau abad ke-3, ditemukan bersama sekumpulan naskah di Nag Hammadi pada tahun 1945.[109] Dengan riwayat yang mirip dengan Yohanes 19:25–26, Injil Filipus menghadirkan Maria Magdalena sebagai salah seorang pengikut Yesus dari kalangan perempuan, dan menambahkan keterangan bahwa Maria Magdalena adalah "koinônos" Yesus.[110] Koinônos adalah kata Yunani yang diterjemahkan dalam versi-versi semasa menjadi mitra, rekan, kawan, pendamping.[110]
Ada tiga orang yang senantiasa berjalan bersama Tuhan, yakni Maria ibundanya, saudarinya, dan Magdalena, yang disebut pendampingnya. Saudarinya,[e] ibunya, dan pendampingnya masing-masing bernama Maria.[109]
Injil Filipus menggunakan kata-kata yang seakar dengan koinônos beserta padanan-padanannya dalam bahasa Koptik dengan makna harfiah "pasangan suami istri" dan "pasangan sanggama" maupun dengan makna kiasan "mitra rohani" dan "penyatuan kembali umat Kristen Gnostik dengan alam keilahian".[111] Injil Filipus juga memuat ayat-ayat lain yang berkaitan dengan hubungan antara Yesus dan Maria Magdalena.[110] Naskah Injil Filipus ditemukan dalam keadaan rusak berat sehingga isinya sukar dibaca. Kata-kata dalam tanda kurung adalah tambahan-tambahan yang merupakan hasil perkiraan dan belum tentu benar.
Dan pendamping Juru Selamat (adalah) Maria Magdalena. (Kristus) mengasihi Maria melebihi semua murid, dan biasa menciumnya, sering kali di mulut. Murid-murid lain (merasa tidak senang karenanya, dan mengungkapkan rasa tidak senang mereka). Mereka bertanya, "mengapa engkau mengasihi dia melebihi kami semua?" Juru Selamat menjawab, "mengapa aku tidak mengasihi kamu sebagaimana aku mengasihi dia? Kalau orang buta dan orang celik berada dalam kegelapan, kedua-duanya tidak berbeda. Bilamana terang datang, barulah yang celik melihat terang, dan yang buta tetap tinggal dalam kegelapan."[109]
Bagi umat Gereja Perdana, ciuman tidak berkonotasi romantis, dan orang Kristen sudah lumrah menyalami saudara-saudari seimannya dengan ciuman.[112][113][f] Tradisi ini masih dipraktikkan sampai sekarang oleh banyak jemaat Kristen, dan dikenal dengan sebutan "ciuman kudus".[110] Bart D. Ehrman menerangkan bahwa, dalam konteks Injil Filipus, ciuman kudus digunakan sebagai lambang meneruskan kebenaran dari satu orang ke orang lain,[114] dan sama sekali bukan suatu bentuk "cumbu mesra ilahi".[113]
Injil Maria
Injil Maria adalah satu-satunya injil yang diberi nama seorang perempuan,[115] dan memuat informasi penting mengenai peranan kaum perempuan dalam Gereja Perdana.[116] Injil Maria mungkin sekali ditulis seabad sesudah Maria Magdalena dalam sejarah wafat.[5] Penulisnya tidak mengaku-aku sebagai Maria Magdalena, bahkan anonim,[5] tetapi Injil ini diberi judul yang demikian karena "bertutur tentang" Maria Magdalena.[5] Sebagian besar teks Injil Maria yang sintas adalah teks terjemahannya ke dalam bahasa Koptik. Teks terjemahan ini terlestarikan dalam sebuah naskah buatan abad ke-5 (Berolinensis Gnosticus 8052,1) yang ditemukan di Kairo pada tahun 1896.[117][118] Karena terhalang banyak masalah, naskah ini baru dipublikasikan pada tahun 1955, setengah abad lebih sesudah ditemukan.[115] Kurang lebih setengah teks Injil Maria dalam naskah ini telah hilang;[119][120] enam halaman pertama dan empat halaman tengah naskah sudah tidak diketahui keberadaannya.[119][120] Selain teks terjemahan ke dalam bahasa Koptik ini, telah ditemukan dua lagi sisa-sisa naskah Injil Maria dalam bahasa Yunani (P. Rylands 463 dan P. Oxyrhynchus 3525), yang masing-masing dipublikasikan pada tahun 1938 dan 1983.[118]
Bagian pertama Injil Maria memuat kata-kata perpisahan yang diucapkan Yesus kepada murid-muridnya setelah menampakkan diri kepada mereka pascakebangkitannya.[121] Maria pertama kali muncul dalam bagian kedua,[122] dan dikisahkan berbicara kepada murid-murid lain, yang semuanya dalam keadaan takut kehilangan nyawa. Ia berkata, "janganlah kamu meratap, berkabung, ataupun bimbang, karena kasih karunianya akan menyertai dan melindungi kamu. Lebih baik kita memuji kebesarannya, karena ia telah menyiapkan kita dan menjadikan kita manusia sejati."[122] Tidak seperti Injil Tomas, yang menyatakan bahwa perempuan hanya bisa selamat jika menjadi laki-laki, Injil Maria justru menyatakan bahwa perempuan bisa selamat dalam keadaan apa adanya.[123] Petrus mendekati Maria lalu bertanya,[124]
Petrus berkata kepada Maria, "Saudari, kami tahu bahwa Juru Selamat mengasihi engkau melebihi semua perempuan. Beritahukanlah kepada kami perkataan-perkataan Juru Selamat yang engkau ingat, yang engkau ketahui tetapi tidak kami ketahui, dan yang belum pernah kami dengar". Maria menjawab, "apa yang tersembunyi bagimu akan aku beritahukan kepadamu". Lalu ia mengucapkan perkataan ini kepada mereka, "aku", katanya, "aku melihat Tuhan dalam suatu penampakan dan berkata kepadanya, Tuhan, aku melihat engkau hari ini dalam penampakan".[120]
Maria selanjutnya menjabarkan kosmologi Gnostik secara mendalam, dan mengaku sebagai satu-satunya orang yang sudah memahami ajaran-ajaran sejati Yesus.[125][126] Andreas menyanggah Maria dengan berkata, "apapun pendapat kamu mengenai perkataannya, aku tidak percaya kalau perkataannya berasal dari Juru Selamat. Ajaran-ajaran ini sungguh ganjil."[127][128] Petrus berkata, "benarkah Juru Selamat pernah berkata-kata kepada seorang perempuan tanpa kita ketahui? Haruskah kita semua mendengarkan perkataan perempuan ini? Benarkah Juru Selamat lebih memilih dia daripada kita?"[127][128] Kalimat tanggapan dari Andreas dan Petrus ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa mereka tidak memahami ajaran-ajaran Yesus,[127][128] dan hanya Maria saja yang sungguh-sungguh paham.[129][128] Rasul Lewi membela Maria dengan mencela Petrus,[127][128] "Petrus, engkau selalu saja marah-marah. Sekarang aku melihat engkau menentang perempuan ini seakan-akan dia seterumu. Jikalau Juru Selamat menjadikannya layak, siapakah engkau sehingga berani menolaknya? Tentu Juru Selamat benar-benar mengenal dirinya. Itulah sebabnya Juru Selamat mengasihinya melebihi kita."[130][128]
Injil kaum Borbori
Kaum Borbori atau kaum Fibioni adalah sekte Gnostik Gereja Perdana pada akhir abad ke-4, yang memiliki banyak karya tulis terkait Maria Magdalena,[131][132][133] antara lain Pertanyaan-Pertanyaan Maria, Pertanyaan-Pertanyaan Penting Maria, Pertanyaan-Pertanyaan Remeh Maria, dan Kelahiran Maria.[131] Tidak satu pun karya-karya tulis ini yang sintas sampai sekarang,[131][133] tetapi judul beserta isinya secara garis besar terlestarikan dalam Panarion, karya tulis Epifanius, Uskup Salamis yang dijuluki Si Pemburu Bidah.[131][134][133] Menurut Epifanius, Pertanyaan-Pertanyaan Maria memuat sebuah cerita bahwasanya sesudah bangkit dari antara orang mati, Yesus menampakkan diri kepada Maria Magdalena, dan membawanya ke puncak sebuah gunung. Di puncak gunung, Yesus menciptakan sesosok perempuan dari sisi tubuhnya sendiri kemudian menyetubuhinya.[134] Pada saat ejakulasi, Yesus menelan air maninya sendiri lalu berkata kepada Maria, "demikianlah yang harus kita perbuat, agar kita dapat hidup."[134][132] Begitu mendengar perkataan ini, Maria langsung pingsan. Yesus membantu menyadarkannya lalu berkata kepadanya, "wahai engkau yang kecil iman, mengapa engkau ragu-ragu?"[134][132] Cerita inilah yang mendasari laku ritual Ekaristi kaum Borbori, yang konon mencakup tindakan bersenggama beramai-ramai serta menelan air mani sebagai "tubuh Kristus" dan darah haid sebagai "darah Kristus".[135][132] Bart D. Ehrman meragukan keakuratan keterangan ringkas dari Epifanius ini. Ia berpendapat bahwa "penjabaran Epifanius terkesan seperti desas-desus yang beredar luas di tengah masyarakat pada masa lampau perihal perkumpulan-perkumpulan rahasia Zaman Kuno".[134]
Tinggalan sejarah
Zaman bapa-bapa Gereja
Sebagian besar dari bapa-bapa Gereja terdahulu tidak mengulas tentang Maria Magdalena sama sekali,[139][6][140] sementara bapa-bapa Gereja yang menyebut-nyebut perihal dirinya cuma mengulas secara singkat.[139][6][140] Dalam polemik anti-Kristen bertajuk Ajaran Yang Benar (bahasa Yunani: Λόγος Ἀληθής, Logos Alētēs), yang ditulis antara tahun 170 dan tahun 180 tarikh Masehi, filsuf penganut agama leluhur yang bernama Kelsos mengemukakan bahwa Maria Magdalena tidak lebih dari "seorang perempuan yang mudah terbawa perasaan... yang jika tidak bermimpi dalam suasana batin tertentu, dan dibutakan oleh angan-angannya sendiri sampai-sampai berhalusinasi akibat sangkaan-sangkaan yang keliru (keadaan semacam ini sudah pernah dialami ribuan orang), maka tentunya cuma ingin membuat orang lain terkesan dengan mengarang-ngarang cerita fantastis, dan pada akhirnya kisah omong kosong ini menjadi dimanfaatkan pengemis-pengemis lainnya sebagai sarana mencari rezeki."[141] Bapa Gereja asal Aleksandria, Origenes (ca. 184 – ca. 253), membela iman Kristen dari tuduhan ini dalam risalah apologetiknya yang berjudul Melawan Kelsos (bahasa Yunani: Κατὰ Κέλσου, Kata Kelsou). Ia mengemukakan bahwa dalam Matius 28:1, Maria Magdalena dan "Maria yang lain" berjumpa dengan Yesus yang sudah bangkit, dengan demikian ada dua orang saksi mata.[142] Dalam risalahnya, Origenes mengabadikan salah satu pernyataan Kelsos bahwa umat Kristen pada zamannya mengamalkan ajaran-ajaran seorang perempuan bernama "Maryame", yang mungkin sekali adalah Maria Magdalena.[143][144] Origenes menyepelekan pernyataan ini dengan mengemukakan bahwa Kelsos "memberondong kita dengan banyak sekali nama orang".[143]
Umat Kristen Barat mengenal Maria Magdalena sebagai seorang pelacur atau perempuan jalang yang bertobat sekalipun tidak didukung injil-injil kanonik, yang sama sekali tidak memuat pernyataan yang menyiratkan bahwa ia pernah melacurkan diri maupun pernah menjalani hidup yang penuh dosa.[145][146] Anggapan keliru ini agaknya muncul akibat pencampuradukan jati diri Maria Magdalena, Maria dari Betania (yang mengurapi kaki Yesus dengan minyak wangi dalam Yohanes 11:1–12), dan "perempuan berdosa" tanpa nama yang mengurapi kaki Yesus dalam Lukas 7:36–50.[145][147] Seawal-awalnya pada abad ke-3, Bapa Gereja yang bernama Tertulianus (ca. 160 – 225) menyebut-menyebut tentang sentuhan seorang "perempuan mantan pendosa" dalam rangka membuktikan bahwa Yesus yang sudah bangkit itu "bukanlah hantu, melainkan sungguh-sungguh insan berjasmani."[142] Keterangan Tertulianus ini mungkin merupakan indikasi bahwa jati diri Maria Magdalena kala itu sudah dicampuradukkan dengan "perempuan berdosa" yang disebut-sebut dalam Lukas 7:36–50, kendati Tertulianus tidak pernah menyebutkan bahwa perempuan yang ia maksud adalah Maria Magdalena.[142] Sebuah teks khotbah yang dinisbahkan kepada Hipolitus dari Roma (ca. 170 – 235) menyebutkan bahwa Maria dari Betania bersama saudarinya yang bernama Marta pergi mencari Yesus di taman sebagaimana yang dilakukan Maria Magdalena dalam Yohanes 20. Keterangan ini menunjukkan adanya pencampuradukan jati diri Maria dari Betania dengan Maria Magdalena.[148] Isi khotbah menggambarkan perempuan berjati diri campur aduk ini sebagai "Hawa kedua" yang menawar ketidaktaatan Hawa pertama dengan ketaatannya.[139][140] Khotbah ini juga terang-terangan menyebut Maria Magdalena dan perempuan-perempuan lain sebagai "rasul".[82][149] Keterangan pertama yang menegaskan bahwa Maria Magdalena adalah seorang pendosa yang bertobat berasal dari Efrem orang Suriah (ca. 306 – 373).[150][151] Salah satu faktor penyebab Maria Magdalena disebut-sebut sebagai mantan pendosa adalah citra buruk kampung halamannya, Magdala,[152] yang warganya dikabarkan asusila dan murahan.[152]
Dalam salah satu karya tulisnya, Gregorius dari Nisa (ca. 330 – 395) menyebut Maria Magdalena sebagai "saksi mata pertama peristiwa kebangkitan, sehingga ia dapat meluruskan kembali dengan imannya akan kebangkitan, apa yang dulu bengkok akibat pelanggarannya."[153] Santo Ambrosius (ca. 340 – 397) justru menolak pencampuradukan jati diri Maria Magdalena dengan Maria dari Betania dan perempuan pendosa lainnya,[154] bahkan berpendapat bahwa ada dua orang yang bernama Maria Magdalena,[154][155] yakni Maria Magdalena yang mendapati kubur Yesus sudah kosong, dan Maria Magdalena lain yang berjumpa dengan Kristus pascakebangkitannya.[154] Santo Agustinus dari Hipo (354 – 430) tidak menafikan kemungkinan bahwa Maria dari Betania adalah orang yang sama dengan perempuan berdosa tanpa nama dalam Injil Lukas,[156] tetapi ia tidak beranggapan bahwa Maria Magdalena adalah orang yang sama dengan salah satu maupun kedua-duanya.[157] Santo Agustinus malah memuji-muji Maria Magdalena sebagai perempuan yang "tidak diragukan lagi... jauh lebih membara dalam kasih dibanding perempuan-perempuan lain yang pernah melayani Tuhan".[157]
Awal Abad Pertengahan
"Perempuan berdosa" tanpa nama dalam Lukas 7:36–50 tidak pernah disebut pelacur.[158] Lagi pula bagi masyarakat Yahudi pada zaman Injil Lukas ditulis, kata "berdosa" dapat saja bermakna "tidak saksama mengamalkan Hukum Musa".[158] Penyebutan Maria Magdalena secara tegas sebagai mantan pelacur atau mantan perempuan gampangan bersumber dari pernyataan Paus Gregorius I (Santo Gregorius Agung) dalam khotbahnya sekitar tahun 591.[150][159][146] Ia tidak saja menyamakan Maria Magdalena dengan perempuan berdosa tanpa nama dalam Injil Lukas maupun Maria dari Betania, saudari Marta dan Lazarus,[146] tetapi juga untuk pertama kalinya menegaskan bahwa dosa yang dimaksud adalah dosa syahwat.[146]
Orang yang Lukas sebut perempuan berdosa, yang Yohanes sebut Maria, kami yakin adalah Maria yang dibebaskan dari tujuh roh jahat menurut Markus. Apa lagi makna dari tujuh roh jahat ini, kalau bukan segala macam dosa? Sudah jelas perempuan ini menggunakan minyak wanginya sebelum bertobat untuk mengharumkan tubuh dalam kegiatan-kegiatan terlarang. Jadi apa yang dulu diumbar-umbar secara keji, kini ia persembahkan kepada Allah dengan cara terpuji. Mata duniawinya yang dulu jelalatan penuh ketamakan, kini berlinang-linang penuh air mata penyesalan. Rambutnya yang dulu dipakai mempercantik rupa, kini dipakai menyeka air mata. Mulutnya yang dulu suka bersumbar, sesudah dipakai mengecup kaki Tuhan, kini tertambat pada duli Sang Penebus. Jadi sebagai silih tiap-tiap kesenangan yang pernah ia nikmati, kini ia berkorban diri. Sekian banyak kejahatannya ia ganti dengan kebajikan-kebajikan, demi melayani Tuhan secara paripurna dalam pertobatan.
— Paus Gregorius Agung (Khotbah XXXIII)[159]
Dalam tafsiran Paus Gregorius, tujuh roh jahat yang diusir Yesus dari dalam diri Maria Magdalena ditransformasikan menjadi tujuh dosa pokok menurut ajaran Gereja Katolik pada Abad Pertengahan,[147][160] sehingga Maria Magdalena "bukan hanya bersalah karena mengumbar syahwat, melainkan juga karena sombong dan tamak."[147] Aspek pendosa yang bertobat menjadi nyaris sama pentingnya dengan aspek murid dalam persona Maria Magdalena sebagaimana yang digambarkan dalam seni rupa dan seni sastra keagamaan Dunia Barat, selaras dengan pengutamaan penitensi dalam teologi Abad Pertengahan. Dalam legenda keagamaan yang muncul kemudian, riwayat Maria Magdalena dicampuradukkan dengan riwayat Santa Maria dari Mesir, seorang pelacur yang bertobat dan menjadi pertapa. Menurut Susan Haskins, penulis buku Mary Magdalene: Myth and Metaphor, citra Maria Magdalena dengan jati diri campur aduk ini "akhirnya mengekal...selama hampir seribu empat ratus tahun,"[161] kendati sesungguhnya keterangan-keterangan populer terpenting mengenai riwayat Maria Magdalena yang muncul pada Akhir Abad Pertengahan menggambarkannya sebagai seorang perempuan berlimpah harta yang bebas mengumbar hawa nafsu demi kesenangan belaka.[162] Jati diri campur aduk Maria Magdalena ini terbawa-bawa sampai ke dalam teks-teks misa pada hari peringatannya. Dalam teks Misa Tridentina untuk hari peringatan Maria Magdalena, doa pembuka berisi pernyataan yang nyata-nyata menyamakannya dengan Maria dari Betania, yakni dengan menyebutnya sebagai saudari Lazarus, sementara bacaan injil berisi kisah tentang perempuan yang bertobat dan melumuri kaki Yesus dengan minyak wangi.[163]
Jati diri yang "campur aduk" ini tidak pernah diterima di kalangan Gereja Ortodoks Timur, yang hanya menyoroti pribadi Maria Magdalena sebagai salah seorang murid Yesus, dan percaya bahwa ia tinggal bersama Bunda Maria sesudah kebangkitan Yesus. Bahkan tidak semua orang di Gereja Barat membenarkan anggapan ini. Tarekat Benediktin senantiasa memperingati Maria dari Betania bersama-sama dengan Marta dan Lazarus setiap tanggal 29 Juli, sementara Maria Magdalena diperingati setiap tanggal 22 Juli.[164] Bukan hanya Yohanes Krisostomus di Gereja Timur (Matius, Khotbah 88), melainkan juga Ambrosius di Gereja Barat (De virginitate 3,14; 4,15), yang berpandangan bahwa Maria Magdalena adalah seorang perawan alih-alih pelacur manakala membahas tentang dirinya selepas kebangkitan Yesus Kristus.[165] Sejak sekitar abad ke-8, muncul keterangan dalam sumber-sumber Kristen tentang keberadaan sebuah gereja di Magdala yang konon dibangun di atas lahan bekas rumah Maria Magdalena, tempat Yesus membebaskannya dari tujuh roh jahat.[166]
Menurut salah satu tradisi Gereja Timur yang didukung oleh uskup dan sejarawan Gereja Barat, Gregorius dari Tours (ca. 538–594), Maria Magdalena dikabarkan hijrah menyertai Bunda Maria ke Efesus di Asia Kecil, dan tinggal bersama di kota itu sampai akhir hayat mereka.[167] Gregorius dari Tours meriwayatkan bahwa Maria Magdalena wafat dan dikuburkan di kota Efesus.[167] Modestus, Batrik Yerusalem dari tahun 630 sampai tahun 634, mengemukakan sebuah tradisi yang sedikit berbeda bahwasanya Maria Magdalena hijrah ke Efesus dan tinggal bersama Rasul Yohanes sepeninggal Bunda Maria.[167]
Puncak Abad Pertengahan
Semenjak permulaan kurun waktu Puncak Abad Pertengahan, para pujangga di kawasan barat Eropa menghasilkan biografi-biografi fiktif yang berisi riwayat hidup Maria Magdalena. Mereka menambahkan banyak sekali bumbu-bumbu cerita pada keterangan-keterangan yang tidak seberapa jelas mengenai Maria Magdalena dari injil-injil.[170][171] Cerita tentang orang-orang kudus berdarah ningrat sangat populer pada kurun waktu ini,[170] sehingga cerita-cerita tentang kekayaan dan status sosial Maria Magdalena sengaja dibuat muluk-muluk.[172][171] Pada abad ke-10, Odo dari Kluni (ca. 880 – 942) menggambarkan Maria Magdalena sebagai seorang bangsawati kaya raya keturunan raja-raja dalam salah satu naskah khotbahnya.[173] Sejumlah naskah yang memuat salinan khotbah ini memuat keterangan tambahan bahwa orang tua Maria Magdalena adalah Sirus dan Eukaria[174]. Salah satu naskah bahkan secara terperinci menjabarkan sekian banyak lahan di Betania, Yerusalem, dan Magdala yang konon dimiliki keluarganya.[174]
Teolog Honorius Augustodunensis (ca. 1080 – ca. 1151) menambahkan lebih banyak lagi bumbu pada kisah ini. Ia melaporkan bahwa Maria Magdalena adalah seorang bangsawati kaya yang menikah di "Magdalum",[174] tetapi kemudian kedapatan berzina, melarikan diri ke Yerusalem dan menjadi "perempuan bayaran untuk umum" (vulgaris meretrix).[174] Honorius mengemukakan bahwa, didorong oleh kasihnya kepada Yesus, Maria Magdalena bertobat dan berkhalwat.[174] Akibat terpengaruh kisah-kisah tentang perempuan-perempuan kudus semisal Santa Maria dari Mesir dan Santa Pelagia,[174] para pelukis di Italia selama abad ke-9 dan ke-10 sedikit demi sedikit membentuk citra Maria Magdalena sebagai seorang zahidah yang menjalani laku silih seorang diri di padang gurun.[174][175] Citra semacam ini menjadi sangat populer sehingga menyebar dengan cepat ke Jerman dan Inggris.[174] Pada abad ke-12, Abas Hugo dari Semur (wafat 1109), Petrus Abelardus (wafat 1142), maupun Gofridus dari Vendôme (wafat 1132) menyebut Maria Magdalena sebagai mantan pendosa yang layak digelari apostolorum apostola (rasul para rasul). Gelar ini pun menjadi lumrah di mana-mana pada abad ke-12 dan ke-13.[176]
Di kawasan barat Eropa, muncul berbagai legenda yang terperinci namun saling bertentangan bahwasanya Maria Magdalena hijrah ke kawasan selatan Prancis dan wafat di sana.[177] Sekitar tahun 1050, para rahib biara la Madaleine, di Vézelay, Burgundia, mengaku menemukan kerangka jenazah Maria Magdalena.[178][169] Mula-mula hanya dimunculkan pernyataan mengenai keberadaan kerangka jenazah Maria Magdalena,[169] tetapi pada tahun 1265, para rahib Vézelay mempertontonkan aksi "penemuan" kerangka jenazah itu,[169] dan pada tahun 1267, kerangka jenazah pun dibawa ke hadapan Raja Prancis sendiri, yang langsung melakukan penghormatan terhadapnya.[169] Pada tanggal 9 Desember 1279, sebuah usaha penggalian yang dilakukan atas perintah Carlo II, Raja Orang Napoli, di Saint-Maximin-la-Sainte-Baume, Provence, menemukan sebuah kubur lain yang konon adalah tempat peristirahatan terakhir Maria Magdalena.[168][169] Konon kubur didapati masih utuh bersama prasasti yang menjelaskan mengapa relikui Maria Magdalena harus disembunyikan.[179] Carlo II memerintahkan pembangunan sebuah basilika baru berlanggam Gothik di atas situs kubur, dan kota Saint-Maximin-la-Sainte-Baume dikecualikan dari kewajiban membayar pajak karena harus menampung para peziarah yang berdatangan.[180] Saint-Maximin-la-Sainte-Baume lambat laun lebih disukai dan diakui khalayak ramai sebagai tempat ziarah daripada Vézelay.[179]
Keterangan yang paling terkenal terkait riwayat hidup Maria Magdalena bersumber dari Legenda Kencana, kumpulan kisah orang-orang kudus Abad Pertengahan yang disusun sekitar tahun 1260 oleh pujangga Italia yang bernama Jacopo da Varazze, seorang frater Dominikan (ca. 1230 – 1298).[181][169][182] Mengikuti kata-kata Bart Ehrman, Maria Magdalena dalam Legenda Kencana adalah seorang perempuan yang "kaya raya, cantik memukau, bikin orang mabuk berahi",[181] tetapi rela meninggalkan kehidupan nyaman bergelimang harta dan dosa demi menjadi pengikut Yesus yang berbakti.[181][183] Empat belas tahun sesudah peristiwa penyaliban Yesus, beberapa orang penganut agama leluhur menghanyutkan Maria Magdalena, Lazarus (menurut Legenda Kencana, Lazarus adalah saudaranya, akibat pencampuradukan jati diri Maria Magdalena dengan Maria dari Betania), dan dua orang Kristen lain, Maksiminus dan Sedonius, dalam sebuah perahu tak berkemudi ke Laut Tengah supaya tewas.[181][182] Meskipun demikian, secara ajaib perahu itu dihanyutkan ombak sampai terdampar di pantai Marseille, kawasan selatan Prancis.[181][182] Maria Magdalena meyakinkan wali kota Marseille untuk tidak mempersembahkan korban kepada berhala,[181] kemudian meyakinkan si wali kota untuk memeluk agama Kristen setelah membuktikan bahwa Allah orang Kristen berkuasa mengabulkan permintaannya agar istri si wali kota dapat mengandung.[181][182] Wali kota bersama istrinya berlayar ke Roma untuk berjumpa secara langsung dengan Rasul Petrus,[181] tetapi kapal yang mereka tumpangi diamuk badai, yang menyebabkan sang istri melahirkan anaknya.[181] Istri wali kota wafat selepas bersalin, dan jenazahnya ditinggalkan si wali kota di sebuah pulau bersama bayi yang masih hidup di dadanya.[181] Si wali kota tinggal bersama Petrus dua tahun lamanya di Roma.[181] Dalam pelayaran pulang, ia menyinggahi pulau tempat jenazah istrinya dulu ia tinggalkan, dan mendapati bahwa anaknya bertahan hidup dengan menyusu pada jenazah ibunya yang tetap utuh selama dua tahun berkat kemukjizatan doa Maria Magdalena.[184] Istri wali kota kemudian hidup kembali dan memberitahu suaminya bahwa Maria Magdalenalah yang berjasa memulangkannya dari alam maut.[6] Wali kota bersama anak istrinya akhirnya pulang ke Marseille dan berjumpa kembali dengan Maria Magdalena.[6] Maria Magdalena menjalani 30 tahun terakhir masa hidupnya dengan bertapa di sebuah goa di padang gurun, dekat daerah Provence di Prancis.[185][182] Setiap kali waktu sembahyang tiba, para malaikat mengangkatnya ke surga untuk mendengarkan nyanyian mereka.[182] Pada hari terakhir hidupnya, Maksiminus, yang kala itu yang sudah menjadi Uskup Aix, datang membawa sakramen Ekaristi.[182] Maria Magdalena menangis terharu,[182] menyantap sakramen Ekaristi, lalu berbaring dan menghembuskan nafas terakhir.[182] Jacopo da Varazze menyertakan keterangan tentang pemindahan relikui Maria Magdalena dari kuburnya di oratorium Santo Maksiminus di Aix-en-Provence ke biara tarekat Benediktin yang baru dibangun di Vézelay.[186] Jacopo mencatat bahwa pemindahan relikui dilaksanakan pada tahun 771 oleh pendiri biara yang bernama Gerardus, Adipati Burgundia.[186]
Rahib sejarawan Domenico Cavalca (ca. 1270 – 1342), mengutip keterangan Hieronimus, menduga bahwa Maria Magdalena bertunangan dengan Santo Yohanes Penginjil. Ia berpendapat, "aku suka membayangkan Maria Magdalena berpasangan dengan Yohanes, bukan membenarkannya... Aku gembira dan senang Santo Hieronimus mengatakannya".[187] Yohanes Penginjil dan Maria Magdalena kadang-kadang diduga kedua mempelai dalam pesta Perkawinan di Kana, kendati tidak ada keterangan dalam injil bahwa perkawinan ini batal terlaksana. Dalam Legenda Kencana, Jacopo menyebut desas-desus bahwasanya Yohanes bertunangan dengan Maria tetapi memutuskan ikatan pertunangan mereka demi mengikuti Yesus sebagai cerita omong kosong belaka.[186]
Akhir Abad Pertengahan dan Renaisans
Menurut keterangan rahib penulis tawarikh dari tarekat Sistersian, Petrus dari Vaux de Cernay, kaum Katari percaya bahwa semasa hidupnya, Yesus Kristus menjalin hubungan dekat dengan Maria Magdalena. Kaum Katari menyebutnya sebagai gundik Yesus, "selain itu, dalam pertemuan-pertemuan rahasia, mereka katakan bahwa Kristus, yang lahir di Betlehem, tempat yang nyata di muka bumi, dan disalibkan di Yerusalem, adalah 'orang jahat', Maria Magdalena adalah gundiknya, dan ia adalah perempuan yang disebut tertangkap basah berbuat zina dalam Kitab Suci."[193] Selembar dokumen tanpa tarikh dan nama penulis, yang dilampirkan pada Risalah Melawan Para Ahli Bidah karya Ermengaud dari Béziers, dan mungkin sekali ditulis sendiri olehnya, memuat pernyataan serupa:[194]
Mereka [kaum Katari] juga mengajarkan dalam pertemuan-pertemuan rahasia bahwa Maria Magdalena adalah istri Kristus. Dialah perempuan Samaria yang pernah Yesus suruh, "panggil suamimu". Dialah perempuan pezina yang diluputkan Yesus dari hukuman rajam orang Yahudi, dan dia ada bersama-sama dengan Yesus di tiga tempat, yakni di haikal, di sumur, dan di taman. Sesudah bangkit, Yesus mula-mula menampakkan diri padanya.[195]
Pada pertengahan abad ke-14, seorang frater Dominikan menulis sebuah biografi Maria Magdalena. Dalam biografi ini dikisahkan bahwa Maria Magdalena secara brutal memutilasi diri sendiri selepas meninggalkan dunia hitam.[189] Ia mencakar kedua pahanya sampai berdarah-darah, melumuri rambutnya dengan lumpur, meninju mukanya dan menghantam kedua belah payudaranya dengan batu.[189] Kisah semacam inilah yang mengilhami perupa Donatello (ca. 1386 – 1466) untuk mencitrakan Maria Magdalena sebagai zahidah kurus kering lagi kumal dalam wujud patung kayu Maria Magdalena Menjalani Laku Silih (ca. 1454) untuk dipajang di Baptisterium Firenze.[189] Pada tahun 1449, Raja René d'Anjou menganugerahkan buyung anggur dari Kana ke pada Gereja Katedral Angers, yakni buyung penampung anggur mukjizat Yesus yang ia peroleh dari para biarawati di Marseilles. Menurut keterangan yang ia dapatkan dari para biarawati Maeseilles, buyung anggur ini dibawa Maria Magdalena dari Yudea; ada kaitannya dengan legenda bahwa Maria Magdalena adalah mempelai perempuan yang ditinggal pergi oleh mempelai laki-laki dalam upacara perkawinan di Kana, tepat sebelum Yohanes Penginjil menyambut panggilan Yesus untuk menjadi pengikutnya.[187]
Reformasi dan Kontra Reformasi
Pada tahun 1517, menjelang Reformasi Protestan, tokoh humanis Renaisans Prancis terkemuka, Jacques Lefèvre d'Étaples, menerbitkan bukunya yang berjudul De Maria Magdalena et triduo Christi disceptatio (Perbedaan Pendapat Perihal Maria Magdalena dan Tiga Hari Kristus). Dalam buku ini, ia menyanggah pandangan yang menyamakan Maria Magdalena dengan Maria dari Betania dan perempuan berdosa tanpa nama dalam Injil Lukas.[165][197] Berbagai penulis menanggapi tulisan Jacque dengan menerbitkan sejumlah buku dan selebaran yang sebagian besar berisi penentangan terhadap pendapat Lefèvre d'Étaples.[165][198] Pada tahun 1521, fakultas teologi Universitas Sorbonne secara resmi membidahkan gagasan yang mengatakan bahwa Maria Magdalena, Maria dari Betani, dan perempuan berdosa tanpa nama dalam Injil Lukas adalah tiga orang yang berlainan,[165][198] dan perdebatan pun akhirnya mereda, tergantikan oleh perdebatan seputar pokok-pokok bahasan penting yang dikemukakan oleh Martin Luther.[165][198] Baik Martin Luther maupun Hulderikus Zwingli (1484 – 1531) mendukung jati diri campur aduk Maria Magdalena.[199] Martin Luther, yang berpandangan lebih liberal dibanding rekan-rekannya sesama tokoh reformasi dalam hal seksualitas,[200] dikabarkan pernah secara berkelakar mengatakan kepada sekelompok teman-temannya bahwa "bahkan Kristus yang saleh itu pun" pernah berzinah tiga kali, yakni sekali dengan Maria Magdalena, sekali dengan perempuan Samaria di tepi sumur, dan sekali dengan perempuan pezina yang ia bebaskan begitu saja.[201] Karena dianggap sebagai unsur yang tak terpisahkan dari ajaran Gereja Katolik tentang perantaraan para kudus,[202] kultus penghormatan terhadap Maria Magdalena sangat dikecam oleh para pemimpin gerakan reformasi Protestan.[202] Zwingli menuntut agar kultus Maria Magdalena ditiadakan dan semua gambar serta patungnya dihancurkan.[202] Yohanes Kalvin (1509 – 1564) tidak hanya menolak jati diri campur aduk Maria Magdalena,[202][199] tetapi juga mengecam umat Katolik sebagai orang-orang bodoh yang menelan mentah-mentah jati diri campur aduk ini begitu saja.[202]
Pada masa Kontra Reformasi, ajaran Gereja Katolik mulai menonjolkan citra Maria Magdalena sebagai seorang pendosa yang bertobat.[203][204][205] Citranya sebagai pengayom dan pembela kian memudar,[203] dan laku silih yang dijalaninya kian dianggap sebagai aspek yang terpenting dari dirinya, teristimewa di Prancis dan daerah-daerah Katolik di kawasan selatan Jerman.[203] Ada sejumlah besar karya seni lukis dan seni pahat berlanggam Barok yang menggambarkan Maria Magdalena sedang menjalani laku silih,[203][206] kerap dalam keadaan telanjang bulat atau setengah telanjang, dan sangat menonjolkan kecantikannya yang menggiurkan.[196] Syair-syair tentang pertobatan Maria Magdalena juga populer.[207] Tanah-tanah pertuanan kaum ningrat dan raja-raja di kawasan selatan Jerman diperlengkapi dengan "sel Magdalena", yakni bangunan persemadian yang berfungsi ganda sebagai kapel sekaligus rumah tinggal, tempat kaum ningrat dapat berkhalwat bilamana hendak mencari ketenteraman batin.[208] Sel-sel Magdalena lazimnya dibangun di tengah hutan, jauh dari rumah dan ladang-ladang mereka.[209] Tampilan luar bangunan-bangunan ini dibuat sedemikian rupa agar tampak tidak kukuh.[209]
Zaman Modern
Tidak ia sengat juru selamatnya dengan kecup durhaka
Tidak ia sangkal junjungannya dengan lidah durjana
Tatkala rasul-rasul gentar di dada, ia terjang mara bahaya
Dialah yang paling akhir menunggui salibnya, yang paling pertama mendatangi kuburnya.— Eaton Stannard Barrett, Woman (1810), Bagian I, baris 141–145
Karena disebut sebagai mantan pelacur dalam legenda-legenda, Maria Magdalena dihormati sebagai pengayom "perempuan-perempuan yang salah jalan", dan para pegiat gerakan reformasi akhlak pada abad ke-18 mendirikan rumah-rumah Suaka Magdalena untuk membantu menyelamatkan perempuan-perempuan dari lembah hitam.[210] Novel fiksi sejarah karangan Edgar Saltus yang berjudul Mary Magdalene: A Chronicle (terbit tahun 1891), menggambarkannya sebagai perempuan bahaduri penghuni sebuah puri di Magdala, yang hijrah ke Roma menjadi "perempuan yang disanjung-sanjung di negara caturprabu itu", setelah berkata kepada Yohanes Pembaptis bahwa ia akan "meneguk mutiara... menyeruput lidah burung merak".[211][212]
Kelaziman pencampuradukan jati diri Maria Magdalena dengan tokoh-tokoh lain dalam Kitab Suci Perjanjian Baru dihilangkan dari Kalender Gereja Roma hasil revisi tahun 1969 dengan ulasan mengenai hari peringatannya pada tanggal 22 Juli, yang berbunyiː "Tidak ada perubahan pada judul memorialis untuk hari ini, tetapi memorialis ini hanya berkaitan dengan Santa Maria Magdalena, yang kepadanya Kristus menampakkan diri sesudah bangkit. Memorialis ini bukanlah hari peringatan saudari Santa Marta maupun perempuan berdosa yang diampuni Tuhan (Lukas 7:36–50)."[213] Ulasan-ulasan lain mengenai tata ibadat Gereja Roma untuk tanggal 22 Juli mengatakan bahwa "Maria dari Betania maupun perempuan berdosa dalam Lukas 7:36–50 tidak akan disebut-sebut dalam ibadat, hanya Maria Magdalena, orang pertama yang kepadanya Kristus menampakkan diri sesudah bangkit".[214] Menurut sejarawan Michael Haag, perubahan-perubahan ini adalah pengakuan diam-diam Vatikan bahwa ajaran Gereja sebelumnya yang mengatakan Maria Magdalena adalah seorang mantan pelacur adalah ajaran yang keliru.[215] Hari peringatan Maria dari Betania sekaligus saudaranya, Lazarus, sekarang jatuh pada setiap tanggal 29 Juli, bertepatan dengan hari peringatan saudari mereka, Marta.[216]
Kendati ditolak Vatikan, anggapan bahwa Maria Magdalena adalah seorang mantan pelacur justru kian luas tersiar dalam budaya populer.[217][218][219] Ia dicitrakan sebagai seorang mantan pelacur dalam novel terbitan tahun 1955, karya Nikos Kazantzakis, yang berjudul The Last Temptation of Christ, dan dalam film terbitan tahun 1988 arahan Martin Scorsese, hasil adaptasi novel Nikos Kazantzakis,[218] yang mengisahkan bahwa, tatkala Yesus meregang nyawa di kayu salib, Setan memperlihatkan perjalanan nasibnya andaikata ia kawin dan membangun rumah tangga bersama Maria Magdalena, alih-alih wafat demi menebus dosa umat manusia.[218] Maria Magdalena juga digambarkan sebagai seorang pelacur yang telah bertobat dalam opera rock tahun 1971 gubahan Andrew Lloyd Webber dan Tim Rice yang berjudul Jesus Christ Superstar.[220][217][221] Dalam Jesus Christ Superstar, Maria Magdalena mengungkapkan ketertarikan seksualnya terhadap Yesus dalam lagu "I Don't Know How to Love Him", yang membuat terperangah banyak penonton pada pementasan perdana.[222][217] Novel karangan Ki Longfellow yang berjudul The Secret Magdalene (2005) memanfaatkan keterangan dari injil-injil gnostik dan sumber-sumber lain guna mencitrakan Maria Magdalena sebagai perempuan cerdas lagi cergas yang pernah menimba ilmu di Perpustakaan Aleksandria yang termasyhur itu, dan membagikan ilmunya kepada Yesus.[223] Syair lagu Lady Gaga yang berjudul "Judas" (2011) digubah sedemikian rupa sehingga seolah-olah berasal dari sudut pandang Maria Magdalena. Syair lagu ini mencitrakannya sebagai seorang pelacur yang sudah "tidak mungkin lagi bertobat".[224]
Mary Magdalene, film keluaran tahun 2018 yang dibintangi Rooney Mara sebagai Maria Magdalena, berusaha menjungkirbalikkan pencitraan Maria Magdalena selama berabad-abad sebagai seorang mantan pelacur, sekaligus menafikan klaim-klaim konspirasi bahwa ia adalah istri atau teman tidur Yesus.[225][226][227] Film ini justru menampilkannya sebagai murid terdekat Yesus[225][226][227] sekaligus sebagai murid satu-satunya yang sungguh-sungguh memahami ajaran-ajaran Yesus.[225][226][227] Penggambaran ini juga didasarkan pada Injil Maria Magdalena peninggalan kaum gnostik.[227] Film yang disebut-sebut "cenderung sangat feminis" ini[226] menuai pujian untuk musik latar dan sinematografinya,[228] keselarasannya dengan narasi Alkitab yang cukup mencengangkan,[226] serta akting para pemerannya,[226][225] tetapi dikritik karena alur penceritaannya yang terkesan lamban[225][226][228] dan terlalu padat,[228] serta terlalu santun sehingga terkesan kurang nyata.[225][228] Film ini juga dikritik banyak pihak dari kalangan Kristen karena menggunakan sumber-sumber yang tidak sahih.[227]
Dalam seni rupa Dunia Barat
Anggapan bahwa Maria Magdalena adalah seorang mantan pezina tercermin dalam seni rupa Kristen Barat pada Abad Pertengahan. Sesudah Bunda Maria, Maria Magdalena adalah tokoh perempuan yang paling banyak ditampilkan dalam karya-karya para perupa Abad Pertengahan. Adakalanya ia ditampilkan dalam balutan adibusana mutakhir, berbeda dari perempuan-perempuan lain yang tampak mengenakan pakaian biasa. Adakalanya ia ditampilkan dalam keadaan telanjang bulat, hanya berselubung rambutnya yang panjang dan pirang atau pirang kemerah-merahan. Di kemudian hari, ia digambarkan sebagai seorang perempuan yang sedang menjalani laku silih, sesuai dengan legenda Abad Pertengahan bahwasanya ia pernah hidup bertarak layaknya para zahid di padang gurun selama beberapa waktu sesudah Yesus naik ke surga.[177][230] Di Dunia Barat, kisah hidupnya dicampuradukkan dengan kisah hidup Santa Maria dari Mesir, seorang pelacur abad ke-4 yang bertobat lalu bertapa di padang gurun sampai seluruh pakaiannya luruh akibat lapuk dimakan waktu.[177] Banyaknya karya seni yang menampilkan Maria Magdalena dengan wajah sayu berlinang air mata memunculkan istilah maudlin dalam bahasa Inggris modern,[231][232][233] yang berarti "cengeng".[231]
Para perupa Abad Pertengahan menampilkan Maria Magdalena dalam keadaan telanjang bulat tanpa melanggar nilai-nilai kesusilaan karena sekujur tubuhnya tertutupi oleh rambutnya yang panjang menjuntai (dalam beberapa karya perupa Jerman, misalnya Tilman Riemenschneider, rambut panjang menjuntai ini diganti dengan bulu badan yang lebat),[234][235] akan tetapi semenjak abad ke-16, ketelanjangannya lambat laun disingkap oleh sejumlah perupa, misalnya Tiziano Vecelli. Bahkan jika tidak dalam keadaan telanjang bulat, ia tetap saja ditampilkan hanya berbalut sehelai kain atau cuma berpakaian dalam. Maria Magdalena kerap ditampilkan tanpa busana dalam karya-karya seni rupa yang menggambarkan peristiwa "pengangkatan" dirinya, sebagaimana yang dikisahkan dalam Legenda Kencana, yakni diangkat ke udara dan disuapi manna surgawi oleh para malaikat di padang gurun.[234]
Gambar Maria Magdalena di kaki salib pada peristiwa penyaliban Yesus muncul dalam sebuah naskah Inggris buatan abad ke-11 "lebih sebagai sarana mengungkap cipta ketimbang gambaran peristiwa bersejarah". Gambar ini dibuat sebagai "ungkapan suatu asimilasi emosi dari peristiwa pernyaliban, yang menggiring orang yang melihat gambar untuk merasa senasib sepenanggungan dengan orang-orang yang tengah berduka dalam gambar".[236] Ada pula lukisan-lukisan yang menggambarkan Maria Magdalena seorang diri, tetapi semenjak abad ke-13, sosok Maria Magdalena mulai lazim ditambahkan mendampingi Bunda Maria dan Yohanes sebagai saksi mata peristiwa penyaliban Yesus. Maria Magdalena kerap digambarkan sedang berlutut atau berdiri sambil memeluk erat tiang salib, adakalanya sambil mencium kaki Kristus, atau sedang berdiri, biasanya di sebelah kiri dan di belakang Maria dan Yohanes, dengan tangan terjulur ke arah Kristus sebagai gambaran dukacita, misalnya dalam lukisan karya Cimabue (sekitar tahun 1290) yang sudah rusak di gereja atas Basilika Santo Fransiskus dari Assisi. Lukisan Maria Magdalena dalam sikap berlutut karya Giotto di Bondone (sekitar tahun 1305) yang terpampang di Kapel Scrovegni secara khusus sangat mengesankan.[237] Ketika lukisan penyaliban Yesus ala Gothik semakin tampak ramai oleh sosok-sosok manusia, Maria Magdalena menjadi sosok yang tampil menonjol, ditandai oleh tambahan lingkaran praba, rambut pirangnya yang panjang terurai, dan busana yang lazimnya berwarna merah terang. Ketika penggambaran Bunda Maria jatuh pingsan mulai sering muncul, dan umumnya digambarkan menyita perhatian Yohanes, sikap tubuh Maria Magdalena yang tampak tak terhalang kian lama tampak kian tampil mewakili rasa duka yang menyeruak di dalam batin orang yang melihat gambar itu.[238]
Menurut Robert Kiely, "dalam panteon Kristen, tidak ada tokoh selain Yesus, Perawan Maria, dan Yohanes Pembaptis, yang mampu menginspirasi, menggugah, maupun mengharu biru imajinasi para pelukis melebihi Magdalena".[239] Maria Magdalena kerap ditampilkan dalam lukisan-lukisan peristiwa Sengsara Yesus, jika namanya disebut dalam riwayat Injil yang berkenaan dengan peristiwa-peristiwa itu, misalnya dalam lukisan peristiwa penyaliban yesus, lukisan Kristus Memikul Salib, dan lukisan Noli me Tangere, tetapi biasanya ditiadakan dalam lukisan-lukisan peristiwa lain yang menampilkan kedua belas rasul, misalnya dalam lukisan Perjamuan Terakhir. Sebagai tokoh yang disamakan dengan Maria dari Betania, ia ditampilkan dalam lukisan peristiwa Kebangkitan Lazarus, saudaranya, dan dalam lukisan peristiwa Yesus dijamu Marta, saudarinya, yang mulai sering dibuat pada abad ke-17, misalnya dalam lukisan Kristus di Rumah Marta dan Maria karya Velázquez.[240]
-
Noli me tangere, fresko karya Fra Angelico
-
Maria Magdalena Sedang Membaca (ca. 1500–1510) karya Piero di Cosimo
-
Noli me tangere (ca. 1512) karya Tiziano Vecelli
-
Maria Magdalena (awal 1500-an) karya Ambrosius Benson
-
Magdalena Menjalani Laku Silih (awal 1500-an) karya Giampietrino
-
Maria Magdalena (1615) karya Juan Bautista Maíno
-
Magdalena Menjalani Laku Silih (ca. 1576-1578) karya El Greco
-
Maria Magdalena (1615–1616 atau 1620–1625) karya Artemisia Gentileschi
-
Santa Maria Magdalena dalam Keadaan Setengah Sadar (ca. 1619–1620) karya Peter Paul Rubens
-
Maria Magdalena (1641) karya José de Ribera
-
Kristus Menampakkan Diri kepada Maria Magdalena (antara 1640–1650) karya Pietro da Cortona
-
Magdalena (sebelum 1792) karya George Romney
-
Maria Magdalena (1858–1860) karya Frederick Sandys
-
Kristus dan Maria Magdalena (1890) karya Albert Edelfelt
-
Triptikon Yerusalem (2016) karya Matthias Laurenz Gräff menampilkan Kristus bersama Maria Magdalena
Pandangan agama
Gereja Ortodoks Timur
Gereja Ortodoks Timur tidak pernah menyama-nyamakan Maria Magdalena dengan Maria dari Betania maupun "perempuan berdosa" yang mengurapi Yesus dalam Lukas 7:36–50,[241] dan senantiasa mengajarkan bahwa Maria Magdalena seumur hidupnya adalah seorang perempuan yang berbudi luhur, bahkan sebelum menjadi pengikut Yesus.[241] Gereja Ortodoks Timur tidak pernah menyanjungnya sebagai orang yang tekun menjalani laku silih.[241] Ia justru dihormati dari generasi ke generasi sebagai salah seorang "pembawa mur" (bahasa Yunani: Μυροφόρος, muroforos, sama dengan Ketiga Maria dalam Gereja Barat),[242] dan sebagai orang yang "setara dengan rasul-rasul" (bahasa Yunani: ἰσαπόστολος, isapostolos).[242] Sudah menjadi tradisi selama berabad-abad di kalangan umat Kristen Ortodoks untuk saling berbagi telur-telur yang cangkangnya sudah diwarnai dan digambari, teristimewa pada hari Minggu Paskah. Telur melambangkan kehidupan baru, dan juga melambangkan bangkitnya Kristus dari dalam kubur. Di kalangan Kristen Ortodoks Timur, umat saling berbagi telur Paskah sambil berucap "Kristus sudah bangkit!" Menurut salah satu tradisi rakyat, sesudah wafat dan kebangkitan Yesus, Maria Magdalena memanfaatkan kedudukannya untuk diundang ke perjamuan yang digelar Kaisar Romawi Tiberius. Tatkala berjumpa dengan Kaisar Tiberius, Maria Magdalena memegang sebutir telur biasa seraya berseru, "Kristus sudah bangkit!" Kaisar tergelak dan berkata bahwa Kristus bangkit dari antara orang mati itu sama muskilnya dengan telur di tangannya berubah warna menjadi merah saat itu juga. Sebelum kaisar selesai berbicara, telur yang dipegang Maria Magdalena berubah warna menjadi merah cerah, dan ia akhirnya memberitakan injil kepada seisi istana kaisar.[243]
Gereja Katolik
Pada masa Kontra Reformasi dan zaman Barok (akhir abad ke-16 dan abad ke-17), embel-embel "yang menjalani laku silih" ditambahkan pada keterangan mengenai Maria Magdalena pada hari peringatannya, tanggal 22 Juli. Embel-embel ini belum ditambahkan ketika Gereja Katolik masih menggunakan Kalender Tridentina tahun 1569, dan sudah tidak didapati lagi dalam Kalender Gereja Roma saat ini. Saat ditambahkan, embel-embel ini terus melekat sampai dengan terbitnya Kalender Gereja Roma tahun 1960.[244] Bacaan injil untuk tanggal 22 Juli dalam Misa Tridentina terambil dari Lukas 7:36–50 (mengenai perempuan berdosa yang mengurapi kaki Yesus), sementara dalam Misa Ritus Romawi sekarang ini terambil dari Yohanes 20:1–2, 11–8 (perjumpaan Maria Magdalena dan Yesus pascakebangkitan).[245][246][247]
Menurut Darrell Bock, gelar apostola apostolorum mula-mula muncul pada abad ke-10,[149] tetapi Katherine Ludwig Jansen mengemukakan bahwa ia tidak mendapati penyebutannya sebelum abad ke-12, manakala gelar ini sudah lumrah dijumpai di mana-mana.[248] Katherine Ludwig Jansen mengedepankan Hugo dari Cluny (1024–1109), Petrus Abelardus (1079–1142), dan Bernardus dari Clairvaux (1090–1153) sebagai tiga tokoh utama di antara sekian banyak orang yang menyandangkan gelar apostolorum apostola (rasul para rasul) pada Maria Magdalena. Jane Schaberg menambahkan Goffridus dari Vendôme (ca. 1065/1070–1132).[249]
Ada pula klaim bahwa pada abad ke-9 sudah ada frasa-frasa mirip apostolorum apostola. Bab XXVII dari Riwayat Maria Magdalena, yang diklaim sebagai karya tulis Rabanus Maurus (ca. 780 – 4 Februari 856), diberi judul Ubi Magdalenam Christus ad apostolos mittit apostolam (Tatkala Kristus mengutus Magdalena selaku seorang rasul kepada para rasul).[250] Bab yang sama memuat pernyataan bahwa "Maria Magdalena tidak menunda-nunda tugas kerasulannya yang merupakan suatu anugerah kehormatan baginya" (apostolatus officio quo honorata fuerat fungi non distulit).[251] Menurut Raymond E. Brown, Rabanus Maurus berulang kali menyandangkan kata "rasul" pada Maria Magdalena dalam karya tulis ini.[252] Kendati demikian, karya tulis ini sesungguhnya tidak lebih tua dari abad ke-12.[253] Karena kedudukannya sebagai seorang rasul, kendati bukan karena ia adalah salah seorang saksi mata kebangkitan, Gereja Katolik menghormatinya dengan mendaraskan madah Gloria pada hari peringatannya. Maria Magdalena adalah satu-satunya perempuan selain Maria ibunda Yesus yang dihormati dengan cara ini.[254] Dalam surat apostoliknya yang bertajuk Mulieris Dignitatem ("Martabat Wanita", bagian 67–69) tertanggal 15 Agustus 1988, Paus Yohanes Paulus II mengulas tentang rangkaian peristiwa Paskah dalam kaitannya dengan perempuan-perempuan yang hadir di kubur Yesus pasca kebangkitannya, pada bagian yang diberi judul 'Saksi-Saksi Pertama Kebangkitan':
Kaum perempuanlah yang pertama-tama mendatangi kubur. Merekalah yang pertama-tama mendapatinya sudah kosong. Merekalah yang pertama-tama mendengar kalimat 'Ia tidak ada di sini, sebab Ia telah bangkit, sama seperti yang telah dikatakan-Nya' (Matius 28:6). Merekalah yang pertama-tama merengkuh kakinya (Matius 28:9). Kaum perempuan jugalah yang pertama-tama dipanggil untuk mewartakan kebenaran ini kepada para rasul (Matius 28:1–10, Lukas 24:–11). Injil Yohanes (bdk. Markus 16:9) menggarisbawahi peran khusus Maria Magdalena. Ia adalah orang pertama yang berjumpa dengan Kristus yang telah bangkit. [...] Karena itulah ia disebut "rasul para rasul". Maria Magdalena adalah saksi mata pertama Kristus yang sudah bangkit, dan oleh karena itu ia juga adalah orang pertama yang bersaksi tentang Kristus mendahului para rasul. Peristiwa ini seolah menyempurnakan segala sesuatu yang telah dikatakan sebelumnya bahwa Kristus mempercayakan kebenaran ilahi kepada perempuan maupun laki-laki.
— Yohanes Paulus II[255]
Pada tanggal 10 Juni 2016, Kongregasi untuk Ibadat Ilahi dan Tata Tertib Sakramen menerbitkan maklumat yang mengubah ibadat peringatan Maria Magdalena dari ibadat peringatan wajib (memorialis) menjadi pesta (festum), sama seperti ibadat peringatan para rasul (selain daripada peringatan Petrus dan Paulus yang peringatannya bertingkat Hari Raya (solemnitas). Misa maupun Ibadat Harian tetap menggunakan rumusan yang sama saat peringatan masih bertingkat Peringatan Wajib, tetapi dalam Misa digunakan prefasi khusus yang memiliki penambahan dengan mengelu-elukan Maria Magdalena sebagai "rasul para rasul".[256]
Gereja Kristen Protestan
Buku Doa Umum tahun 1549 memuat tata ibadat peringatan Santa Maria Magdalena untuk setiap tanggal 22 Juli, dengan bacaan-bacaan Kitab Suci yang sama dengan Misa Tridentina dan dengan collecta baru yang berbunyi, "Ya Bapa yang berbelas kasih, berilah kami rahmat-Mu, agar kami tidak berdosa mengikuti perbuatan orang lain, dan jikalau kami sampai menghina kebesaran-Mu, maka kami mampu sungguh-sungguh bertobat dan meratapi pelanggaran kami, meneladani Maria Magdalena, sehingga dengan iman saja beroleh pengampunan atas segala dosa kami: hanya melalui jasa putra-Mu, Kristus, Juru Selamat kami." Edisi tahun 1552 menghilangkan hari peringatan Santa Maria Magdalena, yang baru muncul kembali dalam Buku Doa Umum selepas kira-kira 400 tahun lamanya.[257]
Umat Kristen Protestan pada Zaman Modern menghormatinya sebagai salah seorang murid dan sahabat Yesus.[258] Umat Kristen Anglikan menghormatinya sebagai orang kudus yang patut diteladani dalam hal pertobatan.[259] Kendati sebagian umat Kristen Anglikan merasa Tiga Puluh Sembilan Dalil melarang mereka untuk memohon syafaatnya,[260] sebagian umat yang lain, dengan mengacu pada tata kebaktian penguburan gereja Episkopal, beranggapan bahwa mereka boleh memohon Santa Maria Magdalena untuk mendoakan mereka.[261] Gereja Lutheran Injili di Amerika menghormati Maria Magdalena setiap tanggal 22 Juli sebagai seorang rasul, meskipun hari peringatannya hanya sebuah hari raya kecil.[262] Umat Kristen Presbiterian menghormatinya sebagai "rasul para rasul",[263] dan dalam buku Methodist Theology, Kenneth Wilson mengemukakan bahwa Maria Magdalena "pada dasarnya" adalah salah seorang "misionaris perdana".[264]
Agama Baha'i
Ada banyak keterangan mengenai Maria Magdalena dalam karya-karya tulis agama Baha'i. Agama ini memuliakan Maria Magdalena sebagai salah seorang srikandi iman dan "perempuan teladan sepanjang masa".[265] Abdul Baha, putra pendiri agama Baha'i, mengemukakan bahwa Maria Magdalena adalah "saluran penguatan" bagi murid-murid Yesus, "srikandi" yang "menegakkan kembali iman para rasul", dan "cahaya kedekatan dalam kerajaannya".[266] Abdul Baha juga menulis bahwa "realitas Maria Magdalena senantiasa bersinar di cakrawala Kristus", "wajahnya berseri-seri dan memancarkan cahaya di cakrawala jagad untuk selama-lamanya", dan "pelitanya bersinar di tengah-tengah sidang jemaat dunia hingga keabadian".[267] Bagi Abdul Baha, Maria Magdalena adalah contoh terbaik bagaimana kaum perempuan dapat setara dengan kaum lelaki di hadapan Allah, bahkan adakalanya lebih unggul di atas kaum lelaki pada zamannya,[268] dan bahwasanya "mahkota-mahkota bertatahkan gilap aneka permata tuntunan" terpasang di kepalanya.[269]
Karya-karya tulis agama Baha'i juga menambahkan uraian panjang lebar dari riwayat hidup Maria Magdalena yang termaktub di dalam injil-injil kanonik, beserta sekumpulan besar kisah-kisah di luar injil-injil kanonik tentang jati diri dan ucapan-ucapannya yang tidak termaktub dalam satu pun sumber sejarah lain yang masih lestari sampai sekarang. Abdul Baha mengemukakan bahwa Maria Magdalena pernah pergi ke Roma dan berbicara di hadapan Kaisar Tiberius, dan mungkin inilah sebabnya Ponsius Pilatus kemudian ditarik pulang ke Roma lantaran berlaku kejam terhadap orang Yahudi (tradisi ini juga ada dalam Gereja Ortodoks Timur).[270] Agama Baha'i melihat ada banyak kemiripan antara Maria Magdalena dan srikandi pujangga Baha'i, Táhirih. Maria Magdalena dipandang sebagai srikandi Kristen pendahulu Táhirih, sementara Táhirih digambarkan sebagai titisan rohani Maria Magdalena; apalagi kedua-duanya dianggap sama-sama memiliki "pengetahuan, kegigihan, keberanian, budi pekerti yang luhur, serta tekad yang kuat", dan masing-masing dihargai sebagai tokoh penting dalam gerakan rohani agama Kristen serta tokoh perempuan pemimpin dalam agama Baha'i.[271]
Spekulasi
Pada tahun 1998, Ramon K. Jusino mengajukan sebuah argumen yang belum pernah ada sebelumnya bahwa "murid yang dikasihi Yesus" dalam Injil Yohanes sesungguhnya adalah Maria Magdalena. Ramon K. Jusino mendasarkan argumennya pada kitab-kitab gnostik Nag Hammadi, sambil menyanggah pendapat Raymond E. Brown bahwa kitab-kitab ini baru ditulis belakangan, malah bersikukuh bahwa Injil Yohanes yang ada sekarang ini adalah hasil modifikasi atas teks-teks terdahulu yang menonjolkan Maria Magdalena sebagai murid yang dikasihi Yesus.[274] Kendati tidak membenarkan argumen Ramon K. Kusino, Richard J. Hooper mengemukakan bahwa "Ada baiknya kita tidak sepenuhnya menafikan kemungkinan bahwa ada sekelompok umat Kristen pengikut Yohanes yang menghargai Maria Magdalena sebagai 'murid yang dikasihi Yesus'."[275] Esther A. de Boer juga mengusung gagasan ini sebagai "salah satu dari sekian banyak kemungkinan", bukan sebagai satu-satunya jawaban yang benar atas pertanyaan mengenai jati diri murid yang dikasihi Yesus.[276] Menurut salah satu tafsir teologi, Maria Magdalena adalah Magdala, Menara Megah, dan gereja-gereja tertentu menghormatinya sebagai seorang srikandi iman dalam ajaran-ajaran mereka.[277]
Novel misteri seru terbitan tahun 2003 yang laris manis, The Da Vinci Code, karangan Dan Brown, memopulerkan sejumlah anggapan keliru tentang Maria Magdalena,[278][279] antara lain anggapan bahwa ia adalah warga suku Benyamin, ia adalah istri Yesus, ia sedang mengandung ketika Yesus disalibkan, dan bahwa ia melahirkan anak Yesus, cikal bakal dari nasab Yesus yang konon masih beranak pinak sampai sekarang.[280] Sama sekali tidak ada bukti sejarah, baik dari injil-injil kanonik maupun dari injil-injil apokrif, karya-karya tulis Kristen terdahulu, ataupun sumber-sumber kuno lain yang mendukung anggapan-anggapan tersebut.[280][281] The Da Vinci Code juga menyatakan bahwa sosok "sang murid terkasih" di sebelah kanan Yesus dalam lukisan Perjamuan Terakhir karya Leonardo da Vinci adalah sosok Maria Magdalena, yang disamarkan sebagai salah seorang murid laki-laki.[282] Para sejarawan seni rupa bersikukuh bahwa sosok tersebut sesungguhnya adalah sosok Rasul Yohanes, yang raut wajahnya terlihat feminin akibat kegemaran Leonardo mengaburkan batas-batas antarjenis kelamin sebagaimana tampak dalam lukisan-lukisannya yang lain, misalnya lukisan Santo Yohanes Pembaptis (dilukis ca. 1513–1516).[283] Selain itu, menurut Ross King, salah seorang pakar seni rupa buatan Italia, tindakan menampilkan sosok Maria Magdalena dalam lukisan Perjamuan Terakhir tentunya tidak akan dipermasalahkan orang, dan Leonardo tentunya tidak punya alasan untuk menyamarkannya sebagai salah seorang dari murid-murid yang lain,[284] karena Maria Magdalena sangat dimuliakan sebagai "rasul para rasul" dan dihormati sebagai santa pelindung oleh tarekat Dominikan, yakni tarekat yang memesan lukisan Perjamuan Terakhir.[284] Bahkan sosok Maria Magdalena jauh sebelumnya sudah pernah ditampilkan dalam lukisan peristiwa perjamuan terakhir oleh Fra Angelico, pelukis Renaisans Italia terdahulu.[285] Ada banyak karya tulis yang menanggapi ketidakakuratan sejarah dalam The Da Vinci Code,[286][287] tetapi novel ini tetap saja sangat mempengaruhi cara pandang khalayak ramai terhadap Maria Magdalena.[288][281]
Pada tahun 2012, sejarawan agama Karen L. King mempublikasikan Injil Istri Yesus, sobekan papirus yang konon memuat kata-kata Yesus dalam bahasa Koptik yang berbunyi, "Istriku ... dia akan mampu menjadi muridku." Semua ahli, termasuk Karen L. King sendiri, berpendapat bahwa sobekan papirus ini hanyalah artefak palsu buatan Zaman Modern.[289][290][291] Andaikata asli, papirus ini sudah barang tentu diperkirakan berasal dari abad ke-6 dan abad ke-9 M. Kendati sobekan ini tidak memuat nama Maria Magdalena, sejumlah penulis berspekulasi bahwa orang yang dimaksud dengan kata "istriku" adalah Maria Magdalena.[292]
Bart D. Ehrman mengemukakan bahwa sumber-sumber sejarah sama sekali tidak menyajikan keterangan apa-apa mengenai seksualitas Yesus,[293] dan sama sekali tidak ada bukti yang mendukung gagasan bahwa Yesus mengawini Maria Magdalena maupun bahwa hubungan di antara keduanya adalah hubungan seksual atau hubungan asmara.[293] Tidak satu pun injil kanonik yang menyiratkan gagasan semacam ini,[294] bahkan injil-injil gnostik yang baru muncul belakangan dan menampilkan Maria Magdalena sebagai murid terdekat Yesus pun [294] tidak menyiratkan bahwa kedekatan mereka bersifat seksual.[294] Karya tulis bertajuk Pertanyaan-Pertanyaan Penting Maria yang muncul paling belakangan dan tidak ada lagi sekarang ini, konon menggambarkan Maria Magdalena bukan sebagai istri atau pasangan Yesus, melainkan sebagai orang yang mau tidak mau menyaksikan tindakan seksual Yesus.[119] Selain itu, Bart D. Ehrman mengemukakan bahwa baik kaum Eseni, yakni sekte Yahudi pada zaman Yesus yang memiliki banyak kesamaan pandangan dengan Yesus, maupun Rasul Paulus, salah seorang pengikut Yesus yang terkemudian, sama-sama hidup membujang dan berpantang sanggama,[272] sehingga tidaklah bertentangan dengan akal sehat jika orang menyimpulkan bahwa Yesus juga melakukan hal yang sama.[272]
Selain itu, menurut Markus 12:25, Yesus mengajarkan bahwa orang tidak kawin-mawin di dalam Kerajaan Allah yang sudah di ambang pintu itu.[295] Karena Yesus juga mengajarkan bahwa orang semestinya hidup seolah-olah Kerajaan Allah sudah datang, maka ajaran tidak kawin-mawin di dalam Kerajaan Allah ini mengandung anjuran tersirat untuk hidup membujang dan berpantang sanggama.[296] Bart D. Ehrman akhirnya mengemukakan bahwa jika Yesus memang memperistri Maria Magdalena, maka para penulis injil sudah tentu akan meriwayatkannya, karena mereka menyebutkan semua anggota keluarga Yesus, termasuk Maria ibundanya, Yosef ayahnya, keempat orang saudaranya, dan sekurang-kurangnya dua orang saudarinya.[297] Menurut Maurice Casey, gagasan yang mengatakan bahwa Maria Magdalena adalah istri Yesus hanyalah sebuah sensasionalisme liar belaka.[273] Jeffrey John Kripal mengemukakan dalam tulisannya bahwa "sumber-sumber sejarah terlalu bertentangan sekaligus terlalu diam" untuk dijadikan landasan bagi pernyataan-pernyataan tegas sehubungan dengan seksualitas Yesus.[298]
Lihat pula
Keterangan
- ^ Μαρία η Μαγδαληνή dalam Matius 27:56; Matius 27:61; Matius 28:1; Markus 15:40; Markus 15:47; Markus 16:1; Markus 16:9 mengganti "η" dengan "τη" karena perubahan kasus. Lukas 8:1 menyebutnya "Μαρία ... η Μαγδαληνή" dan Lukas 24:10 menyebutnya "η Μαγδαληνή Μαρία". Yohanes 19:25, Yohanes 20:1, dan Yohanes 20:18 menyebutnya "Μαρία η Μαγδαληνή".
- ^ Dalam bahasa Ibrani, Migdal (מגדל) berarti "menara" atau "benteng"; dalam bahasa Aram, "Magdala" berarti "menara" atau "inggil, luhur, mulia".[14] Para mufasir Kitab Suci semenjak masa hidup Santo Hieronimus berpendapat bahwa Maria dijuluki Magdalena karena ketokohan maupun imannya, yakni karena ia laksana sebuah menara: "Maria Magdalena diberi sebutan 'orang yang dibentengi menara-menara' karena kesungguhan dan keteguhan imannya, dan karena mendapat kesempatan istimewa menjadi saksi mata pertama kebangkitan Kristus, bahkan mendahului para rasul" (surat Santo Hieronimus, diterjemahkan oleh Susan Haskin, Mary Magdalen: Myth and Metaphor, hlm. 406). Para mufasir lain berpendapat bahwa julukan Magdalena mengacu pada sejenis tatanan rambut. Pendapat ini berpangkal pada ayat-ayat tertentu dalam Talmud, yang menyebut seorang perempuan bernama "Miryam" (secara esoteris diidentifikasi sebagai ibunda Yesus) sebagai "hamegadela se’ar nasya", yang dapat diterjemahkan menjadi "Miryam, si penata rambut kaum perempuan", mungkin sekali bentuk halus dari sebutan "pelacur". Lih. R.T. Herford, Christianity in Talmud and Midrash, hlmn. 40f. Ayat-ayat Talmud yang dimaksud terdapat dalam risalah Sanhedrin 67a dan risalah Hagigah 4b dari kitab Talmud Babel; bdk. risalah Sabat 104b. Teolog Inggris, John Lightfoot (1602–1675), mengkaji ayat-ayat ini dan berpendapat bahwa: "asal-muasal ia disebut Magdalena, tidaklah jelas; apakah dari kata Magdala, nama sebuah kota kecil di tepi Danau Genesaret, ataukah dari kata yang bermakna mengepang atau mengeriting rambut, yakni kegiatan yang lumrah di kalangan pelacur." (Commentary on the New Testament from the Talmud and Hebraica, bab "Exercitations upon the Gospel of St. Matthew".)[15]
- ^ Lihat Yohanes 20:11 dan Yohanes 20:16.
- ^ Dalam Kitab Suci, nama Maria Magdalena lebih banyak ditulis dalam bentuk Μαρία (Maria), tetapi dalam Matius 28:1 ditulis dalam bentuk Μαριάμ (Mariam),[18][19] kedua-duanya dianggap sebagai bentuk Yunani dari Miryam, nama kakak Musa dalam bahasa Ibrani. Nama ini sangat memasyarakat pada abad pertama tarikh Masehi karena merupakan nama putri-putri bangsawan dari wangsa Hasmonayim dan wangsa Herodes.[20] Dalam Injil Yohanes, Maria Magdalena juga hanya disebut "Maria" sekurang-kurangnya dua kali.[c]
- ^ Dalam naskah asli pun tidak jelas apakah "saudari" ini adalah saudari Yesus, saudari ibunya, atau saudari dalam arti kiasan.
- ^ Sebagai contoh, baca 1 Tesalonika 5:26, Roma 16:16, 1 Korintus 16:20, 2 Korintus 13:12, Markus 14:43–45, Matius 26:47–50, Lukas 22:48, dan 1 Petrus 5:14
Rujukan
- ^ a b c d e Casey 2010, hlm. 475.
- ^ Maisch 1998, hlm. 9.
- ^ Ehrman 2006, hlm. 185–187.
- ^ Ehrman 2006, hlm. 185–187, 247.
- ^ a b c d e f g Ehrman 2006, hlm. 247.
- ^ a b c d e Ehrman 2006, hlm. 185.
- ^ Haag 2016, hlm. 152.
- ^ a b c Casey 2010, hlm. 543–544.
- ^ Ehrman 2006, hlm. 185–187, 218.
- ^ Hurtado 2003, hlm. 260.
- ^ a b c d e f g Casey 2010, hlm. 193.
- ^ a b Ehrman 2006, hlm. 197.
- ^ Maisch 1998, hlm. 2.
- ^ De Boer 2004, hlm. 74–96.
- ^ Oztorah.
- ^ Ehrman 2006, hlm. 197–198.
- ^ Maisch 1998, hlm. 2–3.
- ^ Bible Hub.
- ^ Biblegateway.com.
- ^ Good 2005, hlm. 9–10.
- ^ Casey 2010, hlm. 194.
- ^ Casey 2010, hlm. 192.
- ^ a b c Casey 2010, hlm. 192–193.
- ^ a b c d e f Ehrman 2006, hlm. 206–207.
- ^ a b Chilton 2005, hlm. 25–28.
- ^ a b c d Ehrman 2006, hlm. 207.
- ^ May 1977, hlm. 91.
- ^ Kelly 2006, hlm. 95.
- ^ Chilton 2005, hlm. 28–30.
- ^ Schaberg 2004, hlm. 79–80.
- ^ a b Chilton 2005, hlm. 26.
- ^ Ehrman 2006, hlm. 195, 198.
- ^ Casey 2010, hlm. 192–195.
- ^ a b c Ehrman 2006, hlm. 196.
- ^ Sanders 1993, hlm. 124–125.
- ^ a b c Haag 2016.
- ^ Casey 2010, hlm. 194–195.
- ^ Sanders 1993, hlm. 124.
- ^ a b Ricci 1994, hlm. 51–161.
- ^ Ehrman 2006, hlm. 199–200.
- ^ Schaberg 2004, hlm. 84.
- ^ Ehrman 2006, hlm. 200.
- ^ Ehrman 2006, hlm. 195–196.
- ^ Ehrman 2006, hlm. 196–200.
- ^ Ehrman 2006, hlm. 196–205.
- ^ Campbell 2009, hlm. 2–64.
- ^ a b c d e f g h i j k Ehrman 2006, hlm. 223.
- ^ Herzog 2005, hlm. 1–6.
- ^ Powell 1998, hlm. 168.
- ^ Dunn 2003, hlm. 339.
- ^ Crossan 1995, hlm. 145.
- ^ Levine, Allison & Crossan 2006, hlm. 4.
- ^ a b Ehrman 2006, hlm. 217–223.
- ^ Ehrman 2006, hlm. 225–226.
- ^ a b Ehrman 2006, hlm. 226.
- ^ Sanders 1993, hlm. 276.
- ^ Jones & Penny 1983, hlm. 46–47.
- ^ Ehrman 2014, hlm. 151–161.
- ^ a b Ehrman 2014, hlm. 163.
- ^ Casey 2010, hlm. 448.
- ^ Ehrman 2014, hlm. 156–164.
- ^ Ehrman 2014, hlm. 156–169.
- ^ Casey 2010, hlm. 448–453.
- ^ Casey 2010, hlm. 449–450.
- ^ a b Casey 2010, hlm. 449–453.
- ^ Sanders 1993, hlm. 274–276.
- ^ a b c d e f g h i Casey 2010, hlm. 462.
- ^ a b c d e f g h i j k l m n Ehrman 2006, hlm. 227–229.
- ^ a b c d e f g h i j k l m n Sanders 1993, hlm. 276–280.
- ^ Ehrman 2014, hlm. 137–143.
- ^ a b Casey 2010, hlm. 456–457.
- ^ Ehrman 2014, hlm. 142–143.
- ^ Sanders 1993, hlm. 277.
- ^ Ehrman 2014, hlm. 137–140.
- ^ a b c d e f g h i j k l Hinkle 2003, hlm. 446.
- ^ Casey 2010, hlm. 461–462.
- ^ a b c d Ehrman 2006, hlm. 228.
- ^ a b c Casey 2010, hlm. 463.
- ^ a b c Casey 2010, hlm. 463–464.
- ^ Ehrman 2006, hlm. 226–227.
- ^ a b Casey 2010, hlm. 464.
- ^ a b c d e f g h Ehrman 2006, hlm. 253.
- ^ a b Ehrman 2006, hlm. 227, 253.
- ^ Ehrman 2006, hlm. 253, 228.
- ^ a b c d e f Casey 2010, hlm. 477.
- ^ Ehrman 2006, hlm. 229.
- ^ a b c Ehrman 2006, hlm. 255.
- ^ Ehrman 2006, hlm. 226–227, 255–256.
- ^ Wright 2003, hlm. 607.
- ^ a b c Ehrman 2014, hlm. 164–169.
- ^ Ehrman 2014, hlm. 166.
- ^ Ehrman 2014, hlm. 166–169.
- ^ Ehrman 2014, hlm. 166–167.
- ^ a b Ehrman 2014, hlm. 192.
- ^ King 2009.
- ^ a b c Sanders 1993, hlm. 64.
- ^ Casey 2010, hlm. 544.
- ^ Ehrman 2006, hlm. 207–208.
- ^ a b c d Ehrman 2006, hlm. 208.
- ^ Ehrman 2006, hlm. 208–209.
- ^ Ehrman 2006, hlm. 209.
- ^ a b c Ehrman 2006, hlm. 211–213.
- ^ Meyer 2004.
- ^ a b c Ehrman 2006, hlm. 210–211.
- ^ a b Ehrman 2006, hlm. 210.
- ^ a b c Ehrman 2006, hlm. 211.
- ^ Meyer 2004, hlm. 64-65, 121.
- ^ a b c Ehrman 2006, hlm. 213.
- ^ a b c Grant 1961, hlm. 129-140.
- ^ a b c d Ehrman 2006, hlm. 215.
- ^ Marjanen 1996, hlm. 151.
- ^ Dinkson 2006, hlm. 95.
- ^ a b Ehrman 2006, hlm. 216.
- ^ Ehrman 2006, hlm. 215–216.
- ^ a b Ehrman 2006, hlm. 238.
- ^ Ehrman 2006, hlm. 239.
- ^ Ehrman 2006, hlm. 238–249.
- ^ a b Casey 2010, hlm. 535.
- ^ a b c Ehrman 2006, hlm. 249.
- ^ a b c De Boer 2005, hlm. 61.
- ^ Ehrman 2006, hlm. 239–242.
- ^ a b Ehrman 2006, hlm. 242.
- ^ Ehrman 2006, hlm. 242–243.
- ^ Ehrman 2006, hlm. 243.
- ^ Ehrman 2006, hlm. 243–245.
- ^ Casey 2010, hlm. 535–536.
- ^ a b c d Ehrman 2006, hlm. 245.
- ^ a b c d e f Casey 2010, hlm. 536.
- ^ Ehrman 2006, hlm. 245–246.
- ^ Ehrman 2006, hlm. 246.
- ^ a b c d Kim 2015, hlm. 37–39.
- ^ a b c d DeConick 2011, hlm. 139.
- ^ a b c Strong & Strong 2008, hlm. 90.
- ^ a b c d e Ehrman 2006, hlm. 235.
- ^ Ehrman 2006, hlm. 234–235.
- ^ a b Haskins 2005, hlm. 59.
- ^ Haskins 2005, hlm. 58–59.
- ^ Haskins 2005, hlm. 58–61.
- ^ a b c Schaberg 2004, hlm. 86.
- ^ a b c Haskins 2005, hlm. 90.
- ^ Schaberg 2004, hlm. 84–85.
- ^ a b c Schaberg 2004, hlm. 85.
- ^ a b Schaberg 2004, hlm. 87.
- ^ Ehrman 2006, hlm. 256.
- ^ a b Doyle.
- ^ a b c d Ehrman 2006, hlm. 189–190.
- ^ a b c Morrow.
- ^ Schaberg 2004, hlm. 85–86.
- ^ a b Bock 2004, hlm. 143–144.
- ^ a b Hooper 2005, hlm. 81.
- ^ Althaus-Reid 2009, hlm. 86.
- ^ a b Haskins 2005, hlm. 15.
- ^ Schaberg 2004, hlm. 86–87.
- ^ a b c Maisch 1998, hlm. 44.
- ^ Haskins 2005, hlm. 93.
- ^ Haskins 2005, hlm. 93–94.
- ^ a b Haskins 2005, hlm. 94.
- ^ a b Ehrman 2006, hlm. 189.
- ^ a b Carroll 2006.
- ^ Haskins 2005, hlm. 14.
- ^ Haskins 2005, hlm. 95.
- ^ Johnston 2012, hlm. 64.
- ^ Missale Romanum 1962.
- ^ Ibenedictines.org.
- ^ a b c d e Hufstader 1969, hlm. 32–40, dan seluruh halaman sesudahnya.
- ^ Pringle 1998, hlm. 28.
- ^ a b c Foss 1979, hlm. 33.
- ^ a b McCarthy 2010, hlm. 50.
- ^ a b c d e f g Maisch 1998, hlm. 48.
- ^ a b Maisch 1998, hlm. 46.
- ^ a b Ehrman 2006, hlm. 183–184.
- ^ Maisch 1998, hlm. 46–47.
- ^ Maisch 1998, hlm. 46–49.
- ^ a b c d e f g h Maisch 1998, hlm. 47.
- ^ Mormando1 1999, hlm. 257-274.
- ^ Schaberg 2002, hlm. 88.
- ^ a b c Witcombe 2002, hlm. 279.
- ^ Johnston 2012, hlm. 111-115.
- ^ a b Haskins 2005, hlm. 129–132.
- ^ Davidson 2002, hlm. 562.
- ^ a b c d e f g h i j k Ehrman 2006, hlm. 184.
- ^ a b c d e f g h i Erhardt & Morris 2012, hlm. 7.
- ^ Erhardt & Morris 2012, hlm. 7–8.
- ^ Ehrman 2006, hlm. 184–185.
- ^ Head 2001, hlm. 659–.
- ^ a b c Christian Iconography.
- ^ a b Jansen 2000, hlm. 151.
- ^ a b Haag 2016, hlm. 231.
- ^ a b c d King 2012, hlm. 188.
- ^ Haag 2016, hlm. 235–336.
- ^ Haag 2016, hlm. 235–337.
- ^ Haag 2016, hlm. 337.
- ^ Sibly 1998.
- ^ Townsend 2008, hlm. 147.
- ^ Wakefield 1991, hlm. 234.
- ^ a b Maisch 1998, hlm. 63–65.
- ^ Haskins 2005, hlm. 250.
- ^ a b c Haskins 2005, hlm. 250–251.
- ^ a b Henderson 2004, hlm. 8–14.
- ^ Roper 2016, hlm. 295–296.
- ^ Roper 2016, hlm. 295.
- ^ a b c d e Haskins 2005, hlm. 249.
- ^ a b c d Maisch 1998, hlm. 65.
- ^ Haskins 2005, hlm. 251–252.
- ^ Mormando2 1999, hlm. 107-135.
- ^ Haskins 2005, hlm. 251–253.
- ^ Maisch 1998, hlm. 65–66.
- ^ Maisch 1998, hlm. 67–70.
- ^ a b Maisch 1998, hlm. 67.
- ^ Trigilio 2010, hlm. 52-53.
- ^ Webb 1991, hlm. 119.
- ^ Saltus 1891.
- ^ Calendarium Romanum 1969, hlm. 31.
- ^ Calendarium Romanum 1969, hlm. 98.
- ^ Haag 2016, hlm. 1–2.
- ^ Martyrologium Romanum, hlm. 398.
- ^ a b c Haag 2016, hlm. 2.
- ^ a b c Ehrman 2006, hlm. 181–182.
- ^ Lang 2003, hlm. 33–34.
- ^ Ehrman 2006, hlm. 179–180.
- ^ Lang 2003, hlm. 34.
- ^ Ehrman 2006, hlm. 180–181.
- ^ The Secret Magdalene.
- ^ HuffPost.
- ^ a b c d e f Bradshaw 2018.
- ^ a b c d e f g Hailes 2018.
- ^ a b c d e Carr 2018.
- ^ a b c d Dalton 2018.
- ^ The Walters Art Museum.
- ^ Ferguson 1976, hlm. 134–135.
- ^ a b Lang 2003, hlm. 33.
- ^ Kugelmann 1983, hlm. 151.
- ^ Haskins 2005, hlm. xi.
- ^ a b Witcombe 2002, hlm. 282.
- ^ Ferguson 1976, hlm. 135.
- ^ Schiller 1972, hlm. 116.
- ^ Schiller 1972, hlm. 152–154.
- ^ Schiller 1972, hlm. 154–158.
- ^ Kiely 2010.
- ^ Schiller 1971, hlm. 158–159.
- ^ a b c Green 2014, hlm. 25–29.
- ^ a b Green 2014, hlm. 27.
- ^ Abernethy dan Beaty 2000, hlm. 261.
- ^ Rose 2006.
- ^ Kasten 2007.
- ^ Rivera 2003.
- ^ McLaughlin 2003.
- ^ Jansen 2000, hlm. 63.
- ^ Schaberg 2004, hlm. 88.
- ^ De Vita Beatae Mariae Magdalenae 1878, hlm. 1474B.
- ^ De Vita Beatae Mariae Magdalenae 1878, hlm. 1475A.
- ^ Brown 1979, hlm. 190.
- ^ Magdalen College Oxford.
- ^ Brown 1979, hlm. 189–190.
- ^ Yohanes Paulus II 1988.
- ^ Holy See Press Office 2016.
- ^ Henderson 2004, hlm. 1-4.
- ^ Egan 1992, hlm. 407.
- ^ Coletti 2004, hlm. 94.
- ^ 39 Articles of Religion.
- ^ Markham 2009, hlm. 362.
- ^ Evangelical Lutheran Worship 2006, hlm. 57.
- ^ The Presbyterian Handbook for Pastors 2008, hlm. 139.
- ^ Wilson 2011, hlm. 99.
- ^ Thompson 1940.
- ^ Baha 1912, hlm. 420.
- ^ Baha 1976, hlm. 385.
- ^ Baha 1916, hlm. 50.
- ^ Baha 1916–1917, hlm. 39-40.
- ^ Baha 1919, hlm. 467.
- ^ Mazal 2003.
- ^ a b c Ehrman 2006, hlm. 249–150.
- ^ a b Casey 2010, hlm. 544–545.
- ^ Jusino 1998.
- ^ Hooper 2005, hlm. 223.
- ^ De Boer 2004, hlm. 190.
- ^ Catholic Times.
- ^ Ehrman 2004, hlm. xii–xvii.
- ^ Casey 2010, hlm. 25–26, 544–545.
- ^ a b Ehrman 2004, hlm. xii–xv.
- ^ a b Casey 2010, hlm. 25–26.
- ^ King 2012, hlm. 183–184.
- ^ King 2012, hlm. 189–191.
- ^ a b King 2012, hlm. 187–189.
- ^ King 2012, hlm. 187–188.
- ^ Ehrman 2004, hlm. xiii–xvi.
- ^ Casey 2010, hlm. 26.
- ^ Ehrman 2004, hlm. xvi.
- ^ Brown 2012.
- ^ Goodstein 2014.
- ^ Sabar 2016.
- ^ Masters 2014.
- ^ a b Ehrman 2006, hlm. 248.
- ^ a b c Ehrman 2006, hlm. 248–249.
- ^ Ehrman 2006, hlm. 250.
- ^ Ehrman 2006, hlm. 250–251.
- ^ Ehrman 2006, hlm. 251.
- ^ Kripal 2007, hlm. 52.
Kepustakaan
- Abernethy dan Beaty (2000), The Folklore of Texan Cultures, Denton University of North Texas Press
- Althaus-Reid, Marcella (2009). Marcella Althaus-Reid, Liberation Theology and Sexuality (Hymns Ancient and Modern 2009 ISBN 978-0-334-04185-6), hlm. 86. ISBN 9780334041856. Diakses tanggal 6 Agustus 2014.
- Baha, Abdul (1916–1917), Tablets of the Divine Plan
- Baha, Abdul (1919), Tablets of `Abdu'l-Bahá Jld. 2
- Baha, Abdul (1976), Bahá'í World Faith – Bagian `Abdu'l-Bahá
- Baha, Abdul (1912), The Promulgation of Universal Peace
- Baha, Abdul (1916), Divine Philosophy
- Bock, Darrell L. (2004), Breaking The Da Vinci Code, Nashville, Tennessee: Thomas Nelson, hlm. 143–144, ISBN 978-1-4185-1338-2
- Bourgeault, C. (2010), The Meaning of Mary Magdalene: Discovering the Woman at the Heart of Christianity, Shambhala Publ
- Bradshaw, Peter (27 Februari 2018), "Mary Magdalene review – toothless attempt to overturn Sunday school myths: Rooney Mara brings her customary intensity to the title role as Jesus' 'favourite pupil', but the result is a bit too solemn to be a convincing reinvention", The Guardian
- Brown, Raymond Edward (1979). The Community of the Beloved Disciple (Paulist Press 1979 ISBN 978-0-8091-2174-8). ISBN 9780809121748. Diakses tanggal 6 Agustus 2014.
- Calendarium Romanum, Libreria Editrice Vaticana, 1969
- Campbell, Lorne (2009), "The New Pictorial Language of Rogier van der Weyden", dalam Campbell, Lorne; Van der Stock, Jan, Rogier Van Der Weyden: 1400–1464 : Master of Passions, Eugene, Oregon: Wipf & Stock, hlm. 2–64, ISBN 9789085261056
- Carr, Flora (March 30, 2018), "The Real Reason Why Mary Magdalene Is Such a Controversial Figure", TIME
- Casey, Maurice (2010), Jesus of Nazareth: An Independent Historian's Account of His Life and Teaching, New York City, New York and London, England: T & T Clark, ISBN 978-0-567-64517-3
- Coletti, T. (2004), Mary Magdalene and the Drama of Saints, University of Pennsylvania Press
- Crossan, John Dominic (1995), Jesus: A Revolutionary Biography, San Francisco, California: HarperOne, ISBN 978-0-06-061662-5
- "Life of Mary Magdalene", versi Inggris karya William Caxton dari Legenda Kencana karya Jacobus de Voragine
- Chilton, Bruce (2005), Mary Magdalene: A Biography, Kota New York, New York, London, Inggris, Toronto, Ontario, Sydney, Australia, dan Auckland, Selandia Baru: Image Doubleday, ISBN 978-0-385-51318-0
- Dalton, Stephen (27 Februari 2018), "Mary Magdalene: Film Review", The Hollywood Reporter
- Davidson, Linda Kay; Gitlitz, David Martin (1 Januari 2002). PilgrFile: From the Ganges to Graceland : an Encyclopedia. ABC-CLIO. ISBN 978-1-57607-004-8.
- De Boer, E. (1997), Mary Magdalene: Beyond the Myth, SCM Press
- De Boer, Esther A. (2005). The Gospel of Mary: Listening to the Beloved Disciple. London: Continuum, 2006.
- DeConick, April D. (2011), Holy Misogyny: Why the Sex and Gender Conflicts in the Early Church Still Matter, Kota New York, New York dan London, Inggris: Continuum International Publishing Group, ISBN 978-1-4411-9602-6
- De Vita Beatae Mariae Magdalenae, Harvard University, 1878
- Dinkson, John (2006). The Christ Files: How Historians Know What They Know About Jesus. Sydney South: Blue Bottle Books.. ISBN 1-921137-54-1
- Dunn, James D. G. (2003). Jesus Remembered. ISBN 0-8028-3931-2
- Egan, H.D. (1992), An Anthology of Christian mysticism, Pueblo Publishing Co.
- Ehrman, Bart D. (2004), Truth and Fiction in The Da Vinci Code: A Historian Reveals What We Really Know about Jesus, Mary Magdalene, and Constantine, Oxford, Inggris: Oxford University Press, ISBN 978-0-19-518140-1
- Ehrman, Bart D. (2006), Peter, Paul, and Mary Magdalene: The Followers of Jesus in History and Legend, Oxford, Inggris: Oxford University Press, ISBN 978-0-19-530013-0
- Ehrman, Bart D. (2014), How Jesus Became God: The Exaltation of a Jewish Preacher from Galilee, Kota New York, New York: HarperOne, ISBN 978-0-06-177818-6
- Erhardt, Michelle; Morris, Amy (2012), "Introduction", Mary Magdalene: Iconographic Studies from the Middle Ages to the Baroque, Studies in Religion and the Arts, Leiden, Negeri Belanda: Brill, ISBN 978-90-04-23224-2
- Evangelical Lutheran Church in America, Evangelical Lutheran Worship, 2006
- Ferguson, George (1976) [1954], "St. Mary Magdalene", Signs and Symbols in Christian Art, Oxford, Inggris: Oxford University Press, hlm. 134–135
- Foss, Clive (1979), Ephesus After Antiquity: A Late Antique, Byzantine and Turkish City, Cambridge, Inggris: Cambridge University Press, ISBN 978-0-521-22086-6
- Good, Deirdre. Mariam, the Magdalen, and the Mother. Indiana University Press, Bloomington. ISBN 9780253217516.
- Grant, Robert M (September 1961). The Mystery of Marriage in the Gospel of Philip. Vigiliae Christianae 15.3.
- Green, Mary E. (2014), "Mary Magdalene, the Myrrh Bearer", Eyes to See: The Redemptive Purpose of Icons, Kota New York, New York, Harrisburg, Pennsylvania, dan Denver Colorado: Morehouse Publishing, ISBN 978-0-8192-2939-7
- Haag, Michael (2016), The Quest For Mary Magdalene: History & Legend, London, Inggris: Profile Books, ISBN 978-1847659385
- Hailes, Sam (6 Maret 2018), "Why Mary Magdalene is the Hollywood film Christians have been waiting for: This new movie paints a clear picture of Jesus, says Sam Hailes", Premiere Christianity
- Haskins, Susan (2005) [1993], Mary Magdalen: Myth and Metaphor, Kota New York, New York: Pimplico, ISBN 978-1-8459-5004-0
- Head, Thomas F. (2001). Medieval Hagiography: An Anthology. Taylor & Francis Group. ISBN 978-0-415-93753-5. Diakses tanggal 16 November 2012.
- Herzog, William R. (2005), Prophet and Teacher: An Introduction to the Historical Jesus, Louisville, Kentucky: Westminster Knox Press, ISBN 978-0-664-22528-5
- Hinkle, Mary (2003) [1986], "Mary Magdalene", dalam Fahlbusch, Erwin; Lochman, Jan Milič; Mbiti, John; Pelikan, Jaroslav; Vischer, Lukas; Bromiley, Geoffrey W.; Barrett, David B., The Encyclopedia of Christianity, J–O (dalam bahasa English), 3, Grand Rapids, Michigan, Cambridge, Inggris, Leiden, Negeri Belanda, dan Boston, Massachusetts: William B. Eerdmans Publishing Company and Brill, hlm. 446–448, ISBN 978-0-8028-2415-8
- Hooper, Richard J. (2005). The Crucifixion of Mary Magdalene: The Historical Tradition of the First Apostle and the Ancient Church's Campaign to Suppress it. ISBN 0974699543.
- Hooper, Richard J. (2004). The Gospel of Mary: Beyond a Gnostic and a Biblical Mary Magdalene. ISBN 9780567082640.
- Hufstader, Anselm (1969), "Lefèvre d'Étaples and the Magdalen", Studies in the Renaissance
- Hurtado, Larry (2003), Lord Jesus Christ: Devotion to Jesus in Earliest Christianity
- Jansen, Katherine Ludwig (2000). The Making of the Magdalen: Preaching and Popular Devotion in the Later Middle Ages. Princeton, N.J.: Princeton University Press.. ISBN 0-691-05850-4
- Johnston, Barbara, Sacred Kingship and Royal Patronage in the La Vie de la Magdalene: Pilgrimage, Politics, Passion Plays, and the Life of Louise of Savoy (PDF), Archived from the original on 2013-09-21, diakses tanggal 2019-06-14
- Jones, Roger; Penny, Nicholas (1983), Raphael, New Haven, Connecticut: Yale University Press, ISBN 978-0300040524
- Kelly, Henry Ansgar (2006), Satan: A Biography, Cambridge, Inggris: Cambridge University Press, ISBN 978-0521604024
- Kim, Young Richard (2015), Epiphanius of Cyprus: Imagining an Orthodox World, Ann Arbor, Michigan: University of Michigan Press, hlm. 37–39, ISBN 978-0-472-11954-7
- King, Ross (2012), Leonardo and the Last Supper, Kota New York, New York dan London, Inggris: Bloomsbury, ISBN 978-0-7475-9947-0
- Kripal, Jeffrey John. (2007). The Serpent's Gift: Gnostic Reflections on the Study of Religion. Chicago: The University of Chicago Press. ISBN 978-0-226-45380-4 ISBN 0-226-45381-2.
- Kugelmann, Robert (1983), The Windows of Soul: Psychological Physiology of the Human Eye and Primary Glaucoma, London, Inggris dan Toronto, Kanada: Associated University Presses, ISBN 978-0-8387-5035-3
- Lang, J. Stephen (2003), What the Good Book Didn't Say: Popular Myths and Misconceptions About the Bible, New York City New York: Citadel Press, ISBN 978-0-8065-2460-3
- Levine, Amy-Jill; Allison, Dale C. Jr.; Crossan, John Dominic (16 Oktober 2006), The Historical Jesus in Context, Princeton, New Jersey: Princeton University Press, ISBN 978-0-691-00992-6
- Maisch, Ingrid (1998) [1996], Mary Magdalene: The Image of a Woman through the Centuries, diterjemahkan oleh Maloney, Linda M., Collegeville, Minnesota: Liturgical Press, ISBN 978-0-8146-2471-5
- Marjanen, Antti (1996). The Woman Jesus Loved: Mary Magdalene in the Nag Hammadi Library and Related Documents. Leiden: Brill. hlm. 151–60 et passim. ISBN 978-9004106581.
- Martyrologium Romanum, Libreria Editrice Vaticana, 2001, ISBN 978-88-209-7210-3
- Meyer, Marvin; De Boer, Esther A. (2004). The Gospels of Mary: The Secret Traditions of Mary Magdalene the Companion of Jesus. Harper San Francisco.
- Markham, Ian S. (2009). Liturgical Life Principles: How Episcopal Worship Can Lead to Healthy and Authentic Living. ISBN 978-0-8192-2698-3.
- May, Herbert G.; Metzger, Bruce M. (1977). The New Oxford Annotated Bible with the Apocrypha. ISBN 978019528-4836.
- McCarthy, Rebecca Lea (18 Januari 2010). Origins of the Magdalene Laundries: An Analytical History. McFarland. ISBN 978-0-7864-5580-5.
- Meyer, Marvin (2004). The Gospel of Thomas: The Hidden Sayings of Jesus. HarperCollins. ISBN 978-0-06-065581-5.
- Missale Romanum, New York: Benziger Brothers, 1962
- Mormando, Franco (1999). "Virtual Death in the Middle Ages: The Apotheosis of Mary Magdalene in Popular Preaching".
- Mormando, Franco (1999). "Teaching the Faithful to Fly: Mary Magdalene and Peter in Baroque Italy".
- Powell, Mark Allen (1998), Jesus as a Figure in History: How Modern Historians View the Man from Galilee, Louiseville, Kentucky: Westminster John Knox Press, hlm. 168, ISBN 978-0-664-25703-3
- Pringle, Denys (1998), "Magdala", The Churches of the Crusader Kingdom of Jerusalem: A Corpus, II: L–Z (tidak termasuk Tirus), Cambridge, Inggris: Cambridge University Press, ISBN 978-0-521-39037-8
- Ricci, Carla; Burns, Paul (1994). Mary Magdalene and Many Others. Augsburg Fortress. ISBN 0-8006-2718-0
- Roper, Lyndal (2016), Martin Luther: Renegade and Prophet, Kota New York, New York: Random House, ISBN 9780812996203
- Sabar, Ariel (2016), "The Scholar Who Discovered the 'Jesus's Wife' Fragment Now Says It's Likely a Fake", The Atlantic
- Sanders, E. P. (1993), The Historical Figure of Jesus, London, Inggris, Kota New York, New York, Ringwood, Australia, Toronto, Ontario, dan Auckland, Selandia Baru: Penguin Books, ISBN 978-0-14-014499-4
- Schaberg, Jane (2002). The Resurrection of Mary Magdalene: Legends, Apocrypha and The Christian Testament. New York: The Continuum International Publishing Group, Inc.. ISBN 0-8264-1645-4
- Schaberg, Jane (2004) [2002], The Resurrection of Mary Magdalene: Legends, Apocrypha, and the Christian Testament, Kota New York, New York dan London, Inggris: Continuum International Publishing Group, ISBN 978-0-8264-1645-2
- Schiller, Gertud (1971), Iconography of Christian Art, Volume I, London: Lund Humphries
- Schiller, Gertud (1972), Iconography of Christian Art, Volume II, London: Lund Humphries
- Sibly, W. A.; Sibly, M. D. (1998). The History of the Albigensian Crusade: Peter of les Vaux-de-Cernay's "Historia Albigensis". Boydell.. ISBN 0-85115-658-4.
- Strong, Steven; Strong, Evan (2008), Mary Magdalene's Dreaming: A Comparison of Aboriginal Wisdom and Gnostic Scripture, Lanham, Maryland, Boulder, Colorado, Kota New York, New York, Toronto, Ontario, dan Plymouth, Inggris: University Press of America, ISBN 978-0-7618-4281-1
- The Presbyterian Handbook for Pastors, Louiseville, Kentucky: Geneva Press, 2008, ISBN 978-0-664-50299-7
- Thompson, Juliet (1940), I, Mary Magdalene, Foreword, New York: Delphic Studies
- Townsend, Anne Bradford (2008). The Cathars of Languedoc as heretics: From the Perspectives of Five Contemporary Scholars. UMI Microform, ProQuest.
- Trigilio Jr., John; Brighenti, Kenneth (2010). Saints For Dummies. Wiley Publishing, Inc.. ISBN 978-0-470-53358-1
- Wakefield, Walter L.; Evans, Austin P. (1991). Heresies of the High Middle Ages: Translated with Notes. New York: Columbia University Press.. ISBN 0-231-02743-5.
- Webb, Robert Kiefer (1991). Religion and Irreligion in Victorian Society: Essays in Honor of R.K. Webb. London: Routledge.. ISBN 0-415-07625-0
- Wilson, Kenneth (2011), Methodist Theology, Doing Theology, London, Inggris dan Kota New York, New York: Bloomsbury T & T Clark, ISBN 978-0-5670-8135-3
- Witcombe, Christopher L. C. E. (Juni 2002), "The Chapel of the Courtesan and the Quarrel of the Magdalens", The Art Bulletin, 84 (2): 273–292, doi:10.2307/3177269, JSTOR 3177269
- Wright, N. T. (1 Maret 2003), The Resurrection of the Son of God, Christian Origins and the Question of God, 3, Eugene, Oregon: Fortress Press, ISBN 978-0800626792
Situs web
- Henderson, J. Frank (2004). "The Disappearance of the Feast of Mary Magdalene from the Anglican Liturgy" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2013-10-11. Diakses tanggal 6 Agustus 2014.
- Morrow, Carol Ann. "St. Mary Magdalene: Redeeming Her Gospel Reputation". Liguori Publications.
- Saltus, Edgar (1891). Mary Magdalene: A Chronicle. New York: Belford Company.
- Andrew Brown. "Gospel of Jesus's Wife is fake, claims expert | World news". theguardian.com. Diakses tanggal 6 Agustus 2014.
- Goodstein, Laurie (2014). "Fresh Doubts Raised About Papyrus Scrap Known as 'Gospel of Jesus' Wife'". The New York Times.
- Carroll, James (Juni 2006). "Who Was Mary Magdalene?". Smithsonian. Smithsonian Institution. Diakses tanggal 7 Mei 2013.
- Yohanes Paulus II, Paus (15 Agustus 1988). "Mulieris Dignitatem – Surat Apostolik". Vatican.va. Diakses tanggal 29 November 2016.
- Holy See Press Office (10 Juni 2016). "The liturgical memory of Mary Magdalene becomes a feast, like that of the other apostles, 10.06.2016". The Holy See. Diakses tanggal 10 Juni 2016.
- Kasten, Patricia (20 Juli 2007). "A great saint with a big case of mistaken identity". Thecompassnews.org. Diakses tanggal 6 Agustus 2014.
- Rivera, John (18 April 2003). "Restoring Mary Magdalene". Wwrn.org. Diakses tanggal 6 Agustus 2014.
- McLaughlin, Lisa; Van Biema, David (11 Agustus 2003). "Mary Magdalene Saint or Sinner?". Time Online. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-04-08. Diakses tanggal 7 Juni 2009.
- Rose, Deborah. "So, Really ... Who was She?". Magdalineage.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-03-04. Diakses tanggal 6 Agustus 2014.
- Doyle, Ken. "Apostle to the apostles: The story of Mary Magdalene". Catholic Times. Diarsipkan dari versi asli tanggal 16 April 2012. Diakses tanggal November 29, 2016.
- Masters, Sam (11 April 2014), Jesus had a wife, say scientists, as ancient papyrus scroll verified – Americas – World, The Independent, diakses tanggal 6 Agustus 2014
- Mazal, Peter (21 Oktober 2003). "Selected Topics of Comparison in Christianity and the Bahá'í Faith". bahai-library.org. Diakses tanggal 25 Juni 2006.
- Jusino, Ramon K (1998). "Mary Magdalene: Author of the Fourth Gospel?". Ramon K. Jusino. Diakses tanggal 30 Desember 2014.
- King, Karen L (2 November 2009). "Women In Ancient Christianity: The New Discoveries". Frontline: The First Christians. Web.
- Kiely, Robert (6 September 2010). "Picturing the Magdalene: How Artists Imagine the Apostle to the Apostles". Commonweal. Diakses tanggal 29 November 2016.
- "The Penitent Magdalene". The Walters Art Museum.
- "New Testament names – some Jewish notes". Oztorah.com. Diakses tanggal 7 Mei 2013.
- "Maria or Mariam". Bible Hub. Diakses tanggal 6 Agustus 2014.
- "SBL Greek New Testament (SBLGNT)". Biblegateway.com. Diakses tanggal 6 Agustus 2014.
- "Apostle to the apostles: The story of Mary Magdalene". Catholic Times. 14 Maret 2012. Archived from the original on 2012-03-14. Diakses tanggal 2019-06-13.
- "SS Mary, Martha and Lazarus". Ibenedictines.org. Diakses tanggal 6 Agustus 2014.
- "The Secret Magdalene". The Secret Magdalene. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-09-28. Diakses tanggal 7 Mei 2013.
- "Lady Gaga 'Judas' Video Leaked". HuffPost. 5 Mei 2011. Diakses tanggal 25 April 2018.
- "Pseudo-Rabanus Maurus' Life of Mary Magdalene and her sister Martha – Magdalen College Oxford". Kolese Magdalen, Universitas Oxford. 22 Juli 2014. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-11-29. Diakses tanggal 29 November 2016.
- "39 Articles of Religion – XXII. Of Purgatory". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-11-30. Diakses tanggal 29 November 2016.
- "The Golden Legend or Lives Of The Saints". Christian Iconography.
Bacaan lebih lanjut
- Acocella, Joan (13 & 20 Februari 2006). The Saintly Sinner: The Two-Thousand-Year Obsession with Mary Magdalene. The New Yorker. hlm. 140–149.
- Brock, Ann Graham (2003). Mary Magdalene, The First Apostle: The Struggle for Authority. Cambridge, Massachusetts: Harvard University Press. ISBN 0-674-00966-5.
- Burstein; De Keijzer, Arne J. (2006). Secrets of Mary Magdalene. New York: CDS Books. ISBN 1-59315-205-1.
- De Boer, Esther A. (1997). Mary Magdalene, beyond the Myth. SCM Press London.
- Moltmann, Jurgen; Moltmann-Wendel, E. (1984). 'Humanity in God. London: SCM.
- Jacobovici, Barrie; Wilson (2014). The Lost Gospel. New York: Pegasus. .
- {{cite book|last=Pearson, Birger A. "Did Jesus Marry?". Bible Review, edisi Musim Panas 2005, hlmn. 32–39 & 47. Pembahasan tentang teks-teks lengkap.
- Picknett, Lynn; Prince, Clive (1997). The Templar Revelation. New York: Simon & Schuster. ISBN 0-593-03870-3.
- Shoemaker, Stephen J. (2001). Rethinking the ‘Gnostic Mary’: Mary of Nazareth and Mary of Magdala in Early Christian Tradition. Journal of Early Christian Studies.
- Thiering, Barbara (2006). Jesus the Man: Decoding the Real Story of Jesus and Mary Magdalene. New York: Simon & Schulster (Atria Books). ISBN 1-4165-4138-1..
- Wellborn, Amy (2006). De-coding Mary Magdalene: Truth, Legend, and Lies. Huntington, Indiana: Our Sunday Visitor. ISBN 1-59276-209-3.
- Hooper, Richard J. (2005). The Crucifixion of Mary Magdalene. Sanctuary Publications. ISBN 9780974699547. Diakses tanggal 6 Agustus 2014.
- Erhardt, Michelle; Morris, Amy; Johnston, Barbara (2012). Mary Magdalene, Iconographic Studies from the Middle Ages to the Baroque. ISBN 978-90-04-23195-5.
- Saxer, Victor (1959). Le culte de Marie-Madeleine en Occident, des origines à la fin du Moyen Âge.
- Schiller, Gertud (1971). Iconography of Christian Art, Jld. I. Lund Humphries, London. ISBN 0-85331-270-2.
Pranala luar
- Santa Maria Magdalena (pdf Diarsipkan 2018-10-24 di Wayback Machine.) dari Lives of the Saints karya Rama Alban Butler
- "Saint Mary Magdalene". Encyclopædia Britannica Online.
- Santa Maria Magdalena, Catholic Encyclopaedia 1911
- Biara Santa Maria Magdalena Diarsipkan 2017-07-25 di Wayback Machine.
- Legenda-legenda Maria Magdalena
- Injil Maria Magdalena
- Saanta Maria Magdalena di Curlie (dari DMOZ)
- In Our Time di BBC Radio 4, 25 Februari 2016
- "Maria Magdalena". New International Encyclopedia. 1905.