Jotang kuda

(Dialihkan dari Babadotan lalaki)
Jotang kuda
Synedrella nodiflora
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
Klad: Tracheophyta
Klad: Angiospermae
Klad: Eudikotil
Klad: Asterid
Ordo:
Famili:
Genus:
Synedrella
Spesies:
S. nodiflora
Nama binomial
Synedrella nodiflora
(L.) J. Gaertner

Jotang kuda (Synedrella nodiflora) adalah sejenis gulma pertanian anggota suku Asteraceae. Berbau agak keras, sedikit menyerupai bau kambing, tumbuhan ini juga dikenal sebagai babadotan lalaki, jukut berak kambing atau jukut gendreng (Sd.); bruwan, gletang warak, krasuk, atau serunen (Jw.); serta gofu makeang (Ternate).[1] Berasal dari Amerika tropis, jotang kuda kini telah menjadi tumbuhan pengganggu yang paling umum di Jawa; khususnya di tempat-tempat yang sedikit terlindung.[2]

Pemerian botanis

sunting

Terna semusim, tegak atau berbaring pada pangkalnya, bercabang menggarpu berulang-ulang; tinggi hingga 1,5 m. Daun-daun berhadapan; dengan tangkai bentuk talang, 0,5–5,5 cm, tangkai dari pasangan daun yang sama dihubungkan dengan tepi yang sempit, dengan banyak rambut di sekitarnya. Helai daun bundar telur memanjang, 2,5–15 × 1–9 cm; pangkal daun menyempit sepanjang tangkai, ujung daun runcing, sementara tepinya bergerigi lemah, dan berambut di kedua permukaannya.[2]

 
Bongkol bunga terminal

Bunga majemuk dalam bongkol kecil, panjang 8–10 mm, duduk atau bertangkai pendek, berisi 10–20 bunga yang berjejal-jejal; terletak terminal atau di ketiak daun, 1-7 bongkol bersama-sama. Daun pelindung bundar telur memanjang, berujung runcing, berambut kaku. Bunga tepi 4–8 buah, dengan pita kuning bertaju 2–3, lk 2 mm panjangnya. Bunga cakram serupa tabung, 6–18 buah, kuning muda dengan taju kuning cerah. Tabung kepala sari coklat kehitaman. Buah keras dengan dua macam bentuk: buah dari bunga tepi sangat pipih, bersayap dan bergerigi runcing di tepi dan ujungnya; sementara buah dari bunga cakram sempit panjang, dengan 2–4 jarum di ujungnya. Panjang buah lk. 0,5 cm.[2][3]

Penyebaran dan ekologi

sunting
 
Perawakan

Jotang kuda tercatat pertama kalinya di Jawa pada 1888; dan kini telah menyebar luas di seluruh Indonesia. Tumbuhan ini menyenangi tempat-tempat yang sedikit ternaungi, dan lebih jarang, pada tempat yang hampir selalu disinari matahari. Jotang kuda tidak menyukai penggenangan. Kerap ditemukan di perkebunan; pekarangan; tepi-tepi jalan, pagar, dan saluran air; padang; dan tanah-tanah telantar.[3]

Kegunaan

sunting

Daun yang muda kadang-kadang dimanfaatkan sebagai lalab. Daun yang digiling halus bersama daun bandotan (Ageratum conyzoides), daun cente manis (Lantana camara), dan kapur sirih, dioleskan untuk menghangatkan perut yang sakit. Tumbuhan ini juga digunakan sebagai obat gosok untuk meringankan reumatik.[1]

Catatan kaki

sunting
  1. ^ a b Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, jil. 3:1838. Terj. Yayasan Sarana Wana Jaya, Jakarta
  2. ^ a b c Steenis, CGGJ van. 1981. Flora, untuk sekolah di Indonesia. PT Pradnya Paramita, Jakarta. Hal. 427-428
  3. ^ a b Soerjani, M., AJGH Kostermans dan G. Tjitrosoepomo (Eds.). 1987. Weeds of Rice in Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta. p. 106-107 (illust.)

Pranala luar

sunting