Afeksi

Istilah psikologis

Afeksi adalah sebuah istilah psikologis yang digunakan untuk menjabarkan tentang suatu perasaan. Afeksi termasuk kebutuhan manusia untuk mendapatkan respons yang baik atau perlakuan hangat dari orang lain dalam bentuk kasih sayang dengan prinsip dasar perasaan untuk dicintai dengan unsur memberi dan menerima. Afeksi disebabkan oleh interaksi sosial antar individu dengan melibatkan perasaan yang ada di dalam hati. Afeksi memang tidak tampak di mata, tapi bisa dirasakan oleh manusia secara langsung.[1] Prinsip dasar afeksi adalah perasaan untuk disukai dan dicintai. Kebutuhan tersebut merupakan kebutuhan ingin memperoleh respon atau perlakuan hangat dari orang lain, terutama dari orang tua, guru atau teman-teman yang berada dalam satu lingkungan.[2] Ada tiga jenis tanggapan afeksi yaitu suasana hati, emosi dan perasaan tertentu. Tanggapan afeksi tersebut terwujud dalam intensitas gerak fisiologis yang tinggi dan rendah dengan perasaan yang lemah atau kuat.[3]

Masing-masing orang memiliki perbedaan dalam intensitas afeksi atau seberapa kuat mereka merasakan emosi-emosinya. Intensitas afeksi adalah perbedaan-perbedaan individual terkait dengan kekuatan pengalaman emosinya. Orang-orang yang intens secara afektif mengalami emosi positif maupun negatif secara mendalam, di mana saat merasa sedih, maka benar-benar sedih, dan saat bahagia, maka benar-benar bahagia.[4]

Menurut Marsudi Fitro Wibowo (2008) makna kasih sayang tidaklah berujung, sedangkan rasa kasih sayang adalah sebuah fitrah yang mesti direalisasikan terhadap sesama sepanjang kehidupan di dunia ini ada, tentunya dalam koridor-koridor Islam. Ini berarti bahwa Islam tidak mengenal waktu, jarak, dan tempat akan sebuah kasih sayang baik terhadap teman, sahabat, kerabat, dan keluarganya sendiri. Rasulullah saw bersabda, "Man laa yarhaminnaasa laa yarhamhullaah" Barang siapa tidak menyayangi manusia, Allah tidak akan menyayanginya. (H.R. Turmudzi)[5].

Afeksi Positif

sunting

Afeksi yang positif adalah afeksi yang senang. Afeksi positif merupakan keadaan perasaan atau emosi individu yang relatif menetap dalam dirinya dan lebih cenderung didominasi oleh keadaan menyenangkan daripada keadaan tidak menyenangkan. Perasaan positif individu dalam kelompok kerja memiliki daya tarik-menarik dengan individu lainnya. Semakin banyak afeksi positif pada individu dalam kelompok kerja maka semakin besar afeksi ini terjalin dalam kelompok kerja tersebut. Karakteristik-karakteristik yang sering dihubungkan dengan afek positif adalah kepercayaan diri, optimisme dan keyakinan diri, mudah disukai dan mudah menyesuaikan diri dengan orang lain, aktif, enerjik, perilaku prososial, kekebalan dan kesehatan tubuh, mengatasi tantangan dan stress dengan efektif, orijinalitas dan fleksibilitas.[6] Dalam hitungan hari, tingkat afeksi positif cenderung mencapai puncaknya pada akhir pagi, yaitu sekitar pukul 10.00 hingga siang hari, dan kemudian bertahan pada level tersebut sampai awal malam, yaitu sekitar pukul 19.00. Sekitar 12 jam sesudah bangun tidur, afeksi positif mulai jatuh sampai tengah malam, dan kemudian naik lagi sesudah terbitnya matahari.[4]

Afeksi negatif

sunting
 
Berciuman merupakan salah satu bentuk ekspresi dari kasih sayang (afeksi).

Afeksi negatif adalah afeksi yang tidak menyenangkan. Objek dapat menimbulkan berbagai macam sikap, dapat menimbulkan berbagai macam tingkatan afeksi pada seseorang. Keadaaan umum dari tekanan subjektif dan kondisi yang tidak menyenangkan meliputi kemarahan, penghinaan dan gugup. Afeksi negatif terjadi karena coping stress yang kurang baik terhadap peristiwa kerja terkait dengan berbagai jenis hasil yang berhubungan dengan pekerjaan. Orang-orang yang mengekspresikan afeksi negatif yang tinggi memandang diri mereka sendiri dan berbagai aspek dunia di sekitar secara umum negatif.[7]Untuk afeksi negatif, tren umumnya adalah meningkat sepanjang hari, dimana titik rendahnya adalah pada awal pagi, dan tertinggi pada akhir malam.[4]

Dampak kekurangan

sunting

Afeksi memiliki peran penting dalam perkembangan anak usia dini. Apabila terjadi kekurangan afeksi maka akan ada dampak negatif yang dihasilkan. Pertama, terhambatnya perkembangan fisik dapat menyebabkan anak depresi, akibatnya terjadi hambatan sekresi (pengeluaran hormone pituitary), yaitu hormon yang memiliki fungsi mengatur metabolisme dan pertumbuhan perkemabangan badan sehingga perkembangan fisik anak terganggu. Kedua, gagap atau mengalami gangguan bicara. Ketiga, sulit berkonsentrasi dan mudah teralih konsentrasinya. Keempat, sulit membina hubungan dengan teman lainnya Karena agreasif sering dicap sebagai anak nakal. Kelima, kurang berminat berinteraksi dengan teman lain, ego yang tinggi, menarik diri sehingga menjadi kasus-kasus berat yang dapat mnyebabkan gangguan jiwa.[8]

Pendidikan afeksi

sunting

Pendidikan afeksi merupakan sebuah proses pengembangan domain afektif yang meliputi etik, pendidikan sikap, perasaan, kepercayaan, khususnya yang berkaitan dengan estetika, moral, kemanusiaan dan juga nilai.[9] Maka dari itu implementasi pembelajaran berbasis afeksi harus mengintegrasikan antara Intelligence Quoitien (IQ), Emotonal Quotient (EQ), Spiritual Quotient (SQ) atau lebih dikenal sebagai Emotional Spiritual Quotient (ESQ).[10] Pendidikan afeksi yang bersifat humanis berkaitan dengan unsur afeksi berbasis stimulus yang dapat berupa informasi baru untuk memberikan perubahan dalam hal kepercayaan, standar moral, sikap, nilai, itikad (tingkat komitmen) dan perilaku baru. Dalam proses pendidikan ini, guru diwajibkan memiliki kompetensi untuk menyajikan contoh-contoh khusus dari berbagai nilai umum yang berbeda dengan nilai-nilai pribadi. Apabila hal ini dapat diwujudkan, gambaran karakteristik sebuah kelas yang mempertinggi belajar afeksi dapat diterapkan dengan baik dan berkesinambungan.[9]

Uji afeksi

sunting

Uji afeksi berkaitan dengan bidang industri dan agrobisnis. Metode Uji afeksi adalah metode yang digunakan untuk mengukur sikap subjektif konsumen terhadap produk berdasarkan sifat-sifat sensorik. Hasil yang diperoleh adalah penerimaan (diterima atau ditolak), kesukaan (sangkat suka atau tidak suka), dan pilihan (pilih satu dari yang lain) terhadap produk. Yang perlu ditekankan dalam uji afeksi adalah bahwa pilihan (preferensi) tidak sama dengan penerimaan, Bisa jadi leblh memilih contoh A dibanding contoh B, akan tetapi kedua contoh tidak dapat diterima. Terdapat tiga metode yang dapat dllakukan dalam penyaJian contoh pada ujiafeksi, yaitu monadic, sequential monadic, dan penyajian berpasangan (paired presentation). Pada monadic, semua contoh disiapkan dalam satu waktu. Pada sequential monadic, contoh disajikan dalam rangkaian untuk diujikan pada waktu yang sama. Sementara itu, pada penyajian berpasangan, contoh yang disajikan sebanyak dua buah atau satu pasang pada satu waktu yang sama. Tujuan utama uji afeksi adalah untuk mengetahui respon individu berupa penerimaan ataupun kesukaan dari konsumen terhadap produk yang sudah ada, produk yang baru, ataupun karakteristik khusus dari produk yang diuji. Uji afeksi tidak hanya digunakan oleh produsen pangan, tetapi juga oleh penyedia jasa seperti rumah sakit dan bank.[11]

Referensi

sunting
  1. ^ Kin, Chaniago (2020). Rasa. Sukabumi: CV Jejak (Jejak Publisher). hlm. 178. ISBN 978-623-247-809-1. 
  2. ^ Munthe, Imya Sinsi; Raharjo, Santoso Tri (2018-08-10). "Pemenuhan Kebutuhan Afeksi pada Anak: Peningkatan Kemandirian dan Kepercayaan Diri di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak". Focus : Jurnal Pekerjaan Sosial. 1 (2): 120. doi:10.24198/focus.v1i2.18276. ISSN 2620-3367. 
  3. ^ Purboyo; Hastutik, Sri; Kusuma, Gusti Putu Eka; Sudirman, Acai; Sangadji, Suwandi S.; Wardhana, Aditya; Kartika, Riana Dewi; Erwin; Hilal, Nur (2021-08-20). Perilaku Konsumen (Tinjauan Kosenptual Dan Praktis). Bandung: Media Sains Indonesia. hlm. 107. ISBN 978-623-362-052-9. 
  4. ^ a b c Thian, Alexander (2021). Perilaku Organisasi. Yogyakarta: Penerbit Andi. hlm. 44. ISBN 978-623-01-1195-2. 
  5. ^ https://media.neliti.com/media/publications/publications/publications/publications/56476-ID-kasih-sayang-dan-kelembutan-dalam-pendid.pdf
  6. ^ Silviandari, Ika Adita; Susilawati, Ika Rahma; Widyarini, Ika; Ilhamuddin, Ilhamuddin (2013-06-01). "Pengaruh Iklim Organisasional, Afek Positif Spiral dalam Kelompok Kerja, dan Spiritualitas Kerja Terhadap Komitmen Kerja Karyawan Rektorat Universitas Brawijaya". Manasa-old (dalam bahasa Inggris). 2 (1): 21. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-04-01. Diakses tanggal 2022-03-29. 
  7. ^ Yoseanto, Baquandi Lutvi; Zamralita, Zamralita; Idulfilastri, Rita Markus (2018-10-23). "Afeksi Negatif Sebagai Mediator antara Keadilan Organisasi dengan Perilaku Kerja Kontraproduktif-Organisasi". Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni (dalam bahasa Inggris). 2 (2): 783. doi:10.24912/jmishumsen.v2i2.2315. ISSN 2579-6356. 
  8. ^ Masykuroh, Susianty Selaras Ndari, Amelia Vinayastri, Khusniyati (2019). Metode Perkembangan Sosial Emosi Anak Usia Dini. Tasikmalaya: EDU PUBLISHER. hlm. 155. ISBN 978-602-52595-7-9. 
  9. ^ a b Munawar, Wahid. (2010). Pengembangan Model Pendidikan Afeksi Berorientasi Konsiderasi untuk Membangun Karakter Membangun Karakter Siswa yang Humanis di Sekolah Menengah Kejuruan (Proceedings of The 4th International Conference on Teacher Education; Join Conference UPI & UPSI). 8-10 November 2010. hlm. 340.
  10. ^ Sulistyanto, Bambang Edy; Mundilarno, Mundilarno (2018-08-10). "Implementasi Manajemen Pendidikan Berbasis Afeksi Pada Penumbuhan Budi Pekerti Peserta Didik Di SMA Negeri 5 Yogyakarta". Media Manajemen Pendidikan (dalam bahasa Inggris). 1 (1): 12. doi:10.30738/mmp.v1i1.2811. ISSN 2622-3694. 
  11. ^ Sari, Dwi Setyaningsih, Anton Apriyantono, Maya Puspita (2014). Analisis Sensori untuk Industri Pangan dan Argo. Bogor: PT Penerbit IPB Press. hlm. 56. ISBN 978-602-440-300-3.  [pranala nonaktif permanen]

Lihat pula

sunting