Kongres Partai Buruh Korea VI

Kongres Partai Buruh Korea ke-6 (PBK) diadakan pada 10-14 Oktober 1980 di Rumah Kebudayaan 25 April, Pyongyang, Korea Utara. Kongres adalah organ tertinggi partai, dan diadakan setiap empat tahun. Kongres ini dihadiri 3.062 delegasi yang mewakili seluruh anggota partai dan 117 delegasi asing yang tidak memiliki hak untuk berbicara. Kongres kembali melantik Kim Il-sung sebagai Sekretaris Jenderal PBK dan mendirikan Presidium Politbiro sebagai organ tertinggi partai antara dua kongres.

Kongres Partai Buruh Korea ke-6
WPK flag
Bendera Partai Buruh Korea
Tanggal10–14 Oktober 1980 (4 hari)
LokasiRumah Kebudayaan 25 April, Pyongyang, Korea Utara
Partisipan3.062 delegasi
HasilTerpilihnya Komite Sentral ke-6 dan Komite Audit Sentral ke-6

Pada kongres ini, Kim Il-sung menunjuk putranya Kim Jong-il sebagai penggantinya. Langkah itu dikritik oleh media Korea Selatan dan partai komunis negara sosialis di Eropa Timur dan Asia karena dianggap nepotis. Kongres ini juga memutuskan PBK dan Korea Utara untuk meninggalkan komunisme ortodoks dan memilih ide Juche daripada Marxisme–Leninisme. Kongres berikutnya tidak dilaksanakan kembali sampai tahun 2016, meskipun aturan partai menetapkan bahwa kongres harus digelar setiap empat tahun.[1]

Persiapan

sunting

Hanya sedikit yang diketahui mengenai persiapan Kongres ke-6. Kongres ke-6 diadakan satu dekade setelah Kongres PBK ke-5 (1970), melanggar aturan partai yang mengharuskan untuk diadakan setiap empat tahun[2] Tidak ada alasan resmi mengapa ditunda, tetapi ada kemungkinan bila Kim Il-sung mencoba untuk menggalang dukungan di 1970-an untuk anaknya dan penerusnya Kim Jong-il.[2] Selain itu, restrukturisasi organisasi dan fungsi partai juga memakan waktu.[2] Alasan utama untuk diadakannya Kongres ke-6 adalah untuk meresmikan Kim Jong-il, sebagai pengganti Kim Il-sung.[2]

Delegasi dan peserta

sunting

Kongres ke-6 diikuti oleh 3.062 delegasi dengan hak suara dan 158 tanpa hak suara; meningkat sebanyak 1.349 delegasi penuh dan 137 delegasi tanpa hak suara dari Kongres ke-5.[3] Peningkatan tersebut menunjukkan berkembangnya jumlah keanggotaan.[3] Kongres ke-6 mengundang delegasi asing dengan jumlah yang signifikan: 177 delegasi dari 118 negara.[3] Walau partai komunis dan buruh pada umumnya mengundang partai dari negara lain untuk menghadiri kongres, tetapi PBK memilih untuk tidak mengundang delegasi asing pada kongres ke-1, ke-2 dan ke-5.[3] Salah satu partai yang diundang pada kongres ini adalah Partai Komunis Tiongkok dan Partai Komunis Uni Soviet.[3] PBK juga mengundang sejumlah partai non-komunis dan organisasi lainnya.[3] Laporan resmi menyatakan 155 organisasi asing dari 105 negara turut serta dalam kongres, dan 22 delegasi lainnya tidak diketahui.[4] Untuk alasan yang tidak jelas, tidak ada delegasi asing yang berbicara di kongres.[4]

Kongres

sunting

Kongres ke-6 diselenggarakan pada 10-14 Oktober 1980 di Rumah Kebudayaan 25 April, dengan masa reses pada 11 Oktober.[5] Dibandingkan dengan kongres sebelumnya, Kongres ke-6 relatif lebih singkat.[5] Kongres dibuka dengan sambutan oleh Kim Il-sung, Biro Eksekutif, Sekretariat, dan Komite Kredensial.[5] Setelah sambutan, agenda kongres diputuskan antara lain: "(1) Menyampaikan hasil kerja dari Komite Sentral; (2) Evaluasi kinerja Komite Audit Sentral; (3) Revisi Aturan Partai dan (4) Pemilihan lembaga sentral Partai."[5] Kemudian setelahnya penyampaian laporan kinerja Komite Sentral sejak Kongres ke-5.[5] Agenda Kongres ditiadakan pada 11 Oktober dan dilanjutkan kembali pada 12 Oktober dengan agenda pemilihan komite untuk penyusunan keputusan kongres.[5] Lee Nak-bin kemudian menyampaikan laporan kerja Komite Audit Sentral sejak Kongres ke-5.[5] Dan dilanjutkan dengan pembahasan laporan Komite Sentral.[5] Agenda pada 13 Oktober berfokus pada debat dan pidato ucapan selamat, dan pada 14 Oktober kongres melantik Komite Sentral ke-6 dan Komite Audit Sentral ke-6.[5]

Kongres ke-6 menjadi saksi bergesernnya generasi dalam tubuh PBK, karena Kim Il-sung ingin memperkuat posisi Kim Jong-il.[6] 248 anggota Komite Sentral dilantik dengan rincian 145 anggota penuh dan 103 calon anggota.[6] Jumlah ini meningkat dari Komite Sentral ke-5, yang berjumlah 172 anggota.[6] Hal ini menunjukkan berkembangnya jumlah anggota partai, karena satu anggota Komite Sentral mewakili 10.000 anggota partai.[6] Dari 248 anggota, "139 anggota (60 anggota penuh dan 79 calon anggota)" merupakan anggota baru Komite Sentral.[6] Namun, dibandingkan dengan Komite Sentral sebelumnya, persentase pergantian anggota relatif rendah (41,4%, dibandingkan dengan 72.2% pada Kongres ke-5).[7] Hanya dua anggota yang telah berada di Komite Sentral sejak Komite Sentral ke-1: Kim Il-sung dan Kim Il.[6] Penyebab banyaknya anggota Komite Sentral yang diganti karena adanya konflik internal partai.[8] Dari hasil amendemen aturan partai, Komite Politik berubah nama menjadi nama aslinya (Politbiro), dan mendirikan Presidium dalam Politbiro untuk lebih memusatkan kekuasaan elit.[8]

Dari 158 delegasi dengan hak bicara, hanya 39 delegasi saja yang berpartisipasi dalam debat—jauh lebih rendah daripada saat Kongres ke-5, dengan 98 dari 137 delegasi dengan hak bicara menggunakan haknya.[4] Semua peserta debat adalah birokrat dan teknokrat partai, dan menjadi kongres pertama di mana "generasi revolusioner" tidak turut serta.[9] Dari 38 topik yang diperdebatkan 21 berfokus pada ekonomi, 10 mengenai politik, 5 mengenai sosial dan budaya, 1 topik militer dan 1 mengenai penyatuan dengan Korea Selatan.[10] Kongres ke-6 berakhir penyampaian dari Kim Il-sung mengenai poin-poin yang telah diputuskan: "(a) Kemenangan Tiga Revolusi—pencapaian revolusi ideologi, teknologi, dan kebudayaan; (b) Perubahan seluruh tatanan masyarakat sesuai dengan ide Juche; (c) Reunifikasi tanah air secara independen dan damai; (d) Penguatan solidaritas antar-kekuatan anti-imperialis; (e) penguatan kerja Partai."[10]

Pleno pertama

sunting

Rapat pleno pertama dari Komite Sentral ke-6 memiliki agenda memutuskan kepemimpinan partai, dilaksanakan segera setelah Kongres ke-6.[2] 34 anggota terpilih sebagai anggota Politbiro ke-6, bertambah 15 dari Politbiro ke-5.[2] Dari 34 anggota, 19 merupakan anggota penuh dan 15 calon anggota.[2] Lima anggota dipilih untuk menjadi Presidium,[2] dan Kim Jong-il menempati peringkat keempat dalam Politbiro dan Presidium.[2] Sekretariat ke-6 terdiri dari sembilan anggota,[2] dengan Kim Jong-il di peringkat kedua.[2] Jumlah anggota Sekretariat tidak berubah dari Kongres ke-5.[2] Kim Il-sung dan Kim Jung-rin adalah satu-satunya petahana yang terpilih kembali.[2] Komisi Militer Sentral (CMC) ke-6 terdiri dari 19 anggota, dengan Kim Jong-il di peringkat ketiga (setelah Kim Il-sung dan Oh Jin-u).[2] Untuk pertama kalinya dalam sejarah partai, keanggotaan CMC diberitahukan untuk umum.[2] Kim Il-sung dan Kim Jong-il menjadi satu-satunya pejabat yang menduduki kursi di semua empat lembaga: Presidium, Politbiro, Sekretariat dan CMC.[2] Berikut adalah daftar anggota (berurutan sesuai peringkat) Presidium, anggota penuh dan calon anggota Politbiro, Sekretariat dan CMC:[2]

Simbol Makna
Anggota Presidium Politbiro Partai Buruh Korea
# Anggota Penuh Calon Anggota Anggota Sekretariat Anggota

Komisi Militer Sentral

1. Kim Il-sung Ho Dam Kim Il-sung Kim Il-sung
2. ‡Kim Il Yun Gi-bok Kim Jong-il ‡Oh Jin-u
3. ‡Oh Jin-u Choe Gwang Kim Jung-rin Kim Jong-il
4. Kim Jong-il Choe Se-ung Kim Young-nam Choe Hyon
5. ‡Lee Jong-ok Choe Jae-u Kim Hwan Oh Baek-ryong
6. Pak Song-chol Kong Jin-Tae Yon Hyong-muk Chon Mun-sop
7. Choe Hyon Chong Jun-gi Yun Gi-bok Guk-ryol
8. Lim Chum-chu Kim Chol-man Hong Si-hak Paek Hak-rim
9. So Chol Chong Gyong-hi Hwang Jang-yop Kim Chol-man
10. Oh Baek-ryong Choe Yong-rim Kim Gang-hwan
11. Kim Jung-rin So Yun-sok Tae Byong-ryol
12. Kim Young-nam Lee Gun-mo Lee Ul-sol
13. Chon Mun-sop Hyon Mu-gwang Chu Do-il
14. Kim Hwan Kim Gang-hwan Lee Du-ik
15. Yon Hyong-huk Lee Son-sil Cho Myong-rok
16. Oh Guk-ryol Kim Il-chol
17. Kye Ung-tae Choe Sang-uk
18. Kang Song-san Lee Bon-won
19. Paek Hak-rim Oh Ryong-bang

Rapat pleno ke-1 menjadi saksi pensiunnya "generasi revolusioner" dari jabatan eksekutif, menyerahkan seluruhnya ke generasi Kim Jong-il; namun, mereka masih mengendalikan kekuasaan organ tertinggi: Presidium dan Politbiro.[2]

Keputusan

sunting

Kim Jong-il sebagai penerus

sunting

Kim Yong-ju sempat diyakini menjadi pilihan pertama sebagai pengganti Kim Il-sung, dan kewenangannya bertambah hingga ia menjadi ketua Komite Koordinasi Utara–Selatan.[3] Dari akhir 1972 sampai Kongres ke-6, Kim Yong-ju menjadi tokoh yang terasingkan di dalam rezim; pada Kongres ke-6, ia kehilangan kursinya di Politbiro dan di Komite Sentral.[3] Namun, rumor telah memastikan bahwa Kim Il-sung mulai mempersiapkan Kim Jong-il pada tahun 1966.[3] Dari tahun 1974 sampai Kongres ke-6, Kim Jong-il menjadi orang berkuasa kedua di Korea Utara.[3]

Keputusan Kim Il-sung yang menetapkan Kim Jong-il sebagai penerus dikritik banyak pihak.[3] Kritikus menuduh Kim Il-sung menciptakan sebuah dinasti, mengubah Korea Utara menjadi negara feodal.[3] Partai Komunis Uni Soviet, Partai Komunis Tiongkok dan partai komunis berkuasa lainnya tidak setuju jika Kim Jong-il menjadi penerus.[2] Pemilihan suksesor oleh Kim Il-sung tersebut kemungkinan besar untuk menjaga semangat revolusi negara (khawatir jika seperti Josef Stalin yang dikritik oleh penerusnya).[3]

Penyatuan Korea

sunting

Ketika kongres, Kim Il-sung menekankan pentingnya "mencapai tujuan penyatuan tanah air yang telah menjadi keinginan terbesar seluruh rakyat adalah tugas paling penting yang dihadapi Partai".[2] Ia mengingatkan peserta kongres bahwa mungkin Korea tidak akan pernah bisa bersatu lagi karena hubungan di antara negara-negara besar.[2] Kim Il-sung menyerukan pembentukan "Republik Demokrasi Konfederal Koryo" (DCRK), pemerintahan gabungan Korea Utara dan Korea Selatan.[2] DCRK akan diperintah oleh sebuah Kongres Tertinggi Republik Konfederal, yang beranggotakan perwakilan dari Korea Utara dan Korea Selatan. Kongres akan memilih Presidium, sebagai lembaga eksekutif.[2] Pada sistem ini, Korea Selatan akan tetap kapitalis dan Korea Utara sosialis.[2] Namun, PBK menginginkan tiga syarat agar Korea Utara bergabung dengan DCRK: (1) Demokratisasi sosial Korea Selatan, pemakzulan penguasa saat ini, pencabutan Undang-undang Anti-Komunis dan Keamanan Nasional dan penggantian rezim militer menjadi negara demokratis sesuai dengan kehendak rakyat; (2) Mengurangi ketegangan antarnergara dengan perjanjian gencatan senjata dan perdamaian; (3) Mengurangi pengaruh Amerika di wilayah tersebut, membuka kemungkinan perbaikan hubungan dengan Amerika Serikat jika mereka mendukung reunifikasi korea.[2]

Dari komunisme ke nasionalisme

sunting

Kongres ke-6 menandakan partai mulai meninggalkan komunisme ortodoks, dengan menjadikan Juche sebagai ideologi utama dibanding Marxisme–Leninisme; dalam hubungan luar negeri, kebijakan nasional lebih diprioritaskan daripada internasionalisme proletar.[2] Menurut analis politik Kim Nam-sik, "Perubahan ini menandai ditinggalkannya prinsip-prinsip dasar dari komunisme, dan orientasi baru untuk masa depan Korea Utara pada tahun 1980-an."[2]

Berbeda dengan negara sosialis lainnya (yang menjunjung tinggi keyakinan komunis ortodoks bahwa massa adalah tuan dari perkembangan sejarah), ideologi PBK menegaskan bahwa massa hanya dapat melakukan perubahan revolusioner melalui seorang pemimpin.[2] Sementara negara sosialis lainnya sering menekankan tokoh sejarah tertentu, karena beban masih diberikan kepada rakyat.[2] sebaliknya di Korea Utara "tugas revolusi agung dari kelas pekerja diinisiasi dan dipimpin oleh Pemimpin dan selesai di bawah kepemimpinan Pemimpin saja."[2] Dari perspektif ini, tugas revolusi yang diberikan kelas pekerja oleh rezim sosialis menjadi tanggung jawab dari pemimpin Korea Utara.[2] Di Korea Utara, Kim Il-sung dianggap sebagai "Pemimpin Besar" dengan peran yang menentukan, ia sering disebut oleh media resmi sebagai orang yang mendirikan PBK dan pembuat gagasan Juche.[2] Karena ini, Kim Il-sung tidak "secara terpilih" menjadi Sekretaris Jenderal PBK; namun diberikan kepadanya oleh hak ilahi.[2]

Sementara Korea Utara telah mulai meninggalkan kebijakan luar negeri berdasarkan internasionalisme proletar pada tahun 1966, PBK tidak pernah secara eksplisit memutuskan diri dari internasionalisme proletar seperti yang terjadi pada Kongres ke-6.[2] Secara teori, partai komunis mendukung kebijakan yang berkontribusi terhadap revolusi dunia.[2] Rezim komunis tidak pernah mewujudkan ide ini secara ideal; pada tahun 1950-an, perpecahan ideologi dalam gerakan komunis membuat itu semua menjadi tidak mungkin.[2] Mulai tahun 1966 dan seterusnya, Korea Utara memperkuat hubungan dengan negara-negara netral selama Perang Dingin.[2] Internasionalisme proletar diganti dengan kebijakan luar negeri independen;[2] Jika negara sosialis dan negara non-sosialis berperang, Korea Utara bisa (secara teori) mendukung negara non-sosialis jika memberi manfaat bagi Korea Utara.[2] Pada Kongres ke-6, Kim Il-sung menekankan lebih pentingnya untuk menjalin hubungan dengan negara Dunia Ketiga daripada kesatuan di kubu sosialis.[2] Sementara Korea Utara berpendapat bahwa kemerdekaan dan internasionalisme proletar tidak eksklusif, tidak seperti komunis ortodoks pada umumnya.[2]

Catatan kaki

sunting
  1. ^ Campbell, Charlie (4 May 2016).
  2. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa ab ac ad ae af ag ah ai aj ak Kim 1982.
  3. ^ a b c d e f g Lee 1982.

Daftar Pustaka

sunting

Bacaan lebih lanjut

sunting