Hafez al-Assad
Hafez al-Assad (Arab: حافظ الأسد Ḥāfiẓ al-Asad, 6 Oktober 1930 – 10 Juni 2000) adalah presiden Suriah untuk tiga kali masa jabatan. Ia digantikan anaknya, presiden Basyar al-Assad yang menjabat sejak tahun 2000.
حافظ الأسد Hafizh al-Assad | |
---|---|
Presiden Suriah ke-18 | |
Masa jabatan 22 Februari 1971 – 10 Juni 2000 | |
Perdana Menteri Suriah | |
Masa jabatan 21 November 1970 – 3 April 1971 | |
Presiden | Ahmad al-Khatib |
Informasi pribadi | |
Lahir | 6 Oktober 1930 Qardaha, Negara Alawi, Mandat Prancis di Suriah dan Lebanon |
Meninggal | 10 Juni 2000 Damaskus, Suriah Ba'athis | (umur 69)
Kebangsaan | Suriah |
Partai politik | Partai Ba'ath (faksi dominasi Suriah) |
Agama | Syiah Alawi |
Karier militer | |
Pihak | Suriah |
Dinas/cabang | Angkatan Bersenjata Suriah Angkatan Udara Suriah |
Masa dinas | 1952–2000 |
Pangkat | Jenderal |
Pertempuran/perang | Perang 6 hari Perang Atrisi |
Penghargaan | |
Sunting kotak info • L • B |
Asal usul
suntingLahir dari keluarga Alawiyah pada 6 Oktober 1930. Menjadi anggota Angkatan Udara Syria (Suriah) dan merupakan anggota pendiri Partai Ba'ats yang membuatnya mengambil posisi yang menguntungkan menyusul kudeta di Suriah pada 1966 di mana kemudian ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan. Ia terlibat dalam Perang Enam Hari melawan Israel pada 1967, dan peristiwa September Hitam saat PLO mencoba (dengan dukungan Suriah) menggulingkan Raja Husain bin Thalal dari Yordania.
Menuju kekuasaan
suntingBerbagai macam intrik politik baik di Timur Tengah maupun di dalam negerinya membuat Assad naik ke atas panggung kekuasaan penuh sebagai Perdana Menteri Suriah, posisi yang menjadi sangat kuat pada tahun berikutnya saat ia diangkat sebagai Presiden Suriah.
Melawan Israel
suntingHafizh al-Assad memperkuat posisinya lebih dari 30 tahun berikutnya dan menjadi salah satu tokoh yang paling berpengaruh di Timur Tengah. Perang Yom Kippur 1973, di mana dunia Arab termasuk Suriah mendapat sedikit kemajuan dalam perimbangan militer dengan Israel daripada tahun 1967 (Perang Enam Hari), tetapi tak bisa memperoleh kembali daerah Dataran Tinggi Golan yang telah direbut Israel yang kemudian menjadikan sebagai wilayahnya . Ia juga mengirim pasukan Suriah sebagai campur tangan di Libanon selama huru-hara akibat perang saudara di negara itu (1975-1989). Namun campur tangan kekuatan militer Suriah tidak berjalan mulus, terutama setelah kekalahan dalam Insiden Lembah Beka'a serta masuknya tentara Israel ke Libanon Selatan dalam Invasi Israel atas Libanon 1982 (Operasi Perdamaian Galilea). Meskipun demikian, kehadiran militer Suriah yang awalnya untuk mendukung milisi Druze di Libanon mampu mengimbangi kekuatan Israel serta mempercepat perdamaian di Libanon, terutama setelah gagalnya kekuatan militer PBB, Amerika Serikat dan Prancis dalam menciptakan perdamaian di Libanon pada saat perang saudara berkecamuk. Perdamaian di Libanon terwujud setelah Perjanjian Thaif pada tahun 1989.
Faktor penentu
suntingHafizh al-Assad memantapkan dirinya sebagai faktor penentu dalam politik dalam negerinya serta di kawasan "panas" Timur Tengah. Ia memilih menentang mayoritas negara-negara Arab di mana Suriah berpihak kepada Iran dalam Perang Iran Irak (1980-1988), yang dilanjutkan dengan menunjukkan antipati ini pada Irak selama Perang Teluk I 1991 di mana sikap dihargai Amerika Serikat untuk itu. Meskipun antara Irak dengan Suriah memiliki kesamaan politik dan sama-sama menggunakan Partai Ba'ath yang mengagungkan Nasionalisme dan Sosialisme Arab, ia memiliki konflik panjang dengan presiden Saddam Hussein yang juga pimpinan partai Ba'ath di Irak. Ia mengambil sikap moderat dalam tahun-tahun terakhir pemerintahannya, yang didapatkannya pada penerimaan kembali sedikit Dataran Tinggi Golan, walau ia tak pernah membuat persetujuan damai dengan Israel. Peranan al-Assad sangat diperlukan dalam menyelesaikan setiap konflik Timur Tengah, misalnya al-Assad menjadi tokoh kunci dalam pembebasan sandera pesawat maskapai penerbangan TWA dari Amerika Serikat di Beirut yang dibajak kelompok gerilyawan pada tahun 1984. Sekalipun al-Assad mengambil kebijakan pro-Iran dalam perang Iran-Irak, Assad mendapat dukungan bantuan ekonomi, dan finansial untuk kepentingan militernya oleh Negara-negara Arab sekalipun politiknya bertentangan. Alasan yang diambil Negara Arab tersebut adalah karena memerlukan negara yang dianggap kuat secara militer dalam menghadapi Israel, setelah Mesir yang justru mengadakan perjanjian damai dengan Israel.
Partai Ba'ath dan gerakan Islam
suntingPada masa pemerintahannya, Suriah benar-benar dibawa ke dalam pemerintahan diktator militer dengan rezim Partai Ba’athnya. Suriah sendiri bertindak represif terhadap kelompok gerakan Islam yang dianggap Partai Ba’ath, merupakan ancaman utama bagi kekuasaannya. Sehingga pada masa kekuasaannya, Hafizh al-Assad melakukan tindakan represif pada kelompok Islam militan.
Pada 1979, terjadi serangan terhadap sekolah kader militer di Halab dan kantor Partai Ba'ath. Pihak yang dituduh melakukannya ialah kelompok dakwah Ikhwanul Muslimin. Tak hanya itu, kelompok gerakan Islam ini berdemo besar-besaran dan melakukan aksi boikot di Hama, Himsh, dan Halab pada Maret 1980. Dengan alasan inilah al-Assad lebih ketat dalam melaksanakan kebijakan represifnya terutama terhadap kelompok dakwah Islam seperti Hizbut Tahrir dan Ikhwanul Muslimin. Tidakan kekerasan politiknya ini memuncak dalam peristiwa pembantaian Hama di awal 1980-an.
Keruntuhan Uni Soviet
suntingRuntuhnya Uni Soviet membawa banyak implikasi terhadap Suriah, di mana dukungan Uni Soviet terhadap Suriah semakin berkurang terutama dengan banyaknya utang luar negeri Suriah kepada negeri itu, dan rezim Partai Ba’ath sendiri mulai goyah. Selama ini, rezim Suriah banyak didukung Uni Soviet dalam Perang Dingin. Persamaan paham sosialisme dan komunisme menjadi perekat keduanya. Walau begitu, pengaruh Inggris dan Prancis yang lama menguasai Suriah tak bisa hilang sama sekali. Dengan bantuan senjata dan dana, Suriah dijadikan alat bagi negara adikuasa itu untuk menanamkan pengaruhnya di Timur Tengah-sekalipun Suriah memiliki tujuan tersendiri-antara lain dengan mendorong Suriah masuk ke Libanon dan konflik dengan Israel di Dataran Tinggi Golan. Sejak runtuhnya Uni Soviet di akhir 1991, al-Assad mengambil kebijakan moderat namun tetap mempertahankan tuntutannya terhadap wilayah Dataran tinggi Golan. Sehingga sampai akhir hayatnya, Suriah tidak menandatangani perjanjian damai dengan Israel.
Wafat
suntingHafizh al-Assad meninggal pada 10 Juni 2000 dan digantikan putranya, Basyar al-Assad sebagai Presiden Suriah.
Pranala luar
sunting- Biografi Hafizh al-Assad Diarsipkan 2005-03-11 di Wayback Machine.
- Assad.org Diarsipkan 2023-03-07 di Wayback Machine.
- Pikiran Hafizh al-Assad Diarsipkan 2022-01-20 di Wayback Machine.
- Berita Kematian di BBC Diarsipkan 2001-12-20 di Wayback Machine.
Didahului oleh: Nuruddin al-Atassi |
Perdana Menteri Suriah 1970–1971 |
Diteruskan oleh: Abdur Rahman Khalifawi |
Didahului oleh: Ahmad Khathib (Kepala Negara) |
Presiden Suriah 1971–2000 |
Diteruskan oleh: Abdul Halim Khaddam (bertindak) |