Yusuf Radjamuda (lahir 7 Mei 1979) adalah penulis, penyunting gambar, dan sutradara asal Indonesia. Seorang PNS (Pegawai Negeri Sipil) di Kota Palu yang belajar film secara otodidak.[1] Papa Al, demikian ia akrab dipanggil, memulai debutnya pada 2006 lewat film pendeknya yang berjudul Sahabat dan Harapan, tahun 2009 yang berjudul Cuma 5 Ribu. Sejak itu, setiap tahun Papa Al menghasilkan karya film pendek. HIngga tahun 2019, ia membuat film panjang yang berjudul Mountain Song.

Yusuf Radjamuda
Lahir07 Mei 1979 (umur 45)
Tanjung Padang, Kab. Donggala, Sulawesi Tengah
Pekerjaan
AnakAlqusyairi Radjamuda

Kehidupan pribadi

sunting

Papa Al, atau Yusuf Radjamuda lahir di Tanjung Padang, 7 Mei 1979. Ia berperawakan tidak terlalu tinggi, dengan kulit berwarna agak kecoklatan, rambutnya ikal, dan pendek. Sebagian besar ia menjalani waktu hidupnya di Kota Palu bersama keluarga tercinta. Papa Al terlahir dalam keluarga sederhana yang ternyata cukup menggemari dunia kesenian. Ketika masih bersekolah di bangku SMP dan SMA, Papa Al adalah seorang penggila film Hong Kong dan India. Ia juga pernah menjadi seorang pemusik dalam sebuah band yang dibentuknya, namun menjadi seorang musisi saat itu hanyalah sebagai kesenangan semata. Hingga pada akhirnya, kemungkinan dari kecintaannya pada hal-hal yang berbau kesenian itulah telah membawa Papa Al saat ini tengah menggeluti kegiatan keartistikan dengan pilihan menjadi seorang sutradara.

Sementara itu, ketertarikan secara mendalam di dunia perfilman ternyata tengah dilakoni oleh Papa Al pada tahun 2006, yaitu ketika ia turut serta mengikuti secara langsung proses pembuatan film yang dibuat oleh temannya. Yang kemudian dari situlah terjalinnya motivasi dan keinginan Papa Al untuk membuat karya film dari hasil daya pikirnya. Papa Al demikian terinspirasi membuat film. Produksi pertamanya adalah Sahabat Dan Harapan (Teman dan Harapan). Berdurasi hanya 13 menit, film tersebut bercerita tentang dua anak putus sekolah yang harus berpisah karena salah satu dari mereka telah mendapatkan beasiswa untuk biaya sekolahnya. Selain itu, inspirasi dalam pembuatan film, Papa Al banyak mendapatkannya dalam khayalan-khayalan yang berproses dari melihat kejadian nyata di sekitar ruang lingkup kehidupannya.

Mengenai teori dan teknik pembuatan film yang diterapkan, Papa Al merasa tidak begitu tahu-menahu bagaimana dalam menjelaskannya, sebagaimana yang dikatakannya bahwa dalam proses pembuatan film biasanya hanya berdasarkan naluriah. “Saya membuat film secara naluriah, apa yang ingin saya bikin maka saya harus bikin. Dengan menyesuaikan jalan ceritanya, lalu membiarkan prosesnya mengalir begitu saja sampai saya mendapatkan rasa yang tepat dalam cerita tersebut”.

Dalam proses pembuatan film mulai dari penulisan skrip sampai penyelesaian produksi, Papa Al biasanya membutuhkan waktu yang cukup panjang agar mendapatkan hasil yang baik. Seperti film yang berjudul, Halaman Belakang, pengerjaannya terselesaikan selama 4 bulan. Saat ditanyakan ditanyakan juga mengenai hal apa saja yang biasanya menjadi kendala Papa Al dalam pembuatan film, ia mengatakan terdapat banyak hal yang seharusnya perlu diperhatikan, yaitu mempersiapkan segalanya yang berkaitan dalam proses dan pengerjaannya. Dan itu relatif. Tapi mungkin yang paling sulit ialah bagaimana memutuskan sebuah rencana dengan segala persiapannya, apakah harus segera mengeksekusi ataukah tidak? Tidak baik juga kalau terburu-buru dalam melakukan sesuatu. Maka disini, sebuah keyakinan terhadap sesuatu yang harus dilakukan sangat menentukan dalam mencapai suatu kematangan.

Dengan mengikuti berbagai ajang festival, diskusi atau workshop mengenai film, Papa Al banyak mendapatkan pelajaran dan pengetahuan dari orang yang memiliki wawasan yang berbeda-beda. Salah satunya, pelajaran yang dapat dipetik dalam perfilmannya ialah penentuan referensi. Papa Al kerap melihat sisi terpenting dari film-film yang berada di festival itu kebanyakan tidak mudah kita dapatkan, apalagi untuk menontonnya, dan itu jarang ada yang tersebar di internet. Papa Al juga mengatakan, ia sering mendapatkan hal-hal baru di berbagai acara, yang dimana terdapat beragam karya film beserta orang-orangnya yang sangat menginspirasi. Jadi, di dalam sebuah festival, orang-orang yang tergabung di acara tersebut sebenarnya tidak hanya sebagai ajang perlombaan, melainkan juga bisa dijadikan sebagai tempat bertukar wawasan dengan berbagi pengalaman, ilmu dan pengetahuan, entah itu tentang dunia perfilman, bahkan bisa jadi yang lainnya.

“Sebaiknya teman-teman yang minat dengan dunia perfilman, harus lebih sering datang ke festival, karena di dalam sebuah gelaran festival itu bukan hanya sekedar melihat banyak film untuk dijadikan referensi, tetapi juga kita bisa bertemu dengan orang-orang yang dapat mengembangkan wasasan dan pengetahuan kita, seperti adanya para programmer, produser, bahkan juga kerap terdapat workshop yang bisa kita ikuti sajiannya”.

Sementara itu, beberapa karya film Papa Al banyak menarik minat para pegiat film secara nasional maupun internasional untuk ditampilkan atau sekedar melakukan diskusi mengenai dunia perfilman. Salah satunya, film Halaman Belakang yang pernah memenangkan kategori film pendek di Festival Film Solo (FFS) dan Apresiasi Film Indonesia (AFI), juga pernah ditampilkan di Jakarta International Film Festival (JiFFest). Bahkan film tersebut mendapatkan undangan ke Festival Film Internasional Dubai. Karya film lainnya, berjudul Wrong Day, tak lain pun pernah mendapatkan apresiasi film terbaik di Festival Film Malang 2011, dan Festival Film Indonesia 2011, serta menerima penghargaan khusus yang membuatnya mendapatkan undangan untuk Goethe Institut, Jerman. Dalam beberapa tahun ini sejumlah undangan skala nasional maupun internasional banyak diterima oleh Papa Al, demikian hal itu juga menjadii cara menjalin hubungan bersama para pegiat film yang berada di lur Kota Palu untuk mengembangkan dunia perfilman secara lokal.

Bicara mengenai konsistensi dalam berkarya, ternyata Papa Al menganut paham “satu tahun satu film”. Yang dimana sejak 2009 hingga 2013, Papa Al selalu menghasilkan karya film di tiap tahunnya. Dan tahun 2014 ini, diakui oleh Papa Al masih menjadi tanda tanya untuk dapat menghasilkan sebuah karya film. Sehingga bisa jadi pernyataan “satu tahun satu film” itu akan terpatahkan, dikarenakan masih disibukkan dengan berbagai urusan lainnya, dan juga belum ada persiapan khusus untuk kembali menghasilkan sebuah karya film.

Demikian Papa Al juga menyatakan harapannya agar makin banyak ruang yang dapat diberikan untuk bakat baru yang biasanya kurang atau bahkan tidak mendapatkan kesempatan yang baik dalam mengembangkan potensinya. Terkhususnya di Kota Palu, di dalam beberapa waktu ini untungnya mulai aktif mengadakan berbagai kegiatan pemutaran film, workshop, produksi film yang disertai eksebisi dan kritik film. Dengan adanya kerjasama ke beberapa lembaga, festival film dan komunitas yang berada di luar Kota Palu, sangat diharapkan nantinya dapat membuka ruang-ruang tersebut, sebagaimana hal itu untuk mencapai perkembangan dunia perfilman di Kota Palu, yang secara umum Indonesia menuju internasional.[2]

Karier

sunting

Halaman Belakang Films sendiri merupakan rumah produksi yang sebelumnya bernama Nadia Production, telah diinisiasi sejak tahun 2006, berlokasi di Tinggede, Kecamatan Marawola, Kabupaten Sigi.

Tantangan membuat film di tengah pandemi, kata Yusuf, semua kru harus membiasakan diri, menyesuaikan kebiasaan baru dengan menerapkan protokol kesehatan selama proses pembuatan film pendek yang berjudul 'Pada Suatu Hari'.

"Film pendek berjudul Pada Suatu Hari adalah hasil karya saya saat pandemi. Selama proses pembuatan film ini kami selalu mengikuti protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran Covid-19," ujar Yusuf.

Film ini menceritakan anak Sekolah Dasar yang mengikuti kegiatan Geowisata, menceritakan bagaimana menerapkan mitigasi bencana berperspektif kearifan lokal.

Yusuf menyebutkan, rumah produksi Halaman Belakang Film ini telah memproduksi sebanyak delapan film pendek dan 1 film panjang yang berjudul 'Mountain Song', film yang menceritakan tentang suatu daerah di Desa Porelea, Kecamatan Pipikoro, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.

"Di mana desa tersebut, merupakan desa yang cukup terisolir untuk mendapatkan akses. Sehingga, apabila ada orang yang sakit dari desa tersebut harus ditandu untuk dibawa ke rumah sakit. Kebanyakan dari beberapa orang yang sakit di desa tersebut meninggal dalam perjalanan menuju rumah sakit," jelasnya.

Sejumlah penghargaan telah ia raih. Terhitung sejak 2010, film yang berjudul 'Cuma Lima Ribu' masuk dalam nominasi teknis terbaik dan pada 2012 meraih nominasi film terbaik di Jambore Film Pendek Nasional, Pada 2011 pihaknya mendapatkan penghargaan Piala Citra dari film yang berjudul 'Wrong Day'.

Pada 2013 dari film yang berjudul 'Halaman Belakang', ia telah memenangkan Award di Festival Film Solo apresiasi film Indonesia terbaik, kemudian film tersebut diputar di Dubai International Film Festival.

Tidak hanya itu, ia mendapatkan penghargaan sebagai sutradara terbaik di Festival Cinema di Perancis. Ia juga pernah mengikuti kompetisi di Vladivostok IFF 2014 di Rusia, Tissa IFF Morocco 2014 dan Experimenta Bangalore India 2015.

Produksi film terakhir yang saat ini telah ia kerjakan berjudul 'Mountain Song' memenangkan Best Script Writer pada kategori Asian Talent A World di Shanghai. Selain itu. Film ini juga berkompetisi di World Cinema Amsterdam pada 2019.

Selanjutnya, film ini juga memenangkan Best Film sebagai New Comers dalam Festival Film Asia di Roma, Italia. Dan saat ini masuk dalam 3 kategori Piala Citra 2020, untuk Festival Film Indonesia masuk dalam kategori pemeran pria terbaik, penulis skenario terbaik dan penata cinematografi terbaik.

Pada saat pandemi ini, pihaknya juga membuat suatu program berupa film lab, yakni sebuah workshop dalam pengembangan cerita film yang dinamakan 'Sinekoci'. Di mana 'Sinekoci' ini sendiri terbuka bagi kawan-kawan komunitas untuk mengembangkan cerita filmnya dalam sebuah workshop itu.

"Jadi saat ini kami sedang merancang untuk membantu kawan-kawan komunitas dalam mengembangkan cerita filmnya menjadi skenario yang siap digarap," ujarnya.

Yusuf mengatakan, salah satu tantangan beratnya membuat film di masa pandemi adalah akses, di mana ia dan kru tidak bisa membuat kegiatan yang berskala besar karena semuanya serba terbatas.

"Tantangan kami saat ini adalah soal akses untuk membuat kegiatan berskala besar. Seperti film berhubungan dengan massa, penonton yang banyak, dalam kegiatan festival film dan pemutaran-pemutaran film," terang Yusuf.

Ia mengakui, semua sektor terdampak pandemi termasuk bidang seni. Untuk itu, Ia berharap ada perhatian khusus dari pihak terkait terutama dari pemerintah setempat untuk memberikan solusi-solusi terbaik bagi semua sektor agar tetap berjalan meski dalam situasi pandemi.

Untuk sementara ini, ia juga membuat workshop-workshop online. Walaupun pada akhirnya memaksa ia harus melakukan pertemuan secara langsung. Namun Ia tak pernah lalai dari protokol kesehatan.

Dalam situasi pandemi ini, Yusuf mengajak kepada sesama pegiat seni, khususnya di bidang perfilman untuk tetap semangat, dalam memanfaatkan waktu sebaik mungkin untuk terus berkarya.

"Mari gunakan waktu sebaik mungkin untuk menulis sebuah cerita, literasi atau apapun itu sebanyak-banyaknya sebagai tabungan untuk menjadi sebuah karya ketika situasi atau keadaan semakin membaik," pintanya.

"Saya berharap ke depan situasi ini semakin membaik, semuanya kembali normal agar kita terbebas dari kekhawatiran adanya Covid-19," ucap pria yang lebih dikenal dengan sebutan Papa Al ini.[3]

Filmografi

sunting
Tahun Judul Dikreditkan sebagai Keterangan
Produser Penulis Penyunting Sutradara
2006 Sahabat dan Harapan TBA TBA TBA Ya Debut karya
2009 Cuma 5 Ribu TBA TBA TBA Ya Film Pendek
2011 Wrong Day [4] Ya Ya Ya Ya Bagian film pendek dari Festival Film Solo Volume. 1
2012 Matahari Ya Ya Tidak Ya Film Animasi Pendek; juga sebagai Sound Mixer
2013 Halaman Belakang Ya Ya Ya Ya Film Pendek
2019 Mountain Song Tidak Ya Ya Ya Debut film panjang
2020 Pada Suatu Hari [5] Tidak Tidak Tidak Ya Film Pendek

Penghargaan dan Nominasi

sunting
Tahun Penghargaan Kategori Penerima Hasil
2011 Jogja-NETPAC Asian Film Festival Blencong Award Wrong Day Nominasi
2013 Festival Film Solo Best Short Film (Ladrang Award) Halaman Belakang Menang
Jogja-NETPAC Asian Film Festival Blencong Award Nominasi
Dubai International Film Festival Muhr Asia Africa Shorts Award Nominasi
Apresiasi Film Indonesia [6][7] Apresiasi Film Pendek Menang
2019 World Cinema Amsterdam Best Film Mountain Song Nominasi
Shanghai International Film Festival Best Director Nominasi
Best Script Writer Menang
2020 Asian Film Festival Rome Best Film (Newcomers Award) Menang
Festival Film Indonesia Penulis Skenario Asli Terbaik Nominasi
2021 Piala Maya Film Non-Bioskop Terpilih Nominasi

Referensi

sunting
  1. ^ "Yusuf Radjamuda". filmindonesia.or.id. Diakses tanggal 2023-01-23. 
  2. ^ "Yusuf Radjamuda Membawa Karya Filmnya Hingga Ke Mancanegara - berandaagung". beranda-agung.blogspot.com. Diakses tanggal 2023-01-23. 
  3. ^ Prasetio (MG-305), Anang. "Sutradara Asal Palu, Yusuf Radjamuda Hasilkan Karya Terbaik saat Pandemi - TIMES Indonesia". timesindonesia.co.id. Diakses tanggal 2023-01-23. 
  4. ^ Wrong Day - Indonesian Crime Drama Short Film // Viddsee.com, diakses tanggal 2023-01-23 
  5. ^ Pada Suatu Hari - Sebuah Film Edukasi Kebencanaan (small resolution video), diakses tanggal 2023-01-23 
  6. ^ Pusporini, Evieta Fadjar (2013-11-03). "18 Kategori Apresiasi Film Indonesia 2013". Tempo (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-01-24. 
  7. ^ "Ini Daftar Pemenang Apresiasi Film Indonesia 2013". detikhot. Diakses tanggal 2023-01-24. 

Pranala luar

sunting