Katak-puru eropa (common toad) atau di beberapa bagian wilayah Eropa yang berbahasa Inggris cukup disebut toad (kodok) (Bufo bufo, dari bahasa Latin bufo "katak-puru"), adalah amfibi yang ditemukan di sebagian besar Eropa (kecuali di Irlandia, Islandia, dan beberapa pulau di Mediterania), di bagian barat dari Asia Utara, dan di sebagian kecil barat Laut Afrika. Hewan ini adalah salah satu dari sekelompok hewan yang memiliki hubungan erat dan berasal dari garis keturunan yang sama, yaitu katak puru, yang membentuk spesies kompleks. Kodok ini merupakan hewan yang sulit ditemukan, karena biasanya bersembunyi di siang hari. Ia aktif pada senja hari dan menghabiskan malam untuk berburu hewan invertebrata yang bisa ia makan. Ia bergerak dengan cara berjalan lambat dan kaku atau melakukan lompatan pendek. Warna kulitnya cokelat keabu-abuan dan dipenuhi dengan benjolan seperti kutil.

Katak-puru eropa
Bufo bufo Edit nilai pada Wikidata

Edit nilai pada Wikidata
Rekaman
Edit nilai pada Wikidata
Edit nilai pada Wikidata
Status konservasi
Risiko rendah
IUCN54596 Edit nilai pada Wikidata
Taksonomi
Galat Lua: callParserFunction: function "Template" was not found.
SpesiesBufo bufo Edit nilai pada Wikidata
(Linnaeus, 1758)
Tata nama
Sinonim takson
Daftar
    • Bufo (Bufo) bufo Dubois and Bour, 2010
    • Bufo (Bufo) grediscola Dubois and Bour, 2010
    • Bufo Roeselii Daudin, 1802
    • Bufo Rouselei Latreille, 1801
    • Bufo alpinus Schinz, 1833
    • Bufo bufo bufo Poche, 1912
    • Bufo bufo gredosicola Müller and Hellmich, 1935
    • Bufo carbunculus Bonaparte, 1835
    • Bufo cinereus var. hybridus Koch, 1872
    • Bufo cinereus var. medius Koch, 1872
    • Bufo cinereus var. minor Koch, 1872
    • Bufo cinereus Schneider, 1799
    • Bufo communis Bruch, 1862
    • Bufo communis Günther, 1859
    • Bufo commutatus Steenstrup, 1846
    • Bufo ferruginosus Risso, 1826
    • Bufo minutus Schinz, 1833
    • Bufo palmarum Cuvier, 1829
    • Bufo rubeta var. robustior Lataste, 1880
    • Bufo rubeta Schneider, 1799
    • Bufo spelaeus Rivière, 1886
    • Bufo tuberculosus Risso, 1826
    • Bufo ventricosus Bonnaterre, 1789
    • Bufo ventricosus Laurenti, 1768
    • Bufo vinearum Lesson, 1841
    • Bufo vulgaris cinereus Lataste, 1880
    • Bufo vulgaris var. acutirostris Lessona, 1877
    • Bufo vulgaris var. obtusirostris Lessona, 1877
    • Bufo vulgaris Laurenti, 1768
    • Pegaeus bufo Gistel, 1868
    • Rana (Bufo) vulgaris Guérin-Méneville, 1838
    • Rana Bufo Linnaeus, 1758
[1]
ProtonimRana bufo Edit nilai pada Wikidata
Distribusi

Edit nilai pada Wikidata

Meskipun kodok termasuk hewan soliter, pada musim kawin, sejumlah besar kodok berkumpul di suatu kolam untuk berkembangbiak, di mana para kodok jantan bersaing untuk mengawini kodok betina. Telur-telurnya diletakkan di dalam semacam benang-benang yang tampak seperti agar-agar di dalam air dan kemudian menetas menjadi berudu. Setelah beberapa bulan tumbuh dan berkembang, anggota badannya mulai muncul dan mengalami metamorfosis menjadi kodok kecil. Kodok-kodok muda mulai muncul dari air dan menghabiskan hidup mereka di atas tanah.

Jumlah populasi katak-puru eropa tampaknya menurun dan terdaftar sebagai "spesies risiko rendah" dalam Daftar Merah IUCN Spesies yang Terancam punah. Jumlah populasinya terancam oleh hilangnya habitat, terutama karena keringnya kolam-kolam untuk berkembang biak, dan terbunuhnya kodok-kodok di jalan-jalan raya saat melakukan migrasi tahunan. Sejak dahulu, katak-puru eropa dikaitkan dengan ilmu sihir dalam budaya populer dan sastra.

Taksonomi

sunting
 
Kerangka yang menunjukkan gelangan bahu: 1 suprascapula, 2 tulang belikat, 3 klavikula, 4 procoracoid

Pada awalnya katak-puru eropa diberi nama Rana bufo oleh ahli biologi Swedia, Carl Linnaeus dalam Systema Naturae edisi ke-10 pada tahun 1758.[2] Dalam karyanya ini, ia menempatkan semua katak dan kodok dalam satu genus Rana. Kemudian ternyata diketahui bahwa genus Rana harus dibagi-bagi lagi. Pada tahun 1768, seorang naturalis asal Austria bernama Josephus Nicolaus Laurenti, menempatkan katak-puru eropa ini ke dalam genus Bufo, dan menamakannya Bufo bufo.[3][4] Semua kodok dalam genus ini termasuk ke dalam famili Bufonidae, yaitu kodok sejati.[1]

Berbagai anak-jenis atau subspesies dari B. bufo telah dikenali selama bertahun-tahun ini. Katak-puru kaukasia ditemukan di daerah Pegunungan Kaukasus dan sebelumnya digolongkan sebagai anak-jenis B. b. verrucosissima. Namun, katak-puru kaukasia memiliki genom yang lebih besar dan secara morfologis berbeda dengan B. bufo, sehingga kodok ini sekarang diklasifikasikan sebagai Bufo verrucosissimus.[5] Demikian pula, katak-puru berduri sebelumnya diklasifikasikan sebagai B. b. spinosus. Kodok ini ditemukan di daerah Mediterania dan tumbuh dengan ukuran yang lebih besar dan memiliki kulit yang lebih berduri jika dibandingkan dengan kerabatnya yang tinggal di sebelah utara zona intergradasinya.[6] Sekarang katak-puru berduri diakui sebagai spesies tersendiri, Bufo spinosus.[7] Katak-puru gredos, B. b. gredosicola, adalah nama bagi sejenis katak-puru yang hidup di Sierra de Gredos, wilayah pegunungan di bagian tengah Spanyol. Kodok ini memiliki kelenjar paratoid yang sangat besar dan kulitnya penuh bercak-bercak yang tidak merata.[8] Kodok ini sekarang dianggap sinonim dari Bufo spinosus.[9]

B. bufo merupakan bagian dari spesies kompleks, sekelompok spesies yang memiliki hubungan erat sehingga perbedaannya tidak dapat dibatasi dengan jelas. Beberapa spesies modern diyakini dapat dikelompokkan berdasarkan taksa purba yang saling berkaitan pada masa pra-glasial. Spesies-spesies ini adalah katak-puru berduri (B. spinosus), katak-puru kaukasia (B. verrucosissimus), dan katak-puru jepang (B. japonicus). Katak-puru eropa (Bufo bufo) baru-baru ini diyakini masuk ke dalam kelompok ini.[10] Banyak yang meyakini bahwa leluhur spesies-spesies ini tersebar hingga ke Asia, tetapi terjadi isolasi antara spesies kompleks di timur dan barat akibat pembentukan gurun-gurun di Asia Tengah selama periode Miosen Tengah.[11] Hubungan taksonomi di antara spesies-spesies ini tetap belum jelas. Sebuah pemeriksaan serologis terhadap populasi kodok di Turki yang dilakukan pada tahun 2001, menguji protein serum darah dari Bufo verrucosissimus dan Bufo spinosus. Ditemukan bahwa perbedaan di antara keduanya tidak signifikan dan oleh karena itu Bufo verrucosissimus harus dianggap bersinonim dengan Bufo spinosus.[12]

Sebuah studi yang diterbitkan pada tahun 2012 meneliti hubungan filogenetik di antara spesies dalam kelompok Bufo bufo di Eurasia dan Afrika Utara, dan memperlihatkan sebuah sejarah evolusi yang panjang dalam kelompok tersebut. Sembilan sampai tiga belas juta tahun yang lalu, Bufo eichwaldi, spesies dari Azerbaijan selatan dan Iran yang baru-baru ini dideskripsikan, terpisah dari garis keturunan utamanya. Divisinya menjadi lebih jauh ketika Bufo spinosus terrpisah sekitar lima juta tahun yang lalu ketika Pegunungan Pirenia sedang terbentuk. Peristiwa ini mengisolasi populasi di Semenanjung Iberia dari populasi yang ada di wilayah lainnya di Eropa. Garis keturunan Eropa yang tersisa terbagi menjadi Bufo bufo dan Bufo verrucosissimus, kurang dari tiga juta tahun yang lalu selama masa Pleistosen.[13] Katak-puru eropa sering berhibridisasi dengan katak-puru natterjack (Bufo calamita) atau katak-puru hijau eropa (Bufo viridis).[14]

Deskripsi

sunting

Panjang katak-puru eropa dapat mencapai sekitar 15 cm (6 in). Kodok betina biasanya lebih gemuk daripada yang jantan. Spesimen di selatan cenderung lebih besar daripada spesimen di utara. Kepalanya besar dengan mulut yang lebar di bawah moncongnya yang memiliki dua lubang hidung kecil. Katak-puru eropa tidak memiliki gigi. Matanya yang bulat menonjol memiliki iris berwarna kuning atau tembaga dan pupilnya berbentuk garis horizontal. Tepat di belakang matanya ada dua bagian menonjol yang merupakan kelenjar paratoid dengan posisi miring. Kelenjar ini mengandung zat berbahaya, bufotoksin, yang digunakan untuk menghalau predator. Kepalanya terhubung dengan tubuh tanpa terlihat leher dan tidak terdapat kantung vokal eksternal. Tubuhnya lebar dan menjongkok dengan posisi dekat dengan ke tanah. Tungkai depannya pendek dengan jari-jarinya yang mengarah ke dalam. Pada masa kawin, kodok jantan mengembangkan bantalan kawin pada tiga jari pertamanya. Kodok jantan menggunakan bantalan kawin ini untuk mencengkeram kodok betina saat kawin. Kaki belakang katak-puru relatif lebih pendek daripada kaki belakang katak. Jari-jarinya panjang dan tidak berselaput. Katak-puru eropa tidak memiliki ekor. Kulitnya kering dan dipenuhi dengan benjolan kecil seperti kutil. Warna kulitnya cukup merata dengan nuansa cokelat, cokelat zaitun, atau cokelat keabu-abuan. Terkadang sebagian kulitnya terdapat bercak atau garis seperti pita dengan warna yang lebih gelap. Katak-puru eropa cenderung memiliki dimorfisme seksual yang mana kodok betinanya berwarna kecokelatan dan yang jantan berwarna keabu-abuan.[15] Bagian bawah tubuhnya berwarna putih kotor dengan bercak abu-abu dan hitam.[16]

Spesies lain yang sulit dibedakan dengan katak-puru eropa adalah katak-puru natterjack (Bufo calamita) dan katak-puru hijau eropa (Bufo viridis). Katak-puru natterjack biasanya lebih kecil dan memiliki garis kuning di sepanjang punggungnya, sedangkan katak-puru hijau eropa mempunyai bercak-bercak dengan corak yang unik. Posisi kelenjar paratoid dari kedua jenis kodok ini sejajar dan tidak miring seperti katak-puru eropa. Katak eropa (Rana temporaria) juga memiliki penampilan yang mirip, tetapi moncongnya tidak terlalu membulat, kulitnya halus dan lembap, dan biasanya bergerak dengan cara melompat.[17]

Katak-puru eropa dapat hidup selama bertahun-tahun. Ada katak-puru eropa yang telah bertahan hidup selama lima puluh tahun di penangkaran.[18] Di alam liar, katak-puru eropa diperkirakan dapat bertahan hidup selama sekitar sepuluh sampai dua belas tahun. Usia mereka dapat diketahui dengan menghitung jumlah cincin dalam tulang jari (phalanx) mereka yang tumbuh setiap tahunnya.[19]

Penyebaran dan habitat

sunting

Katak-puru eropa menempati peringkat keempat sebagai amfibi yang paling banyak hidup di Eropa, setelah katak eropa (Rana temporaria), katak air (Pelophylax esculentus) dan kadal air halus (Lissotriton vulgaris). Katak-puru eropa dapat ditemui di daratan Eropa, kecuali di Islandia, wilayah utara Skandinavia yang dingin, Irlandia, dan sejumlah pulau di Mediterania, termasuk Malta, Kreta, Korsika, Sardinia dan Kepulauan Balears. Habitatnya di wilayah timur menyebar sampai ke Irkutsk, Siberia. Wilayahnya di selatan meliputi bagian barat laut Afrika. Sedangkan di utara menjangkau wilayah pegunungan Maroko, Aljazair dan Tunisia. Kodok yang memiliki hubungan dekat dengan katak-puru eropa hidup di Asia timur, termasuk Jepang. Katak-puru eropa juga ditemukan pada ketinggian hingga 2.500 meter (8.200 ft) di habitat bagian selatan. Katak-puru eropa sebagian besar ditemukan di kawasan hutan dengan tumbuhan runjung, tumbuhan peluruh, dan campuran, terutama di tempat-tempat yang basah. Katak-puru eropa juga hidup di lahan terbuka pedesaan, ladang, belukar, taman dan kebun, dan sering berada di area kering, jauh dari genangan air.

 
Sikap tubuh katak-puru eropa dengan posisi bertahan
 
Seekor ular rumput sedang memakan katak-puru eropa dewasa, Republik Ceko

Katak-puru eropa biasanya bergerak dengan cara berjalan lambat atau melompat pendek dengan menggunakan keempat kakinya. Ia menghabiskan waktunya di siang hari dengan bersembunyi di dalam sarang yang memiliki lubang di bawah dedaunan atau di bawah akar atau batu dengan warna yang membuatnya tidak terlihat. Ia keluar pada senja hari dan dapat melakukan perjalanan dalam kegelapan sambil berburu mangsa. Ia paling aktif pada musim hujan. Sebelum pagi tiba, ia telah kembali ke dalam sarangnya dan dapat menempati sarang yang sama selama beberapa bulan. Katak-puru eropa adalah pemakan yang rakus. Ia memangsa kutu kayu, slug (siput tanpa cangkang), kumbang, ulat, lalat, cacing tanah, dan bahkan tikus kecil.[20][21] Mangsa yang kecil dan bergerak dengan cepat dapat tertangkap oleh satu kibasan lidah, sedangkan mangsa yang lebih besar dicengkeram dengan rahangnya. Karena tidak memiliki gigi, ia menelan mangsanya dalam beberapa tegukan. Ia tidak mengenali mangsanya, tetapi ia akan mencoba memangsa apapun yang berbentuk kecil, berwarna gelap, dan bergerak, yang ia temui di malam hari. Sebuah studi penelitian menunjukkan bahwa katak-puru eropa mencaplok sepotong kertas hitam berukuran 1 cm (0,4 in) yang bergerak, seolah-olah kertas itu adalah mangsanya. Akan tetapi, ia mengabaikan potongan kertas yang bergerak dengan ukuran yang lebih besar.[22] Kodok tampaknya menggunakan isyarat visual untuk mencari makan dan dapat melihat mangsanya dalam intensitas cahaya yang sangat rendah, di mana manusia tidak dapat melihat apapun.[23] Katak-puru eropa berganti kulit secara berkala. Kulitnya akan lepas dalam bentuk serpihan yang kemudian ia makan.

Ketika diserang, katak-puru eropa memiliki sikap tubuh yang khas. Ia menaikkan tubuhnya dan berdiri dengan meninggikan kaki belakangnya dan merendahkan kepalanya. Sarana pertahanannya terletak pada sekresi berbau busuk yang diproduksi oleh kelenjar paratoid dan kelenjar lainnya yang ada pada kulitnya. Sekresinya mengandung racun bernama bufagin dan cukup untuk mengusir banyak predator, meskipun sepertinya tidak berpengaruh pada ular rumput. Predator kodok dewasa lainnya adalah landak, tikus, cerpelai, dan bahkan kucing domestik. Burung-burung yang memakan kodok ini adalah cangak, gagak dan burung pemangsa. Burung gagak teramati memangsa kodok ini dengan cara merobek kulit kodok dengan paruhnya dan mengeluarkan organ hatinya, dengan demikian menghindari racunnya. Berudu katak-puru eropa juga memancarkan zat berbahaya untuk mencegah ikan yang ingin memakan mereka, tetapi tidak efektif untuk mengusir kadal air jambul berkutil (Triturus cristatus). Hewan invertebrata air yang memangsa berudu kodok adalah larva capung, kumbang penyelam (bibis, Dytiscidae) dan anggang-anggang (Corixidae). Hewan-hewan ini biasanya menghindari sekresi beracunnya dengan menusuk kulit berudu dan mengisap cairannya.

 
Kodok yang terinfeksi larva lalat Lucilia bufonivora, Polandia

Sejenis lalat parasit, Lucilia bufonivora, menyerang katak-puru eropa dewasa. Ia bertelur di kulit kodok dan ketika menetas, larvanya merayap ke lubang hidung kodok dan memakan dagingnya dari dalam dan mengakibatkan kematian bagi kodok tersebut.[24] Sejenis kerang air tawar Sphaerium corneum berbeda dengan kerang-kerang pada umumnya. Ia dapat memanjat tanaman air dan bergerak dengan kakinya yang berotot. Kerang ini kadang-kadang menempel pada jari kaki kodok dan diyakini sebagai salah satu cara untuk berpindah ke lokasi yang baru.[25]

Pada tahun 2007, para peneliti menggunakan kendaraan dalam air yang dikendalikan dari jarak jauh untuk menyurvei perairan Loch Ness, Skotlandia. Mereka mendapati katak-puru eropa bergerak di sepanjang dasar danau pada kedalaman 324 kaki (99 m). Mereka terkejut menemukan seekor hewan yang bernapas dengan paru-paru dapat bertahan hidup di tempat tersebut.[26]

Siklus hidup tahunan katak-puru eropa ini dibagi menjadi 3 periode, yaitu tidur musim dingin, waktu kawin, dan periode makan.

Reproduksi

sunting
 
Ampleksus

Katak-puru eropa bangun dari hibernasi pada musim semi dan melakukan migrasi besar-besaran menuju tempat berkembang biak. Kodok-kodok berkumpul di kolam tertentu yang mereka sukai sambil menghindari genangan air lainnya. Kodok dewasa menggunakan lokasi yang sama dari tahun ke tahun dan lebih dari 80% kodok jantan muda kembali ke kolam di mana mereka ditetaskan.[27] Sebagian besar kodok-kodok ini menemukan jalannya dengan menggunakan alat penciuman dan isyarat magnetik. Dalam suatu percobaan, kodok dipindahkan ke tempat lain dan dipasangi alat pelacak. Dari percobaan tersebut, diketahui bahwa kodok dapat menemukan lokasi kolam untuk berkembang biak meskipun pemindahannya melebihi tiga kilometer.[28]

 
'Bola kawin' (multiple amplexus)

Kodok jantan tiba lebih dahulu di lokasi dan tinggal di sana selama beberapa minggu, sedangkan kodok betina hanya tinggal selama masa kawin dan bertelur. Kodok-kodok jantan tidak bertarung saat memperebutkan hak untuk mengawini kodok betina. Kodok jantan memperebutkan betina dengan nada suara mereka. Suara mereka menggambarkan ukuran tubuh dan kegagahan mereka.[29] Namun, pertarungan terjadi dalam beberapa kasus. Dari penelitian di sebuah kolam, di mana jumlah kodok jantan lebih banyak daripada kodok betina dengan perbandingan empat atau lima berbanding satu, ditemukan bahwa 38% dari kodok jantan memenangkan hak untuk kawin dengan mengalahkan saingannya dalam pertarungan atau dengan menggusur kodok jantan lain yang sudah menunggangi kodok betina.[30] Kodok jantan pada umumnya lebih banyak daripada kodok betina di kolam perkembangbiakan. Sebuah studi di Swedia menunjukkan bahwa kematian kodok betina lebih tinggi daripada kodok jantan dan 41% kodok betina tidak datang ke kolam perkembangbiakan pada musim semi dan melewatkan satu tahun sebelum bereproduksi lagi.[31]

 
Benang telur, Belgia

Kodok jantan menaiki punggung kodok betina, mencengkeramnya dengan tungkai depan mereka di bawah ketiaknya. Kegiatan ini disebut ampleksus. Kodok jantan yang sangat antusias, akan mencoba untuk mencengkeram ikan atau benda mati dan sering kali menaiki punggung kodok jantan lainnya. Kadang-kadang beberapa kodok akan membentuk sebuah tumpukan dan setiap kodok jantan mencoba mencengkeram kodok betina di bawahnya. Ini adalah periode yang penuh tekanan bagi kodok betina dan tingkat kematian kodok yang sedang berkembang biak cukup tinggi. Kodok jantan yang berhasil akan diam dalam posisi ampleksus selama beberapa hari. Ketika kodok betina mengeluarkan benang ganda panjang yang berisi telur-telur hitam, kodok jantan akan membuahinya dengan spermanya. Benang telur yang seperti agar-agar, bisa berisi 3.000 - 6.000 telur dan panjangnya bisa mencapai 3 - 4,5 meter. Saat pasangan kodok bergerak ke sana ke mari dalam posisi ampleksus, benang telurnya akan terjerat di tangkai tanaman dan menjadi kusut.

Benang telur menyerap air dan membengkak. Berudu kecil akan menetas setelah dua sampai tiga minggu. Pada awalnya mereka melekat pada sisa-sisa benang dan memakan agar-agarnya. Mereka kemudian menempel pada bagian bawah daun rumput air sampai mereka bisa berenang dengan bebas. Sekilas berudu katak-puru eropa tampak mirip dengan berudu katak eropa (Rana temporaria), tetapi warnanya lebih gelap, kehitaman di bagian atasnya dan abu-abu gelap di bagian bawahnya. Mereka dapat dibedakan dari berudu spesies lainnya berdasarkan fakta bahwa lebar mulutnya sama dengan jarak antara kedua matanya, dan dua kali lebih besar dari jarak antara kedua lubang hidungnya. Selama beberapa minggu kaki mereka akan tumbuh dan ekor mereka secara bertahap memendek. Saat mereka mencapai usia dua belas minggu, mereka sudah berbentuk kodok mini dengan panjang sekitar 1,5 cm (0,6 inchi) dan siap untuk meninggalkan kolam.

 
Berudu katak-puru eropa, beberapa di antaranya sudah memiliki kaki belakang, Jerman

Katak-puru eropa mencapai kematangan seksual pada usia tiga sampai tujuh tahun, tapi bervariasi di antara populasinya. Kodok-kodok muda sering terjangkit parasit nematoda paru-paru Rhabdias bufonis. Ini akan memperlambat tingkat pertumbuhan serta mengurangi stamina dan kebugaran. Kodok muda yang lebih besar saat bermetamorfosis, selalu lebih banyak daripada kodok muda kecil yang tumbuh di kolam yang dipenuhi oleh kodok. Meskipun mereka sudah terinfeksi cacing yang berat, kodok muda besar tumbuh lebih cepat daripada kodok muda kecil dengan infeksi cacing ringan.[32] Setelah beberapa bulan setelah infeksi cacing berat, di dalam suatu studi dengan metode scientific control, berat tubuh beberapa kodok muda hanya setengah dari kodok muda yang berperan sebagai kontrol. Parasit yang menyerang tubuh mereka menimbulkan anoreksia yang menyebabkan terjadi penurunan asupan makanan dan beberapa individu di antaranya mati.[33] Studi lainnya menyelidiki apakah penggunaan pupuk nitrogen mempengaruhi perkembangan berudu katak-puru eropa. Beberapa berudu disimpan di dalam larutan amonium nitrat yang sangat encer dengan kadar yang berbeda-beda. Dari penelitian tersebut, ditemukan bahwa pada konsentrasi tertentu yang jauh di atas konsentrasi yang biasa ditemukan di lapangan, pertumbuhannya meningkat dan metamorfosisnya menjadi lebih cepat, tetapi yang lainnya tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan di antara berudu percobaan dengan berudu kontrol. Namun demikian, di antara hewan-hewan percobaan ditemukan pola berenang yang tidak biasa dan beberapa kelainan bentuk.[34]

Perkembangan berudu selama lebih dari dua minggu, Jerman

Sebuah perbandingan dibuat di antara tingkat pertumbuhan kodok muda yang baru saja bermetamorfosis di berbagai tempat dengan ketinggian dan lintang yang berbeda. Spesimen-spesimen yang diteliti berasal dari Norwegia, Jerman, Swiss, Belanda, dan Prancis. Pada awalnya, tingkat pertumbuhan kodok jantan dan betina bersifat identik. Ketika mereka akan mencapai kedewasaan, tingkat pertumbuhannya menurun sebanyak kira-kira 21% di awal dan mencapai 95% dari ukuran kodok dewasa yang diharapkan. Pada beberapa kodok betina yang sedang mengalami siklus pembiakan dua tahunan, berkembang pesat dalam waktu yang lebih lama. Menyesuaikan dengan suhu yang berbeda dan jangka waktu musim tanam, kodok-kodok tumbuh dan matang dengan tingkat yang sama dengan kodok-kodok dari empat lokasi yang lebih dingin. Kodok-kodok muda ini mencapai kedewasaannya setelah 1,09 tahun untuk kodok jantan, dan 1,55 tahun untuk kodok betina. Akan tetapi, kodok muda dari dataran rendah Prancis tumbuh lebih cepat dan lebih panjang dengan ukuran yang lebih besar, dengan rata-rata 1,77 tahun untuk kodok jantan dan 2,49 tahun untuk kodok betina, sebelum mencapai kedewasaan.[35]

Tidur di musim dingin

sunting

Katak-puru eropa menghabiskan waktu di musim dingin di dalam berbagai lubang di tanah, kadang-kadang di ruang bawah tanah, dan sering berbarengan dengan amfibi lainnya. Katak-puru eropa jarang menghabiskan musim dingin di air mengalir bersama katak eropa dan katak air Pelophylax esculentus.

Konservasi

sunting

Daftar Merah IUCN menganggap katak-puru eropa sebagai spesies risiko rendah. Ini disebabkan karena penyebaran spesiesnya luas dan merupakan spesies umum. Katak-puru eropa tidak terancam oleh hilangnya habitat karena mudah beradaptasi dan dapat ditemukan di hutan dengan tumbuhan peluruh dan tumbuhan runjung, semak belukar, padang rumput, taman, dan kebun. Katak-puru eropa menyukai area basah dengan dedaunan yang lebat. Ancaman utamanya adalah hilangnya habitat lokal, keringnya lahan basah untuk berkembangbiak, kegiatan pertanian, polusi, dan kematian di jalan raya.

Kitridiomikosis, sebuah penyakit yang menginfeksi amfibi sering menyerang katak-puru eropa di Spanyol dan Kerajaan Bersatu Britania Raya dan Irlandia Utara dan dapat mempengaruhi beberapa populasi.[36]

Di beberapa wilayah, jumlah katak-puru eropa menurun. Di Spanyol meningkatnya kekeringan dan hilangnya habitat menyebabkan penyusutan jumlah katak-puru eropa, sehingga katak tersebut digolongkan "spesies mendekati terancam". Sebuah populasi di pegunungan Sierra de Gredos menghadapi ancaman dari predator berang-berang dan meningkatnya kompetisi dengan katak Pelophylax perezi. Baik berang-berang maupun katak memperluas wilayahnya ke daerah yang lebih tinggi.[36] Katak-puru eropa tidak bisa diperjualbelikan secara legal di Kerajaan Bersatu Britania Raya dan Irlandia Utara.[37] Akan tetapi, ada penurunan jumlah kodok, meskipun lamban.[36] Oleh karena itu, katak-puru eropa dideklarasikan sebagai spesies prioritas dalam Biodiversity Action Plan (Rencana Aksi Keanekaragaman Hayati).[16] Di Rusia, katak-puru eropa dianggap sebagai "Spesies Langka" di Provinsi Bashkortostan, Tataria, Yamalia, dan Irkutsk,[16] tetapi selama tahun 1990an, jumlah katak-puru eropa menjadi sangat banyak di Provinsi Moskow.[16]

Dari sebuah penelitian diketahui bahwa populasi katak-puru eropa di perkotaan yang menempati area-area kecil dan terisolasi oleh perkembangan kota, memiliki level keanekaragaman genetik yang rendah dan kemampuan fisiknya lebih rendah daripada populasi katak-puru eropa yang tinggal di pedesaan. Para peneliti mendemonstrasikan hal ini melalui analisis genetik dan dengan mencatat jumlah abnomalitas fisik yang banyak pada kodok perkotaan jika dibandingkan dengan berudu pedesaan yang tumbuh besar di sebuah lingkungan yang terkendali. Penurunan jumlah katak-puru eropa dalam jangka panjang dan fragmentasi habitat dianggap dapat mengurangi jumlah populasi di lingkungan perkotaan.[38]

Kematian di jalan raya

sunting
 
Terowongan di bawah jalan untuk kodok, Jerman

Banyak kodok terbunuh oleh kendaraan saat bermigrasi ke lokasi perkembangbiakannya. Di Eropa, katak-puru eropa memiliki angka kematian di jalan raya tertinggi di antara amfibi-amfibi lainnya. Banyak kematian terjadi di ruas-ruas jalan di mana aliran sungai mengalir di bawahnya. Hal ini menunjukkan bahwa rute migrasi sering kali mengikuti arah air mengalir.[39] Di beberapa tempat di Jerman, Belgia, Inggris, Italia Utara dan Polandia, terowongan khusus telah dibangun agar katak dapat menyebrangi bagian bawah jalan dengan aman. Di tempat lain, kelompok pemerhati satwa liar setempat menjalankan "patroli kodok", dengan memasukkan amfibi ke dalam ember dan membawanya menyeberangi titik-titik penyeberangan yang ramai. Kodok mulai bergerak saat senja hari, dan bagi mereka, untuk melakukan perjalanan jauh, suhu harus tetap berada di atas 5 °C (41 °F). Pada malam hari yang hangat dan basah, mereka dapat terus bergerak sepanjang malam, tetapi jika suhunya menurun, mereka berhenti lebih awal.[40] Sebuah perkiraan mengenai kematian di jalan raya menjadi penyebab utama kematian katak-puru eropa, dibuat di Belanda. Jumlah kodok betina yang mati saat migrasi pada musim semi di jalan pedesaan yang sepi (sepuluh kendaraan per jam) dibandingkan dengan jumlah benang telur yang dikeluarkan di rawa di dekat jalan tersebut. Hasilnya adalah angka kematian sebesar 30% . Angka kematian pada kodok jantan cenderung sama.[41]

Bufotoksin

sunting

Zat beracun utama yang ditemukan di dalam kelenjar parotoid dan kulit katak-puru eropa bernama bufotoksin. Zat ini pertama kali diisolasi oleh Heinrich Wieland dan rekan-rekannya pada tahun 1922 dan mereka berhasil mengidentifikasi strukturnya sekitar 20 tahun kemudian.[42] Sementara itu, peneliti lainnya berhasil mengisolasi senyawa yang sama dan steroid induknya, bufotalin, dari katak-puru jepang (Bufo japonicus). Pada tahun 1986, para peneliti di Universitas Negara Bagian Arizona telah berhasil mensintesis unsur racun kodok, yaitu bufotalin, bufalitoksin, dan bufotoksin.[43] Rumus kimia dari bufotoksin adalah C40H60N4O10. Efek fisik yang ditimbulkan menyerupai efek kerja tumbuhan digitalis[44] di mana dalam dosis kecil meningkatkan kontraksi otot jantung dan karenanya digunakan untuk pengobatan gagal jantung kongestif. Kulit dari seekor kodok mengandung cukup banyak racun untuk menimbulkan gejala serius atau bahkan kematian pada hewan dan manusia.[45] Efek klinis termasuk iritasi parah, rasa sakit pada mata, mulut, hidung, tenggorokan, gejala jantung dan gejala pernapasan, kelumpuhan, kejang-kejang, peningkatan air liur, muntah, hiperkalemia, sianosis, dan halusinasi. Sejauh ini anti-racun tersebut belum diketahui. Tatalaksana penanganannya berupa penyediaan alat pendukung pernapasan dan fungsi kardiovaskular, pencegahan penyerapan racun lebih jauh dan elektrokardiografi untuk memantau kondisi korban. Pemberian atropin, fenitoin, kolestiramin dan lidokain terbukti bermanfaat dalam pengobatannya.

Makna budaya

sunting
 
Lambang Iblis

Kodok telah lama dianggap sebagai hewan yang membawa pertanda buruk atau sebagai koneksi ke dunia roh. Ini mungkin disebabkan oleh fakta bahwa kodok hidup di darat dan di air. Kebencian terhadap kodok bisa disebabkan oleh warnanya yang kehitaman, kulitnya yang dipenuhi benjolan seperti kutil, pergerakannya yang lambat, dan selalu keluar dari lubang-lubang gelap. Di Eropa pada Abad Pertengahan, kodok diasosiasikan dengan Iblis, karena sebuah lambang Iblis ditemukan dengan gambar tiga ekor kodok.[46] Katak puru juga diketahui dapat meracuni manusia, dan sebagai hewan peliharaan penyihir, kodok dianggap memiliki kekuatan magis. Bahkan orang-orang biasa memanfaatkan kodok kering, empedu, feses, dan darahnya.[47] Di beberapa daerah, hadirnya katak puru dalam rumah dianggap sebagai bukti adanya seorang penyihir. Di Basque Country, hewan peliharaan penyihir diyakini berupa katak puru yang mengenakan jubah yang elegan. Katak-katak ini digembalakan oleh anak-anak yang dilatih sebagai penyihir. Antara tahun 1610 dan 1612, Inkuisitor Spanyol Alonso de Salazar Frías menyelidiki kegiatan sihir di wilayah tersebut dan menggeledah rumah-rumah yang diduga milik penyihir untuk menemukan kodok yang diberi berpakaian. Dia tidak menemukannya.[48] Penyihir-penyihir tersebut terkenal menggunakan kodok liar sebagai bahan obat gosok dan minuman.

Sebuah cerita rakyat menceritakan bagaimana seorang wanita tua yang merupakan seorang penyihir, mengutuk tuan tanahnya dan seluruh harta bendanya ketika sang tuan tanah menuntut uang sewa pondok yang ditinggalinya. Tak lama setelah itu, seekor kodok yang sangat besar terjatuh menimpa istrinya dan menyebabkannya pingsan. Kodok tersebut lalu dilemparkan ke dalam api, tetapi berhasil melarikan diri dengan luka bakar yang parah. Sementara itu, pondok penyihir tua terbakar dan dia mengalami luka bakar yang parah. Keesokan harinya, baik kodok dan penyihirnya mati, dan diketahui bahwa luka bakar sang wanita sihir sama seperti yang dialami kodok tersebut.[49]

 
Lukisan cukil kayu dari tahun 1579 yang menunjukkan seorang penyihir memberi makan kodok peliharaannya

Air liur kodok dianggap beracun dan dikenal sebagai "racun yang mengalir". Kodok dipercaya dapat meludah atau memuntahkan api beracun. Kodok dikaitkan dengan iblis dan setan di dalam puisi Paradise Lost karya John Milton yang menggambarkan Setan sebagai seekor kodok ketika ia menuangkan racun ke telinga Hawa. Penyihir Pertama di sandiwara Macbeth karya Shakespeare memberi instruksi tentang cara menggunakan kodok dalam ramuan mantra:[50]

 Round about the cauldron go; In the poison'd entrails throw. Toad, that under cold stone Days and nights has thirty-one Swelter'd venom sleeping got, Boil thou first i' the charmed pot.

Diyakini juga bahwa ada sebuah permata di dalam kepala seekor kodok yang disebut "toadstone" (batu kodok), yang apabila dikenakan sebagai kalung atau cincin dapat memberi peringatan kepada pemakainya jika ada yang mencoba meracuninya.[51] Shakespeare menyebutkan hal ini dalam sandiwara As You Like It:[52]

 
Mr. Toad digambar oleh Paul Bransom, 1913

Sweet are the uses of adversity Which, like the toad, ugly and venomous, Wears yet a precious jewel in his head. (Manis adalah buah dari kesengsaraan Seperti halnya kodok yang buruk rupa dan beracun, Namun memakai permata berharga di kepalanya)

Mr. Toad Esq. adalah salah satu tokoh utama di dalam novel anak-anak berjudul The Wind in the Willows karya Kenneth Grahame.[53] Karya ini telah didramatisasi oleh beberapa pengarang termasuk A. A. Milne yang menyebut dramanya Toad of Toad Hall. Mr. Toad adalah seekor kodok yang sangat sombong dan antropomorfis dan di dalam bukunya ia menciptakan sebuah lagu pendek yang memuji dirinya sendiri yang dimulai seperti berikut ini.[54]

The world has held great heroes, As history books have showed; But never a name went down to fame Compared with that of Toad! (Dunia ini memiliki pahlawan-pahlawan hebat, Seperti yang ditunjukkan buku-buku sejarah; Tetapi tidak pernah ada nama yang tenar jika dibandingkan dengan Kodok itu!)
The clever men at Oxford
Know all there is to be knowed.
But none of them know half as much
As intelligent Mr. Toad!

(Pria cerdas di Oxford Mengetahui semua yang harus diketahui. Tetapi tidak ada satu pun dari mereka mengetahui sebanyak Si Cerdas Mr. Toad!)

George Orwell di dalam esainya Some Thoughts on the Common Toad menggambarkan bangunnya katak-puru eropa dari hibernasi sebagai salah satu tanda musim semi yang paling penting.[55]

Referensi

sunting
  1. ^ a b Frost, Darrel R. (2011-01-31). "Bufonidae". Amphibian Species of the World: an Online Reference. Version 5.5. American Museum of Natural History. Diakses tanggal 2012-08-24. 
  2. ^ von Linné, Carl, translated by William Turton (1806). A General System of Nature,: Through the Three Grand Kingdoms of Animals, Vegetables, and Minerals, Systematically Divided Into Their Several Classes, Orders, Genera, Species, and Varieties (Volume 1). Lackington, Allen, and Co. hlm. 648–649. 
  3. ^ Laurenti, J. N. (1768). Specimen medicum, exhibens synopsin Reptilium emendatam cum experimentis circa venena et antidota Reptilium austriacorum (dalam bahasa Latin). Viennae: Joan. Thom. Nob. de Trattnern. hlm. i–ii + 1–215, plates 1–5. 
  4. ^ Dubois, Alain; Bour, Roger (2010). "The nomenclatural status of the nomina of amphibians and reptiles created by Garsault (1764), with a parsimonious solution to an old nomenclatural problem regarding the genus Bufo (Amphibia, Anura), comments on the taxonomy of this genus, and comments on some nomina created by Laurenti (1768)". Zootaxa. 2447: 1–52. 
  5. ^ Kuzmin, Sergius L. (2008-09-19). "Bufo verrucosissimus". AmphibiaWeb. Diakses tanggal 2012-09-17. 
  6. ^ Martens, R (1925). "Eine neue Eidechsengattung aus der Familie der Leposterniden". Senckenbergiana. 7: 170–171. 
  7. ^ "Bufo spinosus". AmphibiaWeb. Diakses tanggal 2012-09-17. 
  8. ^ Müller, L.; Hellmich, W. (1935). "Mitteilungenyüber die Herpetofauna der Iberischen Halbinsel. Über Salamandra salamandra almanzoris, n. ssp. und Bufo bufo gredosicola, n. ssp., zwei neue Amphibienrassen aus der Sierra de Gredos". Zool. Anz. Leipzig. 112: 49–57. 
  9. ^ Frost, Darrel R. (2013-01-09). "Bufo spinosus Daudin, 1803". Amphibian Species of the World: an Online Reference. Version 5.6. American Museum of Natural History. Diakses tanggal 2013-01-24. 
  10. ^ Birstein, V. J.; Mazin, A. L. (1982). "Chromosomal polymorphism of Bufo bufo: Karyotype and C-banding pattern of B. b. verrucosissima". Genetica. 59 (2): 93–98. doi:10.1007/BF00133292. 
  11. ^ Garcia-Porta, J.; Litvinchuk, S. N.; Crochet, P. A.; Romano, A.; Lo-Valvo, M.; Lymberakis, P.; Carranza, S. (2012). "Molecular phylogenetics and historical biogeography of the west-palearctic common toads (Bufo bufo species complex)". Molecular Phylogenetics and Evolution. 63 (1): 113–130. doi:10.1016/j.ympev.2011.12.019. PMID 22214922. 
  12. ^ Tosunoğlua, Murat; Taskavak, Ertan (2001). "A serological investigation of the Bufo bufo (Anura, Bufonidae) populations in Southern Marmara (Manyas, Bahkesir) and Eastern Black Sea (Çamhhemşin, Rize) regions". Italian Journal of Zoology. 68 (2): 165–168. doi:10.1080/11250000109356402. 
  13. ^ Recuero E.; Canestrelli D.; Voeroes J.; Szabó, K.; Poyarkov, N. A.; Arntzen, J. W.; Crnobrnja-Isailovic, J.; Kidov A. A.; Cogălniceanu, D.; Caputo, F. P.; Nascetti, G.; Martínez-Solano, I. (2012). "Multilocus species tree analyses resolve the radiation of the widespread Bufo bufo species group (Anura, Bufonidae)". Molecular Phylogenetics and Evolution. 62 (1): 71–86. doi:10.1016/j.ympev.2011.09.008. PMID 21964513. 
  14. ^ Arnold, Nicholas; Denys Ovenden (2002). Reptiles and Amphibians of Britain and Europe. Harper Collins Publishers. hlm. 73–74. ISBN 978-0-00-219964-3. 
  15. ^ Naish, Darren. "Toads of the world: first, (some) toads of the north". Tetrapod zoology. Diakses tanggal 2012-06-23. 
  16. ^ a b c d "Bufo bufo: Common toad". AmphibiaWeb. Diakses tanggal 2012-05-04. 
  17. ^ Fairchild, G. J. (2003). "Common Toad – Bufo bufo". Reptiles and Amphibians of the UK. Diakses tanggal 2012-03-16. 
  18. ^ "The common toad (Bufo bufo)". The Amphibian and Reptile Conservation Trust. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-11-21. Diakses tanggal 2012-05-04. 
  19. ^ Hemelaar, A. S. M.; van Gelder, J. J. (1979). "Annual growth rings in phalanges of Bufo bufo (Anura, Amphibia) from the Netherlands and their use for age determination". Netherlands Journal of Zoology. 30 (1): 129–135. doi:10.1163/002829680X00069. 
  20. ^ Stokeo, W. J. (1980). The Observer's Book of British Wild Animals. Frederick Warne. hlm. 213–217. ISBN 978-0-7232-1503-5. 
  21. ^ Daniel Winchester. "Common Toad". Surrey Amphibian and Reptile Group. Diakses tanggal 2012-05-03. 
  22. ^ Ewart, J. P. (1987). "Neuroethology of releasing mechanisms: Prey-catching in toads". Behavioral and Brain Sciences. 10 (3): 337–405. doi:10.1017/S0140525X00023128. 
  23. ^ Larsen, Lis Olesen; Pedersen, Jan Nyholm (1981). "The snapping response of the toad, Bufo bufo, towards prey dummies at very low light intensities". Amphibia-Reptilia. 2 (4): 321–327. doi:10.1163/156853882X00248. 
  24. ^ Strijbosch, H. (1980). "Mortality in a population of Bufo bufo resulting from the fly Lucilia bufonivora". Oecologia. 45 (2): 285–286. doi:10.1007/BF00346472. 
  25. ^ Petkeviciute, R.; Stunzenas, V.; Staneviciute, G. (2004). "Cytogenetic and sequence comparison of adult Phyllodistomum (Digenea: Gorgoderidae) from the three-spined stickleback with larvae from two bivalves". Parasitology. 129 (6): 771–778. doi:10.1017/S0031182004006109. 
  26. ^ "Experts' 'important' find in loch". BBC. BBC. 2007-05-05. Diakses tanggal 2014-07-31. 
  27. ^ Reading, C. J.; Loman, J.; Madsen, T. (1991). "Breeding pond fidelity in the common toad, Bufo bufo". Journal of Zoology. 225 (2): 201–211. doi:10.1111/j.1469-7998.1991.tb03811.x. 
  28. ^ Sinsch, Ulrich (1987). "Orientation behaviour of toads (Bufo bufo) displaced from the breeding site". Journal of Comparative Physiology A. 161 (5): 715–727. doi:10.1007/BF00605013. 
  29. ^ Davies, N. B.; Halliday, T. R. (1978). "Deep croaks and fighting assessment in toads Bufo bufo". Nature. 274 (5672): 683–685. doi:10.1038/274683a0. 
  30. ^ Davies, N. B.; Halliday, T. R. (1979). "Competitive mate searching in male common toads, Bufo bufo". Animal Behaviour. 27 (4): 1253–1267. doi:10.1016/0003-3472(79)90070-8. 
  31. ^ "Studies conducted at Lund University on amphibian research recently published". Science Letter. via HighBeam Research. 2010-12-21. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-05-13. Diakses tanggal 2012-04-18. 
  32. ^ Goater, Cameron P.; Semlitsch, Raymond D.; Bernasconi, Marco V. (1993). "Effects of body size and parasite infection on the locomotory performance of juvenile toads, Bufo bufo". Oikos. 16 (1): 129–136. doi:10.2307/3545205. JSTOR 3545205. 
  33. ^ Goater, C. P.; Ward, P. I. (1992). "Negative effects of Rhabdias bufonis (Nematoda) on the growth and survival of toads (Bufo bufo)". Oecologia. 89 (2): 161–165. doi:10.1007/bf00317213. JSTOR 4219866. 
  34. ^ Xu, Q.; Oldham, R. S. (1997). "Lethal and sublethal effects of nitrogen fertilizer ammonium nitrate on common toad (Bufo bufo) tadpoles". Archives of Environmental Contamination and Toxicology. 32 (3): 298–303. doi:10.1007/s002449900188. PMID 9096079. 
  35. ^ Hemelaar, Agnes (1988). "Age, growth and other population characteristics of Bufo bufo from different latitudes and altitudes". Journal of Herpetology. 22 (4): 369–388. doi:10.2307/1564332. JSTOR 1564332. 
  36. ^ a b c Agasyan, A.; Avisi, A.; Tuniyev, B.; Isailovic, J. C.; Lymberakis, P.; Andrén, C.; Cogalniceanu, D.; Wilkinson, J.; Ananjeva, N.; Üzüm, N.; et al. (2009). "Bufo bufo". IUCN Red List of Threatened Species. Version 2014.2. International Union for Conservation of Nature. Diakses tanggal 2014-10-11. 
  37. ^ "Common Toad: Bufo bufo". Amphibian and Reptile Conservation Trust. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-09-05. Diakses tanggal 2012-05-04. 
  38. ^ Hitchings, S. P.; Beebee, T. J. C. (1998). "Loss of genetic diversity and fitness in Common Toad (Bufo bufo) populations isolated by inimical habitat". Journal of Evolutionary Biology. 11 (3): 269–283. doi:10.1046/j.1420-9101.1998.11030269.x. 
  39. ^ Santos, X.; Llorente, G. A.; Montori, A.; Carretero, M. A.; Franch, M.; Garriga, N.; Richter-Boix, A. (2007). "Evaluating factors affecting amphibian mortality on roads: the case of the common toad Bufo bufo, near a breeding place" (PDF). Animal Biodiversity and Conservation. The Natural Science Museum of Barcelona. 30 (1): 97–104. 
  40. ^ "What we do". Toad watch: Helping toads to survive. Diakses tanggal 2012-04-30. 
  41. ^ Gelder, J. J. (1973). "A quantitative approach to the mortality resulting from traffic in a population of Bufo bufo L". Oecologia. 13 (1): 93–95. doi:10.1007/BF00379622. [pranala nonaktif permanen]
  42. ^ Chen, K. K.; Jensen, H.; Chen, A. L. (April 1932). "Action of Bufotoxins". Merriam-Webster Dictionary. 7. doi:10.3181/00379727-29-6141. ISSN 1535-3699. Diakses tanggal 2012-05-26. Wieland and Alles isolated bufotoxin from the skin of B. vulgaris or B. bufo bufo. 
  43. ^ Pettit, G. R.; Kamano, Y.; Drasar, P.; Inoue, M.; Knight, J. C. (1987). "Steroids and related natural products. 104. Bufadienolides. 36. Synthesis of bufalitoxin and bufotoxin". Textfiles.com. hlm. 3573–3578. doi:10.1021/jo00392a014. Diakses tanggal 2012-05-26. 
  44. ^ "Bufotoxin". Merriam-Webster Dictionary. Diakses tanggal 2012-05-26. 
  45. ^ "Toad toxins". Textfiles.com. Diakses tanggal 2012-05-26. 
  46. ^ Peddle, S. V. (2007). Pagan Channel Islands: Europe's Hidden Heritage. Robert Hale. hlm. 118. ISBN 0-7090-8248-7. 
  47. ^ Burns, William E. (2003). Witch Hunts in Europe and America: An Encyclopedia. Greenwood Publishing Group. hlm. 7. ISBN 978-0-313-32142-9. 
  48. ^ Burns, William E. (2003). Witch Hunts in Europe and America: An Encyclopedia. Greenwood Publishing Group. hlm. 20–21. ISBN 978-0-313-32142-9. 
  49. ^ Hunt, Robert (1865). Popular romances of the West of England; or, the drolls, traditions, and superstitions of Old Cornwall, Volume 2. Hotten. hlm. 105. 
  50. ^ Shakespeare, William (1605–1606). "Macbeth, Act IV, Scene I". Poets.org. 
  51. ^ Wanner, Noel, Kenneth (2011). Frogs: Frog myths across cultures. The Exploratorium. The museum of science, art and human perception. ISBN 978-0-674-03447-1. Diakses tanggal 2012-08-23. 
  52. ^ Shakespeare, William, Kenneth (1599–1600). "Chapter 10". As you like it, Act II, Scene I. Anvari.org. ISBN 978-0-674-03447-1. 
  53. ^ Grahame, Kenneth (1908). The Wind in the Willows. Methuen. ISBN 978-0-674-03447-1. 
  54. ^ Grahame, Kenneth (1908). "Chapter 10". The Wind in the Willows. Methuen. ISBN 978-0-674-03447-1. 
  55. ^ Orwell, George (1950). Shooting an Elephant. Secker and Warburg, p. 202

Pranala luar

sunting