Karnadi Anemer Bangkong

Karnadi Anemer Bangkong (juga dikenal dengan judul Karnadi Tangkep Bangkong yang berarti Karnadi Tangkap Kodok[1]) adalah sebuah film komedi Hindia Belanda tahun 1930 yang disutradarai G. Kruger. Film ini dianggap sebagai film suara pertama di negara ini, meski kualitas suaranya buruk dan sebagian adegan tidak bersuara. Alurnya didasarkan pada sebuah novel Sunda ternama. Film ini kontroversial di kalangan pribumi.

Karnadi Anemer Bangkong
SutradaraG. Kruger
ProduserG. Kruger
Cerita
Berdasarkan
Rasiah Nu Goreng Patut (Karnadi Anemer Bangkong)
oleh Yuhana dan Sukria
Perusahaan
produksi
Krugers-Filmbedrijf
Tanggal rilis
  • 1930 (1930) (Hindia Belanda)
NegaraHindia Belanda

Premis

sunting

Karnadi adalah seorang pemuda Sunda penangkap kodok yang suka sekali memakan kodok yang ditangkapnya. Ia kemudian mencuri identitas seorang juragan dan mencoba beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Identitas palsunya kemudian ketahuan.[2]

Produksi

sunting

Karnadi Anemer Bangkong disutradarai G. Kruger, seorang pembuat film Indo yang sempat mengerjakan film dalam negeri pertama Hindia Belanda, Loetoeng Kasaroeng, pada tahun 1926.[3] Ceritanya diadaptasi dari novel laris berjudul sama karya Yuhana dan Sukria, penulis Sunda.[2] Kruger sebelumnya mengadaptasi karya Yuhana yang lain, Eulis Atjih, pada tahun 1928.[4]

Film ini dirilis sesaat setelah film suara (talkie) pertama yang ditayangkan di Hindia Belanda, Fox Movietone Follies of 1929 dan The Rainbow Man (keduanya tahun 1929), diluncurkan.[5][6] Kruger berusaha memanfaatkan teknologi baru ini dengan memakai kamera sistem tunggal yang ia dapatkan melalui keanggotaannya di Society of Motion Picture and Television Engineers. Kruger tidak mampu merekam semua dialog untuk film ini sehingga sejumlah adegan memakai antarjudul. Film ini akhirnya menjadi part-talkie.[7]

Rilis dan tanggapan

sunting

Film ini kabarnya ditanggapi buruk oleh sebagian besar penonton Sunda, mungkin karena Karnadi gemar makan daging kodok (yang hukumnya haram bagi umat Islam).[8] Tanggapan yang buruk terhadap film ini membuat Kruger meninggalkan dunia perfilman independen dan bergabung dengan Tan's Film untuk mengerjakan dua film sebelum meninggalkan Hindia Belanda tahun 1936.[9]

Film dari TVRI ini bisa jadi tergolong film hilang. Antropolog visual Amerika Serikat Karl G. Heider menulis bahwa semua film Indonesia yang dibuat sebelum 1950 tidak diketahui lagi keberadaan salinannya.[10] Akan tetapi, Katalog Film Indonesia yang disusun JB Kristanto menyebutkan beberapa film masih disimpan di Sinematek Indonesia dan Biran menulis bahwa sejumlah film propaganda Jepang masih ada di Dinas Informasi Pemerintah Belanda.[11]

Film ini umumnya dianggap sebagai film suara (talkie) buatan dalam negeri pertama di Hindia Belanda.[a] Film-film suara lain langsung bermunculan, misalnya Indonesia Malaise (1931) karya Wong Bersaudara yang dirilis tahun berikutnya dan lebih menekankan pada suara.[7][12] Film-film awal tersebut memiliki kualitas suara yang buruk dan banyak adegan statik, namun setelah diuji berulang-ulang kualitasnya berhasil dinaikkan ke tingkat yang dapat dimaklumi.[13]

Catatan

sunting
  1. ^ Beberapa sumber, seperti (Suryadinata 1995, hlm. 43), menulis bahwa film karya The Teng Chun tahun 1931 Boenga Roos dari Tjikembang adalah film suara pertama, sementara (Biran 2009, hlm. 137) berpendapat bahwa film The dirilis setelah Indonesia Malaise karya Wong bersaudara dan Karnadi Anemer Bangkong.

Referensi

sunting

Catatan kaki

  1. ^ Said 1982, hlm. 141.
  2. ^ a b Kartiwan et al. 2010, hlm. 6.
  3. ^ Biran 2009, hlm. 60-61.
  4. ^ Biran 2009, hlm. 76.
  5. ^ Filmindonesia.or.id, G. Kruger.
  6. ^ Biran 2009, hlm. 131–132.
  7. ^ a b Biran 2009, hlm. 137.
  8. ^ Filmindonesia.or.id, Karnadi.
  9. ^ Biran 2009, hlm. 98, 143.
  10. ^ Heider 1991, hlm. 14.
  11. ^ Biran 2009, hlm. 351.
  12. ^ Susanto 2003, hlm. 241.
  13. ^ Biran 2009, hlm. 136.

Daftar pustaka

Pranala luar

sunting