Holokaus dan Nakba

Holokaus dan Nakba dianggap sebagai peristiwa yang saling terkait dalam diskusi tentang konflik Israel-Palestina. Baik secara historis maupun dalam cara kedua tragedi ini memengaruhi persepsi kedua belah pihak tentang konflik tersebut.[1] Di Israel, semua orang Yahudi Israel dianggap sebagai penyintas Holokaus yang harus melaksanakan keharusan untuk tidak pernah lagi menjadi korban Yahudi.[2] Keunikan Holokaus ditekankan dan setiap hubungan antara Holokaus dan Nakba ditolak.[3][4] Buku The Holocaust and the Nakba yang terbit pada tahun 2018 berpendapat bahwa "kecuali kita dapat menyimpan kedua momen ini di hati dan pikiran kita sebagai bagian dari cerita yang sama, tidak akan ada kemajuan dalam konflik yang tampaknya tidak dapat digoyahkan yaitu Israel-Palestina".[4]

Negara Palestina Eksodus Palestina 1948

Artikel utama
Keluaran Palestina 1948


Perang Palestina 1947–1949
Perang saudara 1947–1948
Perang Arab-Israel 1948
Penyebab eksodus
Hari Nakbah
Kamp pengungsi Palestina
Pengungsi Palestina
Hak pemulangan Palestina
Present absentee
Komite Peralihan
Resolusi 194

Latar
Mandat Britania atas Palestina
Deklarasi kemerdekaan Israel
Sejarah konflik Israel-Palestina
Sejarawan Baru
Palestina · Plan Dalet
Rencana pembagian 1947 · UNRWA

Insiden utama
Pertempuran Haifa
Pembantaian Deir Yassin
Eksodus dari Lydda

Penulis utama
Aref al-Aref · Yoav Gelber
Efraim Karsh · Walid Khalidi
Nur Masalha · Benny Morris
Ilan Pappe · Tom Segev
Avraham Sela · Avi Shlaim

Kategori/daftar terkait
Daftar desa yang dikosongkan

Templat terkait
Bangsa Palestina


Hubungan historis

sunting

Sebelum Holokaus, banyak Zionis yang menentang pendirian negara entosentris Yahudi, tapi pendapat mereka berubah setelah tahun 1940-an, setelah mereka mulai melihat skala kerusakan yang terhadap budaya dan agama mereka saat Holokaus.[5] David Ben-Gurion mengubah perspektifnya terhadap penentuan nasib Arab, ia memutuskan bahwa hal tersebut tidak boleh terjadi di negara Yahudi.[6] Pada salah satu pidatonya tentang Program Biltmore, ia menyatakan bahwa setelah Holokaus, mereka berhak untuk menuntut perbaikan atas perusakan sejarah, diskriminasi, dan mendapat status yang sama terhadap bangsa-bangsa lain.[7] Pada tahun 1947 dan 1948, 700.000 orang Palestina (80% dari populasi Arab di teritori tersebut) pindah atau dipindahkan dari teritori yang selanjutnya menjadi Israel.[8][9] Saat Holokaus dan Nakba, terjadi penjarahan properti besar milik korban.[10]

Pada tahun 1949, penyintas Holokaus Polandia-Yahudi, Genya dan Henryk Kowalski sampai di Israel. Mereka ditarawi rumah yang sebelumnya milik warga Palestina di Jaffa, tapi mereka menolak pindah. Genya Kowalski selanjutnya menjelaskan, "itu mengingatkan kami bagaimana kami dulu meninggalkan rumah dan semuanya saat orang Jerman datang dan memasukkan kami ke ghetto... Saya tidak ingin melakukan hal yang sama yang orang Jerman dulu lakukan."[11] Keputusan mereka untuk menolak menjarah properti orang Palestina luar biasa.[12]

Dalam diskusi tentang Konflik Israel–Palestina, Holokaus dan Nakba disebutkan sebagai peristiwa yang saling berhubungan. Hal ini terjadi karena dua tragedi tersebut telah memengaruhi perspektif mereka tentang konflik Israel–Palestina.[1] Omer Bartov mengatakan "Holokaus dan Nakba adalah peristiwa yang sejajar dan tidak dapat dimaafkan."[13] Namun, berbeda dengan Holokaus yang terbukti telah selesai, Nakba dikatakan secara kerangka konseptual masih berlanjut.[14]

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting

Catatan

sunting
  1. ^ a b Bashir & Goldberg 2014, hlm. 78.
  2. ^ Wermenbol 2021, hlm. 306–307.
  3. ^ Wermenbol 2021, hlm. 307.
  4. ^ a b Rose 2018, hlm. 353.
  5. ^ Shumsky 2018, hlm. 231.
  6. ^ Shumsky 2018, hlm. 23.
  7. ^ Shumsky 2018, hlm. 216.
  8. ^ Moses 2021b, hlm. 332.
  9. ^ Fischer 2020, hlm. 2.
  10. ^ Confino 2018, hlm. 143.
  11. ^ Confino 2018, hlm. 135, 139.
  12. ^ Confino 2018, hlm. 136.
  13. ^ Bartov 2023, hlm. 152.
  14. ^ Wermenbol 2021, hlm. 304.

Sumber

sunting

Bacaan lebih lanjut

sunting