Zikir Saman

jenis tari/zikir dari Banten, Indonesia

Zikir Saman atau dikenal juga sebagai Zikir Maulud merupakan kesenian tari bertema Islam yang berasal dari Pandeglang, Banten yang masih bertahan sampai saat ini. Berbeda dengan tari saman khas budaya Aceh, penari tarian zikir saman semuanya adalah laki-laki dengan diiringi syair yang mengagungkan asma Allah SWT dan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW yang dibawakan oleh 2 orang vokalis (beluk).[1] Awalnya kesenian zikir saman ini hanya dilakukan pada hari kelahiran Nabi Muhammad SAW (muludan) saja, kemudian berkembang menjadi berbagai acara perayaan lainnya seperti acara khitanan (sunatan), acara syukuran rumah, peresmian mesjid, serta acara pernikahan.[2] Pada tahun 2012, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Zikir Saman sebagai Warisan Budaya Tak Benda dari Provinsi Banten.[3]

Sejarah

sunting

Saman berasal dari kata Arab ثمانية yang berarti delapan yang mengacu pada jumlah awal penari yang berjumlah delapan orang.[1] Kesenian ini sudah ada pada abad XVIII sejak zaman Kesultanan Banten dibawah kesultanan Maulana Hasanuddin yang kemudian dibawa oleh para ulama sebagai syiar agama islam pada masyarakat Banten yang sebelumnya menganut ajaran hindu-budha.[4] Salah satu tokoh penting penyebaran kesenian Zikir Saman adalah Ki Sarimi yang berasal dari Lebak, Banten.[1]

Pertunjukan

sunting

Jumlah pemain Zikir Saman berjumlah kisaran 26 sampai 46 orang dengan komposisi 2 sampai 4 orang yang berperan sebagai vokalis (beluk) dan sisanya kisaran 20 sampai 40 orang menjadi penari mengikuti lengkingan beluk secara bersahutan menjadi koor yang disebut alok. Syair pujian-pujian yang disenandungkan oleh beluk terdapat didalam kitab bernama Kitab Barzanji. Umumnya pakaian pemain Zikir Saman terdiri dari baju kampret, dodot dengan motif kain batik, celana pangsi hitam, ikat kepala batik, dan ikat pinggang batik. Untuk ketentuan seragam pemain tidak dibuat seragam tetapi menyesuaikan dengan tradisi setempat.

Intrumen musik (waditra) yang digunakan berupa alat musik bernama Hihid. Hihid terbuat dari kulit kerbau yang menyerupai kipas berukuran 40 x 40 cm dengan pegangan rotan sepanjang 70 cm yang dimainkan seperti gamelan yaitu dipukul sampai menghasilkan irama nada mengiringi beluk.

Kesenian Zikir Saman ini diisi dengan 3 babak (episode) yang terdiri dari Babak Zikir, Babak Asrogol, dan Babak Saman. Babak pertama yaitu Babak Zikir dimulai pada pukul 08.00 sampai 12.00 yang diisi dengan berzikir, berdoa, serta Shalawat pada Rasulullah SAW diiringin dengan irama hihid dengan formasi saling berhadapan. Babak kedua yaitu Babak Asrogol dimulai selepas Shalat Dzuhur sampai pukul 15.00 bada Shalat Ashar yang diisi dengan lengkingan vokal beluk diiringi dengan gerakan berdiri dan jongkok secara bergantian. Diiringi dengan irama 'hihid' pemain melantukan syair riwayat Nabi Muhammad SAW dari kitab Barzanji. Kemudian babak terakhir yaitu Babak Saman yang dimulai pada pukul 17.00 sampai selesai (bada shalat Maghrib) para pemain menari menggerakan kaki dan tangan diiringi vokal beluk tanpa diiringi irama dari hihid. Kemudian acara ditutup dengan pembacaan doa bersama masyarakat sekitar.

Referensi

sunting
  1. ^ a b c irvansetiawan (2018-04-17). "Dzikir Saman, Seni Tradisional Bernafaskan Islam di Pandeglang". Balai Pelestarian Nilai Budaya Jawa Barat. Diakses tanggal 2019-03-22. 
  2. ^ Saepulloh (2015-11-07). "Pernah Tampil di Negeri Sakura, Tari Zikir Saman Pandeglang Belum dapat Perhatian Khusus dari Pemerintah Daerah". bantenhits. Diakses tanggal 2019-03-22. 
  3. ^ "Dzikir Saman". Warisan Budaya Tak Benda. Kemdikbud. Diakses tanggal 2019-03-22. 
  4. ^ Suratin, Atrin (2014). "Seni Dzikir Saman Di Desa Ciandur Kecamatan Saketi Kabupaten Pandeglang-Banten" (PDF). Ringkang. 1 (3). Diakses tanggal 2019-03-22.