Inventarisasi hutan

koleksi sistematis mengenai hutan

Inventarisasi hutan adalah kegiatan pengumpulan dan penyusunan data dan informasi mengenai sumber daya hutan dan karakteristik suatu kawasan hutan. Tujuan dari inventarisasi hutan untuk mengetahui potensi sumber daya hutan dan melaksanakan perencanan berkelanjutan pengelolaan sumber daya hutan.[1][2]

Etimologi

sunting

Inventarisasi hutan berasal dari bahasa Inggris yakni Forest Inventory, diserap ke bahasa Belanda menjadi Bosch Inventarisatie, dan istilah tersebut digunakan oleh pengelola hutan pada zaman kolonial di Indonesia dengan sebutan Inventore Hutan. Inventarisasi hutan memiliki istilah yang lain seperti inventore hutan, perisalahan, dan/atau perisalahan hutan. Penggunaan istilah inventore hutan ataupun perisalahan digunakan oleh para pengelola hutan jati di Jawa pada zaman kolonial dikarenakan cara inventarisasi hutan yang dilakukan menggunakan metode okuler sebagai metode inventarisasi hutan. Metode okuler yang dimaksud adalah sebuah metode untuk menggambarkan kualitas suatu pohon atau tegakan pada akhir tebangan atau akhir daur secara kualitatif.[3] Hingga setelah kemerdekaan sampai sekarang, penggunaan istilah inventore hutan beralih ke inventarisasi hutan dikarenakan penggunaan bahasa baku. Inventarisasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah kegiatan pencatatan dan/atau pengumpulan suatu barang atau data (yang dimaksud dalam artikel ini adalah hutan).[4] Sampali saat ini, istilah inventarisasi hutan mengalami perkembangan dan juga memiliki istilah-istilah lainnya yang berkembang, seperti Timber cruising, Cruising, Timber estimation, Forest survey, dan Penaksiran potensi hutan.[5]

Sejarah

sunting
 
Hutan Jati di Gunung Gigir, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur

Inventarisasi hutan pertama kali dilakukan pada sekitar abad ke-14 di Eropa tengah. Pada masa tersebut terjadi eksploitasi tambang secara besar-besaran di Prancis, Jerman, dan Inggris[6] yang mengakibatkan sumber daya hutan terkena dampaknya.[7] Insinyur pertambangan berkebangsaan Jerman, Carl von Carlowitz yang memiliki dan mengelola tambang dan sumber daya hutan disekitarnya menjelaskan mengenai konsep inventarisasi hutan pada tahun 1712 dengan prinsip pembangunan berkelanjutan. Bersamaan dengan hal tersebut, ilmu kehutanan juga mengalami perkembangan dari Eropa tengah dan inventarisasi hutan termasuk dalam cabang ilmu kehutanan. Tetapi, inventarisasi hutan merupakan aplikasi dari teknik sampling sebelum abad ke-19, oleh karenanya inventarisasi hutan mulai berkembang dari abad ke-19 dan hingga abad ke-20.[8] Dimulai dari abad ke-19, inventarisasi hutan merupakan salah satu komponen terpenting dalam perencanaan kehutanan, dikarenakan penggunaan ilmu statistika untuk inventarisasi hutan mengalami peningkatan. Pada tahun 1840-an, inventarisasi hutan secara besar-besaran dilakukan di Swedia. Pada tahun 1860-an, dilaksanakan inventarisasi hutan hujan tropis di Burma (Myanmar) oleh Dietrich Brandis, ahli kehutanan dari jerman.[9] Pada tahun 1910-an, dilaksanakan inventarisasi hutan nasional di negara-negara Nordik, seperti Norwegia, Swedia, dan Finlandia.[10] Selanjutnya perkembangan inventarisasi hutan mengalami peningkatan disebabkan oleh: peningkatan permintaan dan penawaran pasar kayu, kemajuan ilmu pengetahuan, dan perkembangan teknologi sarana dan prasarana.[11]

Pelaksanaan di berbagai negara

sunting

Inventarisasi hutan dilaksankan oleh berbagai negara sebagai alat pengukur keberadaaan habitat hewan dan tumbuhan, sebagai penyedia hasil hutan kayu dan non-kayu, serta menawarkan perlindungan dari bencana alam dan bermanfaat sebagai jasa wisata dan jasa lingkungan.[12] Berikut merupakan berbbagai pelaksanaan inventarisasi hutan di berbagai negara.

Indonesia

sunting

Inventarisasi hutan di Indonesia diatur dalam undang-undang (UU) No. 41 tahun 1999[13] dan peraturan pemerintah (PP) No. 44 tahun 2004[14] bersama dengan kegiatan-kegiatan yang ada di perencanaan kehutanan. Inventarisasi hutan dilakukan oleh pengelola hutan di Indonesia, contohnya di Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Perum Perhutani, Hutan alam (HA) atau Hutan tanaman industri (HTI) yang umumnya melakukan inventarisasi hutan guna kepentingan produksi pohon (kayu), seperti Perum Perhutani melakukan inventarisasi hutan untuk mengetahui data dan informasi potensi produksi hutan jati di Kesatuan pemangkuan hutan (KPH) produksi, seperti luas hutan, volume kayu, tegakan berdiri (Standing stock), dan tegakan rebah (Growing stock).[15] Kegiatan inventarisasi hutan dianggap berhasil jika dapat menggambarkan kualitas potensi hutan dalam bentuk kubikasi (volume kayu) di hutan produksi.[16] Meskipun begitu, inventarisasi hutan juga dapat digunakan untuk mengetahui dan memperoleh data dan informasi mengenai kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat sekitar hutan[17] serta jasa dan lingkungan alamnya. Tujuan dari inventarisasi hutan adalah mendapatkan data dan informasi untuk penyusunan kehutanan. Inventarisasi hutan tidak dapat dilakukan secara sembarangan, harus memiliki tujuan yang jelas, melakukan pelaporan dan dokumentasi yang komprehensif dan transparan, metodologis, dan presisi.[18]

Malaysia

sunting

Malaysia melaksanakan inventarisasi hutan tingkat negara 10 (sepuluh) tahun sekali yang berada dikewenangan Kementerian Tenaga dan Sumber Asli Malaysia. Inventarisasi hutan di Malaysia pertama kali (NFI1) dilaksanakan pada tahun 1970 hingga 1972 yang dilaksanakan oleh Jabatan Perhutanan Semenanjung Malaysia dan bantuan dari FAO, sedangkan inventarisasi hutan kedua (NFI2) dilaksanakan pada tahun 1980 hingga 1982 yang dilaksanakan oleh Jabatan Perhutanan Semenanjung Malaysia. Metode sampling kedua inventarisasi yang digunakan adalah random cluster sampling dengan setiap klusternya terdiri dari 12 petak ukur dengan ukuran 50 X 20 m. Penentuan titik awal sampling dilaksanakan diatas peta. Data dan informasi yang diambil antara lain: pohon dengan diameter setinggi dada (DBH) lebih dari 30 cm, pohon dengan DBH antara 15 cm - 30 cm, tinggi pohon, jenis pohon, kualitas pohon, dan panjang log, serta pencatatan bambu dan rotan untuk hasil hutan non-kayunya.[19]

 
Hasil Landsat Semenanjung Malaysia

Inventarisasi hutan yang ketiga (NFI3) dilaksanakan pada tahun 1991 hingga 1993 yang dilaksanakan oleh Jabatan Perhutanan Semenanjung Malaysia dengan bantuan FAO. Pengambilan data dan informasi hutan menggunakan penginderaan jauh dan sistem informasi geografis (SIG) dan berada di bawah naungan Continuous Forest Resource Monitoring System. Penggunaan penginderaan jauh terdiri dari 3 (tiga) fase, yakni fase pengambilan data melalui satelit, fase pengolahan informasi pada setiap data dengan SIG, dan fase pengolahan data dan informasi secara menyuluruh.[19]

Inventarisasi hutan yang keempat (NFI4) dilaksanakan pada tahun 2002 hingga 2004 yang dilaksanakan oleh Jabatan Perhutanan Semenanjung Malaysia dengan bantuan German Technical Cooperation Agency (GTZ). Inventarisasi hutan yang kelima (NFI5) dilaksanakan pada tahun 2011 hingga 2013 yang dilaksanakan oleh Jabatan Perhutanan Semenanjung Malaysia. Pengambilan data dan informasi hutan menggunakan penginderaan jauh dan SIG. Petak ukur yang digunakan berbentuk lingkaran, berbentuk titik, dan berbentuk strip. Dalam satu area sampling, terdiri dari 4 (empat) sampel petak ukur lingkaran, ukuran petak ukur lingkaran sebesar 0,02 ha dengan jarak antar petak ukur lingkaran 100 m. Dalam satu petak ukur lingkaran diambil data mengenai pohon komersial dengan DBH kurang dari 10 cm dan tinggi pohon 1,5 m dan beberapa tanaman obat bernilai tinggi. Dalam satu petak ukur lingkaran, dilaksankan petak ukur titik untuk mengambil data mengenai pohon dengan DBH lebih dari 10 cm. Jarak antar petak ukur lingkaran tersebut juga dilakukan petak ukur strip seluas 0,12 ha dengan mengambil data hasil hutan non-kayu seperti bambu, rotan, dan sawit.[19][20]

Jerman

sunting

Jerman melaksanakan inventarisasi hutan dibawah nanungan Kementrian Pangan dan Pertanian Jerman (Bundesministerium für Ernährung und Landwirtschaft) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali. Data dan informasi hasil inventarisasi digunakan sebagai sampel dan perkembangan hutan di Jerman dengna mengambil data-data seperti luas area hutan, keanekaragaman spesies pohon, struktur umur hutan, stok tumbuh, dan pemanenan kayu.[21] Pada tahun 1878, dilakukan survei hutan yang mencakup seluruh wilayah kekaisaran jerman dan dewan federal memutuskan dilaksanakannya survei hutan setiap 10 (sepuluh) tahun sekali. Pada tahun 1984 dilakukan inventarisasi hutan nasional yang pertama (NFI1). Inventarisasi tersebut dilakukan di wilayah jerman barat dari tahun 1986 hingga 1988 dengan menggunakan metode sampling acak sederhana. Data yang diambil adalah pohon yang memiliki DBH diatas 10 cm dengan menggunakan petak ukur permanen[22].

Inventarisasi hutan nasional yang kedua (NFI2) dilaksankaan pada bulan oktober tahun 2000 hingga akhir 2002 dan penyajian hasil informasi pada tahun 2004. Wilayah yang diinventarisasi terdiri dari wilayah jerman barat dan jerman timur yang dilaksanakan oleh pemerintah federal dan pemerintah negara bagian federal jerman. Data dan informasi yang diambil berupa data dari NF1 dan ditambah oleh berbagai parameter lainnya, seperti: batas hutan, pohon mati dengan DBH sebesar 50 cm hingga 60 cm, tanaman semak dan tanaman bawah hutan, dan perbandingan pohon sampel dengan pohon yang berada di hutan tanpa sampel. Metode yang digunakan adalah metode kluster, metode kluster digunakan untuk membedakan antara hutan yang homogen dan heterogen. Terdapat 3 (tiga) tipe petak ukur yang digunakan, yakni: petak ukur persegi 4 km X 4 km untuk hutan homogen, petak ukur persegi 2,83 km X 2,83 km, dan petak ukur persegi 2 km X 2 km[23].

Inventarisasi hutan nasional yang ketiga (NFI3) dilaksankaan pada tahun 2011 hingga 2012. Pengambilan data menggunakan metode terrestis dengan petak ukur permanen. Metode yang digunakan sama seperti NFI2, yakni metode kluster. Data yang diambil juga sama dengan NFI2. Meskipun begitu, kualitas data inventarisasi harus memenuhi syarat seperti mengontrol data yang masuk dan melakukan pengecekan hasil data lapangan dengan pangkalan data.[24] Inventarisasi hutan nasional yang keempat (NFI4) akan dilaksankaan pada tahun 2021 hingga 2022 dengan bantuan perencanaan inventarisasi dari Institut Thunen.[25]

Kanada

sunting

Inventarisasi hutan Kanada dilaksanakan dan dikolaborasi oleh tiga belas pemerintah federal, provinsi, dan wilayah dari seluruh Kanada dikarenakan Inventarisasi hutan kanada tidak memiliki undang-undang yang mengaturnya. Pada tahun 1981, sistem berbasis komputer inventarisasi hutan kanada yakni Canada's Forest Inventory (CanFI) dikembangkan untuk mengelola dan merangkum data dan informasi yang diperoleh dari berbagai lembaga dan mengonversi data terbaik yang tersedia dari inventarisasi provinsi, federal, dan wilayah ke dalam skema inventarisasi hutan nasional. CanFI mengompilasi data dan informasi tersebut pada tahun 1981, 1986, 1991, dan 2001. Meskipun begitu, kebutuhan inventarisasi hutan nasional diperlukan dikarenakan standar variasi yang bervariasi, tidak dapat digunakan sebagai pembanding hutan sebelumnya dan selanjutnya, serta minim informasi non-kayu, seperti tanaman bawah hutan. Sehingga, sejak tahun 2000 hingga 2006 dilakukan persiapan inventarisasi hutan nasional, seperti pembuatan petak ukur permanen. Pada tahun 2008 dilakukan inventarisasi hutan nasional pertama (NFI1) dan pada tahun 2018 dilakukan inventarisasi hutan nasional kedua (NFI2).[26][27]

Pengambilan data menggunakan penginderaan jauh dan terrestris. Data yang diambil antara lain: estimasi keanekaragaman spesies, volume kayu, dan data lain yang diinginkan, hasil foto penginderaan jauh, dan penentuan titik sampel dalam suatu populasi hutan. Penentuan titik sampel menggunakan sistem komputer dan dilaksankaan diseluruh wilayah kanada. Intensitas sampling yang digunakan adalah minimal 1% dari total luas wilayah kanada. Sampel 1% tersebut disajikan dalam bentuk petak ukur berukuran 20 km X 20 km pada berbagai area wilayah. Didalam petak ukur tersebut terdapat plot ukur berukuran 2 km X 2 km dengan ukuran dilapangan. Penentuan plot ukur dilakukan di foto hasil penginderaan jauh dan ditafsirkan secara penuh sesuai dengan tutupan lahan dan/atau atribut tegakan hutan lainnya.[28]

Referensi

sunting
  1. ^ "Inventarisasi Hutan". Ilmu Hutan (dalam bahasa Inggris). 2013-07-17. Diakses tanggal 2020-01-28. 
  2. ^ "Pedoman Inventarisasi Hutan – memperbarui landasan penting perencanaan". www.forclime.org. Diakses tanggal 2020-01-28. 
  3. ^ Simon 2007, hlm. 1 - 6: "Istilah Inventarisasi Hutan berasal dari bahasa Inggris, lalu diambil ke bahasa Indonesia dari serapan bahasa Belanda. Terdapat juga istilah lain dari Inventarisasi Hutan, seperti Inventore Hutan, Perisalahan, dan/atau Perisalahan Hutan; Metode Okuler yang dimaksud adalah cara yang digunakan untuk menaksir volume tegakan pada umur tebang (akhir daur), yang disebut dengan suatu angka rapor untuk melukiskan kualitas tegakan tersebut"
  4. ^ "Arti kata inventarisasi - Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online". kbbi.kemdikbud.go.id. Diakses tanggal 2020-01-28. 
  5. ^ Malamassan 2009, hlm. 2: "Istilah lain yang sama pengertiannya dengan Inventarisasi Hutan antara lain adalah: Timber Cruising, Cruising, Timber Estimation, Forest Survey"
  6. ^ Sands 2013, hlm. 27: "Population and wealth increase in the 12th, 13th, and the first half of 14th centuries. This was also an active period of deforestation, for farmland in France, Germany, and for wood products in England."
  7. ^ Asrat dan Yemiru 2013, hlm. 4: "The first inventories were carried out in Europe in the 14th and 15th centuries rise of forest inventory was due to intensive mining activities which in the vicinity of the mines depleted the forest resources severely."
  8. ^ Simon 2007, hlm. 5: "Ilmu kehutanan mulai muncul dan berkembang di Eropa Tengah, seperti Perancis, Swiss, Austria, dan Jerman"
  9. ^ "Who is Dietrich Brandis?". eNotes (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-03-22. 
  10. ^ Asrat dan Yemiru 2013, hlm. 5: "The first large area inventories took place in Sweden around 1840 on provincial level and the first large area forest inventory in the tropics was carried out in Burma around 1860 (by Dietrich Brandis). Beginning in the 1910s national forest inventories were carried out in the Nordic countries Norway, Sweden and Finland."
  11. ^ Simon 2007, hlm. 6: "Beberapa faktor yang berpengaruh kuat terhadap bentuk atau sistem inventore hutan adalah:perimbangan supply-demand kayu, kemajuan ilmu pengetahuan, dan perkembangan teknologi"
  12. ^ "LFI - Ziele". www.lfi.ch. Diakses tanggal 2020-03-15. 
  13. ^ "Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999" (PDF). 
  14. ^ "Peraturan Pemerintah No.44 Tahun 2004". 
  15. ^ Durbani & -, hlm. 1: "Menyajikan data potensi produksi hutan, meliputi luasan, volume kayu, standing stock, growing stock, dan struktur tegakan yang ada didalamnya"
  16. ^ Kemendikbud 2013, hlm. 8: "Kegiatan inventarisasi hutan berhasil bila sumber daya manusia memiliki kemampuan dalam menilai potensi hutan produksi dalam kubikasi (volume kayu)."
  17. ^ Kementrian Kehutanan 2010, hlm. 1: "Untuk mengetahui dan memperoleh data dan informasi mengenai potensi, karakteristik, kondisi sosial ekonomi, serta informasi lainnya pada suatu wilayah hutan"
  18. ^ Asrat dan Yemiru 2013, hlm. 7: "A good forest inventory must: Should be conform to the objectives; Should provide adequate precision Methodologically sound & follow statistical sampling criteria; Have comprehensive & transparent reporting & documentation; and Overall credibility"
  19. ^ a b c "BRIEF ON NATIONAL FOREST INVENTORY" (PDF). 
  20. ^ "FOREST INVENTORY IN MALAYSIA" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2020-03-24. 
  21. ^ "Thünen-Institut: National Forest Inventory". www.thuenen.de. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-03-24. Diakses tanggal 2020-03-15. 
  22. ^ Polley 2010, hlm. 223: "In 1878, the first forest survey was conducted covering the entire German Empire as a combination of official statistics. On 7 July 1892, the Federal Council of the German Empire resolved to conduct a forest survey every 10 years."
  23. ^ Polley 2010, hlm. 226: "To account for ecological and forestry developments and to meet the increased need for information, NFI2 covers new parameters that had not been taken into account in NFI1, like example: Forest edges, Deadwood, The shrub layer and the ground vegetation allow conclusions about the silvicultural, and The comparison of the present composition of tree species at the sample plot with the composition of tree species of the natural forest community provides information on the naturalness of the tree species composition. hydrological and wildlife biological situation of a forest."
  24. ^ "BMEL - Bundeswaldinventur: BMEL - Federal Forest Inventory::Surveying the forest". www.bundeswaldinventur.de. Diakses tanggal 2020-03-15. 
  25. ^ "German National Forest Inventory: Upcoming methodological or technological issues & innovations" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2020-03-24. 
  26. ^ "NFI". nfi.nfis.org. Diakses tanggal 2020-03-15. 
  27. ^ "NFI". nfi.nfis.org. Diakses tanggal 2020-03-15. 
  28. ^ "Canada's national forest inventory: monitoring the sustainability of Canada's forests". www.fao.org. Diakses tanggal 2020-03-15.