Filia adalah salah satu jenis jenis perasaan kasih atau cinta dalam tradisi Kristen dan tradisi Yunani yang dilandasi oleh relasi persahabatan[1][2][3] Jenis kasih yang lain yang juga dalam teologi Kristen adalah eros, agape, dan storge.[1]

Filia dalam Alkitab

sunting
 
Kaca jendela ini mengilustrasikan perbuatan murah hati dari orang Samaria yang menolong orang Lewi, di belakang tampak punggung dari Imam Yahudi hanya berlalu. Latar belakang Gereja St. Eutrope, Clermont-kFerrand).

Dalam Injil Sinoptik: Injil Matius, Injil Markus, dan Injil Lukas, dalam hukum yang dikatakan Yesus, beberapa kata filia muncul, yaitu dalam Mat. 22:34-40; Mark. 12:28-34, dan Luk. 10:25-28.[4] Namun hanya Lukas yang menunjuk secara langsung dalam pertanyaan, "Siapakah tetangga kita?' (Luk. 10:29-37).[4] Yesus lalu menjawab dalam Perumpamaan orang Samaria yang murah hati, bahwa tetangga yang penuh kasih bukan hanya orang yang satu suku, satu darah, dan satu kelompok, yaitu sama-sama orang Yahudi, melainkan mereka yang mengasihi dengan tulus, seperti orang Samaria yang murah hati.[4] Jadi kasih filia seharusnya diperlihatkan secara tidak ekslusif, melainkan kepada semua orang.[4]

Sejarah Pemakaian Kata Filia di Yunani Kuno

sunting

Secara etimologis, filia berasal dari bahasa Yunani phileo, yaitu kasih yang setara atau identik dengan ikatan pesaudaraan (brothership), keusukuan (comradeship), dan kewarganegaraan (citizenship).[2] Pemakaian kata ini lazim dan menjadi pembicaraan di kota Athena di Yunani.[2][3] Aristoteles dalam Etika Nicomachean mengatakan, "Kita pikir, kita harus lebih menunjukkan rasa hormat (charizethai) kita kepada orang para saudara-saudara (Yunani: philoi) kita daripada kepada orang asing (Yunani: othneiois).[2][3] Jadi, filia memang menempati level yang lebih baik kepada tetangga, kepada saudara, dan kepada orang sewarga daripada kepada orang yang tidak kita kenal.[2][3]

Literatur dari Homer memberi pengertian yang agak berbeda tentang filia, yaitu terkait kesenangan, persoalan, keuntungan, dan kewajiban.[2] Ada pula yang menyatakan bahwa filia juga merupakan rasa cinta yang tumbuh antara orang tua kepada anaknya, atau sebaliknya, yaitu dalam teks Lysias xviii.26-27.[2] Namun kesepatakan yang ada pada zaman Yunani Kuno jelas merujuk kepada etika Aristoteles, yaitu ikatan persahabatan, dan relasi antar-warga kota Yunani yang saling bertindak demi kebaikan kota atau polis.[2][3] Secara etika, yaitu seperti yang digagas oleh Aristoteles, dalam menjaga relasi tersebut, filia menjadi sangat penting, tetapi juga sulit karena tidak ada landasan hukumnya, kecuali kebajikan sebagai hukum moral dalam diri manusia.[2][3]

Namun Aristoteles juga memperluas relasi persahabatan ini bukan semata-mata pada relasi kekerabatan, ketetatanggaan, dan kewargaan saja, melainkan juga kolega-kolega bisnis.[5] Dalam hubungan perdagangan yang saling menguntungkan pun kita perlu bersikap penuh rasa filia.[5] Jadi filia bukan hanya soal keadilan antara para warga, melainkan juga keadilan rasa kepada orang lain dalam urusan yang saling menguntungkan.[5]

Referensi

sunting
  1. ^ a b (Indonesia)Malcolm Brownlee., Pengambilan Keputusan Etis Dan Faktor Faktor Di Dalamnya, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006 (cetakan ke-12), Hal. 203
  2. ^ a b c d e f g h i (Inggris)Paul Millet., Lending and Borrowing in Ancient Athens, New York: Cambridge University Press, 2002, Hal. 109-112
  3. ^ a b c d e f (Inggris)Nicholas Bunnin dan Jiyuan Yu., The Blackwell Dictionary of Western Philosophy, John Wiley & Sons, Malden: Blackwell Publishing Ltd. 2004: Hal. 518
  4. ^ a b c d (Inggris)John Mckenzie.,An excellent, single-volume Catholic dictionary of the Bible, New York: Touchstone, 1995, Hal. 521
  5. ^ a b c (Inggris)Marco Fuchs., Some Aspects of Aquinas' Reception of Aristoteles Theory of Friendship, New York: Cambridge University Press (google-book), 2013