Enka (演歌) adalah salah satu genre musik pop Jepang berupa balada bernada sentimental yang secara unik mengekspresikan luapan perasaan orang Jepang. Penyanyi enka menyanyikan lagu menggunakan teknik menyanyi yang disebut melisma. Penyanyi enka sebagian besar mengenakan kimono walaupun tidak sedikit penyanyi enka yang mengenakan pakaian ala Barat.

Dengan aksara kanji, ada dua cara untuk menuliskan kata enka sesuai dengan lirik atau cara menyanyikan lagu. Istilah enka (艶歌) dipakai untuk menyebut lagu percintaan yang romantis, sementara istilah enka (怨歌) dipakai untuk menyebut lagu bernada kecewa karena patah hati.

Ciri khas

sunting

Skala arus utama enka modern disebut Yonanuki Tan-Onkai (ヨナ抜き短音階) atau "Minor Scale without Four and Seven (fa dan te)," dan merupakan versi modifikasi dari Yonanuki Chō-Onkai (ヨナ抜き長音階) atau "Major Scale without Four and Seven (Fa dan Si)," yang berasal dari skala Jepang yang lebih tua, "Skala Ryo" (呂音階 Ryo Onkai).[1] Salah satu lagu Jepang paling awal yang disebut telah menggunakannya secara sebagian adalah lagu Rentarō Taki berjudul "Kōjō no Tsuki," yang disebut shōka (唱歌, "school song") dalam Periode Meiji.[2][3]

Sebagian besar tangga nada enka merupakan tangga nada pentatonik yang sudah sejak dulu digunakan di Jepang untuk lagu rakyat yang disebut minyō (民謡). Nada ke-4 dan nada ke-7 dari tangga nada diatonik musik Barat sering tidak dikenal dalam enka. Dalam bahasa Jepang, perubahan tangga nada diatonis menjadi pentatonis dengan menghilangkan nada ke-4 dan nada ke-7 disebut yonanuki onkai (ヨナ抜き音階). Tangga nada khas enka yang tidak mengenal nada ke-4 dan nada ke-7 juga disebut Melodi Koga karena pertama kali digunakan oleh komposer Koga Masao.

Misora Hibari adalah penyanyi enka dari tahun 1960-an yang menyempurnakan cara bernyanyi dengan tangga nada Melodi Koga. Teknik bernyanyi ala Misora Hibari nantinya dijadikan standar dalam menyanyikan lagu-lagu enka. Lagu-lagu Misora Hibari banyak yang menjadi terkenal, di antaranya: "Kanashii sake", "Yawara", dan "Kawa no Nagare no yōni."

Lagu enka sering mengangkat tema-tema seperti perpisahan, laut, pelabuhan, kereta api senja, sake, air mata, wanita, hujan, dan salju. Liriknya hampir selalu berkaitan dengan patah hati atau kesedihan akibat cinta yang tidak mudah terlupakan. Maksudnya agar pendengar musik enka merasa senasib dan menjadi terhibur. Selain kesedihan akibat cinta, lagu enka juga kadang-kadang memakai tema-tema lain seperti kebahagian rumah tangga, hubungan kekeluargaan (ibu, kakak-beradik, anak perempuan, cucu), keindahan alam (gunung, sungai). dan pejudi pengembara.

Sejarah

sunting

Enka berawal dari seni bercerita di muka umum yanng merupakan sarana mengemukakan pendapat untuk mengkritik pemerintah lokal. Setelah pidato bernada kritik dilarang pada akhir abad ke-19, pidato disamarkan dalam bentuk lirik lagu bernada protes. Musik pengiringnya disebut enka, dan ditulis dengan aksara kanji (演歌) yang secara harfiah berarti lagu pidato, dari kata en (, pidato) dan ka (, lagu). Definisi enka sebagai lagu bernada protes mulai hilang ternyata tidak bertahan lama. Sejak pertengahan hingga akhir zaman Meiji, lirik lagu enka mulai digantikan dengan tema-tema baru yang sentimentil dan berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.

Pencipta lagu enka yang dipengaruhi musik Barat mulai bermunculan pada zaman Taisho. Tottori Shunyō yang merintis kariernya sebagai pemusik jalanan adalah salah seorang komposer enka asal zaman Taisho. Setelah ditemukannya teknologi rekaman suara, perusahaan rekaman asing mulai bermunculan di Jepang pada zaman Showa. Penyanyi enka asal zaman Showa misalnya Yoshie Fujiwara, Chiyoko Satō, Teiichi Futamura, Ichirō Fujiwara, dan Noriko Awaya.

Seusai Perang Dunia II, sekitar tahun 1955 bermunculan penyanyi enka seperti Hachirō Kasuga, Michiya Mihashi, dan Chiyoko Shimakura. Sekitar awal tahun 1960-an bermunculan penyanyi enka seperti Saburō Kitajima dan Harumi Miyako. Selanjutnya, Kiyoko Suijenzi, Shinichi Mori, dan Hiroshi Itsuki mulai dikenal sekitar pertengahan tahun 1960-an. Pada waktu yang hampir bersamaan, penyanyi lagu pop Barat dari perusahaan hiburan Watanabe Entertainment juga sedang berada di puncak kepopuleran. Oleh karena itu, istilah enka mulai dipakai untuk lagu pop Jepang yang memakai tangga nada minus nada ke-4 dan nada ke-7 dan teknik bernyanyi dan melisma yang "khas enka". Maksudnya untuk membedakan jenis musik ini dari musik pop Barat.

Tema lagu enka juga berubah menjadi luapan emosi yang berkaitan dengan hubungan antara pria dan wanita. Sementara itu, kritik untuk pemerintah disalurkan lewat musik yang disebut lagu folk (folksong). Di tengah kepopuleran folksong dan groupsound, enka sempat ditinggalkan penggemar musik di Jepang. Kepopuleran karaoke pada pertengahan tahun 1970-an dan bermunculannya penyanyi idol remaja dengan kemampuan bernyanyi yang minimal menjadi awal kebangkitan kembali enka di Jepang. Pada waktu itu, lagu-lagu enka banyak yang menjadi populer di kalangan pendengar berusia setengah umur, namun sekaligus dijauhi penggemar musik berusia muda. Musik enka akhirnya hanya dibuat untuk konsumsi penggemar musik berusia lanjut. Akibatnya enka mengalamu masa-masa surut, dan penyanyi enka banyak yang mengundurkan diri pada akhir tahun 1990-an. Memasuki awal abad ke-21, enka kembali menjadi genre musik yang digemari setelah populernya lagu "Mago" dari Itsurō Ōizumi dan "Hakone Hachiri no Hanjirō" dari Kiyoshi Hikawa.

Daftar penyanyi enka

sunting

Penyanyi enka yang pernah memiliki lagu di peringkat pertama tangga lagu pop Oricon:

Daftar pustaka

sunting

Lihat pula

sunting

Pranala luar

sunting
  1. ^ "Yonanuki Onkai" (dalam bahasa Jepang). Japan Arts Council. Diakses tanggal 2009-02-23. 
  2. ^ 佐世保で生まれた日本初のワルツ「美しき天然」 ~その1~ (dalam bahasa Jepang). Kyushu Railway Company. June 1997. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2002-05-09. Diakses tanggal 2009-02-07. 
  3. ^ "Kōjō no tsuki" (dalam bahasa Jepang). Hokkaido University. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-04-16. Diakses tanggal 2009-02-23.