Sejarah Film 1900–1950: Bikin Film di Jawa adalah buku sejarah sinema Hindia Belanda (sekarang Indonesia) tahun 2009 yang ditulis oleh Misbach Yusa Biran. Buku ini diterbitkan oleh Komunitas Bambu bekerja sama dengan Dewan Kesenian Jakarta. Buku ini ditanggapi positif oleh pembaca.

Sejarah Film 1900–1950
Sampul edisi pertama
PengarangMisbach Yusa Biran
NegaraIndonesia
BahasaIndonesia
SubjekSinema Hindia Belanda
Penerbit
  • Komunitas Bambu
  • Jakarta Arts Council
Tanggal terbit
Agustus 2009 (2009-08)
Jenis mediaSoftcover
Halaman443
ISBNISBN 9789793731582
 
Contoh gambar dari buku: iklan penayangan film tahun 1905

Sejarah Film 1900–1950 terdiri dari tiga bab[1] dan menyertakan banyak ilustrasi, termasuk foto tokoh-tokoh dan lokasi ternama, poster film, iklan, gambar promosi, dan sampul majalah.[2] Kata pengantarnya, berjudul "Menghindar Kekacauan dan Menolak Pengabaian", ditulis oleh produser dan kritikus film Eric Sasono.[1] Buku ini memiliki tiga apendiks, termasuk daftar film Hindia Belanda, daftar bioskop, dan reproduksi korespondensi antara personel film dari Hindia Belanda.[1] Sumber buku ini beragam, mulai dari wawancara pribadi hingga koran dan surat-surat kontemporer.[3]

Di kata pengantar, Biran membahas film-film pertama yang ditayangkan di Hindia Belanda (sekarang Indonesia) dan perkembangannya sejak 1900 hingga pertengahan 1920-an. Ia kemudian menjelaskan peran troupe panggung dalam industri hiburan Hindia Belanda pada masa itu.[4] Di akhir bab, ia berpendapat bahwa film-film yang dirilis pada masa itu, sebelum Darah dan Doa Usmar Ismail (1950), tidak bisa dianggap benar-benar "Indonesia" karena orientasinya komersial.[5]

Bab berikutnya membahas upaya awal dalam membuat film dokumenter dan film fiksi. Bab ini juga membahas secara rinci sejumlah sutradara dan produser yang aktif saat itu, serta beberapa film seperti film fiksi pertama di Hindia Belanda, Loetoeng Kasaroeng (1926), film suara pertama di Hindia Belanda, Karnadi Anemer Bangkong (1930), dan film tersukses pada masa itu, Terang Boelan (1937).[6]

Bab kedua, bab terpanjang di buku ini, membahas masa keemasan perfilman Hindia Belanda antara 1939 dan 1941. Bab ini juga membahas rumah-rumah produksi besar pada masa itu yang semuanya dimiliki etnis Cina. Selain itu, ada juga tren-tren yang sedang hangat saat itu, seperti sistem bintang, reportase industri, dan tema-tema umum. Film yang dibahas dalam bab ini meliputi film aksi Rentjong Atjeh, film romansa Kartinah (keduanya tahun 1940), dan film tegang supernatural pertama Tengkorak Hidoep.[7]

Bab terakhir membahas kondisi industri film selama pendudukan Jepang (1942–1945) dan Revolusi Nasional (1945–1949). Topik-topiknya mencakup propaganda Jepang selama masa pendudukan dan film-film pertama karya Usmar Ismail pada masa revolusi, serta aktivitas kantor berita Berita Film Indonesia.[8]

Latar belakang

sunting

Misbach Yusa Biran, penulis Sejarah Film 1900–1950, adalah mantan penulis naskah yang aktif di dunia sinema Indonesia pada tahun 1950-an. Tahun 1970-an, ia dikenal sebagai seorang pengarsip dan salah satu pendiri arsip film Sinematek Indonesia. Armando Siahaan dari The Jakarta Globe menganggap buku ini "kelanjutan alami" dari karya Biran sebelumnya.[3]

Konten dasar Sejarah Film 1900–1950 awalnya diterbitkan dengan judul Film Indonesia Bagian I: 1900-1950 pada tahun 1993. Bagian tersebut ditulis Biran bersama SM Ardan dan Taufik Abdullah. Biran menulis ulang karya awalnya setelah mengetahui penjabarannya terlalu acak.[9]

Rilis dan tanggapan

sunting

Sejarah Film 1900–1950 diterbitkan pada bulan Agustus 2009 oleh Komunitas Bambu bekerja sama dengan Dewan Kesenian Jakarta.[10] Siahaan menulis bahwa buku ini "wajib dimiliki penggemar film" sambil menekankan keterbacaannya dan pemakaian sumber-sumber utama.[3] Ia menganggap buku ini "menarik dan sangat kredibel."[3] Ekky Imanjaya dari Kompas menggambarkan buku ini sebagai suatu "kitab sakti dari pendekar film" dan upaya menerapkan teori "arkeologi media"-nya Thomas Elsaesser dalam konteks Indonesia.[5] Ia menulis sejumlah pernyataan, salah satunya adalah fakta bahwa film pertama yang ditayangkan di Hindia Belanda dibuat tahun 1900 dipercayai oleh publik namun kemungkinan besar salah.[5] Renal Rinoza Kasturi dari jurnal film Indonesia Jurnal Footage memuji buku ini, terutama gambar-gambarnya.[9]

Referensi

sunting
  1. ^ a b c Biran 2009, hlm. v–viii.
  2. ^ Biran 2009, hlm. ix–xiv.
  3. ^ a b c d Siahaan 2009, Book 'Sejarah Film'.
  4. ^ Biran 2009, hlm. 1–45.
  5. ^ a b c Imanjaya 2010, Sebuah Kitab Sakti.
  6. ^ Biran 2009, hlm. 46–164.
  7. ^ Biran 2009, hlm. 203–288.
  8. ^ Biran 2009, hlm. 313–370.
  9. ^ a b Kasturi 2009, Sebuah Kitab Sakti.
  10. ^ Biran 2009, hlm. iv.

Kutipan

sunting