Keandalan sejarah Kisah Para Rasul

Keandalan sejarah Kisah Para Rasul,  sumber sejarah utama untuk Zaman Para Rasul (Zaman Apostolik), menarik minat para sarjana alkitab dan sejarawan Kristen Awal sebagai bagian dari perdebatan keandalan sejarah Alkitab.

Prasasti arkeologi dan sumber-sumber independen menunjukkan bahwa Kisah Para Rasul memuat rincian yang akurat mengenai masyarakat pada abad ke-1 di Timur Dekat dan Eropa, khususnya berkaitan dengan gelar para pejabat, pembagian administratif, kota, majelis, dan aturan-aturan Bait Suci Yahudi di Yerusalem.

Kunci perdebatan adalah keandalan sejarah penggambaran Paulus dalam Kisah Para Rasul. Menurut Encyclopædia Britannica, Paulus dalam Kisah Para Rasul menjelaskan dengan secara berbeda dari cara Paulus menggambarkan dirinya, baik secara faktual maupun secara teologis.[1] Kisah Para Rasul tampaknya berbeda dengan surat-surat Paulus pada isu-isu penting, seperti Hukum Taurat, kerasulan Paulus sendiri, dan hubungannya dengan gereja Yerusalem.[2] Para sarjana umumnya lebih memilih keterangan Paulus sendiri (dalam surat-suratnya) daripada keterangan Kisah Para Rasul.[3] Namun, beberapa tokoh sarjana dan sejarawan melihat kitab Kisah Para Rasul sebagai sumber yang cukup akurat dan dikuatkan oleh arkeologi, dan secara umum sesuai dengan surat-surat Paulus.[4]

Komposisi

sunting

Narasi

sunting

Injil Lukas–Kisah Para Rasul adalah catatan sejarah dalam dua bagian yang secara tradisional dianggap adalah karya Lukas yang diyakini merupakan pengikut Paulus. Penulis Injil Lukas-Kisah Para Rasul ini mencatat bahwa ada banyak catatan dalam sirkulasi pada saat ia menulis, yang katanya adalah keterangan para saksi mata. Ia menyatakan bahwa ia telah menyelidiki "segala sesuatu dari awal" dan menyunting bahan-bahan itu ke dalam satu catatan mulai dari kelahiran Yesus ke waktunya sendiri. Seperti sejarawan lain pada masanya,[5][6][7][8] ia mendefinisikan tindakannya dengan menyatakan bahwa pembaca dapat bergantung pada "kepastian" fakta-fakta yang diberikan. Namun, sebagian sarjana modern melihat Injil Lukas-Kisah Para Rasul berada dalam tradisi historiografi yunani.[9][10][11]

Penggunaan sumber-sumber

sunting

Ada klaim bahwa penulis Kisah Para Rasul menggunakan tulisan-tulisan Yosefus (khususnya "Sejarah kuno orang Yahudi"), sebagai sumber sejarah.[12][13] Sebagian sarjana menolak klaim ini maupun klaim bahwa Yosefus yang meminjam dari Kisah Para Rasul,[14][15][16] sebaliknya berpendapat bahwa Lukas dan Yosefus sama-sama mengambil dari tradisi dan sumber-sumber sejarah umum saat itu.[17][18][19][20][21]

Historisitas

sunting

Debat mengenai historisitas (keandalan sejarah) Kisah Para Rasul menjadi hebat antara tahun 1895 dan 1915.[22] Sejumlah sarjana Jerman sangat kritikal terhadap akurasi kitab itu, tetapi kritik ini kemudian dinyatakan "hiperkritisisme yang berlebihan".[23] Sikap terhadap keakurasian sejarah Kisah Para Rasul berbeda jauh dalam pandangan para sarjana negara-negara yang berbeda.[24]

Bagian-bagian yang dibuktikan konsisten dengan sejarah

sunting

Kisah Para Rasul  memuat rincian yang akurat mengenai masyarakat pada abad ke-1 di Timur Dekat dan Eropa, khususnya berkaitan dengan gelar para pejabat, pembagian administratif, kota, majelis, dan aturan-aturan Bait Suci Yahudi di Yerusalem.[25][26] Ini meliputi:

Talbot menyimpulkan bahwa ketidakakuratan sejarah dalam Kisah Para Rasul "sangat sedikit dan tidak signifikan dibandingkan dengan keakuratan yang berlimpah antara Kisah Para Rasul dengan zamannya [~ tahun 30-64 M] dan tempat [Palestina dan wilayah luas Kekaisaran Romawi]".[25]

Meskipun memandang dengan skeptis, sarjana kritikal seperti Gerd Lüdemann, Alexander Wedderburn, Hans Conzelmann, dan Martin Hengel masih melihat Kisah Para Rasul memuat catatan sejarah akurat yang berharga mengenai kehidupan orang Kristen mula-mula. Geisler mencatat bahwa "seluruhnya, Lukas menyebutkan tiga puluh dua negeri, lima puluh lima kota, dan enam pulau tanpa kesalahan."[29] A. N. Sherwin-White menyatakan, "Bagi Kisah Para Rasul, konfirmasi historisitasnya sangat berlimpah... Upaya apapun untuk menolak historisitas dasarnya sekarang kelihatan konyol. Para sejarawan Romawi sudah lama mempercayainya."[30]

Kisah Para Rasul 1:1-4 Kemunculan Yesus setelah kebangkitan

sunting

Lüdemann mengakui historitas kemunculan Kristus setelah kebangkitan-Nya,[31] nama-nama para murid pertama,[32] para murid perempuan,[33] dan Yudas Iskariot.[34] Wedderburn mengatakan bahwa para murid percaya tanpa keraguan bahwa Kristus benar-benar bangkit dari kematian.[35] Conzelmann menggugurkan dugaan kontradiksi antara  Kisah Para Rasul 13:31 dan Kisah Para Rasul 1:3.[36] Hengel percaya bahwa Kisah Para Rasul ditulis awal sekali[37] oleh Lukas sebagai saksi mata sebagian,[38] memuji pengetahuan Lukas mengenai Palestina,[39] dan mengenai kebiasaan Yahudi dalam Kisah Para Rasul 1:12.[40]

Kisah Para Rasul 1:15-26 Pertemuan di ruang atas di Yerusalem

sunting

Perihal Kisah Para Rasul 1:15–26, Lüdemann skeptis terhadap pemilihan Matias, tetapi bukan mengenai keberadaan sejarahnya.[41] Wedderburn menolak teori yang menyangkal historisitas para murid,[42][43] Conzelmann menganggap pertemuan di ruang atas merupakan peristiwa sejarah yang diketahui oleh Lukas dari tradisi,[44] dan Hengel menganggap ‘Tanah Darah’ dalam Kisah Para Rasul 1:19 merupakan nama sejarah yang otentik, yang juga diketahui dari Matius 27:8.[45]

Kisah Para Rasul 2:5-12 Perkumpulan pada hari Pentakosta

sunting

Perihal Kisah Para Rasul 2, Lüdemann menganggap perkumpulan pada hari Pentakosta sangat mungkin terjadi,[46] dan pengajaran para rasul dapat dipercaya dari sisi sejarah.[47] Wedderburn mengakui kemungkinan adanya ‘pengalaman ekstatik massal’,[48] dan mencatat sultinya menjelaskan mengapa orang-orang Kristen mula-mula mengadopsi hari raya Yahudi ini jika tidak ada peristiwa Pentakosta asli yang terjadi seperti dicatat dalam Kisah Para Rasul.[49] Ia juga memegang keyakinan bahwa penggambaran komunitas awal dalam Kisah Para Rasul 2 dapat diandalkan.[50][51]

Kisah Para Rasul 3:1–31 Penyembuhan seorang lumpuh di dekat Bait Allah

sunting

Lüdemann memandang Kisah 3:1–31 sebagai catatan sejarah.[52] Wedderburn menyatakannya sebagai ciri penggambaran yang diidealkan,[53] tetapi tidak setuju untuk menyebut catatan itu bukan sejarah.[54] Hengel juga yakin Lukas menuliskan peristiwa sejarah sesungguhnya, meskipun mungkin membuat lebih ideal.[55][56]

Kisah Para Rasul 4:32-37 Kepemilikan bersama

sunting

Wedderburn menyakini historitas kepemilikan bersama di antara para pengikut Kristus mula-mula (Kisah 4:32–37).[57] Conzelmann, meskipun skeptis, percaya bahwa Lukas mengambil catatannya Kisah 6:1–15 dari suatu risalah tertulis;[58] secara lebih positif, Wedderburn membela historisitas catatan itu melawan skeptisisme.[59] Lüdemann menganggap catatan-catatan itu berdasarkan sejarah.[60]

Kisah Para Rasul 14:1-6 Ikonium dan Likaonia

sunting

Dalam perikop Kisah Para Rasul 14:1–6, ayat 6 menyiratkan bahwa kota Listra and Derbe terletak dalam distrik Likaonia, sedangkan Ikonium (ayat 1) dalam distrik yang berbeda, yaitu Frigia, tetapi penulis Romawi kuno, Cicero (106-43 SM), menulis bahwa Ikonium terletak dalam distrik Likaonia ("Fam." xv. 4,2.), sehingga tampaknya berkontradiksi.[61]

Namun, Ramsay menemukan bukti-bukti literatur bahwa Ikonium umumnya dikenal sebagai kota di Frigia, antara lain:[62]

  • Xenophon menyebut Ikonium di Frigia pada tahun 394 SM (Anabasis, i. 2,19.).
  • Cicero (106-43 SM) memang menulis bahwa Ikonium di Likaonia dalam ulasan geografi perjalanannya dalam laporan ke Senat Romawi ("Fam." xv. 4,2), tetapi ketika membuat laporan administratif ("Att." v. 21,9), ia menyebutkan bahwa pengadilan di wilayah Isaurika (yang meliputi Frigia) diadakan di Ikonium, sedangkan pengadilan di wilayah Likaonia di Philomenum. Juga dalam laporan ke Senat (xv. 2,1) ia menuliskan perjalanannya melintasi provinsi menuju Kilikia melalui Likaonia (Philomenum dan kota-kota terkait di bagian timur) dan wilayah Isauria (Ikonium, dsb.) dan Kapadokia.
  • Plinius (23–79 M) menyebutkan bahwa Conium (Ikonium) adalah sebuah kota tua dan terkenal di Frigia ("Nat. Hist." v. 41, 145).
  • Pada tahun 163 M sejumlah orang Kristen, termasuk Yustinus Martir, diadili di Roma karena iman Kristen mereka ("Acts of Justin the Martyr"). Salah satunya, seorang budak bernama Hierax, ketika ditanya siapa orang tuanya, menjawab: “Orang tua duniawiku sudah mati; dan aku dibawa kemari (sebagai budak) dengan paksa dari Ikonium di Frigia.” Ini merupakan satu-satunya kesaksian dari penduduk asli Ikonium.
  • Firmillian, uskup Kaisarea, dicatat hadir pada suatu konsili tahun 232 di Ikonium, Frigia (Siprianus, "Epist." 71).
  • Baru pada tahun 372 M, provinsi baru Likaonia diinstitusikan oleh Valens, dengan Ikonium sebagai metropolisnya. Ini kemudian dicatat dalam sejarah gereja seterusnya. Misalnya Stephanus menyebutkan Ikonium sebagai kota di Likaonia, tetapi ia juga mengingat suatu legenda dari abad ke-3 SM mengenai Annakos atau Nannakos, raja Ikonium, yang memerintah atas orang Frigia, dan sumber lain juga menyebutkan Annakos sebagai "raja Frigia".[62]

Bukti paling konkret menurut Ramsay adalah ketika ia menemukan sejumlah inskripsi di antaranya ada dua yang jelas bertuliskan bahasa Frigia di reruntuhan Ikonium bertarikh 150-250 M, yang menegaskan bahwa selama berabad-abad (sebelum tahun 372 M) Ikonium berada di bawah otoritas Frigia.[63] Penemuan-penemuan ini bukan saja membuktikan keakuratan catatan dalam Kisah Para Rasul 14, melainkan juga menunjukkan bahwa penulisnya tahu benar saat itu Ikonium termasuk distrik mana, menempatkannya sebagai saksi mata.[64]

Selain kota Listra dan Derbe, dikenal adanya kota besar penting Laranda di bagian timur Likaonia yang tidak disebutkan dalam ayat ini, dan sermpat dianggap merupakan kesalahan penulis yang diasumsikan kurang mengenal geografi daerah itu.[65]

Namun, Ramsay menemukan bahwa pada masa singkat, antara tahun 37-72 M (periode yang meliputi peristiwa pada tahun 47 M dalam pasal ini), Likaonia terbagi menjadi dua bagian, barat dan timur. Bagian barat merupakan suatu "region" atau subdivisi provinsi Romawi Galatia, dengan nama "Likaonia, Galatia", sedangkan bagian timur disebut "Lycaonia Antiochiana", dari nama Antiochus of Commagene yang diberi kekuasaan atasnya pada tahun 37 sampai 72 M.[65][66] Jadi pernyataan dalam ayat ini bahwa Likaonia hanya meliputi Listra dan Derbe hanya akurat pada periode ketika Paulus mengunjungi daerah itu, yaitu antara tahun 37 dan 72 M dan tidak akurat pada waktu lainnya, dan itu hanya karena pembedaan wilayah yang termasuk kekuasaan Romawi dengan wilayah bukan Romawi yang diperintah oleh Antiochus.[65]

Bagian-bagian yang diperdebatkan keakurasian sejarahnya

sunting

Kisah Para Rasul 2:41 and 4:4 – Pidato Petrus

sunting

Kisah Para Rasul 4:4 mencatat bahwa Petrus berbicara kepada orang banyak, menghasilkan pertumbuhan jumlah orang Kristen mencapai 5.000 orang. Profesor Perjanjian Baru Robert M. Grant mengatakan "Lukas jelas menganggap diri sebagai sejarawan, tetapi banyak pertanyaan muncul mengenai keandalan catatannya […] ‘Statistika’ yang ditulisnya tidak masuk akal; Petrus tidak mungkin berbicara kepada 3000 pendengar [misalnya Kisah Para Rasul 2:41] tanpa mikrofon, dan karena populasi Yerusalem waktu itu sekitar 25–30.000, orang Kristen tidak mungkin berjumlah 5.000 jiwa [misalnya Kisah Para Rasul 4:4]."[67]

Perkiraan populasi Yerusalem yang disebutkan oleh Grant bergantung pada suatu studi penting oleh Jeremias pada tahun 1943.[68][69] Namun, Grant tidak menyebutkan bahwa Jeremias menghitung jumlah populasi yang lebih tinggi untuk hari-hari raya seperti Paskah, di mana populasi Yerusalem diperkirakannya mencapai 125.000 peziarah.[70] Lebih lagi, perkiraan terendah dari Jeremias secara signifikan di bawah perkiraan moderat sampai tinggi yang dihitung oleh Wilkinson pada tahun 1974 (70.398 di bawah pemerintahan Herodes Agung),[71] Broshi pada tahun 1976 (60.000),[72] Maier pada tahun 1976 (50.000, dengan tiga kali lipat lebih besar selama hari-hari raya),[73] dan Levine pada tahun 2002 (60,000–70,000).[74] Karenanya, Cousland mencatat bahwa "perkiraan terbaru mengenai populasi Yerusalem menunjukkan sekitar seratus ribu".[75]

Perkiraan jumlah orang Kristen dalam kekaisaran Romawi pada akhir abad ke-1 mempunyai rentang dari 7.500,[76] sampai lebih dari 50.000.[77][78] Namun, argumen yang lebih baru dari bukti-bukti arkeologi menempatkan jumlah penduduk Yerusalem sesungguhnya sebelum kehancuran tahun 70 M sekitar 20.000.[79]

Para penulis yang hidup sezaman dengan Kisah Para Rasul memberikan jumlah populasi Yerusalem yang jauh lebih besar dari perkiraan modern. Tacitus menyatakan bahwa Yerusalem mempunyai lebih dari 600.000 penduduk ketika jatuh pada tahun 70 M sedangkan Yosefus mengatakan lebih dari satu juta orang terbunuh atau dijadikan budak, meskpun populasi itu berjumlah sedemikian besar hanya karena pengepungan terjadi selama hari raya Paskah Yahudi.

Kisah Para Rasul 5:33–39 - Teudas

sunting

Kisah Para Rasul 5:33–39 mencatat perkataan seorang Farisi abad ke-1, Rabi Gamaliel (meninggal ~50 M), yang menyebutkan adanya dua gerakan pada abad ke-1. SAtu dipimpin oleh Teudas.[80] Sesudahnya ada lagi yang dipimpin oleh Yudas orang Galilea.[81] Yosefus menempatkan pemberontakan Yudas pada masa Kirenius pada tahun 6 M dan Teudas pada masa prokurator Fadus[82] pada tahun 44–46. Kalau menganggap Kisah Para Rasul merujuk kepada Teudas yang sama dengan yang dicatat oleh Yosefus, muncul dua masalah. Pertama, urutan Yudas dan Teudas terbalik dalam Kisah Para Rasul 5. Kedua, gerakan Teudas terjadi setelah Gamaliel berbicara. Mungkin sekali Teudas yang dicatat oleh Yosefus tidak sama dengan yang di dalam Kisah Para Rasul, atau Yosefus yang merancukan tanggal-tanggalnya.[83] Penulis akhir abad ke-2, Origenes menyebutkan seorang Teudas yang aktif pada masa kelahiran Yesus,[84] meskipun kemungkinan ia hanya mengambilnya dari catatan Kisah Para Rasul, tetapi Origen juga menyebut di bab yang sama pemberontak lain, Dositeus orang Samaria, yang tidak disebutkan oleh Gamaliel.

Kisah Para Rasul 10:1 - Pasukan Romawi di Kaisarea

sunting

Kisah Para Rasul 10:1 berbicara mengenai soerang Kenturion Romawi bernama Kornelius dari "Italian regiment" dan bermarkas di Kaisarea. Robert Grant mengklaim bahwa pada masa pemerintahan Herodes Agripa, 41–44 M, tidak ada pasukan Romawi yang ditempatkan di dalam wilayahnya.[85] Wedderburn juga menganggap naratif ini "mencurigakan dari segi sejarah",[86] dan karena kurangnya bukti prasasti dan literatur yang mendukung bagian Kisah Para Rasul ini, sejarawan de Blois berpendapat bahwa unit ini tidak pernah ada, atau unit yang ada di kemudian hari yang oleh penulis Kisah Para Rasul dituliskan seakan dari waktu sebelumnya.[87]

Mengamati bahwa 'Italian regiment' biasanya diidentikasi sebagai cohors II Italica civium Romanorum, suatu unit yang kehadirannya di Yudea dibuktikan ada sesudah tahun 69 M,[88] sejarawan E Mary Smallwood mengamati bahwa peristiwa-peristiwa yang digambarkan dalam Kisah Para Rasul 9:32 sampai pasal 11 tidak ditulis secara kronologis seperti pasal-pasal lainnya, tetapi sesungguhnya terjadi setelah kematian Agripa pada pasal 12, dan bahwa "Italian regiment" mungkin dapat dikirimkan ke Kaisarea seawal tahun 44 M.[89] Wedderburn mencatat pendapat mengenai pengaturan kronologi ini, bersama-sama pendapat bahwa Kornelius mungkin tinggal di Kaisarea terpisah dari unitnya.[90] Sejarawan seperti Bond,[91] Speidel,[92] dan Saddington,[93] tidak melihat ada kesulitan mengenai catatan Kisah Para Rasul 10:1.

Kisah Para Rasul 15 - Konsili Yerusalem

sunting

Penggambaran 'konsili (rapat) para rasul' dalam Kisah Para Rasul 15, umumnya dianggap peristiwa yang sama dengan yang digambarkan dalam Galatia 2,[94] yang dianggap oleh sejumlah sarjana berkontradiksi dengan catatan surat Galatia.[95] Keandalan catatan Lukas dalam Kisah Para Rasul telah ditantang,[96][97][98] ditolak oleh sejumlah sarjana pada pertengahan sampai akhir abad ke-20.[99] Namun, para sarjana yang lebih kemudian condong untuk memperlakukan Konsili Yerusalem dan keputusan-keputusannya sebagai peristiwa sejarah,[100] meskpun kadang dinyatakan dengan hati-hati.[101]

Kisah Para Rasul 15:16–18 - Pidato Yakobus

sunting

Dalam Kisah Para Rasul 15:16–18, Yakobus, pemimpin orang Yahudi Kristen di Yerusalem, menyampaikan pidato di mana ia mengutip ayat-ayat Kitab Suci dari terjemahan bahasa Yunani Septuaginta (Amos 9:11–12). Sejumlah orang menyatakan hal ini tidak sejalan dengan penggambaran Yakobus sebagai pemimpin Yahudi yang tentunya berbicara dalam bahasa Aram, bukan Yunani. Misalnya, Richard I. Pervo mencatat: "Kutipan kitab suci berbeda kuat dari MT [= Masoretic Text), Alkitab Ibrani yang ditransmisikan sampai sekarang], yang tidak berkatian dengan pengikutsertaan orang asing. Ini merupakan unsur vital dalam kutipan dan membuat tidak mungkin bahwa Yakobus dalam sejarah (yang tidak akan mengutip dari LXX [= Septuaginta]) menggunakan perikop itu."[102]

Penjelasan yang mungkin adalah bahwa terjemahan Septuaginta lebih cocok untuk menjelaskan pendapat Yakobus mengenai pengikutsertaan orang asing sebagai umat Allah.[103] Dr. John Barnett menyatakan bahwa "Banyak orang Yahudi pada zaman Yesus menggunaka Septuaginta sebagai Alkitab mereka".[104] Meskipun bahasa Aram merupakan bahasa utama di Timur Dekat Kuno, pada zaman Yesus bahasa Yunani sudah menjadi lingua franca area tersebut selama 300 tahun.

Kisah Para Rasul 21:38 - Sicarii dan orang Mesir

sunting

Dalam Kisah Para Rasul 21:38, seorang Romawi bertanya apakah Paulus adalah 'orang Mesir' yang memimpin sekelompok 'en:sicarii' (harfiah: 'orang-orang berpisau pendek; Inggris: dagger-men) di padang gurun. Dalam kitab-kitab "Peperangan Yahudi"[105] dan "Antiquitates Iudaicae",[106] Yosefus menulis mengenai para pemberontak bangsa Yahudi yang disebut sicarii tepat sebelum berbicara mengenai orang Mesir yang memimpin sekelompok pengikutnya ke Bukit Zaitun. Richard Pervo percaya bahwa ini menunjukkan Lukas menggunakan Yosefus sebagai sumbernya dan salah paham bahwa sicarii adalah pengikut orang Mesir.[107][108]

Naskah

sunting

Sebagaimana kebanyakan kitab-kitab Perjanjian Baru, ada perbedaan-perbedaan di antara naskah-naskah tertua yang memuat Kisah Para Rasul. Dua versi tertua adalah jenis teks Western (misalnya Codex Bezae) dan teks Alexandria (misalnya Codex Vaticanus dan Codex Sinaiticus yang tidak terlihat di Eropa sebelum tahun 1859). Versi Kisah Para Rasul dalam naskah-naskah Western memuat 6,2-8,5%[109] lebih banyak isi daripada versi Alexandria (tergantung dari definisi "varian"). Karena perbedaan besar itu, para sarjana mengalami kesulitan untuk menentukan yang mana dari dua versi itu yang paling dekat dengan naskah asli penulisnya.

Penjelasan paling awal, diusulkan oleh teolog Swiss Jean LeClerc pada abad ke-17, mengatakan bahwa versi Western yang lebih panjang adalah draft pertama, sedangkan versi Alexandria merupakan revisi yang sudah diperbaiki oleh penulis yang sama. Para pendukung teori ini berargumen bahwa meskipun dua versi itu menyimpang, keduanya mempunyai kemiripan dalam kosakata dan gaya penulisan — menunjukkan bahwa penulisnya sama. Namun, didebatkan bahwa jika kedua teks ditulis oleh orang yang sama, keduanya seharusnya mempunyai teologi yang tepat sama dan sepakat mengenai pertanyaan-pertanyaan sejarah. Karena kebanyakan sarjana modern mendeteksi adanya perbedaan halus dalam segi teologis dan historis di antara kedua teks itu, kebanyakan sarajana tidak setuju dengan teori draft-kasar/perbaikan itu.

Teori kedua menganggap kedua teks Western dan Alexandria mempunyai penulis yang sama, tetapi mengklaim bahwa teks Alexandria adalah draft pendek pertama, sedangkan teks Western adalah draft terevisi yang lebih banyak. Teori ketiga adalah teks Western yang lebih panjang muncul terlebih dahulu, tetapi kemudian, sejumlah penyunting memperpendek sejumlah materi, kemungkinan karena kecondongan teologis pada aliran Arianisme, menghasilkan teks Alexandria yang lebih pendek.

Sementara teori-teori lain masih menghitung dukungan, banyak sarjana modern menganggap teks Alexandria yang lebih pendek lebih dekat ke aslinya, dan teks Western yang lebih panjang adalah hasil penyipan materi tambahan ke dalam teks.[110] Pada tahun 1893, Sir W. M. Ramsay dalam The Church in the Roman Empire berkeyakinan bahwa Codex Bezae (teks Western) didasarkan pada suatu resensi yang dibuat di Asia Minor (antara Efesus dan Galatia di selatan), tidak lebih dari pertengahan abad ke-2. Meskipun "paling sedikit sejumlah perubahan dalam Codex Bezae muncul melalui proses bertahap, dan bukan melalui tindakan seorang penyunting tunggal," revisi yang dipertanyakan adalah pekerjaan satu penyunting, yang dalam pengubahan dan penambahannya mengekspresikan penafsiran setempat mengenai Kisah Para Rasul pada zamannya. Tujuannya, dalam menyelaraskan teks itu dengan pandangan pada zamannya, sebagian adalah membuatnya lebih mudah dibaca oleh publik, dan sebagian untuk membuatnya lebih lengkap. Untuk tujuan ini ia "menambahkan sejumlah saentuhan di mana tradisi yang terlestarikan tampaknya memuat hal-hal tambahan tertentu yang dapat dipercaya," misalnya pernyataan yang diajarkan oleh Paulus di ruangan kuliah Tyrannus "dari jam kelima sampai kesepuluhf" (ditambahkan pada Kisah Para Rasul 19:9). Dalam karyanya yang kemudian, St Paul the Traveller and the Roman Citizen (1895), pandangan Ramsay mendapatkan tambahan presisi dan lebar, terutama karena melihat lebih dari teks Beza kepada teks "Western" secara keseluruhan.

Jenis naskah ketiga, dikenal sebagai teks Bizantin, sering dianggap dikembangkan setelah jenis teks Western dan Alexandria. Meskipun berbeda dari keduanya, teks Bizantin lebih mirip dengan Alexandria daripada Western. Naskah-naskah yang terlestarikan dari jenis Bizantin berasal dari abad ke-5 dan sesudahnya; tetapi fragmen-fragmen papirus menunjukkan bahwa jenis teks ini juga mungkin seawal teks Alexandria atau Western.[111] Jenis teks Bizantin menjadi dasar Textus Receptus pada abad ke-16, yang dihasilkan oleh Erasmus, edisi cetak Perjanjian Baru bahasa Yunani pertama. Textus Receptus, seterusnya, menjadi dasar Perjanjian Baru dalam bahasa Inggris, Versi Raja James. Sekarang, jenis teks Bizantin merupakan subjek dari minat yang muncul kembali sebagai kemungkinan bentuk asli teks yang kemudian menurunkan versi teks Western dan Alexandria.[112]

Sumber-sumber lain sejarah Gereja awal

sunting

Dua sumber awal yang menyebutkan asal mula Kekristenan adalah Antiquitates Iudaicae karya sejarawan Romawi-Yahudi Flavius Yosefus, da Historia Ecclesiastica karya Eusebius. Yosefus (sekitar tahun 90 M) dan penulis Injil Lukas-Kisah Para Rasul diyakini hidup sezaman, sedangkan Eusebius menulis karyanya dua seperempat abad kemudian.

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ "Acts presents a picture of Paul that differs from his own description of himself in many of his letters, both factually and theologically." biblical literature (2010). In Encyclopædia Britannica, Inc. Retrieved November 25, 2010, from Encyclopædia Britannica Online: [1].
  2. ^ "That an actual companion of Paul writing about his mission journeys could be in so much disagreement with Paul (whose theology is evidenced in his letters) about fundamental issues such as the Law, his apostleship, and his relationship to the Jerusalem church is hardly conceivable." biblical literature (2010). In Encyclopædia Britannica, Inc. Retrieved November 25, 2010, from Encyclopædia Britannica Online: [2].
  3. ^ "Paul's own account is generally regarded as the more reliable." Harris, Stephen L., Understanding the Bible. Palo Alto: Mayfield. 1985. p. 316.
  4. ^ Bruce, F.F. (1981). "The New Testament Documents: Are They Reliable?" Ch. 7–8. InterVarsity Press.
  5. ^ Aune, David (1988). The New Testament in Its Literary Environment. James Clarke & Co. hlm. 77–. ISBN 978-0-227-67910-4. 
  6. ^ Daniel Marguerat (5 September 2002). The First Christian Historian: Writing the 'Acts of the Apostles'. Cambridge University Press. hlm. 63–. ISBN 978-1-139-43630-4. 
  7. ^ Clare K. Rothschild (2004). Luke-Acts and the Rhetoric of History: An Investigation of Early Christian Historiography. Mohr Siebeck. hlm. 216–. ISBN 978-3-16-148203-8. 
  8. ^ Todd Penner (18 June 2004). In Praise of Christian Origins: Stephen and the Hellenists in Lukan Apologetic Historiography. Bloomsbury Academic. hlm. 45–. ISBN 978-0-567-02620-0. 
  9. ^ Grant, Robert M., "A Historical Introduction to the New Testament" (Harper and Row, 1963) "Archived copy". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-06-21. Diakses tanggal 2009-11-24. 
  10. ^ Phillips, Thomas E. "The Genre of Acts: Moving Toward a Consensus?" Currents in Biblical Research 4 [2006] 365 – 396.
  11. ^ "Hengel mengklasifikasikan Kisah sebagai suatu "historical monograph" ("monograf sejarah"), yang sama akuratnya dengan karya sejarawan kuno lainnya. Cadbury berpikir bahwa penulis sangat dekat untuk disebut sejarawan, tetapi menulis dalam tingkat populer. Ada juga yang membandingkan denga sejarawan kuno, Thucydides, terutama dalam hal menyusun pidato-pidato yang menekankan hal-hal yang tampak benar. L. Donelson mengkarakterisasi penulis sebagai seorang sejarawan kultis yang berpindah-pindah tempat untuk mengumpulkan kisah-kisah tradisi, menetapkan asal usul sekte itu. Pervo memandang bahwa bahkan para sarjana seperti Haenchen yang menganggap penulis tidak bisa dipercaya juga mengklasifikasikannya sebagai sejarawan.", Setzer, "Jewish responses to early Christians: history and polemics, 30–150 C.E." (1994). Fortress Press.
  12. ^ ‘Teori ini dipegang oleh F. C. Burkitt (The Gospel History and its Transmission, 1911, pp. 105–110), mengikuti argumen-argumen Krenkel dalam Josephus und Lucas (1894).’, Guthrie, ‘New Testament Introduction’, p. 363 (4th rev. ed. 1996). Tyndale Press.
  13. ^ 'Lukas jelas menggunakan LXX dalam Injil dan Kisah. Selain itu sering diduga bahwa ia menggunakan tulisan Yosefus dan surat-surat Paulus. Penggunaan LXX tidak dapat diperdebatkan, tetapi pengaruh Yosefus dan Paulus masih menjadi bahan perdebatan besar.', Tyson, 'Marcion and Luke-Acts: a defining struggle', p. 14 (2006).University of California Press.
  14. ^ ‘Tidak ada posisi yang mempunyai banyak pengikut sekarang ini, karena perbedaan menyolok antara dua karya itu dalam catatan peristiwa yang sama.’, Mason, ‘Josephus and the New Testament’, p. 185 (1992). Baker Publishing Group.
  15. ^ 'Setelah meneliti teks-teks itu sendiri, aku harus menyimpulkan bersama mayoritas sarjana bahwa tidak mungkin menetapkan ketergantungan Lukas-Kisah pada Antiquitates.', Sterling, 'Historiography and Self-Definition: Josephus, Luke-Acts, and Apologetic Historiography', Supplements to Novum Testamentum, pp. 365–366 (1992). Brill.
  16. ^ 'Kebanyakan sarjana sekarang menolak ketergantungan satu arah atau kebalikannya, dan kami berpikir pertimbangan ini benar.', Heyler, 'Exploring Jewish literature of the Second Temple Period: A Guide for New Testament Students', p. 362 (2002). InterVarsity Press.
  17. ^ 'Sterling menyimpulkan bahwa, meskipun tidak mungkin menetapkan suatu ketergantungan literatur Lukas-Kisah pada tulisan-tulisan Yosefus, masuk akal untuk setuju bahwa kedua penulis tidak hanya memiliki akses kepada tradisi sejarah yang mirip, tetapi juga berbagi teknik dan perspektif historiografik yang sama.', Verheyden, 'The Unity of Luke-Acts', p. 678 (1990). Peeters Publishing. Sterling, 'Historiography and Self-Definition: Josephus, Luke-Acts, and Apologetic Historiography', Supplements to Novum Testamentum, pp. 365–366 (1992). Brill.
  18. ^ 'Tampaknya mungkin bahwa Lukas dan Yosefus menulis independen satu sama salain; karena masing-masing tentunya mempunyai akses kepada sumber dan informasi, yang kemudian digunakan menurut perspektifnya sendiri. Suatu kongromerasi detail yang unik, yang sebagian bersesuaian, sebagian mencerminkan kemiripan bgesar, tetapi juga sebagian tampak tidak mirip dan berakar dari sumber-sumber berbeda, setuju dengan analisis ini.', Schreckenberg & Schubert, 'Jewish Historiography and Iconography in Early and Medieval Christian Literature', Compendia Rerum Iudicarum Ad Novum Testamentum, volume 2, p. 51 (1992). Uitgeverij Van Gorcum.
  19. ^ 'Hubungan antara Lukas dan Yosefus telah menghasilkan literatur berlimpah, yang berupaya menunjukkan ketergantungan literatur satu dengan yang lain. Aku tidak percaya ketergantungan itu dapat dibuktikan.', Marguerat, 'The First Christian Historian: writing the "Acts of the Apostles"', p. 79 (2002). Cambridge University Press.
  20. ^ 'Argumen-argumen ketergantungan perikop-perikop dalam Kisah dan Yosefus (terutama rujukan kepada Teudas dalam Kisah 5:37) sama-sama tidak meyakinkan. Faktanya, seperti dikatakan Schurer: "Entah Lukas belum membaca Yosefus, atau ia lupa apa yang ia telah baca"', Geldenhuys, 'Commentary on the Gospel of Luke', p. 31 (1950).Tyndale Press.
  21. ^ 'Ketika kita mempertimbangkan baik perbedaan dan kesesuaian dalam banyak detail informasi kedua catatan itu, [hal kematian Herodes Agripa I] tentunya lebih baik untuk menduga adanya sumber yang umum untuk diambil oleh Lukas dan Yosefus secara independen.', Klauck & McNeil, 'Magic and Paganism in Early Christianity: the world of the Acts of the Apostles', p. 43 (2003). Continuum International Publishing Group.
  22. ^ "In the period approximately 1895–1915 there was a far reaching, multi-facted, high-level debate over the historicity of Acts.", Hemer & Gempf, "The Book of Acts in the Setting of Hellenistic History", p.3 (1990). Mohr Siebeck.
  23. ^ "It is difficult to acquit Harnack here of an exaggerated hypercriticism. He constructed a lengthy list of inaccuracies(Harnack, Acts pp. 203–31), but most of the entries are bizarrely trivial:", Hemer & Gempf, "The Book of Acts in the Setting of Hellenistic History", p. 7 (1990). Mohr Siebeck.
  24. ^ "British scholarship has been relatively positive about Acts' historicity, from Lightfoot and Ramsay to W.L. Knox and Bruce. German scholarship has, for the most part, evaluated negatively the historical worth of Acts, from Baur and his school to Dibelius, Conzelmann, and Haenchen. North American scholars show a range of opinion. Mattill and Gasque align with the British approach to Acts. Cadbury and Lake take a moderate line and to some degree sidestep the question of accurate historicity.", Setzer, "Jewish responses to early Christians: history and polemics, 30–150 C.E.", p. 94 (1994). Fortress Press.
  25. ^ a b Talbert, "Reading Luke-Acts in its Mediterranean Milieu", pp. 198–200 (2003). Brill.
  26. ^ Archaeology and the New Testament - Pat Zukeran. Probe Ministries International. 2000. Diakses 20 April 2018.
  27. ^ Gaius Suetonius Tranquillus, De vita Caesarum ("Kehidupan Kaisar") libri ("buku") VIII. Vita divi Claudi ("Kehidupan Claudius ilahi". Bab 25. Kutipan bahasa Latin: Iudaeos impulsore Chresto assidue tumultuantis Roma expulit. Terjemahan: Karena orang-orang Yahudi terus menerus membuat onar pada penghasutan "Chrestus", ia (Claudius) mengusir mereka dari Roma.
  28. ^ John McRay, Archaeology and the New Testament (Grand Rapids, MI.: Baker Books, 1991), 227.
  29. ^ Geisler, Norman, Baker Encyclopedia of Apologetics. Grand Rapids, MI.: Baker Books, 1999, halaman 47.
  30. ^ A. N. Sherwing-White, Roman Society and Roman Law in the New Testament (Oxford: Clarendon Press, 1963), 189.
  31. ^ ‘"Faktanya ada kemunculan Yesus sorgawi di Yerusalem (setelah yang Galilee)" (ibid., 29–30)”’, Lüdemann dikutip oleh Matthews, ‘Acts and the History of the Earliest Jerusalem Church’, in Cameron & Miller (eds.), ‘Redescribing Christian origins’, p. 164 (2004); ia menganggap kemunculan itu sebagai halusinasi.
  32. ^ ‘"Nama-nama para murid Yesus sebagian besar pastinya bersejarah[”].’, Lüdemann dikutip oleh Matthews, ‘Acts and the History of the Earliest Jerusalem Church’, in Cameron & Miller (eds.), ‘Redescribing Christian origins’, p. 164 (2004)
  33. ^ ‘[“]Keberadaan para perempuan sebagai anggota komunitas Yerusalem awal juga merupakan fakta sejarah" (ibid., 31).’, Lüdemann dikutip oleh Matthews, ‘Acts and the History of the Earliest Jerusalem Church’, in Cameron & Miller (eds.), ‘Redescribing Christian origins’, p. 164 (2004)
  34. ^ ‘"The disciple Iscariot is without doubt a historical person... [who] made a decisive contribution to delivering Jesus into the hands of the Jewish authorities" (ibid., 35–36).’, Lüdemann dikutip oleh Matthews, ‘Acts and the History of the Earliest Jerusalem Church’, in Cameron & Miller (eds.), ‘Redescribing Christian origins’, p. 165 (2004)
  35. ^ ‘Whatever one believes about the resurrection of Jesus,5 it is undeniable that his followers came to believe that he had been raised by God from the dead, that the one who had apparently died an ignominious death, forsaken and even accursed by his God, had subsequently been vindicated by that same God., ’ Wedderburn, ‘A History of the First Christians’, p. 17 (2004).
  36. ^ ‘According to this verse Jesus seems to appear only to the apostles (for Luke, the Twelve), while the parallel in 13:31* says he appeared to all who went with him on the journey from Galilee to Jerusalem. The contradiction is not a serious one, however, nor is there any real difference between the forty days mentioned in this text and the ἡμέρας πλείους, “many days,” of 13:31*.’, Conzelmann, Limber (trans.), Epp, & Matthews (eds.), ‘Acts of the Apostles: A commentary on the Acts of the Apostles’, Hermeneia, p. 5 (1987).
  37. ^ 'That makes it all the more striking that Acts says nothing of Paul the letter-writer. In my view this presupposes a relatively early date for Acts, when there was still a vivid memory of Paul the missionary, but the letter-writer was not known in the same way.', Hengel & Schwemer, 'Paul Between Damascus and Antioch: the unknown years', p. 3 (1997).
  38. ^ 'Contrary to a widespread anti-Lukan scholasticism which is often relatively ignorant of ancient historiography, I regard Acts as a work that was composed soon after the Third Gospel by Luke 'the beloved physician' (Col. 4:14), who accompanied Paul on his travels from the journey with the collection to Jerusalem onwards. In other words, as at least in part an eye-witness account for the late period of the apostle, about which we no longer have any information from the letters, it is a first-hand source.', Hengel & Schwemer, 'Paul Between Damascus and Antioch: the unknown years', p. 7 (1997).
  39. ^ ‘So Luke-Acts looks back on the destruction of Jerusalem, which is still relatively recent, and moreover is admirably well informed about Jewish circumstances in Palestine, in this respect comparable only to its contemporary Josephus. As Matthew and John attest, that was no longer the case around 15–25 years later; one need only compare the historical errors of the former Platonic philosopher Justin from Neapolis in Samaria, who was born around 100 CE.’, Hengel & Schwemer, 'Paul Between Damascus and Antioch: the unknown years', pp. 7–8 (1997).
  40. ^ ‘The term 'a sabbath day's journey', which appears only here in the New Testament, presupposes an amazingly intimate knowledge — for a Greek — of Jewish customs.’, Hengel, ‘Between Jesus and Paul: studies in the earliest history of Christianity’, p. 107 (1983).
  41. ^ ‘"Orang akan... condong untuk menantang historisitas pemilihan Matias... Namun, ini bukan berarti, bahwa orang-orang Kristen YE rusalem Matias dan Yusuf bukan tokoh-tokoh sejarah" (ibid., 37).’, Lüdemann dikutip oleh Matthews, ‘Acts and the History of the Earliest Jerusalem Church’, in Cameron & Miller (eds.), ‘Redescribing Christian origins’, p. 166 (2004)
  42. ^ ‘Yet is such a theory not an act of desperation?21 Is it not in every way simpler to accept that the Twelve existed during Jesus’ lifetime and that Judas was one of them?’, Wedderburn, ‘A History of the First Christians’, p. 22 (2004).
  43. ^ ‘The presence of some names in the list is, in view of their relative obscurity, most easily explained by their having indeed been members of this group.’, Wedderburn, ‘A History of the First Christians’, p. 22 (2004).
  44. ^ ‘Sebuah tradisi lokal mengenai tempat pertemuan masih dapat dideteksi. Ruang atas merupakan tempat berdoa dan bercakap-cakap (20:8*; cf. Dan 6:11*), dan untuk mengurung diri (Mart. Pol. 7.1). Daftar nama-nama bersesuaian dengan Lukas 6:13–16*.’, Conzelmann, Limber (trans.), Epp, & Matthews (eds.), ‘Acts of the Apostles: A commentary on the Acts of the Apostles’, Hermeneia, pp. 8–9 (1987); tetapi ia percaya bahwa penantian kedatangan roh merupakan fiksi karangan Lukas.
  45. ^ 'Penamaan bahasa Aram Akeldamakc untuk "tanah darah" ('field of blood') telah secara benar disampaikan dalam Kisah Para Rasul 1:19; ini nama tempat yang juga diketahui oleh Matius 27:8', Hengel, ‘The Geography of Palestine in Acts’, in Bauckham (ed.), ‘The Book of Acts in its Palestinian Setting’, p. 47 (1995).
  46. ^ ‘Although doubting that the specification "Pentecost" belongs to the tradition, Lüdemann supposes, on the basis of references to glossolalia in Paul's letters and the ecstatic prophecy of Philip's daughters (Acts 21:9), that "we may certainly regard a happening of the kind described by the tradition behind vv.1–4 as very possible."’, Lüdemann dikutip oleh Matthews, ‘Acts and the History of the Earliest Jerusalem Church’, in Cameron & Miller (eds.), ‘Redescribing Christian origins’, p. 166 (2004)
  47. ^ ‘"The instruction by the apostles is also to be accepted as historical, since in the early period of the Jerusalem community the apostles had a leading role. So Paul can speak of those who were apostles before him (in Jerusalem!, Gal. 1.17)" (40.)’, Lüdemann dikutip oleh Matthews, ‘Acts and the History of the Earliest Jerusalem Church’, in Cameron & Miller (eds.), ‘Redescribing Christian origins’, p. 166 (2004).
  48. ^ ‘It is also possible that at some point of time, though not necessarily on this day, some mass ecstatic experience took place.’, Wedderburn, ‘A History of the First Christians’, p. 26 (2004).
  49. ^ ‘At any rate, as Weiser and Jervell point out,39 it needs to be explained why early Christians adopted Pentecost as one of their festivals, assuming that the Acts account was not reason enough.’, Wedderburn, ‘A History of the First Christians’, p. 27 (2004).
  50. ^ ‘Many features of them are too intrinsically probable to be lightly dismissed as the invention of the author. It is, for instance, highly probable that the earliest community was taught by the apostles (2:42)—at least by them among others.’, Wedderburn, ‘A History of the First Christians’, p. 30 (2004).
  51. ^ ‘Again, if communal meals had played an important part in Jesus’ ministry and had indeed served then as a demonstration of the inclusive nature of God’s kingly rule, then it is only to be expected that such meals would continue to form a prominent part of the life of his followers (Acts 2:42, 46), even if they and their symbolic and theological importance were a theme particularly dear to ‘Luke’s’ heart.47 It is equally probable that such meals took place, indeed had to take place, in private houses or in a private house (2:46) and that this community was therefore dependent, as the Pauline churches would be at a later stage, upon the generosity of at least one member or sympathizer who had a house in Jerusalem which could be placed at the disposal of the group. At the same time it might seem unnecessary to deny another feature of the account in Acts, namely that the first followers of Jesus also attended the worship of the Temple (2:46; 3:1; 5:21, 25, 42), even if they also used the opportunity of their visits to the shrine to spread their message among their fellow-worshippers. For without question they would have felt themselves to be still part of Israel.’, Wedderburn, ‘A History of the First Christians’, p. 30 (2004).
  52. ^ "Meskipun dalam hal lain terdapat hasil negatif dalam analisis sejarah mengenai tradisi Kisah 3–4:31, masih ada pertanyaan apakah pengetahuan umum Lukas pada periode komunitas paling awal ini memiliki nilai sejarah. Kami seharusnya menjawabnya ya, karena penggambarannya mengenai konflik antara komunitas paling awal dengan bangsawan imam merupakan asumsi sejarah yang besar. Karena aktivitas misionaris komunitas paling awal di Yerusalem tidak lama setelah penyaliban Yesus telah mencemaskan kalangan Saduki... sehingga mereka paling sedikit mempertimbangkan tindakan terhadap komunitas Yesus.", Lüdemann dikutip oleh Matthews, ‘Acts and the History of the Earliest Jerusalem Church’, in Cameron & Miller (eds.), ‘Redescribing Christian origins’, pp. 168–169 (2004).
  53. ^ ‘The presence of such idealizing features does not mean, however, that these accounts are worthless or offer no information about the earliest Christian community in Jerusalem.46 Many features of them are too intrinsically probable to be lightly dismissed as the invention of the author.’, Wedderburn, ‘A History of the First Christians’, p. 30 (2004).
  54. ^ ‘Pada saat yang sama tidaklah perlu untuk menyangkal fitur lain dalam catatan Kisah, yaitu para pengikut Yesus awal juga menghadiri ibadah dalam Bait Suci (2:46; 3:1; 5:21, 25, 42), bahkan jika mereka juga menggunakan kesempatan kunjungan mereka di tempat suci itu untuk menyebarkan pesan mereka di antara orang-orang yang beribadah bersama mereka. Karena tanpa ragu mereka masih merasa bagian dari Israel.48 Komunitas paling awal seluruhnya orang Yahudi; bahkan jika Kisah 2:5 mencerminkan tradisi lebih awal yang berbicara mengenai hadirin dengan etnisitas campuran pada hari Pentakosta,49 jelas bahwa bahwa bagi penulis Kisah hanya hadirin orang Yahudi yang dibahas pada keadaan itu dan pada titik tersebut dia mungkin sangat benar.’, Wedderburn, ‘A History of the First Christians’, p. 30 (2004).
  55. ^ ‘There is a historical occasion behind the description of the story of Pentecost in Acts and Peter's preaching, even if Luke has depicted them with relative freedom.’, Hengel & Schwemer, 'Paul Between Damascus and Antioch: the unknown years', p. 28 (1997).
  56. ^ ‘Luke's ideal, stained-glass depiction in Acts 2–5 thus has a very real background, in which events followed one another rapidly and certainly were much more turbulent than Acts portrays them.’, Hengel & Schwemer, 'Paul Between Damascus and Antioch: the unknown years', p. 29 (1997).
  57. ^ ‘Namun, apakah ada kebenaran, dalam pengulangan rujukan Kisah Para Rasul mengenai pembagian harta atau sekadar mengidealkan ciri yang dicipatkan oleh pengarangnya? Pertama-tama tidaklah jelas apakah ia membayangkan penjualan tanah dan hasilnya dibagi-bagikan kepada yang membutuhkan (yaitu dalam 2:45; 4:34–5, 37) atau apakah tanah itu dipertahankan tetapi digunakan bersama di antara anggota komunitas (bandingkan 2:44, ‘all things in common’). Tetapi bahkan dalam ketidakpastian ini dapat segera dimengerti jika paling tidak salah satu varian ini adalah berdasarkan tradisi; jika ada yang bisa dicap ‘all things in common’ menurut kecondongan ideal penulis, adalah yang terlihat dalam 12:12 pada rumah Maria, ibu Yohanes Markus, yang menunjuk pada contoh konkrit sesuatu yang tidak dijual, tetapi digunakan bersama. Namun, jika Barnabas memiliki sebuah ladang (4:37), maka tidak mungkin langsung berguna untuk komunitas Yerusalem, terutama jika itu terletak di tanah asalnya di pulau Siprus; tetapi nampanknya terletak dekat Yerusalem (dan rupanya pertama-tama dijual ketika Barnabas diutus atu berangkat ke Antiokhia — Kisah Para Rasul 11:22).55 Sejumlah orang tentunya menganggap seluruh gambaran berbagi bersama ini, dalam bentuk apapun, adalah imajinasi penulis, tetapi perlu dicatata, bahwa tidak hanya apa yang dibayangkannya tidak seluruhnya jelas, tetapi pembagian semacam itu bukannya tidak terbayangkan.’, Wedderburn, ‘A History of the First Christians’, pp. 31–33 (2004).
  58. ^ ‘Behind this account lies a piece of tradition which Luke must have had in written form; note the manner in which the “Hellenists” and “Hebrews” are introduced.’, Conzelmann, Limber (trans.), Epp, & Matthews (eds.), ‘Acts of the Apostles: A commentary on the Acts of the Apostles’, Hermeneia, p. 44 (1987).
  59. ^ ‘A quarrel arose because the widows of the ‘Hellenists’ were neglected in the daily distribution of aid. This is depicted as an internal squabble which had to be settled within the Christian community and that implies that the earliest Christian community already had its own poor-relief system. Some have doubted that and therefore regard this account as anachronistic.10 Yet it is to be noted that it hangs together with the account of the pooling of resources mentioned earlier in Acts: the church had the means to offer aid and, indeed, if it did not use what was offered to it in some such way, it is difficult to see how it would otherwise have used such funds.’,Wedderburn, ‘A History of the First Christians’, p. 44 (2004).
  60. ^ ‘The tradition of the presence in Jerusalem of the groups named in v. 9 has a good deal to be said for it historically...', Lüdemann dikutip oleh Matthews, ‘Acts and the History of the Earliest Jerusalem Church’, in Cameron & Miller (eds.), ‘Redescribing Christian origins’, p. 171 (2004).
  61. ^ Ramsay, William Mitchell, The Bearing of Recent Discovery on the Trustworthiness of the New Testament. 2nd ed. London: Hodder and Stoughton, 1915, halaman 54.
  62. ^ a b Ramsay, William Mitchell, The Bearing of Recent Discovery on the Trustworthiness of the New Testament. 2nd ed. London: Hodder and Stoughton, 1915, halaman 55-58.
  63. ^ Ramsay, William Mitchell, The Bearing of Recent Discovery on the Trustworthiness of the New Testament. 2nd ed. London: Hodder and Stoughton, 1915, halaman 69-72.
  64. ^ Is The Book Of Acts Historically Accurate? Diarsipkan 2015-03-16 di Wayback Machine. Frequently Asked Questions answered by Don Stewart. Diakses 20 April 2018.
  65. ^ a b c Ramsay, William Mitchell, St. Paul the Traveler and the Roman Citizen, 3rd ed. London: Hodder and Stoughton, 1897, halaman 110-1.
  66. ^ International Standard Bible Encyclopedia - LYCAONIA. Diakses 20 April 2018.
  67. ^ Grant, Robert M., "A Historical Introduction to the New Testament", p. 145 (Harper and Row, 1963)
  68. ^ Jeremias, "Die Einwohnerzhal Jerusalems z. Zt. Jesu", ZDPV, 63, pp. 24–31 (1943).
  69. ^ "Jeremias, for instance has estimated that there was a population of 25,000 in first century Jerusalem,", Rocca, "Herod's Judaea: A Mediterranean State in the Classical World", p. 333 (2008). Mohr Siebeck.
  70. ^ "Thus one would arrive at 125,000 festival pilgrims.", Reinhardt, "The Population Size of Jerusalem and the Numerical Growth of the Jerusalem Church", in Bauckham (ed.), "The Book of Acts in its Palestine Setting", p. 261 (1995). Eerdmans.
  71. ^ Wilkinson, "Ancient Jerusalem, Its Water Supply and Population", PEFQS 106, pp. 33–51 (1974).
  72. ^ "This also gives a figure of around 60,000 at the time of the first Christians.", Reinhardt, "The Population Size of Jerusalem and the Numerical Growth of the Jerusalem Church", in Bauckham (ed.), "The Book of Acts in its Palestine Setting", p. 247 (1995). Eerdmans.
  73. ^ Maier, "First Christians: Pentecost and the Spread of Christianity", p. 22 (1976). New York.
  74. ^ "According to Levine, because the new area encompassed by the Third Wall was not densely populated, assuming that it contained half the population of the rest of the city, there were between 60,000 and 70,000 people living in Jerusalem.", Rocca, "Herod's Judaea: A Mediterranean State in the Classical World", p. 333 (2008). Mohr Siebeck.
  75. ^ Cousland, "The Crowds in the Gospel of Matthew", p. 60 (2002). Brill.
  76. ^ Stark, "The Rise of Christianity", pp. 6–7 (1996). Princeton University Press.
  77. ^ Wilken, "The Christians as the Romans Saw Them", p. 31 (1984). Yale University Press.
  78. ^ "Estimates for the number of Christians by 100 C.E. range from as low as 7,500 to upwards of 50,000 out of the approximately sixty million inhabitants of the Roman Empire.", Novak, "Christianity and the Roman Empire: background texts", pp. 12–13 (2001). Continuum International Publishing.
  79. ^ Hillel Geva (2013). "Jerusalem's Population in Antiquity: A Minimalist View". Tel Aviv. 41 (2): 131–160. 
  80. ^ Kisah Para Rasul 5:36
  81. ^ Kisah Para Rasul 5:37
  82. ^ Jewish Encyclopedia: Theudas: "Bibliography: Josephus, Ant. xx. 5, § 1; Eusebius, Hist. Eccl. II. ii.; Schmidt, in Herzog-Plitt, Real-Encyc. xv. 553–557; Klein, in Schenkel, Bibel-Lexikon, v. 510–513; Schürer, Gesch. i. 566, and note 6."
  83. ^ A. J. M. Wedderburn, A History of the First Christians, Continuum, 2004, p.14.
  84. ^ Contra Celsum 1.57
  85. ^ Grant, Robert M., A Historical Introduction to the New Testament, p. 145 (Harper and Row, 1963)
  86. ^ "Rujukan mengenai kehadiran di Kaisarea seorang kenturion dari kohort 'Italian' mencurigakan dari segi sejarah. Jika suatu cohors Italica civium Romanorum yang dimaksud, yaitu sebuah kohort Roman auxiliaries yanga terutama terdiri dari warganegara Romawi dari Italia, unit semacam itu baru tiba di Siria sesaat sebelum tahun 69 (cf. Hemer, Book, 164), but was one to be found in Caesarea in the time just before Herod Agrippa I's death (cf. Haenchen, Acts, 346 n. 2 and 360); Schurer, HIstory 1, 366 n. 54)?", Wedderburn, "A History of the First Christians", p. 217 (2004). Continuum Publishing Group.
  87. ^ "As for the Italian cohort, Speidel claims that it is a cohors civium Romanorum. Speidel actually identifies a cohors II Italica c.R. that was in Syria as early as AD 63, though it moved to Noricum before the Jewish war. As he argues, this unit could be the one called the speire tes kaloumenes Italike in the New Testament's Acts of the Apostles. The unit is not mentioned by Josephus nor is there epigraphical evidence for it at Caesarea nor anywhere in Judea. It is possible that the unit did not exist or was a later Syrian unit displaced to a different place and earlier time.", de Blois et al (eds.), "The Impact of the Roman Army (200 B.C. – A.D. 476): Economic, Social, Political, Religious and Cultural Aspects: Proceedings of the Sixth Workshop of the International Network Impact of Empire (Roman Empire, 200 B.C. – A.D. 476), Capri, Italy, March 29 – April 2, 2005", p. 412 (2005). Brill.
  88. ^ "There is inscriptional evidence for the presence in Syria in A.D. 69 of the auxiliary cohors II Italica civium Romanorum (Dessau, ILS 9168); but we have no direct evidence of the identity of the military units in Judaea between A.D. 6 and 41. from A.D. 41 to 44, when Agrippa I reigned over Judaea (see on 12:1), one important corps consisted of troops of Caesarea and Sebaste, Kaisareis kai Sebasthnoi (Jos. Ant. 19.356, 361, 364f.), who did not take kindly to the command of a Jewish king.", Bruce, "The Acts of the Apostles: The Greek Text with Introduction and Commentary", p. 252 (1990). Eerdmans.
  89. ^ "Acts x, 1, speirh Italikh, generally identified with cohors II Italica c. R., which was probably in Syria by 69 – Gabba, Iscr. Bibbia 25-6 (=ILS 9168; CIL XI, 6117); c.f. P.-W., s.v. cohors, 304. Jackson and Lake, Beginnings V, 467-9, argue that the events of Acts ix, 32-xi are misplaced and belong after Agrippa I's death (ch. xii). If so, the cohors Italica may have come in with the reconstitution of the province in 44 (below, p. 256).", Smallwood, "The Jews Under Roman Rule: From Pompey to Diocletian: a study in political relations" p.147 (2001). Brill.
  90. ^ "Others date the incident either before Herod's reign (so Bruce, History, 261, following Acts' sequence) or more likely after it, unless one supposes that this officer had been seconded to Caesarea without the rest of his unit (cf. also Hengel, 'Geography', 203-4 n. 111).", Wedderburn, "A History of the First Christians", p. 217 (2004). Continuum Publishing Group.
  91. ^ "One of these infantry cohorts may well have been the cohors II Italica civium romanorum voluntariorum referred to in Acts 10; see Hengel, Between, p. 203, n. 111.", Bond, "Pontius Pilate in History and Interpretation", p. 13 (1998). Cambridge University Press.
  92. ^ "Certainly after Titus' Jewish war the Flavian emperors revamped the Judaean army, and at the same time cohors II Italica seems to have been transferred north into Syria, as were ala and cohors I Sebastenorum of the same provincial army, yet for the time of the procurators there is no reason to doubt the accuracy of Acts 10.", Speidel, "Roman Army Studies', volume 2, p. 228 (1992). JC Bieben.
  93. ^ "The Coh. Italica and, possibly also, the Coh. Augusta were prestigious regiments. Their operation in Judaea cannot be placed before AD 40 on the evidence available, but it is of course possible that they had been sent there before that, even under the first prefect after the fall of Archelaus.", Saddington, "Military and Administrative Personnel in the NT", in "Aufstieg und Niedergang der römischen Welt", pp. 2417–2418 (1996). Walter de Gruyter.
  94. ^ "In spite of the presence of discrepancies between these two accounts, most scholars agree that they do in fact refer to the same event.", Paget, "Jewish Christianity", in Horbury, et al., "The Cambridge History of Judaism: The Early Roman Period", volume 3, p. 744 (2008). Cambridge University Press.
  95. ^ "Paul's account of the Jerusalem Council in Galatians 2 and the account of it recorded in Acts have been considered by some scholars as being in open contradiction.", Paget, "Jewish Christianity", in Horbury, et al., "The Cambridge History of Judaism: The Early Roman Period", volume 3, p. 744 (2008). Cambridge University Press.
  96. ^ "There is a very strong case against the historicity of Luke's account of the Apostolic Council", Esler, "Community and Gospel in Luke-Acts: The Social and Political Motivations of Lucan Theology", p. 97 (1989). Cambridge University Press.
  97. ^ "The historicity of Luke's account in Acts 15 has been questioned on a number of grounds.", Paget, "Jewish Christianity", in Horbury, et al., "The Cambridge History of Judaism: The Early Roman Period", volume 3, p. 744 (2008). Cambridge University Press.
  98. ^ "However, numerous scholars have challenged the historicity of the Jerusalem Council as related by Acts, Paul's presence there in the manner that Luke described, the issue of idol-food being thrust on Paul's Gentile mission, and the historical reliability of Acts in general.", Fotopolous, "Food Offered to Idols in Roman Corinth: a socio-rhetorical reconsideration", pp. 181–182 (2003). Mohr Siebeck.
  99. ^ "Sahlin rejects the historicity of Acts completely (Der Messias und das Gottesvolk [1945]). Haenchen’s view is that the Apostolic Council “is an imaginary construction answering to no historical reality” (The Acts of the Apostles [Engtr 1971], p. 463). Dibelius’ view (Studies in the Acts of the Apostles [Engtr 1956], pp. 93–101) is that Luke’s treatment was literary-theological and can make no claim to historical worth.", Mounce, "Apostolic Council", in Bromiley (ed.) "The International Standard Bible Encyclopedia", volume 1, p. 200 (rev. ed. 2001). Wm. B. Eerdmans.
  100. ^ "There is an increasing trend among scholars toward considering the Jerusalem Council as historical event. An overwhelming majority identifies the reference to the Jerusalem Council in Acts 15 with Paul's account in Gal. 2.1–10, and this accord is not just limited to the historicity of the gathering alone but extends also to the authenticity of the arguments deriving from the Jerusalem church itself.", Philip, "The Origins of Pauline Pneumatology: the Eschatological Bestowal of the Spirit", Wissenschaftliche Untersuchungen zum Neuen Testament 2, Reihe, p. 205 (2005). Mohr Siebeck.
  101. ^ "The present writer accepts its basic historicity, i.e. that there was an event at Jerusalem concerning the matter of the entry of the Gentiles into the Christian community, but would be circumspect about going much further than that. For a robust defence of its historicity, see Bauckham, "James", and the relevant literature cited there.", Paget, "Jewish Christianity", in Horbury, et al., "The Cambridge History of Judaism: The Early Roman Period", volume 3, p. 744 (2008). Cambridge University Press.
  102. ^ Pervo, Richard I., Acts – a commentary, Fortress Press, Minneapolis, 2009, p. 375-376
  103. ^ Evans, Craig A., The Bible Knowledge Background Commentary, Cook Communications Ministries, Colorado Springs Colorado, 2004, 102.
  104. ^ Barnett, John, What Bible did Jesus use?, http://www.biblestudytools.com/bible-study/tips/11638841.html Diarsipkan 2010-10-24 di Wayback Machine.
  105. ^ Yosefus. Jewish War 2.259–263
  106. ^ Yosefus. Antiquitates Iudaicae, 20.169–171
  107. ^ Steve Mason, Josephus and Luke-Acts, Josephus and the New Testament (Hendrickson Publishers: Peabody, Massachusetts, 1992), pp. 185–229.
  108. ^ Pervo, Richard, Dating Acts: between the evangelists and the apologists (Polebridge Press, 2006), p. 161-66
  109. ^ Nicklas, Tobias (Jan 1, 2003). The Book of Acts as Church History. New York: Die Deutsche Bibliothek. hlm. 32–33. ISBN 978-3-11-017717-6. 
  110. ^ "The Text of Acts". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-07-02. Diakses tanggal 2018-04-18. 
  111. ^ Misalnya P66 dan P75. Lihat: E. C. Colwell, Hort Redivisus: A Plea and a Program, Studies in Methodology in Textual Criticism of the New Testament, Leiden: E. J. Brill, 1969, p. 45-48.
  112. ^ Lihat: Robinson, Maurice A. and Pierpont, William G., The New Testament in the Original Greek, (2005) ISBN 0-7598-0077-4

Pustaka tambahan

sunting
  • I. Howard Marshall. Luke: Historian and Theologian. Downers Grove, Illinois: InterVarsity Press 1970.
  • F.F. Bruce. The Speeches in the Acts of the Apostles. Diarsipkan 2012-05-31 di Wayback Machine. London: The Tyndale Press, 1942.
  • Helmut Koester. Ancient Christian Gospels. Harrisburg, Pennsylvania: Trinity Press International, 1999.
  • Colin J. Hemer. The Book of Acts in the Setting of Hellenistic History. Tübingen: Mohr Siebeck, 1989.
  • J. Wenham, "The Identification of Luke", Evangelical Quarterly 63 (1991), 3–44

Pranala luar

sunting