Dajang Soembi, Perempoean jang Dikawini Andjing
Dajang Soembi, Perempoean jang Dikawini Andjing adalah sebuah Film pendek Indonesia yang mengadaptasi cerita rakyat Jawa Barat yaitu Dayang Sumbi. Film pendek eksperimental yang berusaha mengaplikasikan treatment film bisu ini dirilis pada tahun 2004 dan meraih banyak penghargaan.[1]
Dajang Soembi, Perempoean jang Dikawini Andjing | |
---|---|
Sutradara | Edwin |
Produser | Renate Tombokan |
Pemeran | Ine Febriyanti Faozan Rizal |
Distributor | Kotak Hitam |
Tanggal rilis | 2004 |
Durasi | 7 menit |
Negara | Indonesia |
Bahasa | Bisu Bahasa Indonesia |
Pemeran
sunting- Ine Febriyanti sebagai Dayang Sumbi
- Faozan Rizal sebagai Tumang
Trivia
suntingKarya ini dibuat sebagai film bisu karena di Indonesia saat itu tidak ada laboratorium pemroses suara analog.
Film ini lolos seleksi dan penayangan:
- 2005: Singapore International Film Festival, Singapura (Official Selection)
- 2005: International Short Film Festival Hamburg, Hamburg, Jerman (Kompetisi di No Budget Competition)
- 2005: Vancouver International Film Festival, Vancouver, Kanada (Kompetisi of Dragons and Tigers)
- 2005: Taipei Golden Horse Film Festival, Taiwan (Kompetisi).
Ulasan
suntingFilm ini merupakan pembaruan dari legenda Sangkuriang yang kita sudah kenal selama ini. Pembaruan ini ada dua macam. Dari segi penuturan sinematik, Dajang Soembi dibuat layaknya sebuah film bisu yang sempat hilang dan ditemukan lagi. Ia didesain dalam warna hitam-putih, diiringi dengan sebuah lagu orkestra, dan disusun dengan teks pengantara (intertitle) dengan huruf zaman kolonial, plus sejumlah cacat visual (goresan di beberapa adegan) yang sengaja diadakan pembuat film dengan merusak seluloid. Dari segi isi cerita, Dajang Soembi menihilkan banyak bagian dari legenda Sangkuriang, dan berfokus pada ketegangan seksual antara Sangkuriang, Dayang Sumbi, dan Tumang (bapak Sangkuriang, manusia setengah dewa yang dikutuk menjadi seekor anjing). Sebuah cerita penting bukan saja karena apa yang diceritakan, tapi juga apa yang tidak diceritakan. Dengan meminimalisir legenda Sangkuriang ke tiga tokoh utama saja, Edwin menghadapkan penonton pada fakta bahwa legenda rakyat kita ternyata dipenuhi hal-hal yang sekarang kita anggap menyimpang. Ada bestiality (hubungan seksual dengan hewan), yang mendasari pernikahan Dayang Sumbi dengan Tumang. Ada incest (hubungan seksual dengan insan sedarah), yang memotivasi Sangkuriang untuk membunuh Tumang dan menjadikan Dayang Sumbi sebagai kekasihnya. Ada kanibalisme, yang menjadi klimaks film ketika Sangkuriang mempersembahkan hati Tumang untuk makan malam ibunya. Propaganda Orde Baru tentang keluarga ideal hanyalah rekaan pihak penguasa untuk menutupi kenangan buruk tentang tradisi rakyat kita.[2]
Penghargaan
sunting- 2005: Unggulan TV5 Tiger Cub Award untuk Film Pendek Terbaik.
- 2004: Unggulan Festival Film Indonesia Piala Citra untuk Film Pendek Terbaik.
- 2004: Pemenang Kedua Jakarta International Film Festival, Indonesia untuk Film Pendek Terbaik.
Referensi
sunting- ^ "Dajang Soembi, Perempoean jang Dikawini Andjing (2004)". filmindonesia.or.id.
- ^ "Mencari Babi Buta di Kebun Binatang: Tentang Film-film Pendek Edwin". Cinemapoetica.