Dosa menurut Islam


Dosa menurut Islam adalah segala jenis larangan dari Allah yang dikerjakan oleh manusia ataupun segala perintah wajib dari Allah yang tidak dikerjakan oleh manusia. Dalam Islam, dosa secara umum terbagi menjadi dosa kecil dan dosa besar. Penentuan sebuah perbuatan buruk termasuk ke dalam dosa besar atau dosa kecil ditentukan melalui firman Allah dalam Al-Qur'an atau melalui hadis. Dalam Islam, manusia terlahir dalam keadaan tanpa dosa sama sekali. Dosa dapat diperbuat oleh manusia karena adanya nafsu di dalam dirinya. Perbuatan dosa ada yang bersifat lahiriah dan ada pula yang batiniah.

Dosa terbesar di dalam Islam adalah syirik. Kemudian terdapat dosa besar lainnya seperti meninggalkan shalat, meminum khamar, pembunuhan dan bunuh diri. Setiap dosa yang dilakukan oleh manusia dicatat oleh dua malaikat pencatat amal. Dosa dalam Islam hanya dibebankan kepada pelakunya saja dan hanya dipertanggungjawabkan oleh dirinya sendiri. Dosa akan mulai dicatat setelah manusia berusia balig.

Pengampunan terhadap dosa dilakukan oleh Allah saja melalui pertobatan dan peribadahan. Salah satu amalan yang dapat mencegah manusia dari berbuat dosa dan mengulangi perbuatan dosanya adalah bersedekah.

Penyebutan

sunting

Di dalam Al-Qur'an banyak kata yang digunakan yang artinya sama dengan dosa. Di antaranya adalah dzanbun, khathî'ah, itsmun, junah, jalla, syū' dan fahsya.[1] Sesuatu hal disebut sebagai dosa menurut fukaha, apabila tidak mengerjakan perintah Allah yang hukumnya wajib, dan mengerjakan larangan Allah yang hukumnya haram.[2] Dosa merupakan salah satu bagian dari tanzir yang merupakan kabar peringatan dan ancaman dari Allah atas konsekuensinya.[3]

Penyebab

sunting

Allah menetapkan bahwa manusia terlahir dalam keadaan fitrah tanpa memiliki dosa sama sekali.[4] Perbuatan dosa dapat terjadi pada manusia karena keberadaan nafsu. Nafsu yang tidak terkendali dapat menimbulkan kesombongan dan kejahatan pada diri manusia. Kedua sifat ini dapat timbul tanpa disadari maupun tidak disadari.[5]

Pada dasarnya, penetapan suatu tindakan sebagai dosa ditentukan oleh tindakan anggota tubuh manusia, seperti kemaluan dan mulut. Kemaluan berdosa ketika melakukan perzinaan, Sementara mulut berdosa ketika memaki orang lain dan melakukan kesaksian palsu terhadap orang lain. Namun pada tingkatan yang lain, dosa disebabkan oleh perasaan yang dialami oleh hati manusia akibat perbuatan dosa itu sendiri. Misalnya pada kesaksian palsu yang menghasilkan kesenangan atau ketakutan dalam hati manusia. Hati manusia dalam hal ini berdosa karena enggan menyampaikan kebenaran.[6]

Dosa disebutkan di dalam Al-Qur'an dengan berbagai macam bentuknya. Ada dosa yang dinyatakan secara tersirat dan ada dosa yang dinyatakan secara gamblang.[5] Ada dosa yang berbentuk prasangka, di antaranya berprasangka buruk kepada sesama muslim. Dalam Surah Al-Hujurat ayat 12 disebutkan bahwa sebagian jenis prasangka adalah dosa.[7] Dosa juga dapat dibedakan menjadi dua berdasarkan waktu pelaksanaannya, yaitu dosa di masa lalu dan dosa yang akan terjadi di masa depan.[8]

Sahabat Nabi di antaranya Umar bin Khattab dan Abdullah bin Abbas memiliki pandangan mengenai dosa kecil dan dosa besar. Keduanya menyakini bahwa dosa kecil dapat menjadi dosa besar jika dilakukan secara terus-menerus. Sementara itu, dosa besar hanya akan diampuni oleh Allah selama pelakunya melakukan pertobatan kepada Allah.[9]

Dosa besar

sunting

Para fukaha menyepakati bahwa dosa besar adalah dosa yang hukumannya disegerakan di dunia bagi pelakunya, memperoleh azab di akhirat dan mendapat laknat dari Allah dan rasul-Nya.[2] Dosa-dosa besar merupakan dosa yang mendatangkan musibah bagi pelakunya.[10] Dosa terbesar di dalam Islam adalah syirik.[11] Syirik merupakan dosa yang paling banyak dilakukan oleh umat-umat dari para nabi, mulai dari masa Nabi Nuh, Nabi Hud, Nabi Ibrahim, Nabi Yusuf hingga ke masa Nabi Muhammad. Dosa besar lainnya yang pernah dilakukan dalam sejarah adalah pembunuhan 70.000 nabi oleh Bani Israil. Sementara dosa-dosa besar lainnya adalah berjudi, berzina dan meminum khamar.[12]

Syirik

sunting

Syirik berarti memperserikatkan Allah dengan sesuatu selain-Nya. Perbuatan syirik ini merupakan lawan dari tauhid.[13] Syirik adalah satu-satunya dosa besar yang tidak diampuni oleh Allah.[14] Allah berkehendak mengampuni jenis dosa yang lainnya, namun dosa akibat mempersekutukan-Nya merupakan satu-satunya pengecualian.[15] Surah An-Nisa ayat 48 dengan jelas menyatakan tidak adanya pengampunan dari Allah atas dosa syirik.[16]

Syirik terbagi menjadi dua jenis, yaitu syirik besar dan syirik kecil. Syirik besar terbagi menjadi dua macam lagi. Pertama, syirik karena memuja atau menyembah sesuatu secara terang-terangan sebagai Tuhan selain Allah. Syirik ini dilakukan oleh para penyembah berhala, penyembah dua Tuhan seperti umat Majusi dan kepercaya pada tuhan lain. Jenis syirik ini menjadikan penganutnya dalam kondisi kafir.[13] Sementara syirik macam kedua adalah meyakini Allah sebagai tuhan, tetapi masih mempercayai objek lain sebagai tuhan yang disembah.[17]

Syirik kecil juga terbagi menjadi dua macam. Macam yang pertama ialah melakukan syirik dengan ucapan dan perbuatan. Syirik dengan ucapan misalnya bersumpah dengan nama selain Allah. Sedangkan syirik dengan perbuatan adalah memakai gelang atau kalung yang diyakini mampu memberikan keselamatan atau menolak bala.[18]

Meninggalkan shalat

sunting

Meninggalkan shalat termasuk dalam kategori dosa besar yang penyebab utamanya adalah kemalasan. Muslim yang meninggalkan shalat masih memiliki keyakinan bahwa salat adalah ibadah yang wajib dilaksanakan, tetapi ia merasa malas untuk mengerjakannya. Ada dua pendapat mengenai status keimanan dari seorang muslim yang meninggalkan salat karena rasa malas pada dirinya. Pendapat bahwa muslim tersebut tidak menjadi kafir memperoleh sebagian besar dukungan dari pendapat ulama. Sementara pendapat bahwa muslim tersebut kafir menyatakan bahwa kondisi kafirnya masih dalam tingkatan yang rendahl.[19]

Berbohong

sunting

Berbohong adalah salah satu dosa besar yang sifatnya tercela secara umum. Allah menyatakan di dalam Surah An-Nahl ayat 105 bahwa kedudukan seseorang yang sering berdusta sama dengan orang yang tidak beriman. Orang yang sering berbohong dinamai sebagai pendusta oleh Allah.[20] Dalam Surah Al-Ma'un ayat 1–7 disebutkan bahwa berbuat riya' merupakan salah satu dari ciri-ciri orang yang mendustakan agama.[21] Riya' termasuk salah satu penyakit jiwa.[22] Kegiatan ibadah, bersedekah maupun berpakaian dapat menimbulkan riya' bila mengharapkan pujian atasnya.[23]

Bersumpah palsu

sunting

Bersumpah palsu termasuk salah satu jenis dosa besar berdasarkan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Abu Bakar Ash-Shiddiq dari Nabi Muhammad. Pernyataan sumpah palsu sebagai dosa besar diulangi beberapa kali dalam hadis ini. Hukum bersumpah yang disertai dengan pernyataan kebohongan di dalamnya adalah haram.[24] Bersumpah palsu adalah dosa yang besar yang tidak mampu ditebus dengan kafarat.[25]

Meminum khamar

sunting

Meminum khamar dapat menghilangkan akal manusia karena sifatnya yang memabukkan. Kehilangan akal mengakibatkan kesadaran yang sifatnya baik menjadi hilang, sehingga seseorang menjadi bertindak secara tidak baik. Khamar hukumnya menjadi haram untuk diminum karena memabukkan. Karena itu, meminum khamar termasuk dalam dosa besar.[26]

Meminum khamar merupakan salah satu dosa besar yang pelarangannya oleh Allah dilakukan secara bertahap. Pelarangan bertahap ini karena orang-orang Arab yang telah memeluk Islam pada masa kenabian Muhammad masih terbiasa meminum khamar.[27] Larangan tahap pertama yang ditetapkan oleh Allah atas khamar adalah firman Allah dalam Surah Al-Baqarah ayat 219. Ayat ini menyatakan bahwa khamar dan judi merupakan dosa besar yang memiliki beberapa manfaat bagi manusia. Namun, dosanya lebih besar dibandingkan dengan manfaatnya.[28] Kemudian ayat berikutnya diturunkan untuk melarang sama sekali kegiatan meminum khamar. Ayat ini adalah Surah Al-Ma'idah ayat 90. Dalam ayat ini, meminum khamar dinyatakan oleh Allah termasuk salah satu perbuatan setan.[27]

Riba dalam Islam merupakan dosa besar yang hukum pengerjaannya adalah haram baik menurut Al-Qur'an maupun hadis. Status keharaman riba berlaku baik dalam tingkatan kecil maupun besar dari jenis kegiatan apapun. Menurut Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, status seorang muslim dapat dianggap murtad apabila melakukan pengingkaran terhadap riba. Hadis sahih yang diriwayatkan oleh Ath-Thabrani menyebutkan bahwa riba termasuk dosa besar yang memiliki 72 cabang dosa. TIngkatan dosa riba yang paling rendah disamakan dengan dosa perzinaan antara anak dengan ibu kandungnya. Sedangkan tingkatan dosa riba yang tertinggi disamakan dengan dosa akibat pelanggaran kehormatan dan harga diri yang dimiliki atas saudara kandung.[29]

Pengharaman riba di dalam Islam sangat serius. Riba diyakini sebagai penebab kebinasaan bagi individu dan masyarakat. Laknat diberikan kepada para pelaku riba, baik yang menjadi pemberi, yang diberi, pencatat maupun saksinya. Allah dalam Surah Al-Baqarah ayat 276 menyatakan bahwa diri-Nya memusnahkan riba yang merupakan bentuk perbuatan dosa dan ciri kekafiran. Kemudian pada Surah Al-Baqarah ayat 278 dan 279, Allah menyatakan perang bersama rasul-Nya atas pelaku riba.[30]

Bunuh diri

sunting

Bunuh diri termasuk dalam dosa besar yang menjadi bagian dari kehendak Allah. Namun, bunuh diri seseorang tidak diridhai oleh Allah. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim tentang bunuh diri menyebutkan bahwa pelaku bunuh diri akan dimasukkan ke dalam neraka jahannam. Mereka akan memperoleh hukuman berupa siksaan yang sama persis dengan caranya membunuh dirinya sendiri. Hadis ini menyebutkan tiga macam siksaan bagi pelaku bunuh diri, yaitu ditikamkan besi ke perutnya, diberi minum dengan racun, dan terjun dari gunung yang tinggi.[31]

Pembunuhan

sunting

Perbandingan dari suatu pembunuhan bagi kehidupan dan kematian dijelaskan dalam Surah Al-Ma'idah ayat 32. Allah berfirman bahwa pembunuhan yang disengaja tehadap seseorang tanpa alasan yang benar sama dengan melakukan pembunuhan kepada seluruh manusia. Pembenaran atas pembunuhan hanya pada kasus manusia yang melakukan kerusakan di Bumi. Sedangkan itu, memelihara kehidupan seseorang memiliki perbandingan sama dengan memelihara kehidupan semua manusia.[32]

Para ulama di bidang fikih, terutama dari Mazhab Syafi'i dan Mazhab Hambali membagi pembunuhan menjadi tiga jenis. Pertama, pembunuhan yang disengaja. Jenis pembunuhan yang termasuk pembunuhan disengaja adalah yang menyebabkan kematian menggunakan alat tertentu, baik secara langsung maupun tidak langsung. Suatu pembunuhan disengaja umumnya terjadi akibat adanya permusuhan antara yang membunuh dan dibunhu. Kedua, pembunuhan semi-sengaja. Jenis pembunuhan yang termasuk pembunuhan disengaja adalah yang menyebabkan kematian menggunakan peralatan tidak berbahaya. Ketiga, pembunuhan tersalah. Jenis pembunuhan yang termasuk pembunuhan tersalah adalah pembunuhan yang tidak disengaja, tetapi menimbulkan kematian.[33]

Di dalam Islam terdapat dua hukum pada tindakan pembunuhan, yaitu haram dan mubah. Pembunuhan hukumnya menjadi haram pada segala jenis pembunuhan yang disengaja tanpa adanya sebab yang benar. Sedangkan pembunuhan hukumnya menjadi mubah apabila dilakukan terhadap musuh dalam kondisi perang, atau terhadap orang murtad yang tidak mau melakukan pertobatan.[34]

Pencatatan

sunting

Dosa adalah perbuatan buruk yang langsung berkaitan dalam hubungan antara Allah dengan manusia sebagai pelakunya. Hitungan dosa setiap manusia diketahui oleh Allah secara terperinci.[35] Setiap dosa yang diperbuat oleh satu orang individu manusia dicatat oleh dua malaikat. Salah satu malaikat berada di sisi kanan seseorang, sedangkan yang satunya berada di sisi kri. Kedua malaikat ini mencatat baik dosa kecil maupun dosa besar.[36]

Kesadaran

sunting

Ajaran Islam secara tegas dan jelas menyatakan penolakan segala jenis ajakan untuk berbuat dosa tanpa pengecualian sama sekali.[37] Orang yang melakukan dosa besar dalam Islam dengan tidak memperdulikan perintah Allah, mereka digelari sebagai orang-orang fasik. Mereka melakukan dosa besar dan kedurhakaan kepada Allah meskipun telah mengetahui kebenaran ajaran Islam dan telah mengimani Allah dan rasul-Nya.[38] Di dalam Surah Al-A'raf ayat 182, Allah berfirman bahwa diri-Nya mempunyai rencana bagi orang-orang yang termasuk pendosa yang mendustakan ayat-ayat yang diberikan oleh-Nya. Allah merencanakan kebinasaan bagi mereka secara berangsur-angsur. Para pendosa ini tidak menyadari kebinasaan yang terjadi pada diri mereka. Mereka telah melupakan kebinasaannya akibat memperoleh kenikmatan dan kemenangan.[39]

Pembebanan

sunting

Cakupan pembebanan

sunting

Allah secara tegas menyatakan di dalam Al-Qur'an bahwa beban dosa hanya diberikan kepada pelaku dosa. Dalam Surah Fatir ayat 18, disebutkan bahwa orang yang berdosa tidak akan diberikan dosa orang lain. Sementara dosa yang banyak dari seseorang tidak akan diberikan kepada orang lain meskipun ke kerabatnya sekalipun. Informasi yang sama disebutkan dalam Surah An-Najm ayat 38-40 dengan tambahan bahwa dosa-dosa manusia akan diperlihatkan kepada dirinya sendiri kelak. Kemudian informasi yang serupa juga disebutkan dalam Surah Al-Isra' ayat 15. Setelah menjelaskan keterangan yang sama, ayatnya dilanjutkan dengan pernyataan bahwa azab tidak akan diberikan kepada para pendosa sebelum seorang rasul diutus atas kaumnya.[40]

Masa pembebanan

sunting

Islam tidak mengenal ajaran dosa warisan maupun pembebanan dosa kepada orang lain. Setiap dosa ditanggung oleh individu dengan pertanggungjawaban langsung kepada Allah di hari akhir.[41] Seseorang yang baru menjadi muslim, dosa-dosa yang dilakukannya ketika belum menjadi muslim akan dihapuskan oleh Allah. Hadis yang memperkuat pernyataan ini adalah hadis yang menyatakan bahwa Islam adalah penggugur kemaksiatan dan penghilang bekasnya.[42] Sementara itu, bagi seorang perempuan, dosa tidak akan dibebankan hingga usia anak memasuk masa haid pertama. Pada kondisi ini, perempuan telah dianggap balig mukallaf.[43]

Hukuman

sunting

Dosa-dosa yang dilakukan oleh seorang muslim dapat menyebabkan rezeki yang diberikan kepadanya menjadi tertunda pemberiannya. Di sisi lain, dosa yang dilakukan manusia dapat memberikan laknat bagi diri pelakunya. Bentuk laknatnya adalah mengulang-ulang dosa setelah mengerjakan suatu dosa, atau melakukan dosa yang lebih buruk dari dosa sebelumnya.[44] Sementara itu, pemberian hukuman fisik diberlakukan kepada pelaku empat jenis dosa. Hukuman fisik ini disebut hudud. Dosa-dosa yang dihukum dengan adalah pencurian, perampokan, perzinaan, dan tuduhan perzinaan kepada orang lain.[45]

Ampunan dan pembersihan dosa

sunting

Setiap manusia pernah melakukan dosa selama masa kehidupannya.[46] Namun, selama manusia masih hidup, kesempatan untuk mengurangi dan membersihakn dirinya dari dosa masih diberikan oleh Allah.[47] Dalam Surah Az-Zumar ayat 53 Allah menyatakan bahwa diri-Nya mengampuni segala jenis dosa. Allah memerintahkan manusia untuk tidak berputus asa akan rahmat-Nya, karena Dui adalah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.[48] Setiap manusia yang menyesali perbuatan dosa yang dilakukannya akan memperoleh ampunan dari Allah jika melalui pertobatan dan peribadahan. Keputusan pengampunan dosa manusia sepenuhnya menjadi hak Allah saja.[35] Allah akan menerima pertobatan yang dilakukan dengan kesungguhan dan akan mengembalikan kondisi diri manusia tersebut ke keadaan fitrah.[49]

Allah adalah Tuhan Yang Maha Pengampun dan salah satu nama-Nya adalah Al-Ghaffar. Al-Ghaffar merupakan nama Allah yang berkaitan dengan ampunan terhadap dosa.[50] Nama Al-Ghaffar merupakan salah satu asmaul husna.[51] Pembersihan dosa kepada Allah dilakukan melalui pertobatan kepada-Nya.[52] Pertobatan merupakan bagian dari syariat Islam yang ditetapkan oleh Allah kepada manusia. Wujudnya dalam tindakan meninggalkan segala jenis dosa.[53] Allah akan mengampuni dosa-dosa kecil dan kesalahan-kesalahan manusia apabila manusia mau menghindari berbuat dosa-dosa besar. Ketetapan Allah ini disebutkan dalam firman-Nya pada Surah An-Nisa' ayat 31.[54]

Manusia yang mengajak manusia lainnya untuk melakukan pertobatan dan penghentian terhadap perbuatan maksiat, merupakan bagian dari pembersihan dosa-dosa.[55] Menurut Imam Al-Ghazali, pertobatan terbagi menjadi tiga macam. Pertama, pertobatan atas dosa yang dilakukan secara lahiriah dan nyata. Pertobatan ini dikenal sebagai pertobatan orang awam. Misalnya, mencuri, berzina dan mencuri. Kedua, pertobatan atas dosa-dosa yang sifatnya batiniah. Pertobatan ini dikenal sebagai pertobatan khusus, misalnya dengki dan berbangga diri. Ketiga, pertobatan karena kelalaian dalam mengingat Allah. Pertobata ini disebut sebagai pertobatan spesial.[56]

Pembersihan dosa setelah pertobatan dilakukan bersama dengan tindakan bersedekah. Sedekah merupakan salah satu pencegah terulangnya perbuatan dosa di dunia dan pengurang hukumannya di akhirat.[57] Pembersihan dosa juga dapat dilakukan terhadap anggota tubuh. Caranya disimbolkan melalui kebersihan. Tangan dicuci untuk membersihkan dosa yang timbul karenanya. Begitu pula dengan mencuci mulut yang diartikan sebagai pembersihan dosa akibat memiftnah dan menggunjing.[58]

Referensi

sunting

Catatan kaki

sunting
  1. ^ Sriana dan Nursalam. Y. F. (2022). "Kata Dosa dalam Terjemahan Al-Qur'an Kemenag". AL-MIKRAJ: Jurnal Studi Islam dan Humaniora. Program Pascasarjana IAI Sunan Giri (INSURI) Ponorogo. 3 (1): 29. ISSN 2745-4584. 
  2. ^ a b Amin, St. Jamilah (2014). "Penetapan Hukum bagi Pelaku Dosa besar, Iman dan Kufur dalam Aliran Teologi". Diktum: Jurnal Syariah dan Hukum. 12 (1): 107. 
  3. ^ Tim Asosiasi Psikologi Islam 2020, hlm. 43.
  4. ^ Musyafa, Haidar (2019). Amalan Penghapus Dosa. Jakarta: Penerbti PT Elex Media Komputindo. hlm. 2. ISBN 978-602-04-9727-3. 
  5. ^ a b Islam dan Salim 2021, hlm. 115.
  6. ^ Salam, Al-'Izz bin Abdus (2015). Hasmand, Fedrian, ed. Jawaban Pertanyaan Rumit dalam Islam [Al-Ajwibah Al-Qathi'ah Lihujaj Al-Khushum Lial-As'ilah Al-Waqi'ah Fi Kulli Al-Ulum]. Diterjemahkan oleh Irham, Masturi. Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar. hlm. 27. ISBN 978-979-592-922-2. 
  7. ^ Saleh, Akh. Muwafik (2019). Islam Hadir di Bumi Manusia. Jakarta: Gema Insani. hlm. 398. ISBN 978-602-250-684-3. 
  8. ^ Parmono, W. H., dan Ismunandar (2017). 17 Tuntunan Hidup Muslim. Sleman: Deepublish. hlm. 283. ISBN 978-602-453-605-3. 
  9. ^ Saproni 2015, hlm. 15.
  10. ^ Hamid, Syamsul Rijal (2017). Mutiara Hikmah Islami. Jakarta: Penerbit Bhuana Ilmu Populer. hlm. 145. ISBN 978-602-394-661-7. 
  11. ^ Saproni 2015, hlm. 13-14.
  12. ^ Muhammad, Syamsuddin (2007). Dosa-Dosa Besar. Solo: Pustaka Arafah. hlm. 5. ISBN 978-979-3746-61-6. 
  13. ^ a b Bakhtiar 2018, hlm. 74.
  14. ^ Tim Forum Internasional untuk Pendekatan Antarmazhab Islam (2014). Imamiyah di Tengah Mazhab-Mazhab Islam. Diterjemahkan oleh Muzauwir, Musa. Jakarta Selatan: Nur Al-Huda. hlm. 87. ISBN 978-979-1193-43-6. 
  15. ^ Aghai, Sayid Jalaluddin Mir (2014). Pelangi Islam: Fatwa-Fatwa Ulama Besar tentang Keragaman Mazhab. Diterjemahkan oleh Muzauwir, Musa. Jakarta: Nur Al-Huda. hlm. 139. 
  16. ^ Al-Khumayyis, Muhammad bin Abdurrahman. Haidir, Abdullah, ed. Pandangan Ulama Bermazhab Syafi'i tentang Syirik (PDF). hlm. 13. 
  17. ^ Bakhtiar 2018, hlm. 74-75.
  18. ^ Bakhtiar 2018, hlm. 75.
  19. ^ Sholihah, dkk. 2020, hlm. 27.
  20. ^ Sholihah, dkk. 2020, hlm. 119-120.
  21. ^ Rohmansyah (2018). Kuliah Kemuhammadiyahan (PDF). Bantul: Lembaga Penelitian, Publikasi dan Pengabdian Masyarakat (LP3M) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. hlm. 96–97. ISBN 978-602-5450-06-8. 
  22. ^ Mu'adz, dkk. (2016). Islam dan Ilmu Pengetahuan: Buku Ajar Al-Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK) 4 (PDF). Sidoarjo: UMSIDA Press. hlm. 115–116. ISBN 978-979-3401-40-9. 
  23. ^ Hasbi, Muhammad (2020). Najmah, St., ed. Akhlak Tasawuf: Solusi Mencari Kebahagiaan dalam Kehidupan Esoteris dan Eksoteris (PDF). Bantul: TrustMedia Publishing. hlm. 92. ISBN 978-602-5599-36-1. 
  24. ^ Sholihah, dkk. 2020, hlm. 108.
  25. ^ Az-Zuhaili, Wahbah (2011). Fiqih Islam wa Adillatuhu Jilid 4. Jakarta: Gema Insani. hlm. 27. ISBN 978-602-250-017-9. 
  26. ^ Abror, Khoirul (2019). Fiqh Ibadah (PDF). Yogyakarta: Phoenix Publisher. hlm. 26. ISBN 978-602-0713-81-6. 
  27. ^ a b Farikah 2018, hlm. 190.
  28. ^ Santoso, S. A., dan Husniyah, H. (2021). Isna, Nuzulul, ed. Pendidikan Agama Islam Berbasis IT (PDF). Sleman: Zahir Publishing. hlm. 42–43. ISBN 978-623-6398-93-7. 
  29. ^ Hardiwinoto (2018). Kontroversi Produk Bank Syari'ah dan Ribanya Bunga Bank (PDF). Semarang: Amanda Semarang. hlm. 9. ISBN 978-602-71607-5-0. 
  30. ^ Al-Qaradhawi, Yusuf (2014). Zirzis, Ahmad, ed. 7 Kaidah Utama Fikih Muamalat. Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar. hlm. 96. ISBN 978-979-592-670-2. 
  31. ^ Sholihah, dkk. 2020, hlm. 60.
  32. ^ Mubarok, M. S., Halimi, A., dan Pamungkas, M. I. (2019). "Nilai-Nilai Pendidikan dalam Al-Quran Surah Al-Maidah Ayat 32 tentang Hifdzun Nafs". Prosiding Pendidikan Agama Islam. 5 (2): 199–200. ISSN 2460-6413. 
  33. ^ Yusuf 2013, hlm. 3.
  34. ^ Yusuf 2013, hlm. 1.
  35. ^ a b Islam dan Salim 2021, hlm. 114-115.
  36. ^ Abdullah, Ibnu Abdul Hafidh (2019). Alkahfi, Ashabi, ed. 101 Fakta Dosa yang Pasti Membuatmu Takut Melakukannya. Yogyakarta: Araska. hlm. 11. ISBN 978-623-7145-04-2. 
  37. ^ Thalib, Prawitra (2018). Syariah: Pengakuan dan Perlindungan Hak dan Kewajiban Manusia dalam Perspektif Hukum Islam. Surabaya: Airlangga University Press. hlm. 47. ISBN 978-602-6606-97-6. 
  38. ^ Febriani dan Zubir 2020, hlm. 82.
  39. ^ Febriani dan Zubir 2020, hlm. 77-78.
  40. ^ Farikah 2018, hlm. 191.
  41. ^ Rohidin (2016). Nasrudin, M., ed. Pengantar Hukum Islam: Dari Semenanjung Arabia hingga Indonesia (PDF). Bantul: Lintang Rasi Aksara Books. hlm. 163. ISBN 978-602-7802-30-8. 
  42. ^ Fatin (2008). 35 Sebab Ampunan Dosa. Bekasi: Darul Falah. hlm. 27. ISBN 978-979-3036-81-6. 
  43. ^ Saribanon, N., dkk. (2016). Haid dan Kesehatan Menurut Ajaran Islam (PDF). Jakarta Selatan: Sekolah Pascasarjana Universitas Nasional. hlm. 64. ISBN 978-602-60325-2-2. 
  44. ^ Al Ghazali, Imam (Januari 2022). Hidup di Dunia, Apa yang Kau Cari? 43 Tahapan Menemukan Hakikat Diri dan Tuhan. Turos Pustaka. hlm. 236. ISBN 978-623-732-761-5. 
  45. ^ Akyol, Mustafa (2014). Islam Tanpa Ekstremisme. Jakarta: Penerbit PT Elex Media Komputindo. hlm. 272. ISBN 978-602-02-4484-6. 
  46. ^ Tim Penceramah Jakarta Islamic Centre (2005). Islam Rahmat Bagi Alam Semesta: Untaian Ceramah Penyejuk Hati. Jakarta: Alifia Books. hlm. 112. ISBN 979-99803-1-3. 
  47. ^ Roidah (2017). Neraka Gambaran Neraka Menurut Al Quran dan Hadis. Jakarta: Penerbit PT Elex Media Komputindo. hlm. 76. ISBN 978-602-04-7730-5. 
  48. ^ Az-Za'balawi, Muhammad Sayyid Muhammad (2007). Pendidikan Remaja: Antara Islam dan Ilmu Jiwa. Jakarta: Gema Insani Press. hlm. 469. ISBN 979-56-0225-X. 
  49. ^ Ismail, Faisal (2016). Anwar, Kaha, ed. Islam, Doktrin, dan Isu-Isu Kontemporer. Yogyakarta: IRCisoD. hlm. 259. ISBN 978-602-7696-19-8. 
  50. ^ Muniruddin (2017). "Asmaul Husna Sebagai Manajemen Keshalihan Sosial" (PDF). Al-Idârah. IV (5): 103. 
  51. ^ Firdaus, Andrian (2019). "Pembiasaan Membaca Asmaul Husna dalam Menanamkan Pengetahuna Keagamaan pada Anak di SDIT Abata Lombok (NTB)". Jurnal Al-Amin; Kajian Pendidikan dan Sosial Kemasyarakatan. 4 (2): 122. ISSN 2527-4155. 
  52. ^ Supriyadi, Musa (2018). Duhai Allah: Jangan Biarkan Aku Berlumur Dosa. Jakarta: Penerbit PT Elex Media Komputindo. hlm. 3. ISBN 978-602-04-6122-9. 
  53. ^ Agama Islam: Risalah Singkat tentang Islam berdasarkan Al-Qur'ān Al-Karīm dan As-Sunnah An-Nabawiyyah. IslamHouse.com. hlm. 88. 
  54. ^ Ad-Dzahabi (2012). Al-Kabair: Galaksi Dosa. Bekasi: Darul Falah. hlm. ix. ISBN 978-979-3036-61-8. 
  55. ^ Tim Asosiasi Psikologi Islam 2020, hlm. 32.
  56. ^ Japarudin (2018). Islam dan Penyalahguna Narkoba. Bantul: Penerbit Samudra Biru. hlm. 80. ISBN 978-602-5960-52-9. 
  57. ^ Yunita, Trisna Laila (2016). Kebijakan Negara terhadap Filantropi Islam: Studi Undang-Undang Wakaf. Serang: Penerbit A-Empat. hlm. 29. ISBN 978-602-0846-31-6. 
  58. ^ Jurjawi, Ali Ahmad (2013). Indahnya Syariat Islam. Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar. hlm. 68–69. ISBN 978-979-592-649-8. 

Daftar pustaka

sunting