Kwee Thiam Tjing Sia (9 Februari 1900 – 28 Mei 1974) atau juga dikenal dengan nama pena Tjamboek Bērdoeri, adalah seorang penulis, jurnalis, dan aktivis politik sayap kiri terkemuka di Indonesia.[1][2][3] Ia paling diingat sebagai penulis dari buku 'Indonesia dalem Api dan Bara' dan sebagai salah satu pendiri dari Partai Tionghoa Indonesia pada tahun 1932.[1]

Kwee Thiam Tjing
LahirKwee Thiam Tjing Sia
(1900-02-09)9 Februari 1900
Pasuruan, Hindia Belanda
Meninggal28 Mei 1974(1974-05-28) (umur 74)
Jakarta, Indonesia
KebangsaanIndonesia
PendidikanELS Malang, MULO Malang
PekerjaanPenulis, jurnalis, editor dan pemilik koran, dan aktivis politik
Tahun aktif1920-an - 1974
Karya terkenalIndonesia dalem Api dan Bara, Menjadi Tjamboek Bērdoeri
AnakJeanne Kwee
Orang tuaKwee Tjiong Khing Sia (bapak)
Liem Liang Nio (ibu)
KerabatKwee Sam Hway, Letnan Cina Malang (kakek canggah)
Kwee Sioe Liem, Kapitan Cina Pasuruan (kakek buyut)

Kehidupan

sunting

Lahir pada tahun 1900 di Pasuruan, Jawa Timur, orang tua Kwee adalah keturunan Tionghoa Peranakan 'Cabang Atas' yang berasal dari kalangan pejabat Cina di Hindia Belanda.[2][4] Ayahnya, Kwee Tjiong Khing, adalah cucu dari Kwee Sioe Liem, Kapitan Cina Pasuruan, dan cicit dari Kwee Sam Hway (1801–1865), Letnan Cina Malang pertama, serta cucu dari tuan tanah asal Surabaya, Tan Tong Liep (1831–1907).[4][5] Ibu Kwee Thiam Tjing, Liem Liang Nio, adalah anak dari Liem Bong Wan (lahir pada tahun 1856) dan keponakan dari Liem Bong Lien, Letnan Cina Pasuruan (1855–1918).[4][6] Ia pun mendapat gelar 'Sia', karena merupakan keturunan dari pejabat Cina, tetapi ia tidak pernah menggunakan gelar tersebut.[7] Keluarga Kwee di Malang dan Madura ini dapat ditelusuri keberadaannya di Indonesia sejak abad ke-17.[8][9]

Meskipun hidup relatif nyaman, keluarga Kwee tidak lagi menjadi bagian dari tingkatan teratas pada Cabang Atas, karena ayah Kwee hanya bekerja sebagai penyelia di sebuah pabrik gula di Malang.[7] Walaupun begitu, Kwee tetap dapat bersekolah di sekolah menengah berbahasa Belanda, yakni ELS dan MULO di Malang.[1][2] Hingga tahun 1902, agar dapat diterima di sekolah berbahasa Belanda, selain memiliki uang yang cukup, siswa non-Eropa harus berlatar belakang aristokrat Jawa atau Peranakan Cabang Atas.[7] Pendidikan Belanda dan latar belakang Peranakan dari Kwee dapat dilihat pada tulisannya, yang menunjukkan bahwa ia familiar dengan bahasa Melayu, Belanda, Jawa, dan Hokkien.[2]

Setelah bekerja sebentar di sebuah perusahaan impor-ekspor, Kwee Thiam Tjing beralih ke dunia jurnalistik.[2] Pada tahun 1925, Kwee bergabung ke dewan editorial dari koran Soeara Publiek asal Surabaya.[1] Pada tahun 1926, ia dipenjara selama satu bulan karena menulis dukungan untuk pemberontakan Suku Aceh di Sumatera Utara, sehingga melanggar hukum pers kolonial.[1][2] Pada akhir tahun 1929, Kwee menjadi editor di koran Sin Tit Po asal Surabaya yang dimiliki oleh Liem Koen Hian. Pada tahun 1931, ia pun menjadi kepala editor di koran tersebut.[1]

Pada tahun 1932, bersama Liem, Kwee mendirikan Partai Tionghoa Indonesia (PTI), sebuah partai politik sayap kiri yang mengadvokasi partisipasi etnis Cina pada gerakan nasionalis Indonesia.[1] Ia awalnya menjabat sebagai sekretaris PTI.[1] Pada saat itu, politik etnis Cina didominasi oleh partai Chung Hwa Hui yang konservatif, pro-Belanda, dan dilihat sebagai juru bicara dari pejabat Cina, serta didominasi oleh kelompok yang disebut sebagai kelompok Sin Po yang mengadvokasi kesetiaan ke Republik Tiongkok.[7] Melalui PTI, Liem dan Kwee mengajukan alternatif ketiga, yakni bahwa Tionghoa Indonesia adalah milik Indonesia dan seharusnya berpartisipasi dalam kebangkitan dan pemerdekaan Indonesia dari kolonialisme.[7]

Mulai tahun 1933 hingga 1934, Kwee pindah ke Jember dan menerbitkan korannya sendiri, yakni Pembrita Djember.[1][7] Setelah koran tersebut tutup, Kwee diundang oleh Kwee Hing Tjiat untuk menulis di Mata Hari, sebuah koran asal Semarang yang dimiliki oleh Kian Gwan, konglomerat multinasional terbesar di Asia pada saat itu (didirikan pada tahun 1863 oleh Oei Tjie Sien dan dikembangkan oleh anaknya, Mayor Oei Tiong Ham).[1][7] Walaupun menerima tawaran tersebut, ia tetap tidak yakin dengan koran tersebut, karena koran tersebut berhubungan erat dengan Chung Hwa Hui.[7] Selama bekerja di Mata Hari, Kwee mendapat surat sarkastik dari temannya yang menganggapnya berkolaborasi dengan kapitalis.[7] Pada tahun 1936, Kwee telah keluar dari Mata Hari dan sepertinya telah pindah ke Bandung, Jawa Barat, di mana ia menjadi pekerja lepas di sejumlah koran hingga akhirnya kembali ke Jawa Timur sekitar tahun 1940.[7]

Pendudukan Jepang di Hindia Belanda (1942–1945) mengakhiri sebagian besar pers dan organisasi politik kolonial.[2] Kwee lalu ditunjuk menjadi ketua dari sebuah Tonarigumi, yang merupakan pendahulu dari rukun tetangga.[2] Selama menjabat, ia berusaha melindungi wanita dan anak asal Belanda dari pasukan pendudukan Jepang.[2] Pada tahun 1947 di Malang, di tengah revolusi Indonesia, dengan menggunakan pseudonim Tjamboek Berdoeri, Kwee menerbitkan karyanya yang paling terkenal, yakni Indonesia dalem Api dan Bara.[1][2][3] Sejarawan Benedict Anderson pun menyebut bahwa buku tersebut adalah 'buku terbaik hingga saat ini yang ditulis oleh seorang Indonesia mengenai kekacauan tersebut' (Anderson, 2018).[2]

Tidak banyak yang diketahui mengenai kehidupannya setelah tahun 1946.[2] Mulai tahun 1960 hingga 1970, Kwee tinggal di Kuala Lumpur, Malaysia bersama anaknya, Jeanne Kwee, dan menantunya, Stanley Gouw.[1][7] Pada tahun 1970, Kwee kembali ke Indonesia. Mulai tahun 1971 hingga 1973, ia menulis serial otobiografi untuk koran milik Mochtar Lubis, yakni Indonesia Raya.[1] Pada tahun 1974, koran tersebut dilarang untuk terbit oleh rezim Soeharto.[2] Kwee Thiam Tjing akhirnya meninggal di Jakarta pada tanggal 28 Mei 1974.[1] Jenazah Kwee lalu dimakamkan di TPU Tanah Abang I di Jakarta. TPU Tanah Abang I kemudian digusur untuk dijadikan Taman Prasasti, sehingga makam Kwee pun digali kembali dan tulang-belulangnya dikremasi agar abunya dapat ditabur di Laut Jawa.

Kolom di surat kabar

sunting

Kwee Thiam Tjing mempunyai kolom khusus di kolom Pewarta Soerabaia yang bernama "Tjorat-Tjaret Hari Saptoe" yang diisinya dari 12 Juli 1924 - 7 Maret 1925, ia juga mempunya kolom khusus dalam kolom Soeara Poeblik yang diberi nama "Pridato Hari Saptoe". Ia pertama kali menulis mulai 8 April 1925 hingga 11 Juni 1929, selain itu ia juga memiliki kolom khusus di kolom Matahari yang bernama "Ngelamoen Malem Minggoe", "Oering-oeringan" dan "Gandjelan" dari tanggal 1 Oktober 1934.

Tulisan di Sin Tit Po

sunting
  • Ouweheer-koe jang tertjinta! Sabtu, 12 Februari 1938
  • Soerabaia jang Panas! Sabtu, 19 Februari 1938
  • Sebage Tionghoa saja boleh protest boeat kaoem saja!! Sabtu, 26 Februari 1938.
  • Sinche-GLATIK poenja Khwamia! Sabtu, 5 Maret 1938.
  • Bing Swie 'nSia sang journalist Sin Tit Po!! Jumat 11 Maret 1938.
  • Halleluja!!! Jumat, 18 Maret 1938
  • Bing Swie ‘nSia poenja Verslag. Sabtu, 26 Maret 1938
  • Swee Siauw dan Tjin Tjay Hwee-nja (I) Sabtu 2 April 1938.
  • Tiga njonja Tionghoa poenja kesenengan. Sabtu 9 April 1938.
  • Swee Siauw dan Tjin Tjay Hwee-nja (II). Sabtu 16 April 1938.
  • C.V.B dan Tjin Tjay Hwee (I) Sabtu 23 April 1938,
  • Swee Siauw dan Tjin Tjay Hwee-nja (III). Jumat 29 April 1938.
  • C.V.B. dan Tjin Tjay Hwee (II) Sabtu, 7 Mei 1938.
  • Peroetoengan Nasib tak kenal siapa! Sabtu, 14 Mei 1938
  • Soerabaia Poenja Lintah-Darat (I). Sabtu, 21 Mei 1938.
  • EXPORT dan IMPORT. Sabtu, 28 Mei 1938
  • Bangsa Anak-Mas TWA-THAUW. Sabtu, 11 Juni 1938
  • INFERIORINTEITS-COMPLEX. Sabtu, 18 Juni 1938
  • TOEAN-MESTER, MAS ATAWA TJOETJOE? Sabtu, 25 Juni 1938
  • SOEMBER „KATA’NJA ORANG” Sabtu 2 Juli 1938
  • Pemaksaan Pernikahan: Menjembah Emas (I) Sabtu 9 Juli 1938
  • Pengadilan Acherat. Sabtu, 23 Juli 1938
  • Mas Sontolojo Soponjono. Sabtu 30 Juli 1938
  • DALAI LAMA. Sabtu 6 Agustus 1938.
  • DJIKAK KĔ KONG YA. Sabtu 13 Agustus 1938.
  • Spiegeltje! Spiegel Tje Aan Den Wand!! (I) Sabtu 20 Agustus 1938.
  • Tjamboek Berdoeri protest pada Giam Loo Ong. Sabtu 27 Agustus 1938
  • Pengaroeh’nja doeit. Sabtu 3 September 1938
  • Pemaksaan Perkawinan: Kawin Emas. (II) Sabtu 10 September 1938
  • SPIEGELTJE! SPIEGELTJE AAN DEN WAND!!(II) Sabtu 17 September 1938.
  • Koers Naek. Sabtu, 24 September 1938
  • Prempoean toch tinggal prempoean. Sabtu, 8 Oktober 1938.
  • karma. Sabtu 15 Oktober 1938
  • Gertak Soerabaia. Sabtu 22 Oktober 1938
  • SOEMBER SETORIAN DAN PERTJEREAN. Sabtu 29 Oktober 1938.
  • Sorga Doenia. Sabtu, 5 November 1938
  • Kalo Bebek Tjampoer Ajam. Sabtu 12 November 1938
  • KOEDA KATJANGAN Sabtu,19 November 1938
  • Hok Hoei alias telefoon boentoeng! 17 Desember 1938
  • Soerabaia poenja Lintah-Darat (II).24 Desember 1938.
  • Tepok poekang, senggol bokong! 31 Desember 1938
  • De Kakkerlak Zijn Dood, si Leo Zijn Brood!. Sabtu, 7 Januari 1939
  • Kemanten godek kepijoer. Sabtu, 14 Januari 1939
  • Hollywood Imitatie. Sabtu, 21 Januari 1939
  • Pasar Toeri Conversatie. Sabtu, 28 Januari 1939
  • Pengaroeh’nja Harta, Ramboet Poetih Berobah Warna. Sabtu, 25 Februari 1939.
  • Mampoes sebelon bersemi. Sabtu, 4 Maret 1939
  • Boekan saja Systeem. Sabtu, 11 Maret 1939.
  • Stof ‘mpot-‘mpotan. Sabtu, 18 Maret 1939.
  • Soeab Toehan. Sabtu, 8 April 1939
  • Penoetoerannja satoe pedoetan. Sabtu 22 April 1939.
  • Faedahnja poenja istri djelek. Sabtu 29 April 1939.
  • Tjintjia boo patoet. Sabtu, 6 Mei 1939
  • Dongengan’nja bekas perantean (I) Sabtu, 13 Mei 1939
  • Dongengan’nja bekas perantean (II) Sabtu, 20 Mei 1939
  • Soerabaia type. Sabtu, 27 Mei 1939
  • Dongengan’nja bekas perantean (III) Sabtu, 3 Juni 1939.
  • Dongengan’nja bekas perantean (IV) Sabtu, 24 Juni 1939.
  • 'Njik & ‘ntjim Liong Koet. Sabtu,1 Juli 1939.
  • Short – shirt – girl!!. Sabtu, 8 Juli 1939.
  • Dongengan’nja bekas perantean (V) Sabtu, 15 Juli 1939.
  • Tiauw Sian Lang Tang Toh. Sabtu, 22 Juli 1939
  • Pabean conversatie. Sabtu, 29 Juli 1939
  • Kalo bintang lagi terang! Sabtu, 5 Agustus 1939.
  • Welkom koningskind! Sabtu, 12 Agustus 1939.
  • Tjakwee, oempijang, tee-o-tee ! Sabtu, 19 Agustus 1939.

Bibliografi

sunting
  • Indonesia dalem Api dan Bara (2004).
  • Harian Indonesia Raya (22 Juli 1971 – 15 Februari 1972).

Keturunan

sunting

[4][7]

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n Suryadinata, Leo (2015). Prominent Indonesian Chinese: Biographical Sketches (dalam bahasa Inggris) (edisi ke-4th). Singapore: Institute of Southeast Asian Studies. hlm. 118–119. ISBN 978-981-4620-50-5. Diakses tanggal 14 April 2020. 
  2. ^ a b c d e f g h i j k l m Anderson, Benedict (29 April 2016). "Benedict Anderson in Search of Tjamboek Berdoeri". Asian American Writers' Workshop. Asian American Writers' Workshop. Diakses tanggal 14 April 2020. 
  3. ^ a b Savitri, Isma; Widianto, Eko (5 March 2020). "Napak Tilas Tjamboek Berdoeri di Malang". Tempo (dalam bahasa Inggris). Tempo. Diakses tanggal 14 April 2020. 
  4. ^ a b c d Haryono, Steve (2017). Perkawinan Strategis: Hubungan Keluarga Antara Opsir-opsir Tionghoa Dan 'Cabang Atas' Di Jawa Pada Abad Ke-19 Dan 20 (dalam bahasa Inggris). Utrecht: Steve Haryono. ISBN 978-90-90-30249-2. Diakses tanggal 14 April 2020. 
  5. ^ Reid, Anthony; Alilunas-Rodgers, Kristine (2001). Sojourners and Settlers: Histories of Southeast China and the Chinese (dalam bahasa Inggris). Hawaii: University of Hawaii Press. ISBN 978-0-8248-2446-4. Diakses tanggal 14 April 2020. 
  6. ^ Post, Peter; Thio, May Ling (2019). The Kwee Family of Ciledug: Family, Status, and Modernity in Colonial Java (dalam bahasa Inggris). Volendam: LM Publishers. ISBN 978-94-6022-492-8. Diakses tanggal 14 April 2020. 
  7. ^ a b c d e f g h i j k l Berdoeri, Tjamboek; Anderson, Benedict Richard O'Gorman (2004). Indonesia dalem api dan bara. Elkasa. ISBN 978-979-98367-1-7. Diakses tanggal 25 April 2020. 
  8. ^ "Sekilas Tentang Marga Guo (郭) Dan Tokoh Penyandangnya". bolong.id. Diakses tanggal 2023-08-01. 
  9. ^ Foo, Cynthia; Anderson, Benedict (2009-04-01). "Interview with Benedict Anderson". 

Pranala luar

sunting