Catherine Parr (juga dieja Katherine, Katharine, Kateryn, Katheryne Catharine atau Kathrine; (lahir tanggal 14 Agustus 1512; meninggal 5 September 1548) adalah Permaisuri Raja Inggris dan Irlandia sebagai istri keenam dan terakhir dari Raja Henry VIII. Dia menjadi permaisuri sejak pernikahannya dengan Henry pada 12 Juli 1543[1][2] sampai mangkatnya Sang Raja pada 1547. Di antara Permaisuri Inggris yang lain, Catherine Parr adalah permaisuri yang paling banyak menikah, yakni sebanyak empat kali. Henry sendiri adalah suami ketiga dari Catherine Parr. Catherine adalah wanita pertama yang menyandang gelar "Permaisuri Irlandia".[1] Selain itu, Catherine juga merupakan wanita terakhir yang menjadi istri penguasa Inggris dari wangsa Tudor.

Catherine Parr
Permaisuri Raja Inggris dan Irlandia
Periode12 Juli 1543 – 28 Januari 1547
PendahuluCatherine Howard
PenerusFelipe II
(Sebagai Raja bersama Mary I)
Kelahiran14 Augustus 1512
Blackfriars, London, Inggris
Kematian5 September 1548 (36 tahun)
Kastil Sudeley, Gloucestershire, Inggris
Pasangan
  • Edward Burgh
    (1529–1533)
  • John Nevill, Baron Latimer
    (1534–1543)
  • Henry VIII, Raja Inggris
    (1543–1547)
  • Thomas Seymour
    (1547)
KeturunanMary Seymour
AyahThomas Parr
IbuMaud Green
Tanda tanganTanda tangan Catherine Parr

Catherine menikmati hubungan dekat dengan ketiga anak Henry yang lahir dari tiga istri pertamanya, dan secara pribadi terlibat dalam pendidikan Elizabeth dan Edward. Salah satu pengaruhnya dalam masalah pemerintahan adalah memasukkan kembali dua putri Henry, Mary dan Elizabeth dalam daftar pewaris takhta, setelah sebelumnya mereka dikeluarkan dari daftar lantaran hancurnya pernikahan masing-masing kedua orangtua mereka.

Catherine ditetapkan sebagai wali penguasa dari Juli sampai September 1544 saat Henry melancarkan kampanye militer di Prancis. Bilamana Henry gugur dalam kampanye tersebut, Catherine ditetapkan sebagai wali bagi Edward muda sampai usianya cukup untuk berkuasa sendiri.

Setelah Henry mangkat pada 1547, Catherine diperkenankan mempertahankan perhiasan dan gaun yang diberikan untuknya dan mungkin juga diperkenankan untuk tetap menyandang gelar "permaisuri janda" sampai kematian Catherine sendiri. Enam bulan setelah Henry meninggal, Catherine menikah, keempat dan terakhir kali, dengan Thomas Seymour, paman dari Edward yang saat itu telah menjadi raja. Dengan demikian, dia menjadi ibu tiri sekaligus bibi bagi sang raja muda. Catherine meninggal pada 1548, selang beberapa hari setelah prosesi melahirkan anak tunggalnya.

Kehidupan awal

sunting

Catherine lahir pada tahun 1512, kemungkinan pada bulan Agustus.[3] Dia adalah anak tertua yang hidup sampai usia dewasa dari pasangan Thomas Parr dan Maud Green. Thomas Parr sendiri masih keturunan Raja Edward III. Catherine memiliki adik laki-laki, William, yang kemudian dinobatkan sebagai Marquess Northampton pertama. Dia juga memiliki adik perempuan yang bernama Anne, yang menjadi dayang istana bagi enam istri Henry VIII, termasuk pada masa Catherine sendiri. Thomas Parr adalah sekutu dekat Henry VIII dan dia diberi berbagai tanggung jawab dari Sang Raja. Maud Green sendiri adalah dayang dan teman dekat Permaisuri Katherine dari Aragon dan sangat mungkin nama Catherine Parr mengikuti nama Sang Permaisuri yang juga merupakan ibu baptisnya tersebut.[4] Thomas Parr meninggal saat Catherine masih sangat muda dan dia dekat dengan ibunya seiring saat beranjak dewasa.

Pendidikan awal Catherine sama dengan yang rata-rata diterima wanita dari keluarga kelas atas, tetapi dia tetap mengembangkan minat belajarnya sepanjang hidupnya. Dia fasih dalam bahasa Prancis, Latin, dan Italia, dan mulai belajar bahasa Spanyol setelah menjadi permaisuri.[5] Ada cerita bahwa Catherine kecil tidak menyukai menjahit dan sering berkata kepada ibunya bahwa tangannya tercipta untuk menyentuh mahkota, bukan jarum. Namun Linda Porter, penulis riwayat hidup Catherine, menyatakan bahwa cerita tersebut tidak berdasar.[6]

Lady Burgh

sunting

Pada 1529, Catherine menikah dengan Edward Burgh, cucu dari Baron Burgh kedua yang juga bernama Edward. Penulis awal biografinya salah menuliskan bahwa Catherine menikah dengan Edward Burgh yang tua.[7][8] Setelah meninggalnya Edward tua pada Desember 1528, ayah mertua Catherine, Thomas Burgh, dipanggil ke istana sebagai Baron Burgh.[7] Edward Burgh muda kemungkinan berada dalam kesehatan yang buruk dan meninggal pada musim semi 1533 sebelum sempat mewarisi gelar ayahnya sebagai Baron Burgh.[7][9] Catherine tidak memiliki anak dari pernikahan pertamanya ini.

Lady Latimer

sunting

Setelah kematian suaminya, Catherine mungkin kemudian tinggal bersama Catherine Neville, janda dari Walter Strickland, sepupu Catherine Parr. Mereka tinggal di kediaman keluarga Strickland di Kastel Sizergh di Westmorland, Cumbria.[10] Pada musim panas 1534, Catherine menikah dengan sepupu sebuyut dari Catherine Neville, John Neville, Baron Latimer ketiga.

 
Kastel Sizergh

John Neville yang telah dua kali menduda berusia dua kali dari Catherine. Dari istri pertamanya, Dorothy de Vere, John memiliki satu anak laki-laki dan satu anak perempuan. Anak laki-lakinya juga bernama John dan yang perempuan bernama Margaret. Meski John mengalami kesulitan keuangan lantaran persengketaannya dengan saudaranya dalam mengklaim gelar Earl Warwick, Catherine sekarang memiliki rumahnya sendiri, suami yang memiliki kedudukan dan pengaruh di utara, dan gelar.[11]

John adalah pendukung Gereja Katolik dan menentang keputusan Raja Henry VIII untuk membatalkan pernikahannya dengan Katherine dari Aragon untuk menikahi Anne Boleyn. Pada Pemberontakan Lincolnshire Oktober 1536, para pemberontak Katolik mendatangi kediaman John dan mengancamnya bila dia tidak bergabung dengan mereka untuk menyambungkan kembali hubungan antara Inggris dan Roma. Catherine melihat saat suaminya turut dibawa keluar. Antara Oktober 1536 sampai April 1537, Catherine bersama anak-anak tirinya hidup dalam ketakutan dan berjuang untuk selamat. Sangat mungkin di masa-masa penuh ketidakpastian ini, penolakan Catherine terhadap gerakan pemberontakan menguat yang membuat dia lebih condong kepada reformasi Inggris.[11] Pada Januari 1537, Catherine ditahan bersama anak-anak tirinya di Kastel Snape, Yorkshire. Para pemberontak merangsek ke rumah dan mengirim pesan kepada John Neville untuk segera kembali dari London. Jika tidak, keluarganya akan segera dibunuh. Saat John pada akhirnya tiba, dia bicara dengan para pemberontak terkait pembebasan keluarganya, tetapi akibatnya terbukti justru membebani seluruh keluarga.[11]

Di sisi lain, Henry VIII dan Thomas Cromwell mendapat laporan yang simpang siur terkait keberpihakan John Neville, sebagai tawanan atau justru bersekongkol dengan para pemberontak. Sebagai pemberontak, dia dapat dinyatakan bersalah atas pengkhianatan terhadap Raja, mengorbankan lahannya, juga meninggalkan Catherine dan anak-anaknya tanpa uang sepeserpun. Sangat mungkin paman dan saudara Catherine, keduanya bernama William Parr, turut berperan menyelamatkan John dari hukuman Raja.[11]

Meski tidak dikenai dakwaan apapun, nama baik John telah tercemar sampai sisa hidupnya. Selama tujuh tahun berikutnya, John dan keluarganya tinggal di selatan. Selama beberapa tahun, Cromwell memeras John agar menuruti perintahnya. Hal itu terjadi sampai Cromwell dihukum mati pada 1540 lantaran kegagalannya terkait pernikahan Henry VIII dan Anne dari Cleves, dan itu membuat sebagian harga diri John kembali. Pada 1542, keluarga John tinggal di London karena John menghadiri parlemen. Catherine sendiri mengunjungi saudara William, dan saudarinya Anne yang menjadi dayang istana. Gaya hidup di istana sangat berbeda dengan gaya hidup lama Catherine dulu. Di London yang merupakan ibukota kerajaan, Catherine dapat menjumpai tren terbaru, baik dalam masalah agama maupun keduniaan, seperti mode dan perhiasan.[11]

Pada musim dingin 1542, kesehatan John Neville memburuk dan Catherine merawat suaminya hingga kematiannya pada 1543. Pada wasiatnya, Catherine menjadi wali bagi anak tirinya, Margaret, dan dipsrahi mengatur urusan-urusan John sampai putrinya beranjak dewasa. John meninggalkan kepada Catherine Manor Stowe dan beberapa properti lainnya. Catherine menjadi janda kaya dan menghadapi kemungkinan untuk meninggalkan ibukota dan kembali ke utara. Sangat mungkin dia berkabung secara tulus untuk suaminya. Catherine tetap menjaga Perjanjian Baru milik John yang terukir namanya sampai kematian Catherine sendiri.[11]

Dengan menggunakan hubungan dekat mendiang ibunya dan mendiang Permaisuri Katherine dari Aragon, Catherine Parr kemudian menjalin persahabatan dengan Mary, putri Raja Henry VIII dan Permaisuri Katherine dari Aragon. Catherine Parr sendiri pada akhirnya tergabung dengan rumah tangga Mary dan di sinilah Henry VIII, yang telah menduda sejak Permaisuri Catherine Howard dipenggal pada 1542, mulai menaruh perhatian padanya. Meski saat itu Catherine Parr sudah menjalin hubungan dengan Thomas Seymour, saudara dari mendiang Permaisuri Jane Seymour yang merupakan istri ketiga Henry, Catherine memandang bahwa sudah kewajibannya untuk mendahulukan lamaran Raja di atas hubungannya dengan Thomas.

Permaisuri

sunting
 
Lambang kehormatan Catherine Parr sebagai permaisuri[12]

Catherine menikah dengan Raja Henry VIII pada tanggal 12 Juli 1543 di Istana Hampton Court. Dengan demikian, Catherine Parr menjadi istri keenam dan terakhir Henry dan Henry menjadi suami ketiga Catherine. Dari segi silsilah, Catherine sendiri sebenarnya masih terhitung kerabat jauh Henry.

Setelah menjadi permaisuri, Catherine menempatkan Margaret Neville dan istri John Neville sebagai dayang dalam rumah tangganya.[11] Catherine sendiri juga berperan dalam mendamaikan hubungan antara Henry dengan kedua putrinya dari dua pernikahan pertama Sang Raja, yakni Mary dan Elizabeth. Catherine juga menjalin hubungan yang baik dengan Pangeran Edward, putra Henry VIII dengan Jane Seymour. Paman Catherine, William Parr, kemudian diangkat menjadi Lord Chamberlain.

 
Catherine Parr

Saat Henry pergi berperang di Prancis pada Juli sampai September 1544, Catherine diangkat sebagai wali raja untuk memerintah Inggris. Dikarenakan majelis perwaliannya terdiri dari orang-orang yang mendukung Sang Permaisuri, Catherine dapat memiliki kendali kuat atas pemerintahan. Dia juga menangani persediaan barang dan keuangan untuk kampanye militer Henry di Prancis, juga menjalin komunikasi secara teratur dengan letnannya di perbatasan utara terkait rumitnya keadaan dengan Skotlandia. Perannya sebagai wali raja dalam berkuasa, sifat dan wataknya yang kuat dan bermartabat, juga keyakinan agamanya, sangat mengilhami Elizabeth di masa-masa selanjutnya.[13]

Pandangan keagamaan Catherine menjadi sasaran kecurigaan para pejabat anti-Protestan. Meski dibesarkan sebagai seorang Katolik, dia juga menaruh simpati dan ketertarikan kepada "agama baru". Pada pertengahan 1540-an, beberapa pihak curiga bahwa dia sebenarnya adalah seorang Protestan. Pandangan ini didukung melalui buku kedua yang ditulis Catherine yang terbit pada akhir tahun 1547. Buku tersebut mengemukakan pemahaman iman sola fide yang dipandang bid'ah oleh Gereja Katolik. Simpati Catherine terhadap Anne Askew, wanita martir Protestan yang dibakar hidup-hidup pada 1546, juga dianggap sebagai salah satu tanda bahwa dia tidak hanya sekadar simpati kepada umat Protestan.

Pada 1546, Uskup Winchester dan Lord Wriothesley mencoba membuat Henry beralih melawan Catherine. Surat perintah penangkapan dibuat untuknya dan desas-desus menyebar ke seluruh Eropa bahwa Henry mulai tertarik dengan Catherine Willoughby, teman dekat Catherine Parr.[14] Namun Catherine melihat surat perintah tersebut dan segera berdamai dengan Raja, juga bersumpah bahwa dia berdebat tentang agama dengan Henry hanya untuk mengalihkan perhatian Henry dari kakinya yang sakit.[15] Pada hari selanjutnya, para penjaga yang tidak mengetahui perdamaian yang telah terjadi antara Raja dan Permaisuri mencoba menangkap Catherine saat sedang berjalan bersama Henry.[16]

Pernikahan terakhir

sunting

Raja Henry VIII mangkat pada 28 Januari 1547, meninggalkan Catherine menjanda, kini untuk yang ketiga kalinya. Namun sebelum meninggal, Henry membuat ketentuan agar Catherine dapat diberikan tunjangan sebesar £7,000 per tahun untuk menghidupi dirinya. Henry juga memerintahkan agar Catherine tetap dapat dihormati sebagai Permaisuri Raja Inggris sebagaimana saat Henry masih hidup. Setelah putra Henry dimahkotai menjadi raja baru sebagai Edward VI pada 31 Januari 1547, Catherine pensiun dari istana dan pindah ke Manor Chelsea.

 
Thomas Seymour

Setelah kematian Henry, Catherine kembali menjalin hubungan dengan Thomas Seymour dan dengan segera menerima lamarannya. Saat itu baru enam bulan sejak kematian Raja Henry dan Thomas menyadari bahwa dewan perwalian Raja tidak akan setuju bila Catherine yang seorang permaisuri janda menikah kembali secepat itu. Mendekati akhir Mei, Catherine dan Thomas menikah secara rahasia. Baik Raja Edward maupun anggota majelisnya tidak diberitahu soal ini sampai beberapa bulan dan hal ini menjadi skandal kecil saat akhirnya pernikahan mereka tersiar di publik. Sang Raja dan Lady Mary sangat tidak berkenan dengan pernikahan mereka. Setelah mendapat teguran keras dan kecaman, Thomas Seymour meminta tolong Mary, putri Raja Henry VIII dengan Katherine dari Aragon, untuk menengahi masalah ini atas namanya. Namun Mary justru marah dan bahkan mengatakan kepada adik tirinya, Elizabeth, untuk tidak lagi berhubungan dengan Catherine dan Thomas.[17]

Pada masa ini, Catherine mulai berselisih dengan saudara iparnya, Edward Seymour, Adipati Somerset pertama, yang menjabat sebagai Lord Protector. Persaingan antara Catherine dan istri Edward sekaligus mantan dayang Catherine, Anne Stanhope, bahkan sampai terkait masalah perhiasan.[18] Anne berpendapat, bahwa sebagai janda raja, Catherine tidak berhak lagi mengenakan perhiasan yang dipakai untuk istri raja. Catherine dipandang kehilangan hak istimewanya sebagai permaisuri janda setelah menikah dengan Thomas Seymour[19] karena memang dalam tradisi lama kebangsawanan Eropa, status dan kedudukan istri tergantung erat dengan suaminya. Sebaliknya, sebagai istri Lord Protector, Anne merasa bahwa dia adalah wanita dengan kedudukan tertinggi di kerajaan sehingga dia paling berhak mengenakan perhiasan tersebut. Perselisihan ini membuat hubungan mereka menjadi rusak sampai akhir.

Pada Maret 1548 pada usia 35 tahun, Catherine hamil. Kehamilan ini mengejutkan karena Catherine tidak juga mengandung pada tiga pernikahan sebelumnya. Pada masa ini, Thomas Seymour mulai tertarik dengan Elizabeth, putri Henry VIII dan Anne Boleyn, yang sebelumnya sudah tinggal bersama Catherine di Chelsea Manor. Thomas Seymour dikabarkan berencana menikahi Elizabeth sebelum Catherine dan dilaporkan bahwa Catherine melihat mereka berdua berpelukan. Pada awalnya, Catherine hanya memandang bahwa perlakuan Thomas kepada Elizabeth hanya lelucon belaka dan bahkan Catherine bergabung dengan suaminya dalam mencandai Elizabeth dalam beberapa kesempatan.[20] Namun kehamilannya membuat Catherine semakin peduli dengan perilaku genit suaminya pada Elizabeth, membuat Elizabeth dikirim pergi untuk tinggal pada Mei 1548 di kediaman keluarga Anthony Denny, orang kepercayaan Raja Henry VIII.

Pada Juni 1548, Catherine dan Thomas pindah ke Kastel Sudeley di Gloucestershire, hak milik yang diberikan kepada Thomas Seymour saat dia diangkat menjadi Baro Sudeley.

Kematian

sunting

Pada tanggal 30 Agustus 1548, Catherine melahirkan bayi perempuan bernama Mary Seymour, namanya diambil dari nama putri Henry VIII. Catherine mangkat delapan hari kemudian, pada 8 September, di Kastel Sudeley lantaran terkena penyakit infeksi bakteri pasca melahirkan. Thomas Seymour dipenggal pada 20 Maret 1549 atas dakwaan pemberontakan dan Mary Seymour diasuh oleh Catherine Willoughby. Mary Seymour sendiri lenyap dari catatan sejarah setelah tahun 1550. Beberapa pendapat menyatakan bahwa Mary meninggal di usia belia,[21][22] beberapa juga menyatakan bahwa dia hidup sampai usia dewasa dan menikah dengan seorang bangsawan dan menjadi dayang istana.

Catherine Parr adalah wanita terakhir yang menjadi istri penguasa Inggris dari Wangsa Tudor. Edward VI mangkat saat masih muda dan belum sempat menikah, sedangkan setelahnya, takhta Inggris diduduki oleh para wanita, Ratu Mary I dan kemudian Ratu Elizabeth I yang menjadi penguasa terakhir dari wangsa Tudor.

Rujukan

sunting
  1. ^ a b (Indonesia)Hassan Shadily & Redaksi Ensiklopedi Indonesia (Red & Peny)., Ensiklopedi Indonesia Jilid 1. Jakarta: Ichtiar Baru-van Hoeve, hal. 596
  2. ^ (Inggris) William A’Beckett., A Universal Biography: Including scriptural, Clasical. London: Isaac, Tuckey, and Company, 1836, hal. 611
  3. ^ James 2012.
  4. ^ Porter 2011, hlm. 25.
  5. ^ Starkey 2004, hlm. 690.
  6. ^ Porter 2011, hlm. 37.
  7. ^ a b c Porter 2011.
  8. ^ Mosley 1 2003, hlm. 587.
  9. ^ James 2009, hlm. 60–63.
  10. ^ Richardson I 2011, hlm. 488.
  11. ^ a b c d e f g James 2009, hlm. 61–73.
  12. ^ Boutell 1863, hlm. 243–244.
  13. ^ Porter 2011, hlm. 348.
  14. ^ Hart 2009.
  15. ^ Foxe, John. "Katherine Parr". The Acts and Monuments of John Fox. Exclassics.com. Diakses tanggal 29 January 2014. 
  16. ^ Starkey 2002, hlm. 129.
  17. ^ James 2009, hlm. 268–276.
  18. ^ James 2009, hlm. 271; citing British Library, Add. Ms. 46,348, f.67b: Starkey 1998, hlm. 77–80; 122 items of jewellery.
  19. ^ Martienssen, p. 231
  20. ^ Weir 1998, hlm. 14–15.
  21. ^ "Catherine Parr: Children". The Six Wives of Henry VIII. PBS. Diakses tanggal 2008-10-11. 
  22. ^ James 2009, hlm. 299–300.
Inggris
Lowong
Terakhir dijabat oleh
Catherine Howard
Permaisuri Raja Inggris
12 Juli 1543 – 28 Januari 1547
Lowong
Selanjutnya dijabat oleh
Anne dari Denmark
Jabatan baru Permaisuri Raja Irlandia
12 Juli 1543 – 28 Januaiy 1547