Kepuh

(Dialihkan dari Jangkang)

Kepuh atau kelumpang (Sterculia foetida) adalah sejenis pohon kerabat jauh kapuk randu. Tinggi dengan batang besar menjulang, pohon ini kerap didapati di hutan-hutan pantai. Di Bali dan juga di Jawa, pohon yang lekas tumbuh ini banyak ditemukan di pemakaman.

Kepuh
Kepuh, Sterculia foetida
menurut Blanco
Klasifikasi ilmiah Sunting klasifikasi ini
Kerajaan: Plantae
Klad: Tracheophyta
Klad: Angiospermae
Klad: Eudikotil
Klad: Rosid
Ordo: Malvales
Famili: Malvaceae
Genus: Sterculia
Spesies:
S. foetida
Nama binomial
Sterculia foetida
Sinonim
  • Clompanus foetida Kuntze
  • Sterculia mexicana var. guianensis Sagot

Nama-nama lainnya, di antaranya kepuh, kepoh, jangkang (Jw.); halumpang (Bat.); kĕpoh, kolèangka (Sd.); kalompang (Md.); kepuh, kepah, kekepahan (Bal.); kepoh, kelompang, kapaka, wuka, wukak (bahasa-bahasa di NTT); bungoro, kalumpang (Makassar.); alumpang, alupang, kalupa (Bug.); kailupa furu, kailupa buru (Maluku Utara); dan lain-lain.[2] Juga disebut sebagai kabu-kabu, kalupat, lepong, kelumpang jari.[3]

Nama genus|marganya diambil dari Sterculius atau Sterquilinus, yakni nama dewa pupuk pada mitologi Romawi. Bersama dengan nama spesiesnya, foetida (artinya, berbau keras, busuk), nama ilmiahnya merujuk pada bau tak enak yang dikeluarkan oleh pohon ini, terutama dari bunganya.

Pemerian

sunting
 
Daun kepuh

Pohon besar yang menggugurkan daun, berumah-dua, tumbuh hingga setinggi 40 m dan gemang batang 3 m. Cabang-cabang tumbuh mendatar dan berkumpul pada ketinggian yang kurang lebih sama, bertingkat-tingkat. Daun-daun majemuk menjari, bertangkai 12,5–23 cm, berkumpul di ujung ranting. Anak daun berjumlah 7-9, jorong lonjong dengan ujung dan pangkal meruncing, panjang 10–17 cm.[3]

 
Buah yang masak
 
Sterculia foetida

Bunga majemuk dalam malai dekat ujung ranting, panjang 10–15 cm, hijau atau ungu pudar; dengan kelopak yang berbagi-5 laksana mahkota, taju hingga 1,3 cm, berwarna jingga. Buah bumbung besar, lonjong gemuk, 7,6–9 x 5 cm; berkulit tebal, merah terang, akhirnya mengayu; berkumpul dalam karangan berbentuk bintang. Biji 10-15 butir per buah, kehitaman, melekat dengan aril berwarna kuning, 1,5–1,8 cm panjangnya.[3]

Penyebaran dan ekologi

sunting

Menyebar luas mulai dari Afrika timur, Asia Selatan, Asia Tenggara, Kepulauan Nusantara hingga ke Australia, asal usul kepuh diperkirakan dari Afrika tropika|tropis.

Kepuh sering didapati di hutan dataran rendah|hutan-hutan dataran rendah hingga ketinggian 500 m dpl., terutama di wilayah yang agak kering. Pohon ini di waktu-waktu tertentu menggugurkan daun.

Kegunaan

sunting
 
Pohon yang gugur daun

Kayunya berwarna putih keruh, ringan, dan kasar; tidak kuat, tidak awet, serta tidak tahan terhadap serangan serangga. Kayu ini, meskipun mudah didapatkan dalam ukuran besar, kurang baik untuk bangunan karena mudah rusak. Biasanya digunakan untuk membuat biduk, peti pengemas, dan batang korek api. Namun begitu, pohon kepuh yang tua dapat menghasilkan kayu teras bergaris-garis kuning yang cukup baik untuk membuat perahu dan peti mati.[2] Mungkin juga kayunya ini cocok untuk mebel.

Daun-daunnya konon digunakan untuk mengobati demam, mencuci rambut, dan sebagai tapal untuk meringankan sakit pada kaki dan tangan yang terkilir atau patah tulang. Kulit kayunya diseduh sebagai obat penggugur kandungan (abortivum).[2]

Kulit buahnya yang tebal dibakar hingga menjadi abu, dan digunakan untuk memantapkan warna yang dihasilkan oleh kesumba. Air rendaman abu ini juga digunakan sebagai obat penyakit kencing nanah.[2]

Biji kepuh mengandung minyak (khas, karena testanya juga mengandung minyak, selain pada embrio). Sebagaimana dicatat oleh Heyne,[2] inti bijinya mengandung 40% minyak kuning muda yang tak mengering. Biji-biji ini disangrai untuk dimakan atau dibuat sambal. Biji kepuh dulu juga acap dikempa untuk diambil minyaknya, yang berguna sebagai minyak lampu, minyak goreng, atau, di Kangean, sebagai malam untuk membatik. Mengandung senyawa racun, biji ini juga dimanfaatkan sebagai obat (bahan jamu).[2]

Tanaman kepuh telah dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi bangunan rumah terutama untuk kebutuhan bahan-bahan kayu gordin dan atap, karena kayu biji kepuh ringan, dan mudah untuk dipaku, dan memiliki ketahanan dan kekuatan yang cukup baik. Pemanfaatan lain dari tanaman kepuh adalah digunakan sebagai bahan obat-obatan tradisional. Berdasarkan informasi dari 16 responden pada penelitian yang diterbitkan oleh balai penelitian kehutanan kupang. tanaman kapuh dapat digunakan sebagai bahan pengawet benih pertanian seperti kacang-kancangan agar tidak dimakan oleh rayap. Pemakaian ini dilakukan dengan cara menggunakan air dari rendaman kulit kepuh, sehingga tidak disukai oleh rayap. Penggunaan kedua yaitu daun, kulit, dan akar dapat digunakan juga untuk mengobati luka pada ternak. Masing-masing bagiannya dicampur kemudian dihancurkan sampai halus, setelah itu ditempelkan pada tubuh hewan yang luka, berdasarkan info dari masyarakarakat juga digunakan untuk menyembuhkan tulang yang patah. Pengalaman dari penduduk di desa tafas menjelaskan bahwa, tanaman kepuh berguna dalam mengatasi kesulitan proses kelahiran. Kulit buahnya yang telah matang dibakar hingga hangus, kemudian kemudian diseduh dengan air hangat.informasi yang diperoleh dari masyarakat tersebut berguna untuk memandang tanaman ini dari sudut pandang ekonomi serta aspek bio-aktif untuk dilakukan penelitian lebih lanjut dibandingkan hanya menjual kayu dari pohon kapuh.[4]

Penggunaan sebagai biodiesel

sunting

Inovasi yang dilakukan terhadap tanaman kepuh yaitu sebagai sumber bahan bakar hayati (biofuel), yang minyaknya dapat menjadi biodiesel melalui proses alkoholisis. Kajian penggunaan minyak biji kepuh sebagai biofuel masih dalam skala laboratorium sehingga belum layak digunakan secara komersial karena belum ekonomis. Namun untuk penggunaan secara umum di Indonesia (misalnya di Jawa Barat), minyak kepuh sudah digunakan sebagai produk industri seperti kosmetik, sabun, shampo, pelembut kain, cat, dan plastik. Tumbuhan kepuh di Jawa Barat lebih baik kualitas produknya daripada daerah lain. Namun, hasil analisis laboratorium diperoleh kandungan minyak kepuh di NTT diketahui lebih tinggi, sebesar 44,36%, daripada dari daerah Jawa Barat, sebesar 42,6%, tetapi kualitas minyak dari Jawa Barat lebih baik daripada dari NTT, sebagaimana diperlihatkan oleh bilangan asam yang lebih rendah. Bilangan asam merupakan salah satu indikator mutu minyak, semakin rendah bilangan asam maka kualitas minyak semakin baik. Bilangan asam minyak biji kepuh asal Majalengka (2,80 mg KOH/g minyak) lebih rendah daripada bilangan asam minyak kepuh dari NTT (313 mg KOH/g minyak). Dengan kualitas minyak biji kepuh yang cukup baik, minyak kepuh berkualitas dari Jawa Barat memiliki prospek yang baik.[5]

Standardisasi SNI biodiesel

sunting

Dalam hal standardisasi untuk produk olahan biji kepuh, standar yang digunakan adalah standar SNI. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah viskositas yang berpengaruh terhadap semburan pada mesin diesel, selain itu viskositas juga berpengaruh terhadap penguapan bahan baku, efisiensi pembakaran dan faktor ekonomi lainnya.(sudrajat,,2012) Kemudian terdapat hubungan antara densitas dengan vikositas. Yaitu densitas adalah massa per unit volume, densitas fluida dianggap sebagai kuantitas massa fluida per uni volumenya. Densitas dari fluida akan berpengaruh setidaknya terhadap besarnya gaya atau stress bekerja di dalam fluida ketika mengalir, sedangkan viskositas didefinisikan sebagai sebagai rasio dari shear stress terhadap laju deformasi dari shear sepanjang fluida. Viskositas akan bervariasi berdasarkan temperatur. Karena kedua parameter densitas dan viskositas memegang peranan penting dalam perilaku fluida, maka keduanya dapat dihubungkan secara kneatik yaitu V=μ/ρ. Yang mana semakin kecil viskositas akan semakin besar densitasnya, dan berlaku pula sebaliknya. Parameter ketiga yang berpengaruh pada standardisasi biodiesel adalah bilangan asam yang mana semakin tinggi bilangan asam akan mempercepat terjadinya korosi, sehingga akan memperpendek umur mesin. Setelah melihat berbagai parameter tersebut dibandinkan dengan standar SNI-04-7182-2006. Yang mana bilangan asam maksimal adalah 0,8 mg KOH/g, densitas pada suhu 40oC yaitu 850–890 kg/m3, viskositas pada suhu 400C yaitu 2,3-6,0 cSt, dan titik nyala mangku tertutup minimal 100oC.[6]

Kajian metabolomik terhadap kapuh

sunting

Untuk saat ini kajian metabolomik yang telah dilakukan terhadap biji kepuh, nerupa uji senyawa antiradikal bebas pada minyak daging biji kepuh. Secara umum biji kepuh mengandung beberapa jenis asam lemak. Dari daging bijinya mengandung asam sterkulat, asam oleat, asal linoleate, asam palmitat, asam miristat, serta asam lemak jenuh lainnya. Analisi minyak tumbuhan ini dapat menggunakan cara spektroskopi yang paling bermanfaat untuk identifikasi asam lemak adalah spektoskopi massa. sedangkan gabungan spektroskopi massa adalah cara analisis yang paling baik untuk asam lemak berantai Panjang. Berdasarkan uji pendahuluan ekstrak n-heksana dan ekstrak etanol daging biji kepuh diketahui mengandung senyawa triterpenoid. Kemudian, menggunakan pereaksi Willstater juga menunjukan adanya flavonoid. Hasil pengocokan kedua ekstrak dengan air menunjukan pembentukan busa yang merupakan rekasi saponin. Selain itu, terkandung pula n-heksana dan ekstrak etanol daging biji kepuh mengandung minyak relatif tinggi.[7]

Dilakukan uji pendahuluan untuk mengatahui aktivitas antijamur, antibakteri, uji toksisitas, dan anti radikal bebas terhadap ekstrak n-heksana dan ekstrak etanol menunjukan bahwa ekstrak n-heksana tidak memberikan aktivitas antijamur dan hanya memberikan zona hambat 1 mm pada ekstrak etanol. Pada uji aktivitas antibakteri, tidak memberikan zona hambat pada n-heksana dan etanol, uji toksisitas terhadap larva udang Artemia salina. Diperoleh harga LC50 untuk ekstrak n-heksana daging biji kepuh adalah 380,198 dan untuk ekstrak etanol daging diperoleh LC50 dengan nilai 13,904 ppm. tetapi berdasarkan paper yang dirujuk, hasil ini diragukan akibat adanya minyak yang terkandung dalam ekstrak n-heksana dan ekstrak etanol daging biji kepuh yang menutupi lapisan air sehingga larva udang Artemia salina. Kekurangan oksigen dan menybabkan kematian. Sedangkan untuk uji aktivitas antiradikal bebas, pada ekstrak n-heksana daging biji kepuh diperoleh hasil setelah 5 menit perendaman yaitu 22,74% dan persen peredaman setelah 1 jam sebesar 36, 55%. Pada ekstrak etanol daging biji kepuh diperoleh aktivita peredaman radikal bebas dengan persen peredaman setelah 5 menit sebesar 55,07% dan persen peredaman setelah 1 jam 85,05%. Pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui komponen senyawa dalam minyak daging biji kepuh yang aktif antiradikal bebas serta mengetahui konsentrasi bebas serta mengetahui komponen senyawa dalam minyak daging biji kepuh secara kualitatif maupun kuantitatif dengan kromatografi gas dan spektrometri massa(GC-MS).[7]

Data percobaan tadi diperoleh menggunakan analisis kualitatif dengan kromatografi Gas-spektrometri Massa, sebanyak 1µL minyak ekstrak etanol daging biji peuh diencerkan dengan etanol pada labu ukur 10 mL. minyak dari ekstrak etanol yang sudah diencerkan kemudian dianalisis dengan GC-MS. Spektrum massa yang diperoleh dibandingkan dengan spektrum pembanding yang telah terprogram pada aat GC-MS. Kemudian analisis kuantitatif dengan GC-MS, dengan cara serbuk asam palmitat ditimbang sebanyak 0,1 gram kemudian dilarutkan dengan kloroform dalam labu ukur 10 ml sampai tanda batas, sehingga konsentrasinya menjadi 1 ppm. penentuan sektrum standar dilakukan dengan cara menginjeksikan larutan standar 1 ppm ke alat GC sebanyak 1 µL. catat waktu retensi dan luas areanya. sebanyak 1 µL minyak dari ekstrak etanol daging biji kepuh diencerkan dengan etanol pada labu ukur 10 mL. sebanyak 0,1 mL larutan standar 100 ppm, kemudian dimasukan ke dalam labu ukur 10 ml. selanjutnya ditambahkan minyak ekstraksi etanol yang sudah diencerkan sampai tanda batas. Penetuan spektrum minyak ekstrak etanol yang telah ditambahkan standar ke alat GC sebanyak 1,0 µL. catat waktu retensi dan luas areanya. selanjutnya kadar senyawa standar yang ada dalam sampel dihitung secara kuantitatif, sehingga diperoleh konsentrasi relatif senyawa-senyawa yang ada dalam minyaka ekstrak etanol daging biji kepuh.[7]

Minyak ekstrak n-heksan dan minyak ektrak etanol yang diperoleh diuji aktivitas antiradikal bebasnya dengan tahap-tahap yaitu, sebanyak 0,08 gram sampel yang diperoleh diencerkan dengan metanol pada labu ukur 10 µL sehingga kadarnya 8000 ppm. kristal DPPH ditimbang seberat 0,0004 gram untuk dilarutkan dalam metanol dengan menggunakan labu ukur 10 mL sehjingga kadarnya 0,004%(b/v). Larutan blanko yang digunakan adalah metanol. Pencatatan dilakukan terhadap absorbansi pada Panjang gelombabng 497 nm, 517 nm, dan 537 nm untuk DPPH. Sejumlah 1 mL sampel yang telah diencerkan dimasukkan kedalam kuvet lalu ditambahkan kedalam 2mL larutan DPPH 0,004%. Campuran tersebut kemudian diaduk rata dengan menggunakan pipet. Larutan blanko pada sampe adalah metanol. Pada menit ke-5 dan ke-60 setelah reaksi berlangsung, dilakukan pencatatan absorbansi pada Panjang gelombang 497, 517, dan 537 nm.[7]

Kemudian diperoleh kesimpulan berupa, Minyak dari etanol daging biji kepuh berpotensi sebagai agen antiradikal bebas dengan persentase peredaman pada menit ke-5 sebesar 55,07% dan pada menit ke-60 sebesar 85,05%. Dan hasil analisis kualitatif dan kuantitatif dengan GC-MS menunjukan bahwa ekstrak etanol minyak daging biji kepuh diduga mengandung 8 komponen mayor berupa:metil palmitat, asam palmitat, etil palmitat, etil okta deka, metal nonadeka, etil stereatm pentadeka diena, dan etoksi metoksi oktadeka.[7]

Catatan kaki

sunting
  1. ^ Linne, C. von. 1753. Caroli Linnaei ... Species plantarum :exhibentes plantas rite cognitas, ad genera relatas, cum differentiis specificis, nominibus trivialibus, synonymis selectis, locis natalibus, secundum systema sexuale digestas... Tomus II: 1008. Holmiae :Impensis Laurentii Salvii, 1753.
  2. ^ a b c d e f Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, jil. 3:1353-1355 Terj. Yayasan Sarana Wana Jaya, Jakarta
  3. ^ a b c ICRAF Tree Database: Sterculia foetida L. Diarsipkan 2012-01-19 di Wayback Machine.
  4. ^ Njurumana, Gerson ND (2011). "EKOLOGI DAN PEMANFAATAN NITAS (Sterculia foetida L.) DI KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN, NUSA TENGGARA TIMUR". Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 8 (1): 35–44. doi:10.20886/jphka.2011.8.1.35-44. ISSN 0216-0439. 
  5. ^ "Puslitbang Perkebunan - Pusat Keunggulan Inovasi Teknologi Perkebunan Berkelas Dunia". Puslitbang Perkebunan. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-01-20. Diakses tanggal 2019-05-23. 
  6. ^ Sudradjat, Raden; S, Yogie; Hendra, Djeni; Setiawan, Dadang (2010-06-30). "PEMBUATAN BIODIESEL BIJI KEPUH DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI". Jurnal Penelitian Hasil Hutan. 28 (2): 145–155. doi:10.20886/jphh.2010.28.2.145-155. ISSN 0216-4329. 
  7. ^ a b c d e Bawa, I. G. G. (2010). Analisis Senyawa Antiradikal Bebas Pada Minyak Daging Biji Kepuh (Stercuria foetida L). Jurnal Kimia.

Pranala luar

sunting