Johan Paul Snel
Johan Paul Snel adalah seorang politikus dan birokrat Indonesia. Ia lahir di Bandung pada tanggal 19 Agustus 1917.
Johan Paul Snel | |
---|---|
![]() | |
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat | |
Masa jabatan 16 Agustus 1950 – 26 Maret 1956 | |
Presiden | Sukarno |
Grup parlemen | Partai Rakyat Nasional |
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Serikat | |
Masa jabatan 6 Maret 1950 – 16 Agustus 1950 | |
Presiden | Sukarno |
Informasi pribadi | |
Lahir | Johan Paul Snel 19 Agustus 1917 Bandung |
Partai politik | Partai Rakyat Nasional |
Afiliasi politik lainnya | Indisch-Nederlands Partij (1946-1949) Partai Indo Nasional (1949) Partai Demokrasi Indo (1949-1952) |
Profesi | Politisi, Birokrat |
![]() ![]() |
Ia mula-mula menjadi anggota Partai Indo Nasional dan kemudian Partai Rakyat Nasional (PRN). Pada zaman pemerintahan Hindia Belanda hingga pendudukan Jepang, ia bekerja sebagai pejabat imigrasi. Setelah proklamasi Kemerdekaan Indonesia, ia menjabat sebagai pejabat jawatan tersebut. Pada masa Republik Indonesia Serikat, ia diangkat sebagai anggota DPR RIS, sebagai wakil golongan Eropa. Sejak masa Negara Kesatuan Republik Indonesia, ia menjabat sebagai anggota DPR RI.[1]
Kehidupan Awal
suntingSnel lahir di Bandung pada tanggal 19 Agustus 1917, lalu tinggal selama 15 tahun di Belanda. Ia tercatat sebagai ketua sayap pemuda Indo-Europeesch Verbond (IEV), sebuah perhimpunan orang Indo di Hindia Belanda, pada tahun 1939-1940.[2]
Indisch-Nederlandse Partij
suntingPada tahun 1948, ia tercatat sebagai ketua Indisch-Nederlandse Partij (INP, Partai Indo-Belanda), sebuah partai politik nasionalis yang mewakili kepentingan kelompok warga Indo-Eropa yang pro-kemerdekaan yang didirikan pada tahun 1946[3][4]. INP mengkehendaki kemerdekaan Indonesia sebagai sebuah negara federal dalam bingkai Uni Belanda-Indonesia dan mendesak pemberian kewarganegaraan Indonesia bagi warga Indo-Eropa. Pada tanggal 13 Januari 1949, Snel menemui Perdana Menteri Belanda, Willem Drees, dan memintanya untuk memberikan kewarganegaraan Indonesia secepat-cepatnya bagi warga Indo-Belanda agar warga Indo-Eropa dapat terintegrasi ke dalam sistem politik Indonesia[5].
Pada 7 Februari 1949, Snel mewakili INP mengirimkan sebuah surat terbuka pada Wakil Tinggi Kerajaan Belanda untuk Hindia Belanda, Louis Joseph Maria Beel, yang memprotes keikutsertaan perwakilan dari golongan Indo-Eropa yang sama sekali tidak berniat untuk menjadi warga negara Indonesia dalam konferensi Majelis Permusyawaratan Federal (BFO) di Bandung. Ia mendesak agar konferensi BFO hanya mengikutsertakan perwakilan dari golongan minoritas yang bersumpah untuk menjadi warga negara Indonesia[6].
Dalam Konferensi Meja Bundar, Snel bersama INP/PIN (Partai Indo Nasional)[a] mewakili golongan warga Indo-Eropa yang pro-kemerdekaan Indonesia dan berkeinginan untuk menjadi warga negara Indonesia. INP sendiri masuk ke dalam delegasi BFO dalam konferensi tersebut dan hanya berbicara mengenai masalah kewarganegaraan bagi warga keturunan Indo-Eropa[7][8].
Walaupun ia menerima hasil Konferensi Meja Bundar, Snel menyayangkan adanya perlakuan khusus terhadap golongan minoritas keturunan Tionghoa, Eropa, dan Arab dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Serikat yang memberikan kursi khusus dalam Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Serikat pada golongan minoritas keturunan asing[9].
Pada tanggal 12 Februari 1950, Snel atas nama INP/PIN mengeluarkan sebuah pernyataan yang menolak Pemberontakan Darul Islam dan Kudeta APRA yang dilancarkan oleh Raymond Westerling[10]
Pada tanggal 13 Juli 1950, Snel mengundurkan diri dari INP/PIN karena perselisihan paham dengan pengurus lainnya mengenai penggunaan kata "asimilasi" bagi kaum Indo-Belanda dalam masyarakat Indonesia[3].
Partai Demokrasi Indo
suntingPada tanggal 14 Juli 1950, Snel bersama G.J. Claesen, Mr. P. Werbata, dan Mr. R. Heyden yang merupakan mantan pengurus INP/PIN mendirikan Partai Demokrasi Indo (Pardi). Pardi merupakan partai nasionalis berasaskan Pancasila yang menampung aspirasi warga Indo-Belanda yang berkeinginan untuk menjadi bagian dari bangsa Indonesia. Pardi mendukung kesetaraan hak antara warga pribumi dengan warga keturunan asing (Eropa, Tionghoa, dan Arab) dan menentang ketidakadilan terhadap warga negara minoritas. Dalam programnya, Pardi juga mendukung masuknya Nugini Belanda ke dalam Republik Indonesia.
Kehidupan Pribadi
suntingPada 16 Desember 1949, Snel mengambil kewarganegaraan Indonesia.
Catatan Kaki
sunting- ^ Pada saat ini, INP telah berganti nama menjadi Partai Indo Nasional (PIN) setelah bergabung dengan Indo Partij "de Blijver" pada tanggal 7 Juli 1949. Snel tetap menjadi ketua dalam PIN.
Referensi
sunting- ^ https://books.google.co.id/books?id=0O3Z5HNNghUC&pg=PA91&lpg=PA91&source=bl&ots=f4L8wLqjMo&sig=ACfU3U0YRGGHzk_khCEhVcI0tyoHd9xWuQ&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwjozeaszZ_4AhV773MBHS_uDQ8Q6AF6BAgUEAM#v=onepage&q&f=false
- ^ "Indo-Europeesch Verbond". De Indische verlofganger. 22 Desember 1939.
- ^ a b "De politike partijen in Indonesie (III): De P.I.N.". De vrije pers. 1950-07-15.
- ^ "Positie Ind. Nederlanders". Het dagblad. 23 Juli 1948.
- ^ "Informeelsche Contact Drees-Soepomo". Arnhemsche courant. 13 Januari 1949.
- ^ "Brief van Indisch-Ned. Partij aan dr. L.J.M. Beel". Het nieuwsblad voor Sumatra. 9 Februari 1949.
- ^ "De Minderheden in Indonesie". Nieuwe Apeldoornsche courant. 1949-08-29.
- ^ "Vertegenwoordiger van de Indo-Nationale Partij wenst slechts op één punt gehoord te worden". De Heerenveensche koerier. 1949-09-12.
- ^ "N.-Guinea als "provincie" strategisch onverdedigbaar". Nieuwe courant. 1949-12-02.
- ^ "INP over Westerling". De locomotief. 1950-14-02.